You are on page 1of 11

Hubungan Adversity Intelligence dengan Intensi Berwirausaha

(Studi Empiris pada Siswa SMKN 7 Yogyakarta)

Tony Wijaya
STTI Respati Yogyakarta
E-mail: tonypascamm@yahoo.com
Phone : 08562856378, 0274-7400527

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji korelasi (hubungan) antara Adversity Intelligence dan intensi berwirausaha. Data
diperoleh (dikumpulkan) melalui penyebaran kuesioner. Responden dalam penelitian ini mewakili siswa/siswi SMKN 7
Yogyakarta. Korelasi antara Adversity Intelligence dan intensi berwirausaha dianalisa dengan menggunakan korelasi
Pearson Product Moment. Hasil penelitian mengidikasikan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara Adversity
Intelligence dan intensi berwirausaha. Hasil analisa menunjukkan bahwa kontribusi variabel Adversity Intelligence terhadap
intensi berwirausaha adalah 11% sedangkan 89% lainnya dijelaskan oleh faktor lain.

Kate kunci: adversity intelligence, entrepreneurship intention.

ABSTRACT
This research aims to test the correlation between Adversity Intelligence and entrepreneurship intention. Data collecting
conducted by disseminating questionnaire. Responder in research represent the student of SMKN 7 Yogyakarta. The
responder has been processed of 80 by subject research is student of SMKN 7 Yogyakarta. The correlation between
Adversity Intelligence and entrepreneurship intention analysed to use the Pearson Product Moment correlation. Result
indicate that there are positive and significant correlation between Adversity Intelligence and entrepreneurship intention.
Analysis result have known that R2 is 11% that influenced percentage of Adversity Intelligence to entrepreneurship intention
is 11% and other factor is 89%.
Keywords: adversity intelligence, entrepreneurship intention.

PENDAHULUAN pokok tidak bisa di tolak, hal inilah yang akan


mendorong siswa SMK untuk segera lulus dan dapat
Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia mancari pengahasilan sendiri dengan ilmu dan
saat ini telah meningkatkan jumlah pengangguran. ketrampilan yang sudah dimiliki wirausaha. Berwira-
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah usaha merupakan salah satu pilihan yang rasional
angkatan kerja yang menganggur hingga Februari mengingat sifatnya yang mandiri, sehingga tidak
2005 mencapai 10,9 juta orang, terhitung sejak tergantung pada ketersediaan lapangan kerja yang
Agustus 2004 sampai Februari 2005 terdapat tam- ada.
bahan penganggur 600.000 orang (Kompas, 2005). Salah satu jenis sekolah yang menyelenggarakan
Jumlah ini diprediksi akan semakin meningkat pendidikan khusus adalah Sekolah Menengah Ke-
apabila tidak segera disediakan lapangan kerja baru. juruan (SMK). Program pendidikan SMK dikhusus-
Angkatan kerja yang menganggur tersebut mempu- kan bagi siswa yang mempunyai minat tertentu dan
nyai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. siap untuk bekerja serta membuka lapangan pekerjaan
Tercatat lulusan sekolah dasar menyumbang angka sesuai dengan keterampilan dan bakat yang dimiliki.
paling tinggi sekitar 39,2 persen sedangkan lulusan Siswa SMK diajak untuk belajar di sekolah dan
perguruan tinggi menyumbang sekitar 1,72 persen belajar di dunia kerja dengan praktek secara nyata
dan sisanya adalah pengangguran lulusan SLTP dan sesuai bidang yang dipelajari melalui program
SLTA. Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Melalui PSG
Semakin bertambahnya penganguran menjadikan diharapkan siswa bisa mendapatkan pengetahuan,
keadaan Indonesia saat ini akan semakin memburuk, keterampilan dan perubahan sikap, sehingga dapat
hal ini akan bertambah buruk jika keadaan ini tidak membekali dirinya untuk memilih, menetapkan dan
segera diatasi, disamping itu pula kenaikan harga mempersiapkan diri memasuki dunia kerja yang
BBM yang disertai naiknya harga-harga kebutuhan sesuai dengan potensi dirinya (Depdikbud, 1999).
Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN
117
118 JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.9, NO. 2, SEPTEMBER 2007: 117-127

Bentuk-bentuk wirausaha bagi siswa SMK cukup berwirausaha merupakan sesuatu yang sulit untuk
beragam sesuai dengan jurusan yang dipilih, seperti dilakukan dan lebih senang untuk bekerja pada orang
'I'ata boga, Tata busana, penjualan, Mekanik, Perce- lain.
takan. Berjualan membuka warung makan, membuka
bengkel, membuka jahitan, merupakan jenis wira- Tabel 1. Tabel pencari kerja dan permintaan
usaha yang bisa dipilih oleh siswa SMK. tenaga kerja menurut Tingkat pendi-
Salah satu faktor pendukung wirausaha adalah dikan di Propinsi DIY / 2003
adanya keinginan dan keinginan ini oleh Fishbein dan
Tingkat Belum Belum Terdaftar Terdaftar
Ajzen (1975) disebut sebagai intensi yaitu komponen pendidikan ditempatkan ditempat- 2002 2003
dalam diri individu yang mengacu pada keinginan 2002 kan 2003
untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi adalah SD 210 246 379 314
hal - hal yang diasumsikan dapat menangkap faktor - SLTP 1.752 1.684 851 891
faktor yang memotivasi dan yang berdampak kuat SMU 8.348 5.714 5.651 6.029
SMK 2.318 5.361 915 3.315
pada tingkah laku. Bandura (1986) menyatakan D1, D2, D3 1.841 2.683 1.324 2.232
bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk S1 7.262 7.709 4.416 5.460
melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan S2 37 44 77 73
keadaan tertentu di masa depan. Intensi menurutnya Total 29.621 25.410 19.877 19.973
adalah bagian vital dari self regulation individu yang
dilatar belakangi oleh motivasi seseorang untuk Sekolah kejuruan seharusnya dapat mencetak
bertindak. tenaga terampil yang siap diterima di lapangan kerja
Pada kenyataannya banyak lulusan sekolah dan di tengah krisis ekonomi dan sulitnya mencari
menengah kejuruan yang belum siap bekerja dan pekerjaan, peluang untuk bekerja ternyata masih
menjadi pengganguran, beberapa diantaranya lebih terbuka lebar. Bagi sekolah kejuruan yang mampu
senang menjadi pegawai atau buruh dan hanya sedikit memberikan ketrampilan dan bersinergi dengan dunia
sekali yang tertarik untuk berwirausaha (Kompas, usaha, akan mempermudah lulusannya menembus
2004). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hartini dunia kerja dengan berwirausaha.
(2002) yang menyatakan bahwa sampai saat ini di Dari uraian di atas disimpulkan bahwa ada
antara siswa lulusan SMK tidak banyak yang kesenjangan antara das sein dan das sollen, bahwa
berorientasi dan berniat untuk bekerja sendiri atau seharusnya siswa SMK dapat membuka lapangan
berwirausaha dengan bekal ilmu pengetahuan yang kerja sendiri dengan ketrampilan yang dimiliki untuk
telah diperoleh. menguranggi jumlah pengangguran tetapi kenyataan
Survey BPS (2002) menemukan hanya sekitar 6 yang ada membuktikan bahwa siswa SMK lebih
persen lulusan SLTA dan Perguruan T'inggi yang senang menjadi pegawai atau buruh dan bahkan tidak
menekuni bidang kewirausahaan, sisanya 94 persen bekerja sama sekali.
memilih untuk bekerja pada orang lain atau menjadi Rendahnya intensi berwirausaha pada siswa
karyawan (Hartini, 2002). Temuan ini diperkuat hasil SMK karena ragu-ragu dan takut gagal sehingga
penelitian Sanmustri (1992) terhadap siswa SLTA di mereka tidak siap menghadapi rintangan yang ada.
Yogyakarta yang melaporkan bahwa masih ada Dengan demikian hanya individu yang berani
kecenderungan kuat dari para siswa untuk menjadi mengambil resiko serta memiliki kecerdasan
menghadapi rintangan sajalah yang memiliki intensi
pegawai negeri atau karyawan.
berwirausaha yang tinggi. Penelitian ini kemudian
Individu juga dihadapkan pada kenyataan
dilakukan karena peneliti ingin mengetahui apakah
sulitnya mencari pekerjaan di tengah persaingan yang
terdapat hubungan yang positif antara Adversity
sangat ketat, seperti terlihat pada tabel 1.
lntelligence dengan intensi berwirausaha.
Ada beberapa hal mengapa siswa SMK yang
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
tidak tertarik berwirausaha setelah lulus adalah karena menguji mengetahui hubungan antara Adversity
tidak mau mengambil resiko, takut gagal, tidak Intelligence dengan intensi berwirausaha pada siswa
memiliki modal dan lebih menyukai bekerja pada sekolah kejuruan. Variabel Adversity Intelligence
orang lain. Alasan tersebut bertentangan dengan diekspektasikan memiliki hubungan positif dan
tujuan individu masuk sekolah kejuruan yang ingin signifikan terhadap variabel intensi berwirausaha.
cepat bekerja dan ingin membuka usaha sendiri. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
Lebih lanjut dijelaskan bahwa siswa tidak tertarik masukan bagi sekolah kejuruan pada umumnya dan
berwirausaha karena kurang memiliki motivasi dan SMKN 7 Yogyakarta pada khususnya untuk terus
tidak memiliki semangat serta keinginan untuk mengasah dan memperhatikan jiwa berwirausaha
berusaha sendiri. Akibatnya individu berfikir bahwa yang dimiliki oleh siswa-siswi SMK.

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN
Wijaya: Hubungan Adversity Lntelligence dengan Intensi Berwirausaha 119

Pengertian Intensi berwirausaha besar. Wirausaha adalah proses yang mempunyai


resiko tinggi untuk menghasilkan nilai tambah produk
Intensi menurut Fishbein & Ajzen (1975) yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendatangkan
merupakan komponen dalam diri individu yang kemakmuran bagi wirausahawan.
mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah Wirausaha adalah usaha untuk menciptakan nilai
laku tertentu. Intensi didefinisikan sebagai dimensi dengan peluang bisnis, berani mengambil resiko dan
probabilitas subjektif individu dalam kaitan antara diri melakukan komunikasi serta ketrampilan melakukan
dan perilaku. Bandura (1986) menyatakan bahwa mobilisasi agar rencana dapat terlaksana dengan baik.
intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk Pendapat lain diekmukakan oleh Pekerti (1999)
melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu bahwa wirausaha adalah individu yang mendirikan,
keadaan tertentu di masa depan. Intensi menurutnya mengelola, mengembangkan dan melembagakan
adalah bagian vital dari Self regulation individu yang perusahaan miliknya sendiri dan individu yang dapat
dilatarbelakangi oleh motivasi seseorang untuk menciptakan kerja bagi orang lain dengan berswa-
bertindak. Merangkum pendapat di atas, Santoso daya. Hadipranata (1999) menyatakan seorang
(1995) beranggapan bahwa intensi adalah hal-hal wirausaha adalah sosok pengambil resiko yang
yang diasumsikan dapat menjelaskan faktor-faktor diperlukan untuk mengatur dan mengelola bisnis serta
motivasi serta berdampak kuat pada tingkah laku. menerima keuntungan finansial maupun imbalan non
Hal ini mengindikasikan seberapa keras seseorang materi. wirausaha adalah orang yang mengambil
berusaha dan seberapa banyak usaha yang dilakukan resiko dalam bisnis untuk memperoleh keuntungan.
agar perilaku yang diinginkan dapat dilakukan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis
Intensi adalah bagian penting teori aksi beralasan menyimpulkan bahwa berwirausaha adalah usaha
(Theory of reasoned action) dari Fishbein & Ajzen untuk menciptakan bisnis harus berani mengambil
(1975). Intensi merupakan prediktor sukses dari resiko untuk memperoleh keuntungan.
perilaku karena ia menjembatani sikap dan perilaku. Telah diterangkan di atas bahwa pengertian
Intensi dipandang sebagai ubahan yang paling dekat intensi adalah kesungguhan niat seseorang untuk
dari individu untuk melakukan perilaku, maka dengan melakukan perbuatan atau memunculkan suatu
demikian intensi dapat dipandang sebagai hal yang perilaku tertentu, dan pengertian wirausaha adalah
khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu kemampuan individu dalam menanganai usaha yang
dan atribusinya selalu perilaku (Fishbein dan Ajzen, mengarah pada upaya menciptakan pekerjaan dan
1975). Selain itu Ancok (1992) menyatakan bahwa menerapkan cara kerja.
intensi dapat didefinisikan sebagai niat seseorang Dari pendapat tentang intensi dan wirausaha yang
untuk melakukan suatu perilaku. Intensi merupakan telah dikemukakan, intensi wiruasaha adalah
sebuah istilah yang terkait dengan tindakan dan keinginan/niat yang ada pada diri seseorang (siswa
merupakan unsur yang penting dalam sejumlah SMK) untuk melakukan suatu tindakan wirausaha.
tindakan, yang menunjukan pada keadaan pikiran
seseorang yang diarahkan untuk melakukan sesuatu Aspek-aspek Intensi Berwirausaha
tindakan, yang senyatanya dapat atau tidak dapat
dilakukan dan diarahkan entah pada tindakan Aspek intensi merupakan aspek-aspek yang
sekarang atau pada tindakan yang akan datang. mendorong niat individu berperilaku seperti keya-
Intensi memainkan peranan yang khas dalam kinan dan pengendalian diri. Terbentuknya perilaku
mengarahkan tindakan, yakni menghubungkan antara dapat diterangkan dengan teori tindakan beralasan
pertimbangan yang mendalam yang diyakini dan yang mengasumsikan manusia selalu mempunyai
diinginkan oleh seseorang dengan tindakan tertentu. tujuan dalam berperilaku (Fisbein & Ajzen, 1975).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Teori ini menyebutkan bahwa intensi adalah fungsi
intensi adalah kesungguhan niat seseorang untuk dari tiga determinan dasar, yaitu:
melakukan perbuatan atau memunculkan suatu a. Keyakinan perilaku, yang merupakan dasar bagi
perilaku tertentu. pembentukan norma subyektif. Di dalam sikap
Drucher (1996) menyatakan wirausaha adalah terhadap perilaku terdapat dua aspek pokok, yaitu:
semangat, sikap, perilaku, kemampuan seseorang keyakinan individu bahwa menampilkan atau
dalam menangani usaha yang mengarah pada upaya, tidak menampilkan perilaku tertentu akan meng-
mencari, menciptakan, menerapkan, cara kerja, hasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil tertentu, dan
teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan merupakan aspek pengetahuan individu tentang
efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang obyek sikap dapat pula berupa opini individu hal
lebih baik dan memperoleh keuntungan yang lebih yang belum tentu sesuai dengan kenyataan.

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN
120 JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.9, NO. 2, SEPTEMBER 2007: 117-127

Semakin positif keyakinan individu akan akibat control sedangkan Pengendalian diri individu yang
dari suatu obyek sikap, maka akan semakin positif rendah terhadap lingkungan dinamakan eksternal
pula sikap individu terhadap obyek sikap tersebut, locus of control. Apabila internal locus of control
demikian pula sebaliknya (Fisbein & Ajzen, berperan dalam diri individu, maka individu berani
1975). Evaluasi akan berakibat perilaku penilaian dalam mengambil keputusan serta resiko yang ada.
yang diberikan individu terhadap tiap-tiap akibat Faktor selanjutnya yang terbentuk dari kemampuan
atau hasil yang diperoleh oleh individu. Apabila pengendalian diri individu adalah self-efficacy
menampilkan atau tidak menampilkan perilaku (keahlian). Menurut Ryan (dalam Bandura, 1997)
tertentu, evaluasi atau penilaian ini dapat bersifat persepsi diri dan kemampuan diri berperan dalam
menguntungkan atau merugikan. membangun intensi. Individu yang merasa memiliki
b. Keyakinan normatif, yaitu keyakinan individu self-efficacy tinggi akan memiliki intensi yang tinggi
akan norma, orang sekitarnya dan motivasi indi- untuk kemajuan diri melalui kewirausahaan.
vidu untuk mengikuti norma tersebut. Di dalam
norma subyektif terdapat dua aspek pokok yaitu : Need for Motivation
keyakinan akan harapan, harapan norma referen, achivement

merupakan pandangan pihak lain yang dianggap


penting oleh individu yang menyarankan individu Personality Trait Locus of Belief
untuk menampilkan atau tidak menampilkan control

perilaku tertentu serta motivasi untuk mematuhi


harapan normativ referen merupakan kesediaan Self efficacy Skill &
individu untuk melaksanakan atau tidak melak- Competence
sanakan pendapat atau pikiran pihak lain yang
dianggap penting bahwa individu harus atau tidak
Entrepreneurial
harus menampilkan perilaku tertentu. Intention
c. Kontrol perilaku, yang merupakan dasar bagi
Sumber: Indarti & Kristiansen, 2003
pembentukan kontrol perilaku yang dipersepsikan.
Kontrol perilaku yang dipersepsi merupakan Gambar 1. Proses Pembentukan Intensi Berwira-
persepi terhadap kekuatan faktor-faktor yang usaha
mempermudah atau mempersulit. Persepsi ter-
hadap faktor-faktor yang memudahkan faktor Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Berwi-
yang dapat memudahkan atau menghalau faktor rausaha
yang menyulitkan penampilan perilaku tertentu.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensi
Merupakan persepsi terhadap kekuatan memudah-
berwirausaha yaitu:
kan dan menyulitkan persepsi terhadap kekuatan
faktor-faktor. a. Lingkungan keluarga
Orang tua akan memberikan corak budaya,
Proses Pembentukan Intensi Kewirausahaan
suasana rumah, pandangan hidup dan pola sosialisasi
Intensi kewirausahaan dalam diri seseorang yang akan menentukan sikap, perilaku serta proses
mengalami beberapa tahapan sebelum membentuk pendidikan terhadap anak-anaknya. Orang tua yang
intensi berwirausaha. Proses pembentukan Intensi bekerja sebagai wirausaha akan mendukung dan
berwirausaha (Indarti & Kristiansen, 2003) melalui mendorong kemandirian, berprestasi dan bertanggung
tahapan seperti pada Gamabar 1. jawab. Dukung orang tua ini, terutama ayah sangat
Faktor keinginan (motivasi) mencapai sesuatu penting dalam pengambilan keputusan pemilihan
mendorong individu untuk sukses. Individu yang karir bagi anak. Penelitian Jacobowitz dan Vidler
memiliki Need for achivement yang tinggi akan (Hirrich dan Peters, 1998) menemukan bahwa 725
berani dalam mengambil keputusan yang mereka wirausahawan yang diteliti mempunyai ayah atau
buat. Keinginan yang tinggi untuk berhasil dalam orang tua yang relatif dekat yang juga wirausahawan.
mencapai sesuatu membentuk kepercayaan diri dan
b. Pendidikan
pengendalian diri yang tinggi (Locus of control)
individu tersebut. Pengendalian timbul dari keper- Pentingnya pendidikan dikemukakan oleh Holt
cayaan (belief) individu terhadap sesuatu yang ada di (Rahmawati, 2000) yang mengatakan bahwa paket
luar dirinya. Pengendalian diri individu yang tinggi pendidikan kewirausahaan akan membentuk siswa
terhadap lingkungan dinamakan internal locus of untuk mengejar karir kewirausahaan. Pendidikan

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN
Wijaya: Hubungan Adversity Lntelligence dengan Intensi Berwirausaha 121

formal memberikan pemahaman yang lebih baik seorang wirausaha terlihat jelas memiliki motif
tentang proses kewirausahaan, tantang yang diha- berprestasi yang menonjol (sangat tinggi) dibanding-
dapinya para pendiri usaha baru dan masalah-masalah kan dengan individu yang tidak tertarik berwirausaha.
yang harus diatasi agar berhasil. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada
Sementara itu menurut Hisrich dan Peters (1998) beberapa faktor yang mempengaruhi intensi berwira-
pendidikan penting bagi wirausaha, tidak hanya gelar usaha seperti lingkungan, keluarga, pendidikan, nilai
yang didapatkannya saja, namun pendidikan juga personal, usia dan jenis kelamin. Lingkungan, ke-
mempunyai peranan yang besar dalam membantu luarga dan pendidikan merupakan faktor eksternal
mengatasi masalah-masalah dalam bisnis seperti sedangkan nilai personal, usia dan jenis kelamin
keputusan investasi dan sebagainya. Dari penelitian merupakan faktor internal yang mempengaruhi
Hisrich dan Brusch (Hisrich dan Reteter, 1989) intensi individu untuk berwirausaha.
ditemukan bahwa 70% wirausahawati adalah lulusan
perguruan tinggi. Secara lebih spesifik penelitian ini Kecerdasan Menghadapi Rintangan (Adversity
menemukan bahwa pendidikan yang dibutuhkan Intelligence)
untuk berwiraswasta termasuk dalam area finansial, Menurut Stoltz (2000), teori kecerdasan mengha-
strategi perencanaan, marketing (termasuk pemasaran dapi rintangan adalah suatu kemampuan untuk
dan manajemen). mengubah hambatan menjadi suatu peluang keber-
hasilan mencapai tujuan. Surekha (2001) menyatakan
c. Nilai Personal
bahwa Adversity adalah kemampuan berpikir, menge-
Beberapa penelitian menemukan bahwa wira- lola dan mengarahkan tindakan yang membentuk
usahawan memiliki sikap yang berbeda terhadap suatu pola–pola tanggapan kognitif dan prilaku atas
proses manajemen dan bisnis secara umum (Hisrich stimulus peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang
dan Peters, 1998). Nilai personal dibentuk oleh merupakan tantangan atau kesulitan. Di tambahkan
motivasi, dan optimisme individu. Penelitian Indarrti pula bahwa kesulitan yang dihadapi itu mempunyai
& Kristiansen (2003) menemukan bahwa tingkat beragam variasi bentuk dan kekuatan dari sebuah
intensi wirausaha siswa dipengaruhi tinggi rendahnya tragedi yang besar sampai kelalaian kecil. Dalam
kapasitas motivasi, pengendalian diri dan optimisme kamus Inggris–Indonesia disebutkan bahwa Adversity
siswa. Dengan demikian nilai personal juga menentu- mempunyai arti kesengsaraan atau kemalangan, isti-
kan tingkat intensi wira usaha seseorang lah kesengsaraan atau kemalangan dijelaskan dalam
d. Usia kamus besar bahasa Indonesia sebagai penderitaan
atau kesusahan.
Roe (1964) mengatakan bahwa minat terhadap Adversity merupakan hasil riset penting dari tiga
pekerjaan mengalami perubahan sejalan dengan usia cabang ilmu pengetahuan, yaitu: psikologi kognitif,
tetapi menjadi relatif stabil pada post abdolence.
psikoneuroimunoilogi dan neurofisiologi. Kecerdas-
Penelitian Strong dalam Hartini (2002) terhadap
sejumlah pria berusia 15-25 tahun tentang minat an dalam menghadapi rintangan meliputi dua
terhadap pekerjaan menunjukkan bahwa minat komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu
berubah secara sedang dan cepat pada usia 15-25 teori ilmiah dan penerapannya dalam kehidupan
tahun dan sesudahnya sangat sedikit perubahannya. sehari-hari. Konsep tersebut telah diuji cobakan pada
ribuan orang dari perusahaan-perusahaan di seluruh
e. Jenis kelamin dunia. Kecerdasan dalam menghadapi rintangan dapat
Jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap minat menentukan siapa yang akan berhasil melampui
berwirausaha mengingat adanya perbedaan terhadap harapan-harapan atas kinerja dan potensi-potensi yang
pandangan pekerjaan antra pria dan wanita. Manson ada (Stoltz, 2000).
dan Hogg (1991) mengemukakan bahwa kebanyakan Kecerdasan dalam menghadapi rintangan melalui
wanita cenderung sambil lalu dalam memilih tiga bentuk. Pertama, kecerdasan dalam menghadapi
pekerjaan dibanding dengan pria. Wanita mengang- rintangan adalah suatu kerangka baru dalam mema-
gap pekerjaan bukanlah hal yang penting. Karena hami dan meningkatkan semua segi kesuksesan.
wanita masih dihadapkan pada tuntutan tradisional Melalui riset-riset yang telah dilakukan kecerdasan
yang lebih besar menjadi istri dan ibu rumah tangga. dalam menghadapi tintangan menawarkan suatu
Selain faktor-faktor yang mempengaruhi intensi pengetahuan baru dan praktis dalam merumuskan apa
berwirausaha di atas, seorang wirausahawan memiliki saja yang diperlukan dalam meraih keberhasilan.
tiga dasar motif sosial : motif untuk berprestasi, motif Kedua, kecerdasan dalam menghadapi rintangan
untuk berafiliasi (menjalin pershabatan), dan motif mempunyai pengukur untuk mengetahui respon indi-
untuk berkuasa. Dari perbandingan keduanya ternyata

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN
122 JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.9, NO. 2, SEPTEMBER 2007: 117-127

vidu terhadap kesulitan. Melalui kecerdasan dalam Dimensi-dimensi Menghadapi Rintangan


menghadapi rintangan pola-pola tersebut untuk (Adversity Intelligence)
pertama kalinya dapat diukur, dipahami dan diubah. Menurut Stoltz (2000), kecerdasan dalam meng-
Ketiga, kecerdasan dalam menghadapi rintangan hadapi rintangan individu memiliki empat dimensi,
merupakan serangkaian peralatan yang memiliki yaitu CO2RE (Control, Origin Ownership, Reach,
dasar ilmiah untuk memperbaiki respon individu Endurance).
terhadap kesulitan yang akan mengakibatkan per-
baikan efektivitas pribadi dan profesional individu a. Control (C)
secara keseluruhan (Stoltz, 2000). Selain hal di atas Dimensi ini ditunjukan untuk mengetahui
kecerdasan dalam menghadapi rintangan berkaitan seberapa banyak kendali yang dapat kita rasakan
dengan memperbesar kendali dan pengakuan sambil terhadap suatu peristiwa yang menimbulkan
mengurangi sikap mempersalahkan diri sendiri, sikap kesulitan. Hal yang terpenting dari dimensi ini adalah
membuat bencana dan sifat permanen yang merusak. sejauh mana individu dapat merasakan bahwa kendali
Cara suatu tim kerja dalam merespon kesulitan, tersebut berperan dalam peristiwa yang menimbulkan
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, akan kesulitan seperti mampu mengendalikan situasi
mempunyai efek jangka panjang terhadap segi tertentu dan sebagainya.
keberhasilan dalam sebuah organisasi atau perusaha-
an. Adanya pelatihan kecerdasan dalam menghadapi b. Origin dan Ownership (O2)
rintangan bisa menciptakan semua organisasi yang
Dimensi ini mempertanyakan siapa atau apa yang
terus bertahan tatkala yang lainnya gagal atau
menimbulkan kesulitan dan sejauh mana seseorang
menyerah (Stoltz, 2000).
menganggap dirinya mempengaruhi dirinya sebagai
Kecerdasan dalam menghadapi rintangan berlaku
penyebab dan asal usul kesulitan seperti penyesalan,
untuk individu, tim dan perusahaan. Kecerdasan
pengalaman dan sebagainya.
dalam menghadapi rintangan menentukan kemampu-
an untuk bertahan dan mendaki kesulitan, serta c. Reach (R)
meraih kesuksesan. Kecerdasan dalam menghadapi
rintangan juga mempengaruhi pengetahuan, kreati- Dimensi ini merupakan bagian dari IA yang
vitas, produktivitas, kinerja, usia, motivasi, pengam- mengajukan pertanyaan sejauh mana kesulitan yang
bilan resiko, perbaikan, energi, vitalitas, stamina, dihadapi akan menjangkau bagian-bagian lain dari
kesehatan, dan kesuksesan dalam pekerjaan yang kehidupan individu seperti hambatan akibat panik,
dihadapi (Stoltz, 2000). hambatan akibat malas dan sebagainya.
Bila mengukur kecerdasan dalam menghadapi
rintangan individu, yang dilihat tidak hanya sekedar d. Endurance (E)
pengkategorian dalam menghadapi rintangan tinggi Dimensi keempat ini dapat diartikan ketahanan
dan kecerdasan dalam menghadapi rintangan rendah, yaitu dimensi yang mempertanyakan dua hal yang
karena kecerdasan dalam menghadapi rintangan berkaitan dengan berapa lama penyebab kesulitan itu
merupakan suatu tantangan. Kecerdasan dalam akan terus berlangsung dan tanggapan indivudu
menghadapi rintangan bukan masalah hitam dan terhadap waktu dalam menyelesaikan masalah seperti
putih, tinggi atau rendah namun merupakan suatu waktu bukan masalah, kemampuan menyelesaikan
masalah derajat. Individu yang memiliki kecerdasan pekerjaan dengan cepat dan sebagainya.
dalam menghadapi rintangan tinggi akan memiliki Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
kemungkinan yang lebih besar dalam menikmati bahwa untuk mengetahui kecerdasan dalam meng-
manfaat-manfaat kecerdasan dalam menghadapi hadapi rintangan tidak cukup hanya mengetahui apa
rintangan yang tinggi (Stoltz, 2000). yang diperlukan untuk meningkatkannya, tetapi yang
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan perlu diperhatiakan adalah dimensi-dimensinya agar
bahwa kecerdasan dalam menghadapi rintangan dapat memahami kecerdasan dalam menghadapi
adalah suatu kemampuan untuk mengubah hambatan rintangan sepenuhnya.
menjadi suatu peluang keberhasilan mencapai tujuan. Individu dalam menghadapi berbagai kesulitan
melalui kemampuan berpikir, mengelola dan me- dalam diri mereka didorong oleh beberapa respon
ngarahkan tindakan yang membentuk suatu pola– yang mengarahkan individu tersebut dalam pengam-
pola tanggapan kognitif dan prilaku atas stimulus bilan keputusan. Ada beberapa respon yang men-
peristiwa–peristiwa dalam kehidupan yang merupa- dorong individu dalam menghadapi berbagai
kan tantangan atau kesulitan. kesulitan dalam diri mereka.

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN
Wijaya: Hubungan Adversity Lntelligence dengan Intensi Berwirausaha 123

Menurut Stoltz (2000) ada tiga respon terhadap Hubungan Adversity intelligence (kecerdasan
kesulitan yaitu: dalam menghadapi rintangan) terhadap intensi
a. mereka yang berhenti (quitters), yaitu individu berwirausaha
yang memilih keluar menghindari kewajiban,
Aspek Adversity intelligence terdiri dari Control
mundur, dan berhenti. Mereka meninggalkan
atau kendali, Origin dan Ownership (asal usul dan
dorongan untuk mendaki, dan kehilangan banyak
pengakuan), Reach (jangkauan) dan Endurance (daya
hal yang ditawarkan oleh kehidupan. Quitters
tahan) membentuk dorongan bagi individu dalam
dalam bekerja memperlihatkan sedikit ambisi,
menghadapi masalah. Control atau kendali merupa-
motivasi yang rendah dan mutu dibawah standar.
kan tingkat optimisme individu mengenai situasi yang
Mereka mengambil resiko sedikit mungkin dan
dihadapi, apabila situasi berada dalam kendali
biasanya tidak kreatif, kecuali pada saat harus
individu maka dalam diri individu akan membentuk
menghindari tantang yang besar.
intensi menyelesaikan masalah. Individu yang memi-
b. Mereka yang berkemah (Campers), karena bosan
liki kendali yang tinggi akan berinisiatif menangkap
beberapa individu menghindari pendakiannya
peluang yang ada (wirausaha).
sebelum sampai di puncak dan mencari tempat
Origin dan Ownership (asal usul dan pengakuan)
yang datar dan rat serta nyaman sebagai tempat
merupakan faktor yang menjadi awal tindakan
sembunyi dari situasi yang tidak bersahabat.
individu. Apabila individu memandang penyebab/
Mereka puas dengan apa yang telah mereka raih,
asal usul kesalahan bukan berasal dari diri individu
dan telah merasa dirinya sebagai individu yang
melainkan berasal dari luar atau masalah itu sendiri
berhasil. Mereka tidak lagi mengembangkan diri
maka akan timbul intensi untuk melakukan sesuatu
melainkan hanya mempertahankan agar apa yang
yang mampu menyelesaikan masalah tersebut.
mereka raih dapat tetap mereka miliki. Campers
Individu yang menganggap wirausaha bagian dari
masih menunjukkan sejumlah inisiatif, sedikit
masalah dalam diri individu akan memiliki kreati-
motivasi dan beberapa usaha. Campers bisa
vitas, kemandirian berwirausaha.
melakukan pekerjaan yang menuntut kreativitas
Reach (jangkauan) merupakan faktor sejauh
dan mengambil resiko dengan penuh perhitungan,
mana kesulitan yang dihadapi individu, semakin besar
tetapi mereka biasanya mengambil resiko dengan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi individu maka
jalan yang aman. Kreativitas dan kesediaan
semakin rendah intensi individu dalam menyelesaikan
mengambil resiko hanya dilakukan dalam bidang-
masalah yang dihadapi. Individu yang merasa
bidang yang ancamannya kecil. Lama kelamaan
peluang yang ada dapat dijangkau akan memiliki
campers akan kehilangan keunggulannya, menjadi
intensi melakukan wirausaha.
lamban dan lemah, serta kinerjanya terus merosot.
Endurance (daya tahan) merupakan jangka
c. Para pendaki (Climbers), yaitu pemikir yang
waktu masalah yang dihadapi, apabila lama masalah
selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan
yang dihadapi maka intensi yang ada dalam diri
dan tidak pernah membiarkan usia, jenis kelamin,
individu menjadi rendah. Individu yang menganggap
ras, cacat fisik atau mental atau hambatan lainnya
peluang wirausaha bukan suatu masalah yang meng-
menghambat pendakiannya. Tanpa menghiraukan
habiskan waktu akan berupaya melakukan wirausaha.
latar belakang, keuntungan maupun kerugian,
Indarti dan Kristiansen (2003) mengemukakan
nasib baik atau nasib buruk mereka yang ter-
bahwa intensi berwirausaha dibentuk oleh tiga ciri
golong Climbers akan terus mendaki. Climbers
sifat yaitu need for achivement, locus of control, dan
menyambut baik tantang-tantangan dan mereka
self-efficacy. Individu yang memiliki kemampuan
bisa memotivasi diri sendiri, serta selalu mencari
menghadapi rintangan akan memiliki need for
cara-cara baru untuk berkembang dan berkontri-
achivement, locus of control, dan self-efficacy yang
busi pada organisasi, sehingga tidak berhenti pada
tinggi sehingga berpotensi dalam wirausaha (Kristian-
gelar atau jabatan saja. Climbers bekerja dengan
sen, 2001).
visi, penuh inspirasi, dan selalu menemukan cara
Seorang individu yang memiliki kecerdasan
untuk membuat sesuatu menjadi yang terbaik
menghadapi rintangan diduga akan lebih mudah
dalam pekerjaannya.
menjalani profesi sebagai seorang wirausahawan
Berdasakan uraian di atas dapat disimpulkan karena memiliki kemampuan untuk mengubah
bahwa dari ketiga karakteristik tersebut Climbers hambatan menjadi peluang (Stoltz, 2000). Individu
merupakan bagian potensi diri individu yag memper- yang memiliki kecerdasan menghadapi rintangan
besar kontribusi individu dalam belajar. akan memiliki kemampuan untuk menangkap pe-
luang usaha (wirausaha) karena memiliki kemampu-

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN
124 JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.9, NO. 2, SEPTEMBER 2007: 117-127

an menanggung resiko, orientasi pada peluang/ Definisi Operasional


inisiatif, kreativitas, kemandirian dan pengerahan
Dalam penelitian ini yang dimaksud Intensi
sumber daya, sehingga Adversity Intelligence dalam
diri individu memiliki hubungan dengan keinginan berwirausaha adalah niat seseorang untuk mem-
untuk berwirausaha. bangun sebuah usaha. Intensi berwirausaha ini diukur
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dengan menggunakan skala intensi berwirausaha,
adalah: semakin tinggi skor yang diperoleh oleh subyek
Ha: Ada hubungan yang positif antara Adversity penelitian maka intensi berwirausaha semakin tinggi.
Intelligence dengan intensi berwirausaha pada Begitu juga sebaliknya apabila skor yang diperoleh
siswa SMK. Semakin tinggi Adversity Intelli- rendah maka begitu juga intensi berwirausaha yang
gence maka semakin tinggi pula intensi berwira- dimiliki subyek penelitian juga rendah. Aspek-aspek
usaha siswa SMK begitu juga sebaliknya. intensi berwirausaha terdiri dari keyakinan perilaku,
keyakinan normatif dan kontrol perilaku.
METODOLOGI PENELITIAN Adversity Intelligence adalah tingkat kegigihan
individu dalam menjalani segala tantangan yang
Populasi dan Sampel Penelitian
dihadapi dalam hidupnya. Tinggi rendahnya
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas III Adversity Intelligence yang dimiliki seseorang diukur
SMKN 7 Yogyakarta jurusan penjualan. Dalam dengan menggunakan skala Adversity Intelligence.
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive Semakin tinggi skor AI yang diperoleh subyek maka
sampling, yaitu teknik pengambilan subjek penelitian semakin tinggi pula kegigihan subyek dalam meng-
dengan menentukan terlebih dahulu ciri-ciri atau hadapi kemalangan-kemalangan. Sebaliknya apabila
karakteristik subjek yang menjadi penelitian, di dalam skor yang diperoleh rendah, maka kegigihan subyek
puposive sampling, pemilihan sekelompok subjek dalam menghadapi rintangan juga rendah. Aspek-
didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang aspek Adversity Intelligence terdiri dari control, origin
dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan
dan ownership, reach dan endurance.
ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Hadi, 1991). Ciri-ciri subjek penelitian
Metode Analisis Data
ini adalah:
1. Subjek siswa SMK kelas 3 jurusan penjualan Di dalam analisis data penelitian digunakan
2. Pernah mengikuti uji kompetensi penjualan mini- metode statistika. Seluruh perhitungan statistik dilaku-
mal 2 kali. kan dengan menggunakan bantuan program statistik
3. Berusia antara 17-18 tahun dengan pertimbangan SPSS versi 11. Alat analisis yang digunakan adalah
pada usia tersebut merupakan masa transisi korelasi antar variabel dengan korelasi Product
menuju kedewasaan. Menurut Winkel (1997) moment person. Analisis Bivariate Correlation
remaja dengan usia tersebut termasuk tahap (Korelasi Product-Moment Person) atau korelasi
tentatif yaitu remaja mulai mengembangkan dan sederhana yang sering disebut sebagai korelasi
memadukan wawasannya sehingga timbul minat
product-moment person, bermanfaat untuk meng-
sebagai dasar pemilihan. Dasar pemilihan yang
hasilkan matrik korelasi pasangan antara 2 variabel.
dimaksud adalah transisi dari sekolah ke dunia
kerja. Jumlah Sampel Penelitian sebesar 80 orang Keeratan hubungan antara satu variabel dengan
siswa. variabel lainnya, biasa disebut dengan koefisien
korelasi yang ditandai dengan “r”. Tingkat keeratan
Metode Pengumpulan Data hubungan (koefisien korelasi) bergerak dari 0 sampai
1. Jika r mendekati 1 (misalnya 0,95) ini dapat
Penelitian ini menggunakan data primer yang dikatakan bahwa memiliki hubungan yang sangat
dikumpulkan menggunakan kuesioner mengenai erat. Sebaliknya, jika mendekati 0 (misalnya 0,10)
Adversity Intelligence dan intensi berwirausaha. Data dapat dikatakan mempunyai hubungan yang sangat
primer diperoleh dengan memberikan kuesioner rendah. Koefisien korelasi mempunyai harga –1
secara langsung pada sampel penelitian. Kuesioner
hingga +1. Harga –1 menunjukkan adanya hubungan
terdiri dari 4 skala dengan skala like Likert yang
yang sempurna bersifat terbalik antara kedua variabel.
menggambarkan persepsi siswa mulai dari sangat
tidak setuju sampai dengan sangat setuju dengan skor Sedangkan hubungan +1 menunjukkan adanya
1 sampai 4. hubungan sempurna yang positif (Alhusin, 2003).

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN
Wijaya: Hubungan Adversity Lntelligence dengan Intensi Berwirausaha 125

Uji Validitas dan Reliabilitas Tabel 2. Data Hipotetik dan Data Empirik
Data primer yang terkumpul diseleksi kemudian Variabel Data Hipotetik SD Data Empirik SD
Xmax Xmin Mean Xmax Xmin Mean
diuji validitas dengan Teknik menghitung korelasi
Intensi Ber-
antar variabel yaitu korelasi Product moment wirausaha
96 24 60 12 95 51 74,53 14,29
Pearson. .Menurut Sekaran (2003) validitas menun- Adversity
132 33 82,5 16,5 124 37 103,82 9,86
jukkan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam intelligence
melakukan dalam melakukan fungsi ukurnya. Sumber: Data Primer , 2006.
Adapun besarnya validitas untuk skala intensi ber- Kategorisasi skor diperlukan untuk mengelom-
wirausaha antara rbt = -0,0323 sampai 0,5909 dan
pokkan subyek pada skor tinggi atau rendah dalam
skala adversity intelligence antara rbt= 0,1051 sampai
setiap variabel penelitian. Penentuan kategorisasi
0,6287. Berdasarkan hasil validitas diketahui bahwa
berdasarkan pada distribusi kurva norma yang telah
untuk skala intensi berwirausaha yang gugur
ditentukan. Menurut Azwar (2003) kategorisasi
sebanyak 6 butir yaitu item 2, 9,20,28,28,29,30,
dengan rumus standar deviasi sebagai berikut:
sedangkan untuk skala adversity intelligence yang
a. (Rerata hipotetik + (1.SD)) ≤ X < (Rerata hipotetik
gugur sebanyak 7 item yaitu item 1,3,4,11,24,34,39
karena memiliki r kurang dari 0,3. + (3.SD))= Kategori tinggi
Untuk pengujian reliabilitas menggunakan b. (Rerata hipotetik-(1.SD)) ≤ X < (Rerata hipotetik
cronbach alpha untuk menunjukkan sejauh mana + (1.SD)) = Kategori sedang
suatu alat dapat dipercaya untuk mengukur suatu c. (Rerata hipotetik - (3.SD)) ≤ X < (Rerata hipotetik
obyek, koefisien alpha yang semakin mendekati 1 - (1.SD)) = Kategori tinggi
berarti butir-butir pertanyaan dalam koefisien semakin Klasifikasi skor subyek dari masing-masing
reliabel. Sebuah faktor dinyatakan reliabel jika variabel:
koefisien Alpha lebih besar dari 0,7 (Sekaran, 2003). 1) Intensi Berwirausaha
Adapun besarnya reliabilitas skala intensi ber-
wirausaha dengan Alpha = 0,8637, dan untuk relia- Hasil kategorisasi variabel intensi berwirausaha
bilitas skala adversity intelligence dengan Alpha = sebagai berikut:
0,9117. Dengan demikian skala intensi berwirausaha
dan skala adversity intelligence adalah reliabel karena Tabel 3. Kategorisasi Data Intensi Berwirausaha
Alpha lebih besar dari 0.7 (>0.7).
Skor Kategori
72≤ x <96 Tinggi
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
48≤ x <72 Sedang
Deskripsi Data Penelitian Rendah
24≤ x <48
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bah- Sumber: Data Primer , 2006.
wa hasil skor hipotetik skala intensi berwirausaha
untuk nilai minimalnya sebesar 1x 24 = 24, nilai Berdasarkan nilai rerata empirik diketahui bahwa
maksimal sebesar 4 x 24 = 96 dan rerata hipotetik rerata untuk intensi berwirausaha adalah sebesar
intensi berwirausaha sebesar (24 + 96) : 2 = 60 74,53. Nilai ini masuk dalam kategori tinggi sehingga
sehingga standar deviasinya sebesar (96-24) : 6 = 12. dapat disimpulkan bahwa subyek memiliki intensi
Skor hipotetik untuk skala adversity intelligence berwirausaha yang tinggi.
untuk nilai minimalnya sebesar 1x 33 = 33, nilai
maksimal sebesar 4 x 33 = 132 dan rerata hipotetik 2) Adversity Intelligence
adversity intelligence sebesar (33+132):2= 82,5
sehingga standar deviasinya sebesar (132-33): 6 = Hasil kategorisasi variabel adversity Intelligence
16,5. sebagai berikut:
Data empirik yang diperoleh berdasarkan analisis
data menunjukkan rerata intensi berwirausaha sebesar Tabel 4. Kategorisasi Data Adversity Intelligence
74,5375 dengan nilai minimal sebesar 51 dan nilai Skor Kategori
maksimal sebesar 95 serta standar deviasi sebesar Tinggi
99≤ x <132
14,2951. Rerata adversity intelligence sebesar
66≤ x <99 Sedang
103,8250 dengan nilai minimal sebesar 37 dan nilai
maksimal sebesar 124 serta standar deviasi sebesar 33≤ x <66 Rendah
9,8674. Deskripsi data statistik intensi berwirausaha
dan adversity intelligence dapat dilihat pada tabel 2. Sumber: Data Primer , 2006.

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN
126 JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.9, NO. 2, SEPTEMBER 2007: 117-127

Berdasarkan nilai rerata empirik diketahui bahwa menghadapi rintangan tinggi akan memiliki kemung-
rerata untuk adversity intelligence adalah sebesar kinan yang lebih besar dalam menikmati manfaat-
103,82. Nilai ini masuk dalam kategori tinggi manfaat kecerdasan dalam menghadapi rintangan
sehingga dapat disimpulkan bahwa subyek memiliki yang tinggi (Stoltz, 2000). Individu yang memiliki
adversity intelligence yang tinggi. kecerdasan menghadapi rintangan akan memiliki
kemampuan untuk menangkap peluang usaha
Hasil Uji Korelasi (wirausaha) karena memiliki kemampuan menang-
gung resiko, orientasi pada peluang/inisiatif, kreati-
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan vitas, kemandirian dan pengerahan sumber daya,
korelasi Product Moment Pearson. Uji hipotesis sehingga Adversity Intelligence dalam diri individu
menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,331 dengan memiliki hubungan dengan keinginan untuk berwira-
p= 0,003 (p<0,01). Hal ini berarti ada hubungan usaha.
positif yang signifikan antara Adversity Intelligence Kecerdasan dalam menghadapi rintangan menen-
dengan intensi berwirausaha. Dengan demikian tukan kemampuan untuk bertahan dan mendaki
semakin tinggi Adversity Intelligence siswa maka kesulitan, serta meraih kesuksesan. Aspek Adversity
semakin tinggi intensi berwirausaha siswa, sebaliknya intelligence terdiri dari Control atau kendali, Origin
semakin rendah Adversity Intelligence siswa maka dan Ownership (asal usul dan pengakuan), Reach
semakin rendah intensi berwirausaha siswa. (jangkauan) dan Endurance (daya tahan) membentuk
Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dorongan bagi individu dalam menghadapi masalah.
sebesar 0,110. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi Control atau kendali merupakan optimisme individu
variabel Adversity Intelligence terhadap intensi mengenai situasi yang dihadapi, apabila situasi berada
berwirausaha adalah 11,0% sedangkan 89% lainnya dalam kendali individu maka dalam diri individu akan
dijelaskan oleh variabel lain. membentuk intensi menyelesaikan masalah. Individu
yang memiliki kendali yang tinggi akan berinisiatif
Tabel 5. Korelasi antar variabel menangkap peluang yang ada (wirausaha). Origin
Correlations dan Ownership (asal usul dan pengakuan) merupakan
Intensi Adversity faktor yang menjadi awal tindakan individu. Apabila
Intensi Berwirausaha Pearson Correlation
Berwirausaha
1.000
Intellegence
.331** individu memandang penyebab/asal usul kesalahan
Sig. (2-tailed) . .003 bukan berasal dari diri individu melainkan berasal
Adversity Intellegence
N
Pearson Correlation
80
.331**
80
1.000
dari luar atau masalah itu sendiri maka akan timbul
Sig. (2-tailed) .003 . intensi untuk melakukan sesuatu yang mampu me-
N 80 80 nyelesaikan masalah tersebut. Individu yang me-
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
nganggap wirausaha bagian dari masalah dalam diri
Sumber: Data Primer , 2006. individu akan memiliki kreativitas, kemandirian
berwirausaha. Reach (jangkauan) merupakan faktor
Tabel 6. sejauh mana kesulitan yang dihadapi individu,
Measures of Association semakin besar kesulitan-kesulitan yang dihadapi
R R Squared Eta Eta Squared individu maka semakin rendah intensi individu dalam
Intensi Berwirausaha
* Kecerdasan Emosi
.331 .110 .844 .712 menyelesaikan masalah yang dihadapi. Individu yang
merasa peluang yang ada dapat dijangkau akan
Sumber: Data Primer , 2006.
memiliki intensi melakukan wirausaha. Endurance
(daya tahan) merupakan jangka waktu masalah yang
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh rxy =
0,331 dan p< 0,01 untuk hubungan Adversity Intelli- dihadapi, apabila lama masalah yang dihadapi maka
gence dengan intensi berwirausaha yang berarti intensi yang ada dalam diri individu menjadi rendah.
hipotesis yang diajukan diterima artinya semakin Individu yang menganggap peluang wirausaha bukan
tinggi Adversity Intelligence maka semakin tinggi suatu masalah yang menghabiskan waktu akan
intensi berwirausaha, sebaliknya semakin rendah berupaya melakukan wirausaha.
semakin rendah intensi berwirausaha. Kontribusi Indarti dan Kristiansen (2003) mengemukakan
Adversity Intelligence terhadap intensi berwirausaha bahwa intensi berwirausaha dibentuk oleh tiga ciri
cukup kecil yaitu sebesar 11%. sifat yaitu need for achivement, locus of control, dan
Seorang individu yang memiliki kecerdasan self-efficacy. Individu yang memiliki kemampuan
menghadapi rintangan akan lebih mudah menjalani menghadapi rintangan akan memiliki need for achive-
profesi sebagai seorang wirausahawan karena memi- ment, locus of control, dan self-efficacy yang tinggi
liki kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi sehingga berpotensi dalam wirausaha (Kristiansen,
peluang. Individu yang memiliki kecerdasan dalam 2001).
Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN
Wijaya: Hubungan Adversity Lntelligence dengan Intensi Berwirausaha 127

KESIMPULAN Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991,


Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan:
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian Garis Besar Program Pendidikan dan Pela-
yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai tihan, Jakarta.
berikut: Drucher. 1996. Konsep Kewirausahaan Era Globa-
1. Ada hubungan positif yang signifikan antara lisasi, Erlangga: Jakarta. Terjemahan
Adversity Intelligence dengan intensi berwira-
usaha. Dengan demikian hipotesis diterima. Fishbein, Martin and Ajzen, Icek, 1975, Belief,
Hubungan positif tersebut menjelaskan bahwa Attitude, Intention and Behavior: An Introduc-
tion to Theory and Research, Addison-Wesley
semakin tinggi Adversity Intelligence siswa maka Publishing Company Inc, Menlo Park, Cali-
semakin tinggi intensi berwirausaha siswa, fornia.
sebaliknya semakin rendah Adversity Intelligence
siswa maka semakin rendah intensi berwirausaha Hadipranata, A. 1999, Psikologi, Liberty: Yogyakar-
siswa. ta.
2. Adversity Intelligence memberikan kontribusi Hadi, Sutrisno, 1991, Metodologi Penelitian, Ban-
yang kecil terhadap intensi berwirausaha yang dung : Alfabeta
ditunjukkan oleh besarnya nilai Koefisien deter-
Hartini, 2002, Intensi Wirausaha Pada Siswa SMK.
minasi (R2) yaitu 11,0% sedangkan 89% lainnya Skripsi. Univ Wangsa Manggala. Tidak dipu-
dijelaskan oleh variabel lain seperti faktor blikasikan
keluarga dan lingkungan pendidikan.
Hirrich dan Peters, 1998. Kewirausahaan. Bandung :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi- Alfabeta, Terjemahan
kan kontribusi bukti empiris pada ilmu psikologi Kristianten, Stein & Nurul Indarti. 2003. Determi-
industri terutama mengenai hubungan antara Adver- nants of Entrepreneurial Intention: The Case
sity Intelligence dengan intensi berwirausaha. Selain of Norwegian Students. International Journal of
itu hasil penelitian ini juga dapat memberikan Business Gadjah Mada. Vol 5 No 1 Januari.
kontribusi bagi dunia pendidikan khususnya pendi- Pekerti, 1999, Intensi Dalam Perilaku Individu. Ban-
dikan kewirausahaan agar memperhatikan Adversity dung : Alfabeta, Terjemahan
Intelligence siswa.
Selain Adversity Intelligence, terdapat variabel Rahmawati, 2000. Pendidikan Wirausaha Dalam
Globalisasi. Liberty: Yogyakarta.
lain yang mempengaruhi intensi wirausaha. Menurut
Kristiansen (2003) ada beberapa faktor yang mempe- Roe, 1964, Psikologi Perkembangan.Yogyakarta:
ngaruhi intensi berwirausaha. Faktor tersebut berupa Pustaka Pelajar
faktor demografi berupa jenis kelamin, usia, Sanmustri, 1992, Perilaku Siswa Dalam Pemilihan
pengalaman kerja serta faktor eksternal berupa akses Karir. Skripsi. Univ Wangsa Manggala. Tidak
modal, informasi dan jaringan sosial, sehingga faktor dipublikasikan
ini juga perlu dipertimbangkan dalam penelitian
Santoso, S., 1995, Data Statistik, Jakarta: PT Elex
selanjutnya. Media Komputindo.
DAFTAR PUSTAKA Sekaran, Uma, 2003, Research Methods for Business:
Skill-Building Approach, Fourth Edition, New
Algifari, 1995, Statistik Induktif, 1st Edition, Yogya- York : John Wiley &nSons Inc.
karta:UPP AMP YKPN Stoltz, 2000, Adversity Intellengence. Liberty: Yogya-
karta.
Alhusin, Syahri. 2003, Aplikasi Statistik Praktis
dengan SPSS.10 for Windows, Yogyakarta: Surekha, 2001, Adversity Intellengence. Pustaka
J&J Learning. Umum: Jakarta
Ancok, Djamaludin. 1992, Psikologi Industri. BPP Winkel, W.S., 1997, Bimbingan dan Konseling di
UGM institusi pendidikan, Jakarta: Gramedia Widia-
sarana Indonesia.
Azwar, S. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogya-
karta: Pustaka Pelajar ______, Kompas, 24 Januari 2005.

Bandura, A. 1986, Social foundation of thought and ______, Kompas, 12 April 2004.
action, Prentice Hall, Englewood Clift,NJ. ______, BPS, Survey 2002.

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN

You might also like