You are on page 1of 13

c c

   


     
Transgenik adalah tanaman yang telah direkayasa bentuk maupun kualitasnya melalui
penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba, atau virus untuk tujuan tertentu
Organisme transgenik adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen dari organisme
lain. Gen yang ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain seperti bakteri, virus, hewan, atau
tanaman lain.
Secara ontologi tanaman transgenik adalah suatu produk rekayasa genetika melalui
transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk
menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari tanaman
sebelumnya.
Secara epistemologi, proses pembuatan tanaman transgenik sebelum dilepas ke
masyarakat telah melalui hasil penelitian yang panjang, studi kelayakan dan uji lapangan
dengan pengawasan yang ketat, termasuk melalui analisis dampak lingkungan untuk jangka
pendek dan jangka panjang. Secara aksiologi: berdasarkan pendapat kelompok masyarakat
yang pro dan kontra tanaman transgenik memiliki manfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan
penduduk, tetapi manfaat tersebut belum teruji, apakah lebih besar manfaatnya atau
kerugiannya.
Bagaimana tanaman transgenik dibuat?
Gen yang telah diidentikfikasi diisolasi dan kemudian dimasukkan ke dalam sel
tanaman. Melalui suatu sistem tertentu, sel tanaman yang membawa gen tersebut dapat
dipisahkan dari sel tanaman yang tidak membawa gen. Tanaman pembawa gen ini
kemudian ditumbuhkan secara normal. Tanaman inilah yang disebut sebagai tanaman
transgenik karena ada gen asing yang telah dipindahkan dari makhluk hidup lain ke tanaman
tersebut (Muladno, 2002).
Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau
sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - bisa diisolasi dari tanaman tidak
sekerabat atau spesies yang lain sama sekali.
Transgenik per definisi adalah the use of gene manipulation to permanently modify the
cell or germ cells of organism (BPPT,2000). Karena berisi transgene tadi, tanaman itu disebut
genetically modified crops (GM crops). Atau, organisme yang mengalami rekayasa genetika
(genetically modified organisms, GMOs).
Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu. Misal,
pada proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri tanah
Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu. Gen Bt ini
disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga mewarisi
sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Intisari, 2003).

    
Cara seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan tentang plasmid
(lihat Bab XI). Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi
dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, (2)
sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor
rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara
kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel
inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan
kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan kedua dan ketiga
dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya memperlihatkan
salah satu sifat di antara kedua marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan
ketigalah yang terjadi.
Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan
mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya dilakukan
secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction
(PCR). Penjelasan lebih rinci tentang teknik PCR dapat dilihat pada Bab XII. Pelacakan fragmen
yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni
(lihat Bab X). Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya
keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja.
Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-posisi
DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur awal
(master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang
membawa fragmen yang diinginkan.
Susunan materil genetic diubah dengan jalan menyisipkan gen baru yang unggul ke
dalam kromosomnya.Tanaman transgenik memiliki kualitas lebih dibanding tanaman
konvensional, kandungan nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca, umur pendek, dll;
sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan secara cepat dan
menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida atau bahan kimia lain serta tanaman
transgenik produksi lebih baik
Teknik rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman; yaitu memperbaiki sifat-sifat
tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman hama maupun lingkungan
yang kurang menguntungkan; sehingga tanaman transgenik memiliki kualitas lebih baik dari
tanaman konvensional, serta bukan hal baru karena sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari
oleh masyarakat;

   
Tujuan memindahkan gen tersebut untuk mendapatkan organisme baru yang memiliki
sifat lebih baik. Hasilnya saat ini sudah banyak jenis tanaman transgenik, misalnya jagung,
kentang, kacang, kedelai, dan kapas. Keunggulan dari tanaman transgenic tersebut umumnya
adalah tahan terhadap serangan hama.
Rekayasa genetika seperti dalam pembuatan transgenik dilakukan untuk kesejahteraan manusia.
Akan tetapi, terkadang muncul dampak yang tidak diinginkan, yaitu dampak negatif dan
positifnya sebagai berikiut.

c c
   


   !    " "# $% #
Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam
berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Produk teknologi
tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik (OHMG), yang
dalam bahasa Inggris disebut dengan genetically modified organism (GMO). Namun, sering kali
pula aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa pemanfaatan langsung organisme
transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan oleh organisme transgenik.
Dewasa ini cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh
kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh pemanfaatan
organisme transgenik dan produk yang dihasilkannya dalam berbagai bidang kehidupan manusia.

1. Pertanian
Aplikasi teknologi DNA rekombinan di bidang pertanian berkembang pesat dengan
dimungkinkannya transfer gen asing ke dalam tanaman dengan bantuan bakteri Agrobacterium
tumefaciens (lihat Bab XI). Melalui cara ini telah berhasil diperoleh sejumlah tanaman
transgenik seperti tomat dan tembakau dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya perlambatan
kematangan buah dan resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu.
Pada tahun 1996 luas areal untuk tanaman transgenik di seluruh dunia telah mencapai 1,7
ha, dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi hampir 40 juta ha. Negara- negara yang
melakukan penanaman tersebut antara lain Amerika Serikat (28,7 juta ha), Argentina (6,7 juta
ha), Kanada (4 juta ha), Cina (0,3 juta ha), Australia (0,1 juta ha), dan Afrika Selatan (0,1 juta
ha). Indonesia sendiri pada tahun 1999 telah mengimpor produk pertanian tanaman pangan
transgenik berupa kedelai sebanyak 1,09 juta ton, bungkil kedelai 780.000 ton, dan jagung
687.000 ton. Pengembangan tanaman transgenik di Indonesia meliputi jagung (Jawa Tengah),
kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan), kedelai, kentang, dan padi (Jawa Tengah).
Sementara itu, tanaman transgenik lainnya yang masih dalam tahap penelitian di Indonesia
adalah kacang tanah, kakao, tebu, tembakau, dan ubi jalar.
Di bidang peternakan hampir seluruh faktor produksi telah tersentuh oleh teknologi DNA
rekombinan, misalnya penurunan morbiditas penyakit ternak serta perbaikan kualitas pakan dan
bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada sapi, rabies pada anjing, blue tongue
pada domba, white-diarrhea pada babi, dan fish-fibrosis pada ikan telah diproduksi
menggunakan teknologi DNA rekombinan. Di samping itu, juga telah dihasilkan hormon
pertumbuhan untuk sapi (recombinant bovine somatotropine atau rBST), babi (recombinant
porcine somatotropine atau rPST), dan ayam (chicken growth hormone). Penemuan ternak
transgenik yang paling menggegerkan dunia adalah ketika keberhasilan kloning domba Dolly
diumumkan pada tanggal 23 Februari 1997.
Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan
ketahanan pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya
penanganan pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatkan produksi pangan melalui
revolusi gen ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh melampaui produksi pangan yang
dicapai dalam era revolusi hijau. Di samping itu, kualitas gizi serta daya simpan produk
pertanian juga dapat ditingkatkan sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan yang cukup
nyata. Adapun dampak positif yang sebenarnya diharapkan akan menyertai penemuan produk
pangan hasil rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih tinggi.

2. Perkebunan, kehutanan, dan florikultur


Perkebunan kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang kadar karotennya lebih
tinggi saat ini mulai dirintis pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan perkebunan
karet transgenik dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan perkebunan kapas transgenik
yang mampu menghasilkan serat kapas berwarna yang lebih kuat.

Di bidang kehutanan telah dikembangkan tanaman jati transgenik, yang memiliki struktur kayu
lebih baik. Sementara itu, di bidang florikultur antara lain telah diperoleh tanaman anggrek
transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama. Demikian pula, telah dapat dihasilkan
beberapa jenis tanaman bunga transgenik lainnya dengan warna bunga yang diinginkan dan masa
kesegaran bunga yang lebih panjang.

3. Kesehatan
Di bidang kesehatan, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis
obat dengan kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya penyembuhan
sejumlah penyakit di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis berbagai macam
penyakit dengan lebih akurat juga telah dapat dihasilkan.
Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk industri farmasi
penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan dengan cara yang lebih
efisien. Hal ini karena gen yang bertanggung jawab atas sintesis produk-produk tersebut diklon
ke dalam sel inang bakteri tertentu yang sangat cepat pertumbuhannya dan hanya memerlukan
cara kultivasi biasa.

4. Lingkungan
Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya
penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang sudah
terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan untuk membersihkan
lingkungan dari bermacam-macam faktor pencemaran telah ditemukan dan diproduksi dalam
skala industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai di salah satu negara industri dilaporkan telah
tercemari oleh metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia
meskipun dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri) organik
ini dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis thaliana transgenik yang membawa gen bakteri
tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air raksa organik.
5. Industri
Pada industri pengolahan pangan, misalnya pada pembuatan keju, enzim renet yang
digunakan juga merupakan produk organisme transgenik. Hampir 40% keju keras (hard cheese)
yang diproduksi di Amerika Serikat menggunakan enzim yang berasal dari organisme
transgenik. Demikian pula, bahan-bahan food additive seperti penambah cita rasa makanan,
pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya saat ini banyak
menggunakan produk organisme transgenik

c c
 & !'  ' (   


)   

1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih
sedikit.
2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas
daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.

  )    


Adapun dampak negatif dari rekayasa transgenik meliputi beberapa aspek yaitu:

A. Aspek sosial

Yang meliputi:
1. Aspek agama
Penggunaan gen yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan
sendirinya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian pula,
penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan
menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak boleh
mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial (hanya organ-organ
tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi kenyataan akan mengundang
kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai moral kemanusiaan universal. Demikian
juga, xenotransplantasi (transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem cell
dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran
terhadap norma agama.

2. Aspek etika dan estetika


Penggunaan bakteri E coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan
produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi sebagian
masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E coli merupakan bakteri
yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia.

B. Aspek ekonomi

Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman


persaingan serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional. Penggunaan
tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajad kemanisan jauh lebih tinggi daripada
gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan pabrik-
pabrik gula yang menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi minyak goreng canola dari
tanaman rapeseeds transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan dengan produksi dari
kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri minyak goreng konvensional.
Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme transgenik dapat memberikan
kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada pakan ternak sehingga mengancam keberadaan
pabrik-pabrik tepung ikan, tepung daging, dan tepung tulang.

C. Aspek kesehatan

1. Potensi toksisitas bahan pangan


Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul
bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai
contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung secara
alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan. Rekayasa
genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat mengintroduksi alergen atau toksin baru yang
semula tidak pernah dijumpai pada bahan pangan konvensional. Di antara kedelai transgenik,
misalnya, pernah dilaporkan adanya kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah
ditemukan kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan
pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang
sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme tanaman,
hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin, alergen, dan bahaya
genetik lainnya di dalam pangan manusia.

Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan kadar
bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang Magnum Bonum
(Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di dalam umbinya. Demikian
pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang resisten terhadap serangga ternyata
memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen, yang tinggi.
2. Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru,
baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan
penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang
terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing nanah (GO),
Neisseria gonorrhoeae. Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan
spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat mematikan
bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat diobati lagi dengan
adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita GO untuk tidak memakai pembalut
dari bahan kapas transgenik.
Contoh lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar
protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan kondom, dapat
diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun 1999 dilaporkan ada
sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom dari bahan karet
transgenik.
Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit pada
hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan yang diberi
pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi. Fenomena yang
serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia, yang diberi pakan jagung pipil dan bungkil
kedelai impor. Jagung dan bungkil kedelai tersebut diimpor dari negara-negara yang telah
mengembangkan berbagai tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa kedua tanaman
tersebut merupakan tanaman transgenik.

D. Aspek lingkungan

1. Potensi erosi plasma nutfah


Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau
Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah
hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman
transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat
menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan
akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-
kupu tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt
dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada jarak
hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva
kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten
pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme
nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.

2. Potensi pergeseran gen


Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10
tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah,
misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen
karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme
lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan
perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya.

3. Potensi pergeseran ekologi


Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada
mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa
atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut.
Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal
sebagai gangguan adaptasi.
4. Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier
species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah
terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.

5. Potensi mudah diserang penyakit


Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan
gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang
buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih
disukai oleh serangga.
Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan
mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan
dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi
peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik tahan
herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida
yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi
lingkungan.

Beberapa kekhawatiran tersebut diantaranya:


1. Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan
Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan
serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai racun
terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Dalam artikel ini, kehawatiran ini
disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja aktif dan bersifat racun jika
bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari golongan yang sesuai virulensinya.
2. Kekhawatiran terhadap kemungkinan alergi
Sekitar 1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap
makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean, gandum, ikan,
kacang-kacangan, dan padi. Konsumsi produk makanan dari kedelai yang diintroduksi dengan
gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi terhadap
manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin prick test yang menunjukkan bahwa kedelai
transgenik tersebut memberikan hasil positif sebagai allergen. Dalam artikel ini, penulis
berpendapat bahwa alergi tersebut belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman transgenik.
Hal ini dikarenakan semua allergen merupakan protein sedangkan semua protein belum tentu
allergen. Allergenmemiliki sifat stabil dan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam
sistem pencernaan, sedangkan protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh panas pada
suhu >65 C sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi.
Masyarakat tidak perlu bersikap anti terhadap teknologi, namun sebaiknya dapat
menerima dengan sikap kehati-hatian untuk menghindari resiko jangka panjang
1. Berubahnya urutan informasi genetik yang dimiliki, maka sifat organisme yang
bersangkutan juga berubah.
2. Bakteri hasil rekayasa yang lolos laboratorium atau pabrik yang dampaknya tidak dapat
diperkirakan.
3. Kemungkinan menimbulkan keracunan.
4. Kemungkinan menimbulkan alergi
5. Kemungkinan menyebabkan bakteri dalam tubuh manusia dan tahan antibiotik.

c c*
&    

+
& 
Dari uraian yang telah kami sajikan dapat kami simpulkan bahwa :

1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih
sedikit.
2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas
daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.

Namun selain itu juga dapat menimbulkan berbagai ke kawatiran, diantaranya yaitu:

1. Terjadinya silang luar


2. Adanya efek kompensasi
3. Munculnya hama target yang tahan terhadap insektisida
4. Munculnya efek samping terhadap hama non target
+    
Setelah membaca makalah di atas maka penulis menyarankan agar kita lebih berhati-hati dalam
melakukan setiap percobaan apalagi mnyangkut gen dan segala rekayasanya karena bisa
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan

You might also like