Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dalam mkalah ini kelompok membahas tentang asuhan keperawaan pada anak dengan
hidrosefalus.
Sistematika dalam penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab diantaranya sebagai
berikut, BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup dan
sistematika penulisan. BAB II tinjauan teoritis terdiri dari definisi, klasifikasi, etiologi,
fisiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,
komplikasi, asuhan keperawatan. BAB III penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural. ( Suriadi : 2001)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
Hidrosefalus ialah bertambahnya cairan serebro spinalis atau CSS di otak dengan atau tanpa
tekanan intra cranial yang meningkat sehingga terjadi pembesaran pada tempat mengalirnya
cairan serebro spinalis (CSS).
Berdasarkan letak obstruksi hidrosefalus pada bayi dan anak juga terbagi dalam dua
bagian yaitu:
1. Hidrosefalus komunikans
Pada hidrosefalus komunikans yaitu apabila obstruksinya terdapat pada rongga
subarachnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat
sumbatan.
2. Hidrosefalus nonkomunikans
Penyakit ini dinamai pula hidrocefalus obstruktif. Penyebab hidrocefalus
nonkomunikans ini adalah penyempitan pada akuaduktus Sylvii congenital; oleh karena
cairan dibentuk oleh pleksus koroideus dari kedua ventrikel dan ventrikel ketiga, maka
volume ketiga ventrikel tersebut menjadi membesar. Hal ini menyebabkan penekanan otak
terhadap tengkorak sehingga otak menjadi tipis.
2.3 Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat
antara tempat pembentukan CSS dalam system ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang
subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya. Tempat yang sering
tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen Monroi, foramen Luschka dan Magendie.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kelainan bawaan (kongenital)
Disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim (misalnya infeksi intrauteri).
a. Stenosis akuaduktus sylvii
Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60%
- 90%). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih
sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif
dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Sindrom Arnold chiari
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom
Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan
sereblum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total.
c. Sindrom Dandy Walker
Merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat
hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang
dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa
posterior.
d. Kista arachnoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder
suatu hematoma.
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subaraknoid. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca meningitis. Pembesaran
kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari
meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar
sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen
terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis,
sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih besar.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi disetiap tempat aliran CSS.
Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak
mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS
melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal
dari sereblum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan
suatu kraniofaringioma.
4. Trauma
2.4 Fisiologi
Cairan serebrospinal (CSS) mengelilingi dan menjadi bantalan bagi otak dan medulla
spinalis. Fungsi utama CSS adalah sebagai cairan peredam kejut untuk mencegah otak
menumbuk bagian interior tengkorak yang keras ketika kepala tiba-tiba mengalami benturan.
.
2.5 Patofisiologi
CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen Monro menuju ventrikel yang
ketiga, tempat dimana cairan tersebut menyatu dengan cairan yang telah disekresi ke ventrikel
ketiga. Dari sana CSS mengalir melalui akueduktus Sylvii menuju ventrikel keempat, tempat
dimana cairan lebih banyak dibentuk, kemudian cairan tersebut akan meninggalkan ventrikel
keempat melewati foramen Luschka lateral dan garis tengah foramen Magendie dan mengalir
menuju sisterna magna. Dari sana CSS mengalir ke serebral dan ruang subaraknoid
serebellum, dimana cairan akan diabsorpsi. Sebagian besar diabsorpsi melalui villi araknoid,
tetapi sinus, vena, substansi otak dan dura juga berperan dalam absorpsi.
a. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
b. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
c. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial: muntah, gelisah, menangis dengan
suara ringgi, peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
d. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
1) Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat
jelas.
2) Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas iris.
3) Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”, Strabismus, nystagmus, atropi
optik.
4) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak yang telah menutup suturanya
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda
(diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum
terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran
abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
a. Nyeri kepala
b. Muntah
c. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
d. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun.
e. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
f. Strabismus (mata juling)
g. Perubahan pupil.
2. Pemeriksaan fisik.
Kesan umum penderita terutama bayi dan anak, proporsi kepala terhadap badan,
anggota gerak secara keseluruhan tidak seimbang. Anak biasanya dalam keadaan tidak
tenang, gelisah, iritable, gangguan kesadaran, rewel, sukar makan atau muntah-muntah,
kepala sangat besar, fontanela tidak menutup, sutura melebar, kepala tampak transluse
(mengkilat), dengan tulang kepala yang tipis, dahi yang lebar. Dahi menonjol bersinar
atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas. Alis mata dan bulu mata ke
atas, Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”, Strabismus, nystagmus (gerakan
spontan pada mata), bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas, pertumbuhan
kepala yang cepat mengakibatkan muka terlihat lebih kecil dan tampak kurus.
3. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan terhadap komposisi cairan serebrospinal dapat sebagai petunjuk
penyebab hidrosefalus, seperti peningkatan kadar protein yang amat sangat terdapat pada
papiloma pleksus khoroideuis, setelah infeksi susunan saraf pusat, atau perdarahan
susunan saraf pusat atau perdarahan saraf sentral. Penurunan kadar glukosa dalam cairan
serebrospinal terdapat pada invasi meninggal oleh tumor, seperti leukemia, medula
blastama dan dengan pemeriksaan sitologis cairan serebrospinal dapat diketahui adanya
sel-sel tumor. Meningkatnya kadar hidroksi doleaseti kasid pada cairan serebrospinal
didapat pada obstruksi hidrosefalus. Pemeriksaan serologis darah dalam upaya
menemukan adanya infeksi yang disebabkan oleh TORCH.
Penelitian sitologi kualitatif pada cairan serebrospinal neonatus dapat digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui tingkat gangguan psikomotor.
4. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan foto polos kepala, pelebaran fontanela, serta pelebaran sutura.
Kemungkinan ditemukannya pula keadaan-keadaan lain seperti adanya kalsifikasi
periventrikuler sebagai tanda adanya infeksi cytomegalo inclusion dioase, kalsifikasi
bilateral menunjukkan adanya infeksi tokso plasmosis. Pemeriksaan ultrasonografi, dapat
memberikan gambaran adanya pelebaran sistem ventrikel yang lebih jelas lagi pada bayi,
dan untuk diagnosis kelainan selama masih dalam kandungan.
Pemeriksaan CT-Scanning menunjukkan adanya pelebaran ventrikel. Disamping
itu juga dapat untuk mempelajari sirkulasi cairan serebrospinal yaitu dengan
menyuntikkan kontras radio opak ke dalam sisterna magna kemudian perjalan kontras
diikuti dengan CT-Scan sehingga akan jelas adanya obstruksi terhdap cairan
serebrospinal.
2.8 Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining”
yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan
bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga
prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
2.9 Komplikasi
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. Kerusakan otak
4. Retardasi mental
5. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
6. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
7. Kerusakan jaringan saraf
8. Proses aliran darah terganggu
2.10.1 Pengkajian
1. Anamnesis
a. Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan tekanan
intracranial, meliputi, nyeri kepala, muntah, lethargi, lelah, apatis, perubahan
personalitas, ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10
tahun, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus, perubahan
pupil. Anak biasanya dalam keadaan tidak tenang, gelisah, iritable, gangguan
kesadaran, rewel, sukar makan.
b. Riwayat kesehatan
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan
meningens) sebelumnya. Riwayat penyakit dahulu yaitu
meliputi adanya riwayat hidrosefalus sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma
otak, kelainan bawaan pada otak.
Riwayat perkembangan, kelahiran premature. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji
adanya anggota generasi terdahulu yang menderita stenosis akuaduktal yang sangat
berhubungan dengan penyakit keluarga/keturunan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kesan umum penderita terutama bayi dan anak, proporsi kepala terhadap
badan, fontanela tidak menutup, sutura melebar, kepala tampak transluse
(mengkilat), dengan tulang kepala yang tipis, dahi yang lebar. Dahi menonjol
bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas. Alis
mata dan bulu mata ke atas, Bayi tidak dapat melihat ke atas, Sclera tanpak
diatas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang akan terbenam atau “sunset
eyes”, Strabismus (mata juling), nystagmus (gerakan spontan pada mata), bayi
sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas, pertumbuhan kepala yang
cepat mengakibatkan muka terlihat lebih kecil dan tampak kurus, anggota
gerak secara keseluruhan tidak seimbang.
2) Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas. Pada
beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatkan
klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot batu
nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi klavikula/dada,
mengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada dinilai penuh/tidak penuh,
dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi
dada dari otot-otot interkostal, substernal pernafasan abdomen dan respirasi
paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.
Pada pemeriksaan palpasi taktil primitus biasanya seimbang kanan dan kiri,
perkusi suara resonan pada seluruh lapang paru, auskultasi bunyi nafas
tambahan, seperti nafas berbunyi stridor, ronkhi pada klien dengan adanya
peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien hidrosefalus dengan penurunan tingkat kessadaran.
3) Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh dalam
upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardia
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat
merupakan tanda penurunan hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan
adanya perubaha perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok. Pada
keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan
antideuretik hormone yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk
melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme
ini akan meningkatkan konsentrasi elektroloit sehingga menimbulkan resiko
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.
4) Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS
<15) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital. Pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor,
sampai koma. Pengkajian fungi serebral, meliputi, Status mental. Obresvasi
penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas
motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan. Pada bayi dan anak-anak pemeriksaan statuss mental
tidak dilakukan. Fungsi intelektual. Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus
didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Pada pengkajian anak, yaitu sering didapatkan penurunan
dalam perkembangan intelektual anak dibandingkan dengan perkembangan
anak normal sesuai tingkat usia. Lobus frontal. Kerusakkan fungsi kognitif dan
efek psikologik didapatkan jika jumlah CSS yang tinggi mengakibatkan
adanya kerusakan pada lobus frontal kapasitas, memori atau kerusakan fungsi
intelektual kortikal yamg lebih tinggi. Disfungsi ini dapat ditunjukka pada
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi yang menyebabka klien ini menghadapi masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka.pada klien bayi dan anak-anak penilaian
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
5) Pengkajian saraf cranial, meliputi:
a) Saraf I (Olfaktori). Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan anatomi
dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan padda fungsi
penciuman/ anosmia lateral atau bilateral.
b) Saraf II (Optikus): pada nak yang agak besar mungkin terdapat edema
pupil saraf otak II pada pemeriksaan funduskopi.
c) Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens): tanda dini
herniasi tertonium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran .
paralisis otot-otot ocular akan menyusul pada tahap berikutnya.
Konvergensi sedangkan alis mata atau bulu mata keatas, tidak bisa melihat
keatas,. Strabismus, nistagmus, atrofi optic sering di dapatkan pada nanak
dengan hidrosefalus.
d) Saraf V (Trigeminius) karena terjadinya paralisis saraf trigeminus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah atau
menetek.
e) Saraf VII(facialis): persepsi pengecapan mengalami perubahan
f) Saraf VIII (Akustikus): biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi
pendengaran.
g) Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus): kemampuan menelan kurang
baik, kesulitan membuka mulut
h) Saraf XI (Aksesorius): mobilitas kurang baik karena besarnya kepala
menghambat mobilitas leher klien
i) Saraf XII (Hipoglosus): indra pengecapan mengalaami perubahan.
6) Pengkajian system motorik. Pada infeksi umum, didapatkan kelemahan umum
karena kerusakan pusat pengatur motorik. Tonus otot didapatkan menurun
sampai hilang, kekuatan otot pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot didapatkan penurunan kekuatan otot-otot ekstermitas.
Keseimbangan dan koordinasi didapatkan mengalami gangguan karena
kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam berjalan.
7) Eliminasi, kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Peningkatan jumlah urine dan peningkatan retensi
cairan dapat terjadi akibat menurunya perfungsi pada ginjal. Pada hidrosefalus
tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontensia urin karena konfusi,
ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
system perkemihan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang-
kadang control sfingter urinarius eksternal hilang atau steril. Inkontensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
kontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakann neurologis luas.
Pemeriksaan bising usus untuk untuk menilai keberadaan dan kualitas bising
usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun
atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi
bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat
tertelanya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nastrakeal.
8) Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada bayi
disebabkan pembesaran kepala sehingga menggangu mobilitas fisik secara
umum. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan CSS dan Lumbal pungsi, dapat
dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachoid. CSS dengan atau tanpa
kuman dengan kultur yaitu protein LCS normal atau menurun, leukosit
meningkat/ tetap
2) Foto polos kepala
3) Ultrasonografi kepala
4) CT scan kepala
5) MRI
Intervensi:
Intervensi:
Intervensi:
Intervensi:
Intervensi
Intervensi:
Intervensi:
a. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
b. Gunakan sabun antimicroba untuk mencuci tangan
c. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
d. Pertahankan lingkungan aseptic
e. Monitor tanda dan gejala infeksi local
f. Monitor nilai leukosit pada klien
g. Berikan perawatan kulit pada area luka
h. Inspeksi kondisi luka
i. Laporkan kecurigaan infeksi
8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
Tujuan: hambatan mobilitas fisik teratasi
Kriteria hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
c. Memperagakan penggunaan alat bantuuntuk mobilisasi
Intervensi:
Intervensi: