You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi lokal adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa
disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi lokal merupakan aplikasi atau injeksi
obat anestesi pada daerah spesifik di tubuh. Hal ini merupakan kebalikan dari
anestesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Anestesi local adalah
tindakan yang dapat menyebabkan blok konduksi dari impuls saraf yang bersifat
reversible sepanjang jalur saraf sentral maupun perifer setelah dilakukan anestesi
regional.

Obat anestesi lokal yang ideal yaitu yang memiliki awitan kerja cepat, durasi
kerja cukup panjang, serta derajat toksisitas dan alergenisitas minimal. Sebagian
besar kriteria ini dipenuhi oleh anestesi lokal dengan golongan amida. Jika
diperlukan anestesi tambahan, injeksi ulang sebanyak 25% dari dosis maksimal
dapat diberikan 30 menit setelah injeksi awal.

Berdasarkan struktur molekulnya terdapat dua golongan obat anestesi lokal,


yaitu golongan ester dan amida. Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara
kita untuk golongan ester adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah
lidokain dan bupivakain. Obat anestesi local juga memiliki efek toksik yang dapat
terjadi local maupun sistemik. Pada kasus ekstrim, dapat diikuti dengan tanda
ketidakseimbangan hemodinamik yang berakhir kepada kegagalan system
kardiovaskular.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Anestesi lokal didefinisikan sebagai hilangnya sensasi sementara pada suatu


area tubuh yang relatif kecil atau terbatas yang tercapai dengan aplikasi topikal atau
injeksi obat-obat yang menekan eksitasi ujung saraf atau menghambat konduksi
impuls sepanjang saraf perifer. Sifat penting dari anestesi lokal yaitu bahwa obat
ini dapat menghilangkan sensasi rasa sakit tanpa menghilangkan kesadaran.¹
Anestesi lokal secara garis besar tersusun atas tiga gugus yaitu gugus
lipofilik, gugus hidrofilik, dan gugus perangkai atau gugus antara, yakni gugus yang
menyambungkan gugus lipofilik dan hidrofilik. Gugus lipofilik biasanya suatu
gugus aromatik sedangkan gugus hidrofilik biasanya suatu gugus amino. Gugus
perangkai berupa gugus ester atau gugus amida. Gugus lipofilik adalah suatu
struktur aromatik yang mengandung cincin benzene sedangkan gugus hidrofilik
tersusun atas amin sekunder atau amin tersier. Gugus perangkai, gugus ester atau
gugus amida umunya bersifat polar. Kedua kelompok tersebut berbeda dalam cara
dimetabolismenya di dalam tubuh. ²

2.2 Klasifikasi Anestesi Lokal

Berdasarkan struktur molekulnya terdapat dua golongan obat anestesi local,


yaitu golongan ester dan amida. Semua obat anestesi local yang digunakan terdiri
dari cincin aromatic (hidrofobik) yang terhubung dengan kelompok amino tersier
(hidrofilik) oleh suatu alkil pendek, yaitu rantai intermediet yang mengandung
ikatan ester atau amida sesuai dengan pembagiannya. Obat anesthesia local
merupakan basa lemah yang umumnya memiliki muatan positif pada grup amino
tersiernya pada keadaan pH fisiologis.
Adapun perbedaan ester dan amida adalah sebagai berikut:
1. Senyawa ester
 Relative tidak stabil dalam bentuk larutan
 Dimetabolisme dalam plasma oleh enzyme
pseudocholinesterase
 Masa kerja pendek
 Relative tidak toksik
 Dapat bersifat allergen, karena strukturnya mirip PABA (para
amino benzoic acid)
2. Senyawa amida
 Lebih stabil dalam bentuk larutan
 Dimetabolisme dalam hati
 Masa kerja lebih Panjang
 Tidak bersifat allergen ³

Untuk kepentingan klinis, anestesi lokal dibedakan berdasarkan potensi


dan lama kerjanya menjadi 3 group. Group I meliputi prokain dan kloroprokain
yang memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat. Group II meliputi
lidokain, mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama kerja sedang.
Group III meliputi tetrakain, bupivakain dan etidokain yang memiliki potensi kuat
dengan lama kerja panjang. Anestesi lokal juga dibedakan berdasar pada mula
kerjanya.

Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan
ester adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan
bupivakain. Secara garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai
berikut :
2.2.1 Lidokain
Obat anestesi lokal secara umum dibagi menjadi dua golongan
berdasarkan struktur kimianya, yaitu golongan ester dan amida. Lidokain
merupakan anestesi lokal golongan amida yang ditemukan oleh Lofgren
pada tahun 1943. Penjalaran rangsang elektrik pada serabut saraf dikenal
sebagai potensial aksi. Potensial aksi merupakan peningkatan lokal dari
muatan positif atau depolarisasi yang terjadi pada membran sel akibat
masuknya ion natrium melalui kanal natrium secara cepat dan
mengakibatkan penurunan muatan elektrokimia pada membran sel.
Perubahan tersebut akan mengakibatkan rangsangan pada saraf dapat
menjalar hingga pusat saraf yang lebih tinggi.

Anestesi lokal lidokain bekerja dengan menghalangi transmisi dari


hantaran saraf melalui hambatan pada kanal natrium. Ikatan lidokain dengan
kanal natrium intraseluler akan menghambat ion natrium untuk masuk ke
dalam sel dan menghalangi terjadinya aksi potensial membran saraf.
Mekanisme tersebut memberikan efek anestesi dan analgesik dengan
menghambat transmisi sensasi nyeri pada serabut saraf. Lidokain sebagai
obat anestesi lokal dapat diberikan secara intravena, topikal pada kulit atau
mukosa, infiltrasi subkutan, epidural atau spinal. Secara klinis penggunaan
paling sering dari anestesi lokal ialah untuk tindakan lokal, regional dan
analgesia. Aplikasi topikal anestesi lokal pada jalan napas, mata dan kulit
menyediakan anestesi yang cukup untuk prosedur anestesi minor dan bedah
seperti intubasi trakea, penempatan kateter intravena, atau penusukan
epidural. Penggunaan klinis lain anestesi lokal termasuk pemberian lidokain
untuk menghilangkan respon saat intubasi trakea dan supresi disritmia
jantung. Pemberian intravena atau topikal dari lidokain memiliki tingkat
kesuksesan bervariasi dalam mencegah respon hemodinamik saat intubasi
trakea dan ekstubasi.

Lidokain intravena efektif untuk menurunkan sensitivitas jalan


nafas terhadap instrumentasi melalui supresi reflek jalan nafas. Dosis
lidokain untuk intravena berkisar 1 hingga 1.5 mg/kgBB untuk mencegah
respon hemodinamik dan jalan nafas pada instrumentasi trakea. Onset yang
diperlukan untuk lidokain agar dapat bekerja dengan baik antara 60-90 detik
dengan durasi kerja 60 - 120 menit sebagai anestesi lokal. Metabolisme dari
lidokain terjadi di hepar melalui proses karboksilase oleh enzim sitokrom
p450. Gangguan pada fungsi hepar dapat mempengaruhi kadar obat pada
plasma dan meningkatkan resiko terjadinya toksisitas lidokain. Gangguan
fungi ginjal tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap proses
eliminasinya, lidokain dapat terdistribusi dengan baik pada organ yang
memiliki banyak vaskularisasi seperti otak dan jantung, sehingga toksisitas
yang terjadi akibat pemberian lidokain lebih sering karena gangguan pada
otak atau jantung. Toksisitas pada otak mengakibatkan kejadian kejang,
sementara pada jantung dapat menyebabkan bradikardi hingga blok jantung
bila dosis yang digunakan tinggi dan pasien memiliki faktor predisposisi
sebelumnya.⁵

2.2.2 Prokain

Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal,


epidural, merupakan obatstandard untuk perbandingan potensi dan
toksisitas terhadap jenis obat-obat anestetik lokal lain. Prokain disintesis
dan diperkenalkan tahun 1905 dengan nama dagang novokain. Selama lebih
dari 50 tahun, obat ini merupakan obat terpilih untuk anestetik lokal
suntikan; namun kegunaannya kemudian terdesak oleh obat anestetik lain,
lidokain yang ternyata lebih kuat dan lebih aman dibanding dengan prokain.
Sebagai anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anestesi infiltrasi,
anestesi blok saraf (nerve block anesthesia), anesthesia spinal, anesthesia
epidural dan anesthesia kaudal. Namun,karena potensinya rendah, mula
kerja lambat serta masa kerja yang pendek, maka penggunaannya sekarang
ini hanya terbatas untuk anesthesia inflitrasi dan kadang-kadang untuk
anesthesia blok saraf. Di dalam tubuh, prokain akan dihidrolisis menjadi
PABA, yang dapat menghambat kerja sulfonamide.

Diberikan intarvena untuk pengobatan aritmia selama anestesi


umum, bedah jantung, atau induced hypothermia. Pemberian intarvena
merupakan kontraindikasi untuk penderita miastemia gravis karena prokain
menghasilkan derajat blok neuromuskuler. Prokain juga tidak boleh
diberikan bersama-sama dengan sulfonamide. Bentuk sediaan obat Sediaan
suntik prokain terdapat dalam kadar 1-2% dengan atau tanpa epinefrin untuk
anesthesia infiltrasi dan blockade saraf dan 5-20% untuk anestesi
spinal.sedangkan larutan 0,1-0,2 % dalam garam faali disediakan untuk
infuse IV. Untuk anestesi kaudal yang terus menerus dosis awal ialah 30 ml
larutan prokain 1,5%.

Mekanisme kerja obat

 Pemberian prokain dengan anestesi infiltrasi maximum dosis


400 mg dengan durasi 30- 50 menit, dosis 800 mg, durasi 30-
45 menit.
 Pemberian dengan anestesi epidural dosis 300-900 mg,
durasi 30-90 menit, onset 5- 15menit.
 Pemberian dengan anestesi spinal: preparat 10%, durasi 30-
45 menit.

Efek terapi pada penyuntikan prokain dengan dosis 100-800 mg,


terjadi analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan
dosis. Efek maksimal berlangsung 10-20 menit, dan menghilang sesudah 60
menit. Efek ini mungkin merupakan efek sentral, atau mungkin efek dari
dietilaminoetanol yaitu hasil hidrolisis prokain. Efek samping yang serius
adalah hipersensitasi, yang kadang-kadang pada dosis rendah sudah dapat
mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang harus
dipertimbangkan pula adalah reaksi alergi terhadap kombinasi prokain
penisilin. Berlainan dengan kokain, zat ini tidak mengakibatkan adikasi.
Cara pemberian obat bius prokain diberikan secara injeksi interavena pada
atau sekitar jaringan yang akan di anestesi, sehingga mengakibatkan
hilangnya rasa di kulit dan di jaringanyang terletak lebih dalam, misalnya:

Pada praktek THT atau pencabutan gigi.

 Dosis 15 mg/kgbb. Untuk infiltrasi : larutan 0,25-0,5 dosis


maksimum 1000 mg. onset :2- 5 menit, durasi 30-60 menit. Bisa
ditambah adrenalin (1: 100.000).
 Dosis untuk blok epidural (maksimum) 25 ml larutan 1,5%. Untuk
kaudal : 25 ml larutan 1,5%.
 Spinal analgesia 50-200 mg tergantung efek yang di kehendaki,
lamanya 1 jam.

Farmakokinetik Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan


dan untuk memperlambat absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor.
Sesudah diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh esterase dalam plasma
menjadi PABA dan dietilaminoetanol. PABA diekskresi dalam urine, kira-
kira 80%dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi. 30% dietilaminoetanol
ditemukan dalam urine, dan selebihnya mengalami degradasi lebih lanjut.
Interaksi obat Prokain dan anestetik lokal lain dalam badan dihidrolisis
menjadi PABA (para amino benzoic acid), yang dapat menghambat daya
kerja sulfonamide. Oleh karena itu sebaiknya prokian dan asnestetik lokal
lain tidak diberikan bersamaan dengan terapi sulfonamide. Prokain dapat
membentuk garam atau konjugat dengan obat lain sehingga memperpanjang
masa kerja obat tesebut. Misalnya garam prokain penisilin dan
prokainheparin.⁵
2.2.3 Bupivakain

Sebuah anastesi lokal yang long-acting yang sering digunakan


untuk blok saraf, persalinan ,anestesi epidural dan anastesi subdural.
Bupivakain (Rinn) adalah obat bius lokal milik kelompok amino amida.
Bupivakain adalah anestesi lokal yang menghambat generasi dan konduksi
impuls saraf. Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular
dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga
mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang
menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak
memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat
ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar
rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut
saraf lebih tebal.

Bupivacaine mempunyai lama kerja obat yang lebih lama


dibandingkan dengan obat anastesi local yang lain. Pada pemberian dosis
yang berlebihan dapat menyebabkan toxic pada jantung dan system saraf
pusat .pada jantung dapat menekan konduksi jantung dan rangsangan, yang
dapat menyebabkan blok atrioventrikular, aritmia ventrikel dan henti
jantung, dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, kontraktilitas
miokard dan depresi vasodilatasi perifer terjadi, menyebabkan penurunan
curah jantung dan tekanan darah arteri. Efek pada SSP mungkin termasuk
eksitasi SSP (gugup, kesemutan di sekitar mulut, tinitus, tremor, pusing,
penglihatan kabur, kejang) diikuti oleh mengantuk, hilangnya kesadaran,
depresi pernafasan dan apnea).

Dosis maksimal bupivakain yang aman adalah 2,5–4 mg/kgBB.


Pemberian obat tunggal untuk blokade kaudal memakai dosis yang tinggi
dapat memberikan analgesi yang lebih memuaskan, namun dapat
menimbulkan efek samping seperti hipotensi dan depresi pernapasan. Untuk
mengatasi hal ini, kombinasi dua jenis obat dengan dosis yang lebih rendah
dapat memberikan hasil lebih baik yaitu memperpanjang masa kerja dengan
efek samping obat lebih rendah. Konsentrasi optimal obat bupivakain untuk
anestesi kaudal adalah 0,125–0,175% yang akan memberikan durasi hampir
sama bila dibandingkan dengan bupivakain 0,25%, namun menimbulkan
efek blokade motorik lebih rendah.³

2.3 Farmakokinetik Anestesi Lokal

Kehadiran anestesi lokal dalam sistem peredaran darah


membuktikan bahwa obat ini disalurkan ke seluruh tubuh. Anestesi lokal
mempunyai kemampuan untuk mengubah fungsi beberapa sel. Pada hal ini
anestesi lokal dapat memblokir konduksi saraf di akson dari sistem saraf
periferal.

Absorbsi

Pada saat diinjeksikan ke jaringan lunak, anestesi lokal


menghasilkan reaksi farmakologi pada pembuluh darah. Semua jenis
anestesi lokal memiliki tingkatan reaksi yang berbeda, yang sering terjadi
yaitu vasodilatasi pembuluh darah ketika di deposit, dan beberapa juga
menimbulkan vasokontriksi. Reaksi yang timbul berpengaruh pada
konsentrasi yang diberikan. Efek signifikan dari vasodilatasi meningkat
ketika anestesi lokal sudah diserap oleh pembuluh darah, sehingga
menurunkan durasi dan kualitas dari rasa sakit, tetapi meningkatkan
konsentrasi anestesi lokal pada pembuluh darah dan potensi overdosis
(reaksi toksik). Tingkatan reaksi anestesi lokal yang diserap oleh pembuluh
darah dan mencapai level maksimum bervariasi sesuai dengan cara
pemberiannya.
Distribusi
Setelah diserap ke pembuluh darah, anestesi lokal disalurkan ke seluruh
jaringan dalam tubuh. Organ yang sangat perfusi yaitu otak, hepar, ginjal, paru-paru,
limfe memiliki kadar anestesi yang paling tinggi dibandingkan dengan organ yang
kurang perfusi. Otot-otot skeletal walaupun tidak berperfusi dengan tinggi, tetapi
mengandung anestesi lokal dengan persentasi yang tinggi dibandingkan organ atau
jaringan lain karena memiliki massa jaringan yang paling banyak di dalam tubuh.
Konsentrasi plasma dari anestesi lokal memiliki pengaruh pada organ tertentu yang
dapat menyebabkan potensi toksisitas.

Kadar anestesi lokal dalam darah dipengaruhi faktor-faktor berikut ini:

i. Tingkatan penyerapan ke sistem kardiovaskular

ii. Tingkatan distribusi obat dari vaskular ke jaringan (lebih cepat pada
pasien yang sehat dibandingkan dengan pasien dengan penyakit
sistemik)
iii. Proses pengeluaran obat dari metabolisme dan ekskresi
Kedua faktor terakhir diatas berfungsi menurunkan kadar anestesi
lokal. Tingkatan penurunan kadar anestesi lokal pada darah disebut elimination half-
life. Secara sederhana elimination half-life adalah waktu yang diperlukan untuk
mereduksi kadar anestesi lokal dalam darah (half-life pertama mereduksi sebanyak
50%, half-life kedua mereduksi sebanyak 75%, half-life ketiga mereduksi sebanyak
87,5%, half-life ke empat mereduksi sebanyak 94%, half-life ke lima mereduksi
sebanyak 97%, half-life ke enam mereduksi sebanyak 98,5%. Semua jenis anestesi
lokal sangat mudah melewati barier- barier dari darah dan otak.

Metabolisme
Perbedaan yang signifikan antara dua jenis anestesi lokal yaitu ester dan amida adalah
mampu mengubah kerja anestesi lokal secara biologis menjadi obat yang tidak berpengaruh
secara farmakologi lagi

Metabolisme (biotransformasi dan detoksifikasi) anestesi lokal sangat


penting karena secara keseluruhan toksisitasnya ditentukan oleh keseimbangan
antara laju penyerapannya ke dalam aliran darah dengan laju pembuangannya dari
pembuluh darah dan proses metabolisme.⁶
Ekskresi

Metabolit dan sisa yang tidak termetabolisme, baik dari golongan amida
maupun ester akan dieksresikan oleh ginjal. Sebagian kecil anestesi
dieskresikan dalam keadaan tidak mengalami perubahan. Senyawa anestesi
golongan ester biasanya jarang dijumpai pada urin karena golongan ini hampir
sempurna dimetabolisme di dalam darah; dalam urin, dijumpai sebagai PABA,
dan 2%nya tidak mengalami perubahan.

Pada pasien dengan penyakit ginjal terminal, baik senyawa induk maupun
metabolitnya akan terakumulasi. Oleh karena itu, penggunaan anestesi lokal,
baik golongan ester maupun golongan amida, merupakan kontraindikasi relatif
bagi pasien dengan penyakit ginjal yang signifikan, misalnya pasien yang
menjalani hemodialisis, glomerulonefritis kronis, atau pielonefritis.⁶

2.4 Farmakodinamik Anestesi Lokal

Ketika anestesi lokal mencapai saluran sodium saraf, menyebabkan


terganggunya aktifitas saraf dengan memblok konduksinya. Untuk memaksimalkan
blok konduksi saraf, saluran sodium saraf harus dalam keadaan tidak aktif sebanyak
75%. Saluran sodium dapat aktif dan terbuka, tidak aktif dan tertutup, istirahat dan
tertutup selama berbagai aktifitas potensial terjadi. Pada saat aktif dan terbuka,
saluran sodium dapat memperbanyak impuls. Anestesi lokal dapat mengikat saluran
agar tetap terbuka dan mengubah menjadi tidak aktif atau tertutup. Kecepatan
anestesi lokal membuka dan menutup saluran merupakan hasil kerja dari agen
spesifiknya. Agen intermedit (lidokain, mepivakain) memiliki waktu kerja yang
pendek dan agen bupivakain memiliki waktu kerja yang cepat.
Anestesi lokal juga dapat mengikat saluran sodium menjadi tidak aktif, tetapi
kekuatan mengikatnya lemah. Pada serabut saraf mielin, pemblokiran saraf dapat
terjadi pada nodus ranvier dengan menghalangi sinyal propagasi yang
menyebabkan terjadinya lompatan depolarisasi antara nodus ranvier. Serabut mielin
lebih peka terhadap blok konduksi daripada serabut non-mielin karena memblok
dua nodus dapat meningkatkan kemungkinan kematian impuls, sementara memblok
tiga atau lebih nodus dapat menyebabkan kematian impuls yang lebih banyak.
Kematian impuls pada serabut saraf non-mielin meningkatkan pemanjangan serat
yang terlihat oleh agen anestesi local. ⁷

2.5 Komplikasi anestesi lokal


Komplikasi lokal pada daerah injeksi yaitu:

a. Nyeri pada saat injeksi


Penyebab: rasa nyeri disebabkan jarum yang tumpul atau injeksi anestesi
lokal yang terlalu cepat.
Penanganan: gunakan jarum yang tajam, anestesi topikal, dan injeksikan
secara perlahan untuk menghindari hal ini terjadi.

b. Rasa terbakar saat injeksi


Penyebab: injeksi yang terlalu cepat, pH anestesi lokal, dan anestesi lokal
yang hangat. Rasa terbakar akan hilang seiring dengan efek kerja anestesi
lokal jika penyebabnya adalah pHnya. Injeksi yang terlalu cepat atau
anestesi lokal yang hangat dapat menyebabkan trismus, edema, dan
parasthesia. Penanganan: tempatkan anestesi lokal pada suhu ruangan dan
dalam tempat yang bersih tanpa alkohol atau bahan sterilisasi.

c. Paresthesia

Penyebab: trauma pada saraf atau perdarahan disekitar saraf dapat


menyebabkan paresthesia. Pasien akan merasakan sensasi syok ketika saraf
terkena. Prilokain 4% (Citanest) dan septokain 4% (Artikain) biasanya
jarang menimbulkan parasthesia jika dikombinasikan dengan jenis anestesi
lokal yang lain, dan harus dihindari pada pasien dengan multiple sclerosis
(MS). Multiple sclerosis adalah penyakit autoimun kronik yang menyerang
myelin otak dan medulla spinalis. Penyakit ini menyebabkan kerusakan
myelin dan juga akson yang mengakibatkan gangguan transmisi konduksi
saraf.
Penanganan: parasthesia dapat sembuh 8 minggu tanpa perawatan, tetapi
jika saraf yang terkena parah dapat bersifat permanen. Yakinkan pasien dan
lakukan pemeriksaan rutin untuk mengetahui keadaannya. Pasien yang
merasakan gejala yang berlebihan atau pasien yang cemas dapat diberikan
2 mg/5mg diazepam (Valium) sebelum tidur.

d. Trismus
Penyebab: spasme otot rahang yang berkepanjangan dengan rahang yang
terkunci dan trismus dapat menjadi kronis dan harus segera ditangani.
Penyebab yang paling umum adalah trauma pada otot atau pembuluh darah
di fossa infratemporal. Gejalanya biasa muncul setelah 1-6 sesudah
perawatan. Penanganan: untuk menghindari terjadinya trismus, kurangi
penetrasi jarum pada daerah kerja dan jangan menginjeksikan terlalu
banyak. Pasien dapat diberikan perawatan berupa terapi rasa hangat,
pembilasan dengan larutan salin hangat, pemberian analgesik, dan jika
diperlukan dapat diberikan 10mg diazepam (Valium).

e. Hematoma
Penyebab: penyempitan arteri atau pembuluh darah pada saat injeksi dapat
menimbulkan ruang ekstravaskular yang menyebabkan nyeri memar dan
pembengkakan selama 7-14 hari.

Penanganan: pemberian tekanan pada daerah yang perdarahan selama 2


menit. Pemberian analgesik dan anjuran untuk mengaplikasikan handuk
hangat setelah hari pertama untuk menghindari terjadinya vasodilatasi dan
mengurangi gejala.

f. Infeksi
Penyebab: injeksi anestesi lokal pada daerah infeksi tidak dapat
memberikan efek anestesi yang optimal. Namun jika anestesi lokal tetap
diinjeksikan, bakteri di daerah yang terinfeksi akan menyebar ke jaringan
disekitarnya.
Penanangan: pemberian antibiotik, analgesik, dan benzodiazepines.

g. Paralisis saraf fasialis


Penyebab: kelumpuhan saraf pada wajah dapat terjadi ketika jarum
dimasukkan terlalu dalam sampai ke glandula parotis. Dalam beberapa
detik, pasien akan merasakan kekakuan pada otot yang terkena.
Penanganan: yakinkan pasien bahwa situasi ini hanya berlangsung beberapa
jam tanpa ada efek samping. Lakukan pemeriksaan rutin.

h. Syok anafilaksis
Penyebab: pelepasan sejumlah mediator aktif biologis dari sel mast dan
basofil, yang dipicu oleh interaksi antara alergen dengan antibodi IgE
spesifik yang terikat pada membran sel. Aktivasi sel menyebabkan
pelepasan mediator yang sebelumnya telah terbentuk dan disimpan dalam
granul (histamin, triptase, dan kimase) serta mediator yang baru dibentuk
(prostaglandin dan leukotrien). Mediator-mediator ini menyebabkan
kebocoran kapiler, edema mukosa, dan kontraksi otot polos.
Penanganan: pertahankan jalur nafas dengan ABC (airway, breathing,
circulation) dan terapkan algoritma bantuan hidup dasar (BHD),
penggantian cairan dengan kristaloid dan koloid, pemberian adrenalin 0,3-
1,0ml diulangi dengan interval 10-20 menit jika dibutuhkan.
BAB III
KESIMPULAN

Anestesi lokal didefinisikan sebagai hilangnya sensasi sementara pada


suatu area tubuh tanpa disertai dengan hilangnya kesadaran. Terdapat 2 golongan
obat anestesi local yaitu golongan ester dan golongan amida. Anestesi local yang
sering digunakan diIndonesia yaitu golongan ester adalah prokain, sedangkan
golongan amide adalah lidokain dan bupivakain. .

Dosis lidokain untuk intravena berkisar 1 hingga 1.5 mg/kgBB. Onset


yang diperlukan untuk lidokain agar dapat bekerja dengan baik antara 60-90 detik
dengan durasi kerja 60 - 120 menit sebagai anestesi lokal. Prokain diberikan
sebagai anestesi infiltrasi dengan maximum dosis 400 mg dengan durasi 30- 50
menit, dosis 800 mg, durasi 30-45 menit. Bupivacaine mempunyai lama kerja
obat yang lebih lama dibandingkan dengan obat anastesi local yang lain Dosis
maksimal bupivakain yang aman adalah 2,5–4 mg/kgBB, namun memiliki efek
samping seperti hipotensi dan depresi pernapasan. Diantara 3 jenis obat diatas
bupivakain memiliki keunggulan lama kerja obat dibandingkan jenis obat
anestesi lokal lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Utama YD, Anestesi Lokal dan Regional untuk Biopsi Kulit Bagian / SMF
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro / Rumah Sakit Dokter Kariadi, Semarang, 2015 p:537-541
2. Sumawinata N, Anestesia lokal dalam perawatan konservasi gigi, Jakarta:
EGC; 2013.
3. Latief S, Surjadi K, Dachlan R, Anestesi Lokal: petunjuk praktis
anestesiologi Ed 2, Jakarta:Bagian Anestesiologi Dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
4. DD, Local anesthetic agents: a review of the current options for dental
hygienist, CDHA Journal, 2011; 27(2): 1-4.
5. Morgan GE, Mikhail MS, and Murray MJ, Clinical Anesthesiology,
4thedition, 2006, McGraw-Hill. Singapore.
6. Malamed SF, Handbook of local anaesthesia 6th ed, St. Louis: Mosby; 2014.
P: 16-7, 59-64, 89-90
7. Cox B, Durieux ME, Marcus MAE, Toxicity of local anesthetics, Best
practice and research clinical anaesthesiology. 2003; 17(1): 111-36

You might also like