Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
Fahmi Suhandinata J510185095
Irfan Setyanto Nugroho J510185100
PEMBIMBING:
dr.Asna Rosida, Sp.PD
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Pembimbing :
Dipresentasikan dihadapan :
I. KELUHAN UTAMA
Nyeri perut kanan atas.
II. ANAMNESIS
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis tanggal 30
September 2018 di Bangsal Mawar RSUD dr. Hardjono Ponorogo.
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dirasakan sejak 2
bulan SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, terus menerus, bertambah sakit
saat bergerak dan sedikit mereda saat pasien diam. Perut juga dirasakan sedikit
membesar dan terasa penuh. Selain itu pasien juga merasa perut kanan atas
mengeras. Nafsu makan pasien berkurang semenjak perutnya membesar, dan juga
berat badan turun sejak 2 bulan SMRS. Pasien merasa lemas dan mengeluh kedua
kakinya bengkak. BAB lancar normal, tidak ada mencret / darah / lendir. BAK
lancar normal, tidak ada darah, nyeri, panas.
D. Riwayat Pribadi
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Konsumsi minum kopi : disangkal
c. Konsumsi konsumsi alkohol : disangkal
d. Konsumsi obat : disangkal
e. Konsumsi jamu : diakui
f. Konsumsi minuman energi : disangkal
Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal
Can.audit.ext : normal
Pendengaran : normal
Hidung
Penyumbatan : tidak ditemukan penyumbatan
Daya penciuman : normal
Mulut
Bibir : tidak ada tanda sianosis
Gusi : tidak didapat perdarahan
Lidah : tidak kotor
Mukosa : tidak hiperemia
Palatum : tidak tampak ikterus
Leher
Kel.limfe : tidak ada pembesaran
Trakea : di tengah
Tiroid : tidak didapat pembesaran kelenjar
Vena Jugularis : tidak ada distensi
Arteri Carotis : teraba pulsasi
C. Thorax
Umum
Bentuk : normal
Kulit : tidak ditemukan kelainan
Axilla : tidak ditemukan kelainan
Paru
Inspeksi Bentuk: simetris
Spider navi : tidak ditemukan
Pergerakan: simetris
Tidak didapatkan retraksi otot-otot pernapasan
Palpasi Pergerakan: simetris
Fremitus raba: simetris
Nyeri: tidak didapatkan
Jantung
Inspeksi Iktus: tidak tampak
Palpasi Iktus: tidak kuat angkat
Thrill: tidak didapat
Perkusi Batas kanan atas: SIC III parasternal dex
Batas kanan bawah: SIC IV parasternal dex
Batas kiri atas: SIC III parasternal sin
Batas kiri bawah: SIC V midclavicula sin
Auskultasi S1, S2: tunggal, reguler
Murmur: tidak didapatkan
Gallop : tidak didapatkan
D. Abdomen
Inspeksi Simetris, caput medusa (-), venektasi (-), distended (-)
Perkusi sonor-pekak-timpani (hepatomegali (+), dengan liver span 17
cm) di regio hipokondriaka dextra.
Palpasi Nyeri tekan (+), teraba hepar, 3 jari di bawah arcus costae
dengan permukaan tidak rata/ berbenjol-benjol, konsistensi
keras pada regio hipokondriaka dextra.
Auskultasi Bising usus: positif, normal.
Nyeri tekan:
+ + +
- - -
- - -
E. Extremitas
Extremitas Clubbing finger (-), palmar eritem (-)
Atas Edema dan pitting edema (-/-), akral hangat (+)
Extremitas Clubbing finger (-), palmar eritem (-)
Bawah Edema dan pitting edema (+/+), akral hangat (+)
C. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi
Mid % 8,8 % 2,0-8,0
SGOT 146 u/L 0-37
TINJAUAN PUSTAKA
HEPATOMA
A. Definisi
Karsinoma hepatoseluler (hepatoceluller carcinoma/HCC) merupakan
tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan
karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma (Budihusodo, 2007).
Hepatoma primer secara histologist dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Karsinoma hepatoseluler: hepatoma primer yang berasal dari sel
hepatosit
2. Karsinoma kolangioseluler: hepatoma primer yang berasal dari
epitel saluran empedu intrahepatik
3. Karsinoma campuran hepatoseluler dan koloangioseluler (Desen,
2008).
C. Faktor Risiko
Faktor risiko utama untuk karsinoma hepatoseluler termasuk infeksi
Hepatitis B Virus (HBV) atau Hepatitis C Virus (HCV)omatosis keturunan,
alpha 1-antitrypsin, hepatitis autoimun, beberapa porfiria, dan penyakit
Wilson. Distribusi faktor-faktor risiko antara pasien dengan karsinoma
hepatoseluler sangat bervariasi, tergantung pada daerah geografis dan rasa
atau kelompok etnis (El-Serag, 2011).
1. Virus Hepatitis
Hubungan antara infeksi HBV dan HCV dengan timbulnya kanker
hati terbukti. Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV
menunjukkan angka kejadian kanker hati yang tinggi. Berdasarkan data
profil kesehatan Indonesia, tahun 2003 IR hepatitis B di Indonesia yaitu 14
per 100.000 penduduk. Dan tahun 2005 di Sumatera Utara PR hepatitis B
yaitu 52 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2008, PR hepatitis C di
Indonesia 3 per 100.000 penduduk, dengan PR tertinggi di provinsi DKI
Jakarta yaitu 31 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan penelitian Greten dkk. (2005) di Jerman pada 389
penderita kanker hati tahun 1998-2003, penderita pria yaitu 309 orang
(79,43%) dan wanita yaitu 80 orang (20,57%). Penderita dengan riwayat
penyakit sebelumnya hepatitis B yaitu 57 orang (14,6%), hepatitis C yaitu
78 orang (20,05%), hepatitis B dan C yaitu 7 orang, hemokromatosis yaitu
17 orang (4,37%), dan sisanya tidak berhubungan dengan riwayat penyakit
sebelumnya. Menurut penelitian Nouso dkk. (2008) di Jepang dengan
desain cohort, RR penderita hepatitis C untuk terkena kanker hati 0,96
sedangkan RR penderita hepatitis B adalah 1,1.
2. Sirosis
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama kanker hati di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus kanker hati. Setiap tahun 3-5% dari
pasien sirosis hati akan menderita kanker hati, dan kanker hati merupakan
salah satu penyebab kematian pada sirosis hati. Pada tahun 2002, PMR
sirosis hati di dunia yaitu 1,7%. Waktu yang dibutuhkan dari sirosis hati
untuk berkembang menjadi kanker hati sekitar 3 tahun.
Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
sirosis hati. Penggunaan alkohol sebagai minuman, saat ini sangat
meningkat di masyarakat. Peminum berat alkohol (>50-70 gr/ hari dan
berlangsung lama) berisiko untuk menderita kanker hati melalui sirosis
hati alkoholik. Mekanisme penyakit hati akibat konsumsi alkohol masih
belum pasti, diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati mengalami fibrosis
dan destruksi protein yang berkepanjangan akibat metabolisme alkohol
yang menghasilkan acetaldehyde. Fibrosis yang terjadi merangsang
pembentukan kolagen. Regenenerasi sel tetap terjadi tetapi tidak dapat
mengimbangi kerusakan sel. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran
hati mengecil, berbenjol-benjol dan mengeras sehingga terjadi sirosis hati.
Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-
beda tiap negara, di negara Barat etiologi sirosis hati tersering diakibatkan
oleh alkohol.. Menurut penelitian Coon dkk. (2008) di Nottingham dengan
desain cohort, RR pada peminum alkohol 2,34 untuk terkena kanker hati,
RR HBV yaitu 6,41 dan RR HCV yaitu 1,39.29 Sedangkan di Indonesia
terutama diakibatkan infeksi virus hepatitis B dan C. Virus hepatitis B
menyebabkan sirosis hati sebesar 40-50%, virus hepatitis C sebesar 30-
40% dan 10-20% penyebabnya tidak diketahui.
Menurut penelitian Rasyid (2006) di Medan dengan menggunakan
desain case series, pada 483 penderita kanker hati ditemukan 232 orang
(63%) menderita sirosis hati, 91 orang hepatitis B (25%) dan 44 orang
(12%) hepatitis C, dengan jumlah seluruhnya 367 orang (76%). Sedangkan
116 orang lagi (24%) tidak berhubungan sama sekali dengan sirosis hati,
hepatitis B ataupun hepatitis C. Dari hasil penelitian Nurhasni (2007) di
RS Haji Medan dengan desain case series pada 164 penderita sirosis hati,
35 orang (21,3%) sudah mengalami komplikasi kanker hati.
Menurut penelitian Rasyid (2006) di Medan dengan menggunakan
desain case series, pada 483 penderita kanker hati ditemukan 232 orang
(63%) menderita sirosis hati, 91 orang hepatitis B (25%) dan 44 orang
(12%) hepatitis C, dengan jumlah seluruhnya 367 orang (76%). Sedangkan
116 orang lagi (24%) tidak berhubungan sama sekali dengan sirosis hati,
hepatitis B ataupun hepatitis C. Dari hasil penelitian Nurhasni (2007) di
RS Haji Medan dengan desain case series pada 164 penderita sirosis hati,
35 orang (21,3%) sudah mengalami komplikasi kanker hati.
3. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) Aflatoksin B1 adalah zat racun yang
dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus, sering ditemukan pada jenis
polong-polongan yang sudah menghitam dan mengeriput serta produk
olahannya yang kadaluarsa seperti kacang tanah, kacang kedelai, keju dll.
Aflatoksin terbentuk dalam makanan yang disimpan berbulan-bulan di
lingkungan panas dan lembab. Mekanisme karsinogenisitas aflatoksin
sehingga dapat meningkatkan kejadian kanker hati yaitu dengan
menghasilkan mutasi-mutasi gen, di mana mutasi gen tersebut bekerja
menggangu fungsi penekan tumor. Menurut penelitian Gameell dkk.
(2009) di Mesir dengan menggunakan desain penelitian case control,
terdapat korelasi positif antara kejadian kanker hati dengan kadar
aflatoksin dalam tubuh (p<0,01) yaitu terjadi peningkatan kadar aflatoksin
pada penderita kanker hati.
4. Hemokromatosis
Hemokromatosis adalah kelainan genetik yang diturunkan yaitu
kecenderungan untuk menyerap jumlah besi yang berlebihan dari makanan
di mana unsur-unsur beracun tersebut akan terakumulasi dalam hati
sehingga menyebabkan kerusakan hati termasuk kanker hati. Kanker hati
akan berkembang sampai dengan 30% dari pasien-pasien dengan
hemokromatis keturunan. Pasien yang mempunyai risiko yang paling
besar adalah hemokromatosis yang disertai dengan sirosis hati.
Pengangkatan efektif kelebihan besi (perawatan hemokromatosis) tidak
akan mengurangi risiko menderita kanker hati jika sudah disertai sirosis
hati.
5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty
liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH)
yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut
menjadi Hepatocelluler Carcinoma (HCC).
6. Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-
alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan
kadar insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik,
peminum berat alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis
hati alkoholik.
D. Patofisiologi
agen penyebab
transformasi maligna
hepatosit
HEPATOMA
Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui,
apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi
melalui peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera
(injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan
oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti
perubahan kromosom, aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor
tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA
mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan
angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik
seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin
menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi,
dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor
p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada
tingkat molekular untuk berlangsungnya proses hepatogenesis.
E. Manifestasi klinis
1. Fase dini umumnya asimtomatis.
2. Fase lanjut: Tidak dikenal tanda yang patognomonis/ khas. Keluhan dapat
berupa penurunan berat badan, nyeri abdomen, fatigue, anoreksia, mual,
sebah, nafsu makan menurun. Pada metastatis ke tulang, penderita akan
mengeluh nyeri tulang (Setiawan dkk., 2007).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Alphafetoprotein (AFP)
Sensitivitas AFP untuk mendiagnosa HCC 60-70%, artinya hanya pada 60-
70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP,
sedangkan pada 30-40% penderita nilai AFP normal. Spesifitas AFP hanya
berkisar 60%, artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai
AFP yang tinggi, belum tentu dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini
sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti
pada sirrhosis hati dan hepatitiskronik, kanker testis, dan teratoma (Soresi
et al., 2003).
2. Aspirasi Jarum Halus
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fineneedle aspiration biopsy)
terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan
pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti
suatuhepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli
patologi anatomiini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi
dengan menggunakan peralatan Ultrasonography (USG) atau CT scan
fluoro scopy sehingga hasil yangdiperoleh akurat. Cara melakukan biopsi
dengan dituntun oleh USG ataupun CT scanmudah, aman, dan dapat
ditolerir oleh pasien dan tumor yang akandibiopsi dapat terlihat jelas pada
layar televisi berikut dengan jarum biopsiyang berjalan persis menuju
tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperolehmempunyai nilai diagnostik
dan akurasi yang tinggi karena benar jaringantumor ini yang diambil oleh
jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat disekitar tumor (Rasyid,
2006).
3. Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati
yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata
(homogen).Bilaada kanker langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan
(nodule) berwarnakehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan
dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau
banyak sekali danmerata pada seluruh hati, ataukah satu nodule yang
besar dan berkapsul atautidak berkapsul. Sayangnya USG
conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati diameter
2 cm ± 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan
perangkat lunak harmonik system bisa mendeteksi benjolan kanker
diameter 1 cm ± 2 cm, namun nilai akurasi ketepatandiagnosanya hanya
60%. Rendahnya nilai akurasi ini disebabkan walaupunUSG
conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan kanker namun
tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular) (Rasyid,
2006).
4. CT Scan
Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat
menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan
USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan
yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan
akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scan,
multislice yangsanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga
kanker yang palingkecil pun tidak terlewatkan. Lebih canggih lagi
sekarang CT scan sudahdapat membuat gambar kanker dalam tiga
dimensi dan empat dimensi dengansangat jelas dan dapat pula
memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya
(Rasyid, 2006).
5. Angiography
Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari
hasil pemeriksaan USG dan CT scan diperkirakan masih ada tindakan
terapi bedahatau non-bedah masih yang mungkin dilakukan untuk
menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi
reseksi hati harusdilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi
ini dapat dilihat berapaluas kanker yang sebenarnya.Kanker yang kita
lihat dengan USG yangdiperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada
USG bisa saja ukuransebenarnya dua atau tiga kali lebih besar.Angiografi
bisa memperlihatkanukuran kanker yang sebenarnya.Lebih lengkap lagi
bila dilakukan CT angiography yang dapat memperjelas batas antara
kanker dan jaringan sehat disekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu
melakukan operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan
dimana harus dibuat batas sayatannya (Rasyid, 2006).
G. Diagnosis
Untuk tumor dengan diameter lebih 2 cm, adanya penyakit hati
kronik, hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI)
serta kadar AFP serum ≥ 400 ng/ml adalah diagnostic (Budihusodo,
2007). Selain itu menurut Parves et al (2004) kanker hati selular yang
kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan
pendekatan radiologi yang akurasinya 70 ± 95% dan pendekatan
laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 ± 70%.
Kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL conference
Kriteria sito-histologis
Stadium A
(awal)
A1 HP (-), bil.
Normal Tatalaksana kuratif
Tunggal < 5 cm
A4 Child pugh
A-B
TACE (Transarterial
Stadium B chemoembolization)
Besar, > 5 cm, Child pugh 50% pada 3
(intermedie atau TAE
multinodular A-B tahun
t) (Transarterial
embolization)
Invasi
TACE atau TAE bila
Stadium C vaskuler / Child pugh < 10% pada 3
tidak ada metastatis
(lanjut) penyebaran A-B tahun
ekstrahepatik
ekstrahepatik
Transplantasi (bila
Stadium D Child pugh tidak ada Mati dalam
Berapapun kontraindikasi)
“end stage” C waktu < 1 tahun
Simptomatis
Keterangan:
HP: Hipertensi Porta
(Setiawan dkk, 2007).
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dirasakan sejak
2 bulan SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, terus menerus, bertambah
sakit saat bergerak dan sedikit mereda saat pasien diam. Perut juga dirasakan
sedikit membesar dan terasa penuh. Selain itu pasien juga merasa perut kanan atas
mengeras. Nyeri dapat diakibatkan tumor tumbuh dengan cepat yang
menyebabkan penambahan regangan pada kapsul hati.
Perut terasa keras, massa abdomen atas hepatoma lobus kanan dapat
menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan
hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior
lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcus costa kanan.
Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus xiphoideus atau
massa di bawah arcus costa kiri.
Mual dan muntah dapat terjadi karena adanya tumor di sel hepar yang
menyebabkan obstruksi V.porta dan distensi V. splancnic, akibatnya V.gastrika
menjadi distensi timbul oedema gaster dan gejala dyspepsia seperti mual dan
muntah.Pasien juga mengeluh perut terasa kembung, hal ini timbul karena massa
tumor sangat besar, dan gangguan fungsi hati. Lemas, Letih, mengurus dapat
disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya asupan makanan.
Pada pemeriksaan lab kolesterol total dan TG pasien didapatkan hasil yang
tinggi. Hasil tersebut kemungkinan disebabkan karena hepar yang rusak dimana
sintesis kolesterol yaitu di hepar. Selain itu kemungkinan juga dapat diakibatkan
konsumsi makanan yang dapat meningkatkan kadar kolesterol.
Kadar albumin dan protein total pada pasien juga didapatkan hasil yang
rendah. Hasil tersebut juga dipengaruhi oleh rusaknya organ hepar. Rendahnya
protein dan albumin kemungkinan mengakibatkan edema pada ekstremitas bawah
yang terjadi pada pasien ini. Diamana protein yang rendah dalam darah
mengakbatkan tekanan onkotik yang rendah pada intraseluler sehingga cairan
keluar ke ekstraseluler.
DAFTAR PUSTAKA