You are on page 1of 28

STUDI KASUS

VULNUS MORSUM PADA KUCING LOKAL

Oleh :

I Wayan Gorda

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan ................................................................ 2
1.3. Manfaat Penulisan .............................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3


2.1. Vulnus ................................................................................ 3
2.2. Vulnus Morsum .................................................................. 5
2.3. Etiologi ............................................................................... 6
2.4. Tanda Klinis ....................................................................... 6
2.5 Diagnosis ............................................................................. 7
2.6. Prognosis ............................................................................ 8
2.7. Terapi.................................................................................. 8

BAB III MATERI DAN METODE ........................................................ 7


3.1. Materi .................................................................................. 10
3.1.1 Hewan......................................................................... 10
3.1.2 Alat-alat ..................................................................... 10
3.1.3 Bahan-bahan .............................................................. 10
3.2. Metode................................................................................. 10
3.2.1. Pre-operasi ............................................................... 11
3.2.2. Operasi …………………………………………….12
3.2.3. Pasca-operasi ……………………………………....12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………13


4.1 Hasil ....................................................................................... 13
4.2 Pembahasan............................................................................ 13

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................ 16


5.1. Kesimpulan ........................................................................... 16
5.2. Saran...................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kucing merupakan makhluk sosial. Antara kucing satu dengan kucing lain
memiliki agresi berupa tingkah laku mempertahankan wilayah, tingkah laku kawin,
dan lain-lain. Tingkah laku kawin pada kucing biasanya terjadi ketika kucing mulai
memasuki masa pubertas. Pubertas ini menyebabkan munculnya tingkah laku kawin
pada kucing. Ketika musim kawin, kucing betina rumahan (indoor) akan dibawa oleh
pemiliknya pada kucing jantan untuk dikawinkan, sedangkan pada kucing luar rumah
(outdoor), kucing jantan akan saling berkompetisi sesama kucing jantan lain untuk
memperebutkan batas wilayah dan untuk kawin. Pada musim kawin banyak
diantaranya kucing berkelahi untuk memperebutkan betina dan wilayah
kekuasaannya. Kucing biasa menggunakan cakar dan gigitannya untuk melawan
musuh dan perlindungan diri sehingga akibat dari perkelahian tersebut adalah luka.
Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan
tulang atau organ tubuh lain yang disebabkan oeh beberapa faktor. Luka yang
disebabkan oleh gigitan disebut juga “Vulnus morsum”.Luka gigitan yang paling
sering dijumpai diantaranya; Ular (vulnus morsum serpentis); Anjing (vulnus morsum
canis); Kucing (vulnus morsum felis); Monyet (vulnus morsum macacus);
Kalajengking (vulnus morsum scorpion); Manusia (vulnus morsum sapiens).Gigitan
hewan dapat menjadikan sarang penularan virus atau bakteri. Luka akibat gigitan
hewan harus segera ditangani, jika tidak dapat menyebabkan infeksi sekunder dari
bakteri ataupun parasit lain.
Seekor hewan yang menderita luka akan merasakan adanya
ketidaksempurnaan yang pada akhirnya cenderung untuk mengalami gangguan fisik
dan emosional. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa luka akan mempengaruhi

1
kualitas hidup dari hewan itu sendiri. Penanganan luka didasarkan untuk melindungi
saraf-saraf yang terluka dan harus segera ditutup (bisa dengan perban/bandage,
plaster atau tindakan pembedahan dengan cara dijahit (suture). Respon rasa sakit
berbeda pada tiap hewan, faktor yang pertama adalah Individu (umur muda lebih
peka umur tua), jenis hewan (kucing, anjing lebih peka dari pada sapi) (Jaya
Warditha dkk, 2009).

1.2 Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara
mendiagnosa, prosedur operasi dan rencana terapi kasusvulnus morsum pada
kucingdan mengetahui dampak terapi pembedahan terhadap kucing penderitavulnus
morsum.

1.3 Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini untuk menginformasikan cara melakukan
diagnosa, prosedur operasi penanganan kasus vulnus morsum serta perawatan post
operasi pembedahan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vulnus
Vulnus atau luka adalah suatu diskontinuitas jaringan yang abnormal, baik di
dalam maupun pada permukaan tubuh. Luka dapat terjadi karena trauma yang berasal
dari luar, atau berasal dari dalam karena gesekan fragmen tulang yang patah,
rusaknya kulit dari infeksi atau tumor ganas (Ridhwan Ibrahim, 2002).Menurut
Suriadi (2007), Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara
spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.
Secara umum luka dikategorikan menjadi dua yaitu luka simplek dimana luka
hanya melibatkan kulit (epidermis saja) contohnya vulnus abrasi ; lalu luka komplek
dimana luka yang terjadi disamping kulit juga melibatkan jaringan di dalamnya (otot,
pembuluh darah,saraf). Penyebab luka ada berbagai macam sebab yaitu Trauma
mekanis (tergesek, terpotong, terpukul, tertusuk, terbentur, terjepit); Trauma elektrik
(sengatan listrik, sambaran petir); Trauma termis oleh karna suhu terlalu panas
(vulnus lombustum), suhu dingin (vulnus longolationum).
Macam-macamluka dan kategori penyebabnya:
1. Luka memar (vulnus contussum)
Kontusi atau memar jaringan (disebut juga sebagai luka “tertutup”) dengan
kulit bengkak dan berwarna biru, terbagi atas tiga derajat. Derajat pertama di
sebabkan oleh robekan kapiler jaringan bawah kulit yang di sertai
pembentukan ekhiminisis. Kontusi derajat kedua di sebabkan oleh pecahnya
pembulu darah yang lebih besar dengan pembetukan matom. Kontusi derajat
ketiga ditandai dengan kerusakan jaringan, misalnya patah tulang, sampai
dengan timbulnya shock dan gangren

3
2. Luka lecet (vulnus abrasi)
Adalah luka yang hanya mengenai lapisan paling luar dari kulit dan sangat
dangkal.
3. Luka sayat (vulnus incisi)
Adalah luka yang diperoleh karena trauma benda tajam. Pinggir luka atau
licin. Jaringan yang hilang boleh dikatakan tidak ada.
4. Luka robek (vulnus laceratum)
Luka yang penggirnya tidak teratur atau compang-campaing sebagian dari
jaringan umumnya hilang. Desebabkan oleh trauma tumpul.
5. Luka tusuk (vulnus punctum)
Luka yang disebabkan tusukan benda berujung runcing seperti paku. Tapi
luka mungkin terdorong ke dalam luka kecil, tetapi dapat sangat dalam.
Apabila luka tusuk ini menembus suatu organ. Maka luka masuk selalu
lebih besar dari luka keluarnya. Kadang-kadang luka ini baru diketahui
setelah timbul abses di telapak kaki.
6. Luka tembak (vulnus sclopetum)
Apabila luka tembak ini menumbus suatu organ, maka luka keluarnya lebih
lebar dan lebih compang-camping. Apabila tembakan dilakukan dari jarak
dekat, maka apabila luka masuk dapat ditemui jelaga. Pada luka keluar tidak
jarang di temui pula bagian –bagian organ yang diterjang peluru.Keluar
tidaknya peluru atau sampai dimana kerusakan yang di timbulnya
tergantung dari jenis senjata, peluru jarak dan arah tembakkan.
7. Luka granulasi
Adalah luka yang diatasnya tumbuh jaringan granulasi. Luka granulasi dapat
dimulai oleh ulkus atau laku terinfeksi.
8. Vulnus ulkus
Suatu luka yang dalam, karena infeksi,tumor ganas, atau kelainan pembulu
darah.

4
9. Luka gigitan ( vulnus morsum )
Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk
permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit, terkadang
bekas gigitan tidak jelas karena sudah terkoyak. Kedalaman luka
menyesuaikan dengan gigitn hewan tersebut.

2.2 Vulnus Morsum


Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa
memar yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia (Morison J, 2003). Dapat
ditemui pada bekas gigitan terasa nyeri, panas, dan udem. Dapat menyebabkan shock
anafilaktif dan membawa masuk bakteri atau parasit kedalam tubuh hewan. Luka
gigitan yang paling sering dijumpai diantaranya:
 Ular (vulnus morsum serpentis)
 Anjing (vulnus morsum canis)
 Kucing (vulnus morsum felis )
 Monyet (vulnus morsum macacus)
 Manusia (vulnus morsum sapiens)
 Kalajengking (vulnus morsum scorpion)

Jenis-jenis luka tersebut memiliki tindakan penanganan masing-masing.


Untuk luka gigitan akibat hewan yang memiliki bisa harus dengan tanggap
mengobatinya jika tidak maka racun bisa dapat menyebar keseluruh tubuh dan
jaringan syaraf dan dapat menyebabkan kematian. Untuk vulnus morsum yang
disebabkan oleh gigitan kucing atau anjing, tindakan pertama yang harus dilakukan
adalah pembersihan luka dari debris/kotoran lalu pemberian antibiotik dapat
mencegah infeksi sekunder agen bakteri. Jika jejas luka besar dan dalam maka harus
dilakukan penutupan luka dengan tindakan pembedahan yaitu dengan tehnik suture
(penjahitan).

5
2.3 Etiologi
Vulnus morsum masuk ke dalam kategori luka terbuka (vulnus apertum).
Penyebab utamaVulnus morsum adalah gigitan hewan seperti ular, anjing, kucing,
kalajengking dan lain – lain. Pada kasus ini luka gigitan disebabkan oleh kucing yang
dapat disebut juga Vulnus morsum felis. Luka gigitan hewan memiliki bentuk
permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit dengan kedalaman luka
juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut. Vulnus morsum harus ditangani dengan
cepat karena Gigitan hewan dapat menjadikan sarana penularan virus (rabies), bakteri
dan parasit apabila tidak segera ditangani.

2.4 Tanda Klinis


Hewan yang terkena gigitan hewan lain (anjing, kucing, dll) akan mengalami
beberapa manisfestasi klinis. Beberapa mengalami kerusakan lapisan lendir dan
reaksi alergi. Sedangkan pada luka gigitan yang terkoyak menyebabkan diskontiunitis
jaringan.Jika luka terbuka dan kotor, resiko infeksi menjadi sangat memungkinkan.
Untuk luka – luka tertentu biasanya disertai nyeri dan rasa sakit atau sakit
karena putusnya jaringan dan kemungkinan timbulnya tanda - tanda infeksi.
Gejala klinis vulnus morsum felisyang ditunjukkan yaitu luka terkoyak dengan bekas
penetrasi gigi pada area yang tergigit, terasa sakit pada daerah sekitar luka, nafsu
makan hewan menurun, jika luka dibiarkan lama maka akan timbul nekrosa pada
jaringan sekitarnya dan kemungkinan infeksi sekunder dari bakteri (terdapat cairan
atau nanah) dan parasit (larva lalat) dapat terjadi.
Pada vulnus yang disebabkan oleh hewan berbisa seperti ular, kalajengking dan
lain-lain resiko infeksi gigitan lebih besar dari luka biasa karena toksik/ racun
mengakibatkan infeksi yang lebih parah.Luka akibat gigitan ular maka akan tampak
bengkak secara mendadak yang sangat sakit, merah, ada luka kecil di beberapa lokasi
tergantung gigitan ular, denyut nadi menjadi sangat lemah dan dapat menimbulkan
syock. Tanda-tanda dari gigitan ular yang lain adalah menggigil, excitement, muntah,

6
pingsan, mengeluarkan air liur yang berlebihan, pupil yang membengkak
(Dharmajono, 2002). Pada luka gigitan hewan berbisa atau beracun,atau beberapa
efek yang mungkin terjadi, tergantung pada jenis hewan yang mengigit.Klasifikasi
keracunan akibat gigitan ular berbisa :
Derajat 0: dengan tanda-tanda tidak keracunan, hanya ada bekas taring dan gigitan
ular, nyeriminimal dan terdapat edema dan eritema kurang dari 1 inci
dalam 12 jam, padaumumnya gejala sistemik yang lain tidak ada.
Derajat 1: terjadi keracunan minimal, terdapat bekas taring dan gigitan, terasa
sangat nyeri danedema serta eritema seluas 1-5 inci dalam 12 jam,
tidak ada gejala sistemik.
Derajat2: terjadi keracunan tingkat sedang terdapat bekas taring dan gigitan, terasa
sangatnyeri dan edema serta eritemayang terjadi meluas antara 6-12
inci dalam 12 jam.Kadang- kadang dijumpai gejala sistemik seperti
mual, gejala neurotoksin, syok,pembesaran kelenjar getah bening
regional.
Derajat3: terdapat gejala keracunan yang hebat, bekas taring dan gigitan, terasa
sangat nyeri,edema dan eritema yang terjadi luasnya lebih dari 12 inci
dalam 12 jam. Juga terdapatgejala sistemik seperti hipotensi,
petekhiae, dan ekimosis serta syok.
Derajat4: gejala keracunan sangat berat, terdapat bekas taring dan gigitan yang
multiple,terdapat edema dan lokal pada bagian distal ekstremitas dan
gejala sistemik berupagagal ginjal, koma sputum berdarah.

2.5 Diagnosis
Diagnosis pada kasus vulnus morsum bisa dilakukan dengan anamnesa kepada
si pemilik hewan, melihat gejala dan tanda klinis dari luka tersebut. Pada vulnus
morsumyaitu terdapat lubang bekas penetrasi gigi ke jaringan yang tergigit
(terkoyak). Pemeriksaan darah juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah hewan

7
tersebut sehat atau tidak, anemia atau tidak dan apakah ada infeksi virus, bakteri dan
parasit yang menyerang atau tidak.
Pemeriksaan diagnostik pada Gigitan ular selain dari jejas penetrasi gigi pada
jaringan yang ditinggalkan juga dapat diperkuat dari hasil pemeriksaan darah
biasanya dijumpai hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogenemia dan
anemia; pada foto rontgen thoraks dapat dijumpai emboli paru dan atau edema paru
karena toksin yang menjalar.

2.6 Prognosis
Pada kasus vulnus morsum prognosis ditentukan dari tingkat keparahan yang
ditimbulkan dari gigitan hewan tersebut (dalam dan lebar dari jaringan yang
terkoyak), jenis hewan yang menggigit (mempunyai bisa atau tidak), status kesehatan
hewan korban (dilihat dari pemeriksaan darah lengkap) dan umur luka jika luka
dibiarkan lama biasanya akan menyebabkan infeksi sekunder (bakteri atau parasit).
Hal ini dipertegas dengan anamnesa dari pemilik hewan, pemeriksaan darah lengkap
dan pemeriksaan langsung terhadap keparahan luka.
Anamnesa dari pemilik kucing menyatakan bahwa kucing berkelahi dengan
kucing liar lain sehingga menyebabkan pangkal ekor robek karena gigitan kucing liar
tersebut. Luka yang ditimbulkan dalam namun tidak terlalu lebar dengan tepian yang
tidak beraturan. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan kucing mengalami anemia
mikrositik hiperkromik, namun kucing telah diterapi dengan injeksi neurobion B12.
Keadaan luka yang terbuka dan sudah berumur ± 6 hari menyebabkan luka
mengeluarkan cairan kekuningan namun tidak ditemukan infeksi sekunder dari
parasit. Sehingga prognosis dari kasusVulnus Morsum pada Kucing Lokal ini adalah
“fausta”.

2.7 Terapi
Penangan kasus vulnus morsumjika luka dangkal tidak memerlukan
penjahitan, tetapi pada luka yang menganga, usahakan merapatkannya agar kedua
belahan luka menyatu, sehingga memudahkan penyembuhan. Luka yang masih basah

8
dan tampak cairan kuning, kemungkinan luka terinfeksi. Kalau sudah seperti ini,
tidak cukup membubuhinya dengan antiseptis, perlu ditambahkan salep atau
antibiotika. Jika tidak dilakukan, luka akan berubah menjadi borok, ini akan
menambah lama penyembuhan, dan menyisakan bekas atau jaringan parut pada kulit
(Karakata dan Bachsinar, 1992). Penanganan pertama yang harus dilakukan adalah
pembersihan luka, lalu pembuatan luka baru pada tepian luka yang mengalami
pengerasan atau nekrosis, setelah itu penutupan luka dengan tehnik suture. Usahakan
penanganan se-aseptis mungkin supaya tidak ada kontaminasi bakteri dari luar dan
jaga agar bekas jahitan tetap kering sehingga proses kesembuhan luka tidak memakan
waktu lama.
Kesembuhan luka merupakan proses terus menerus dari peradangan sampai
dengan perbaikan, dimana sel-sel inflamasi, epitel, endotel, trombosit dan fibroblast
keluar secara bersamaan dari tempatnya dan berinteraksi memulihkan kerusakan.
Setelah terjadi luka segera dimulai fase hemostasis berupa vasokontriksi, agregasi
trombosit, dan proses pembekuan darah, fase peradangan , fase proliferasi dan fase
penyembuhan atau remodeling (Osterd et al., 2011). Dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Fase – fase kesembuhan luka
Sel-sel yang Analogi membangun
Fase penyembuhan Waktu
berperan rumah
Hemostasis Segera Platelets Memperbaiki jaringan
yang rusak

Inflamasi Hari 1-4 Neutrophils Agen yang


/Peradangan Macrophages membersihkan situs
konstruksi.
(Fagositosis)

Proliferasi Hari 4 – 21 Macrophages Mengisi kerusakan,


(granulation and Lymphocytes membangun kembali
contracture) Angiocytes fungsi fital kulit.
Neurocytes
Fibroblasts
Keratinocytes
Maturasi/
Remodeling Hari 21 – 2 tahun Fibrocytes Interior finishing
(remodelers)

9
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Materi
3.1.1 Hewan
Hewan kasus adalah kucing lokal, jantan , berumur ± 2 tahun berwarna hitam
keabu-abuan dengan berat badan 3,8 kg.Hewan memiliki nafsu makan yang bagus.
Tanda klinis yang ditemukan adalah terlihat luka terkoyak akibat gigitan di bagian
pangkal ekor, menurut sang pemilik, kucingnya berkelahi dengan kucing liar
sehingga ekornya terluka.Luka ini telah terbuka selama 6 hari, luka tersebut lumayan
dalam, tampak berwarna agak pucat dan berair, jaringan disekitar luka sudah
mengalami kerusakan.

3.1.2 Alat-alat
Alat yang digunakan adalah stetoskop, termometer, gunting, pinset, scalpel,
needle holder, syringe 1 ml, tampon, kapas, plester, iv cateter dan infus set, needle
dan silk 2/0.

3.1.3 Bahan-bahan
Bahan dan obat yang digunakan adalah atropin sulfat (premedikasi), xylazine
dan ketamine (anestesi), Nacl 0,9% sebagai pembersih luka,betadine®(antiseptik),
betamox® (antibiotik) injeksi, Enbatic® (pascaoprasi)kasa steril dan hypafix®sebagai
penutup luka.

3.2 Metode
Metoda penanganan pada kasus vulnus morsum adalah dengan tindakan
operasi. Adapun penjelasan secara rinci adalah sebagai berikut :

10
3.2.1 Preoperasi
 Persiapan ruang operasi
Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu (dibersihkan dari
debu), kemudian meja operasi disterilisasi dengan alkohol 70%.
 Preparasi alat
a. Sterilisasi alat-alat bedah
Sterilisasi pada alat-alat bedah bertujuan untuk menghilangkan seluruh
mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah, agar jaringan yang steril atau
pembuluh darah pada pasien yang akan dibedah tidak terkontaminasi.
 Persiapan pasien atau kucing kasus :
a. Kucingyang akan dioperasi dilakukan signalemen,anamnesa, dan
pemeriksaan klinik. Sebelum dilakukan operasi, hewan dipuasakan selama
12 jam agar hewan tidak muntah pada waktu teranastesi.
b. Pertama-tamadiinjeksi dengan premedikasi yaitu atropin sulfate sebanyak
0,5 ml secara subkutan (dosis terlampir).
c. Setelah 10 menit, kemudian di anestesi menggunakan kombinasi xilazine
dan ketamine dengan jumlah pemberian anestesi masing-masing 0,2 ml
xilazin dan 0,6ml ketamin secara intramuskuler (dosis terlampir).
d. Setelah teranestesi, kucing ditempatkan pada posisi lateral recumbency.
e. Hewan disiapkan secara aseptik, bulu disekitar daerah perlukaan
dibersihkan/ dicukur.Kemudian dilakukan pemasangan ETTdan dilakukan
pemasangan intravena kateter untuk infus lactat ringer.
 Persiapan perlengkapan operator dan asisten
Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan asistenadalah masker,
penutup kepala dan sarung tangan (glove) serta menggunakan pakaian steril
khusus operasi.

11
3.2.2 Tindakan Operasi
Hewan yang sudah teranastesi diletakkan di meja operasi dengan posisi lateral
recumbency, kemudian bagian luka dibersihkan dengan NaCl 0,9% dengan cara
diirigasi. Setelah luka bersih dilanjutkan dengan debridement atau menginsisi kulit
untuk membuat luka baru sampai jaringan berdarah yang berfungsi untuk membuang
jaringan yang busuk atau nekrosis, dan meratakan tepian luka, hal ini bertujuan agar
luka yang akan dijahit dapat menyatu kembali.dilakukan penyemprotan antibiotik dan
penjahitan kulit dengan pola jahitan sederhana terputusmenggunakan benang yang
tidak diserap oleh tubuh (silk 2/0). Daerah operasi dan bekas luka insisi dibersihkan
dengan antiseptik betadine lalu disemprot antibiotic, lalu bekas jahitan dibalut dengan
kasa steril dan Hypafix®.

3.2.3 Pasca Operasi


Setelah operasi dilakukan penyuntikan antibiotikBetamox® sebanyak (0,3ml)
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.Untuk perawatan pasca
operasidilanjutkan dengan pemberian antibiotik peroral yakni amoxicillinsyrup kering
diberikan dua kali sehari (5 ml) selama 5 hari (dosis terapi). Selama perawatan, luka
jahitan ditutup dengan perban selama 3 hari, pastikan luka tetap kering dan tidak
lembab, pemberian Enbatic powder® dilakukan dua kali sehari hingga luka menutup
dan mengering.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pengamatan dilakukan pada hari ke-1 hingga ke-10 pasca operasi

Kondisi Luka Keterangan


Luka masih tampak basah, sedikit kemerahan pada tepian
Hari ke 1-2 luka dan jahitan, badan lemas, makan dan minum dalam
jumlah sedikit.
Penghentian penggunaan perban. Tepi luka sedikit
Hari ke 3 - 4 membengkak dan tampak kemerahan, nafsu makan dan
minum mulai membaik.
Luka sudah mulai mengering tetapi masih belum sempurna
Hari ke 5 - 6
dan terdapat keropeng pada bagian luka.
Pembukaan jahitan, terlihat bekas jahitan berwarna
Hari ke 7
kemerahan, keropeng sedikit terlepas.
Luka sudah berangsur mengering dan keropeng yang
Hari ke 8 - 10
terbentuk sudah terlepas.

4.2 Pembahasan
Vulnus morsum pada kucing kasus (02Mei2016) dengan kondisi terdapat luka
menganga pada bagian pangkal ekor bekas gigitan kucing liar. Pemilik mengatakan
hewan tersebut berkelahi dengan kucing liar lainnya, dikarenakan sistem
pemeliharaan hewan tersebut tidak dikandangkan, setelah diperiksa pada bagian luka
terlihat terkoyak seperti bekas digigit. Pemeriksaan darah dilakukan untuk
mengetahui keadaan umum dari kucing dan untuk mengetahui apakah ada infeksi lain
seperti virus, bakteri atau parasit. Hasil pemeriksaan darah menyatakan bahwa kucing

13
mengalami anemia mikrositik hiperkromik, namun kucing telah diterapi dengan
injeksi neurobion B12.
Operasi penutupan luka pada kasus ini tidak begitu sulit, dikarenakan kondisi
luka yang tidak terlalu parah dan kondisi kesehatan hewan yang masih stabil (tidak
terdapat infeksi sekunder virus/ bakteri/ parasit). Setelah luka dibersihkan, dilakukan
penutupan dengan penjahitan tepian luka. Hasil operasi pada tindakan penjahitan luka
yang dilakukan pada Kucing lokal berumur ± 2 tahun adalah fausta.
Pada pengamatan Pada hari pertama belum tampak adanya perubahan yang
berarti, bekas luka masih basah, makan dan minum dalam jumlah sedikit.Pada hari
ke-2 dimana luka terlihat terlihat mengalami peradangan, namun pada hari kedua ini
perkembangan kucing membaik dimana hewan tersebut sudah mulai menunjukan
nafsu makan dan minum. Hari ke-2 pasca operasi kucing diberikan obat antibiotik
Amoxicilin syrup kering (dosis terlampir) dan untuk mengurangi peradangan maka
diberikan dexametason (dosis terlampir).Pada hari ke-3 dan ke-4 penggunaan perban
ditanggalkan luka terlihat lembab dan terlihat luka jahitan agak membengkan dan
kemerahan (luka mengalami peradangan). Kucing tetap diberi terapi amoxicillin
hingga hari ke-5 dan dexametason hingga hari ke-3(dosis terlampir) untuk terapi pada
luka diberikan Enbatic powder® pada permukaan luka agar luka cepat kering dan
menghindari infeksi sekunder dari agen lain. Pada hari ke-5 timbul keropeng pada
daerah luka, dimana pada hari ke-3 sampai ke-14 proses penyembuhan luka
memasuki fase proliferatif/fase kolagen (Berata et al., 2011). Hari ke-5 sampai ke-6,
kucing sudah mulai aktif kembali, nafsu makan dan minum membaik, keropeng
mulai meluas ke permukaan luka, Keropeng disini dapat berfungsi sebagai pelindung
luka dari kontaminasi mikroorganisme dari luar tubuh. Pemberian terapi antibiotik
dihentikan setelah hari ke-5. Pada hari ketujuh bagian luka sudah terlihat mengering,
maka jahitan dibuka karena benang silk bersifat tidak diserap tubuh. Akan tetapi
setelah jahitan dibuka, kucing merasa gatal dan tampak menggigit dan menjilat
bagian keropeng sehingga keropeng terlepas sedikit. Namun dapat diatasi dengan

14
langsung diberikan Enbatic powder® guna menghindari luka dari kontaminasi oleh
mikroorganisme dari luar tubuh dan mempercepat keringnya luka. Luka sudah benar-
benar kering pada hari ke-9dan keropeng sudah terlepas seutuhnya.Kondisi hewan
sudah mulai membaik sehingga hari ke-10 luka sudah menutup.
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan kondisi menjadi lebih baik. Proses penyembuhan terjadi secara normal
tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk
mendukung dan mempercepat proses penyembuhan, seperti melindungi area yang
luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan
penyembuhan jaringan. Kesembuhan luka bisa berbeda-beda tergantung dari keadaan
luka yang terbentuk serta cepat tidaknya penanganan yang dilakukan setelah terjadi
luka. Jika pada luka terjadi infeksi kuman, maka akan menghambat terapi yang
dilakukan. Tetapi jika luka yang terjadi berukuran kecil dan tidak ada infeksi dari
kuman, maka akan lebih mudah proses penyembuhannya (Aliambar, 2002).

15
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Vulnus morsum felisadalah akibat gigitan kucing.
2. Hasil operasi menyatakan bahwa kucing tersebut sembuh dengan baik pada hari
ke-10.

5.2 Saran
Vulnus morsum yang terjadi pada hewan kesayangan harus segera ditangani
secepat mungkin agar dapat terhindar dari komplikasi dengan penyakit lain seperti
myasis, abses atau penyakit karena infeksi agen virus, bakteri atau parasit lainnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aliambar. 2002. Rekam Medik Kasus IPB. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor.
Berata IK, Winaya IBO, Mirah Adi AAA, Adnyana IBW. 2011. Patologi Veteriner
Umum. Denpasar: Swasta Nulus. [Hal. 81-88].
Delima, M. dan Ardi. 2013. Hubungan Perawatan Luka Dengan Proses
Penyembuhan Luka Pada Klien Luka Robek Di Ruangan Bedah RSI Ibnu Sina
Bukittinggi Tahun 2013(pdf). Stikes Perintis Sumbar.
Dharmajono. 2002. P3K Anjing Kucing. Penebar Swadaya: Depok
Jaya Warditha, A.A.G., I.G.A.G. Putra Pemayun, I.W. Gorda, W. Wirata. 2009. Ilmu
Bedah Umum Veteriner II. Fakultas Kedokteran Hewan: Denpasar
Karakata dan Bachsinar. 1992. Bedah minor. Hipokrates: Jakarta
Moya J. Morison, 2003. Manajemen Luka. Jakarta: EGC
Osterd, HL; David Keast; Louise Forest and Marie Francoise. 2011. Basic Principles
of Wound Healing.http://www.wrha.mb.ca/professionals/woundcare/
documents/PrinciplesWoundHealing_WCCSpring2011.pdf Tanggal Akses 23
Mei 2015.
Ridhwan Ibrahim, 2002. Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Banda Aceh: Syiah
Kuala University Press, Darussalam.
Suriadi, 2007. Manajemen Luka. Pontianak: STIKEP Muhammadiyah.

17
LAMPIRAN

18
Lampiran 1. Penghitungan Dosis Premedikasi, Anestesi dan Antibiotik

1. Atropin Sulfat
Sediaan : 0,25 mg/ml
Dosis anjuran : 0,02- 0,04 mg/kg BB
Berat badan : 3,8 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan
: (0,02-0,04 mg/kg bb) x 3,8 kg
0,25 mg/ml
: 0,3 ml – 0,6 ml
: 0,5 ml
2. Xylazine
Sediaan : 20 mg/ml
Dosis anjuran : 1-3 mg/kg BB
Berat badan : 3,8 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan
: (1-3 mg/kg) x 3,8 kg
20 mg/ml
: 0,19 ml – 0,57 ml
: 0,2 ml
3. Ketamine
Sediaan : 100 mg/ml
Dosis anjuran : 11-33 mg/kg BB
Berat badan : 3,8 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan
: (11-33 mg/kg) x 3,8 kg
100 mg/ml
: 0,41 ml – 1,25 ml
: 0,6 ml

19 21
Antibiotic Betamox®
Sediaan : 150 mg/ml
Dosis anjuran : 10-15 mg/kg BB
Berat badan : 3,8 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan
: (10-15 mg/kg) x 3,8 kg
150 mg/ml

: 0,25 ml – 0,38 ml

: 0,3 ml

20 22
Lampiran 2. Penghitungan Dosis Resep.

1. Amoxicillin Syrup Kering


Sediaan : 125 mg/5ml 25 mg/ml
Dosis anjuran : 40-80 mg/kg BB
Berat badan : 3,8 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan
: (40-80 mg/kg) x 3,8 kg
25 mg/ml

: 6,08 ml – 12,16 ml

: 9,34 ml

R/ Amoxicillin syr fl. No. I


S. 2 dd 5 ml
S. 2 dd cth 1
#

2. Dexametason Tablet
Sediaan : 0,5 mg
Dosis anjuran : 0,1-0,5mg
Berat badan : 3,8 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan

: (0,1 -0,5) x 3,8


0,5
: 0,76 – 3,8
: 1 tab/day

R/ Dexametason Tab 0,5 mg No.3


S. 1 dd tab. 1
#

21 23
Lampiran 3. Dokumentasisebelum dan setelahoperasi

Gambar 1. Keadaan Luka sebelum di operasi

Gambar 2. Keadaan luka pasca oprasi

22 24
Gambar 3. Pembalutan luka dengan perban

Gambar 4. Peradangan pada tepian luka karena pembukaan


jahitan dan terkelupasnya keropeng

23 25
Gambar 5. Pembentukan keropeng pada permukaan luka

Gambar 6. Luka telah menutup dan mengering sempurna

24 26

You might also like