You are on page 1of 30

Case Report 2

SEORANG WANITA USIA 78 TAHUN DENGAN HEPATOMA

OLEH:
Fahmi Suhandinata J510185095
Irfan Setyanto Nugroho J510185100

PEMBIMBING:
dr.Asna Rosida, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
CASE REPORT

SEORANG WANITA USIA 78 TAHUN DENGAN HEPATOMA

Yang diajukan oleh :

Irfan Setyanto Nugroho, S.Ked

Fahmi Suhandinata, S.Ked

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta,

Pada hari , tanggal November 2018

Pembimbing :

dr.Asna Rosida, Sp.PD (………………….)

Dipresentasikan dihadapan :

dr.Asna Rosida, Sp.PD (………………….)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
IDENTITAS
Nama : Ny. K
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 78 tahun
Alamat : Badegan
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
No. Rekam Medik : XX.XXX.XX
MRS : 27 Oktober 2018
Pemeriksaan : 30 Oktober 2018

I. KELUHAN UTAMA
Nyeri perut kanan atas.

II. ANAMNESIS
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis tanggal 30
September 2018 di Bangsal Mawar RSUD dr. Hardjono Ponorogo.
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dirasakan sejak 2
bulan SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, terus menerus, bertambah sakit
saat bergerak dan sedikit mereda saat pasien diam. Perut juga dirasakan sedikit
membesar dan terasa penuh. Selain itu pasien juga merasa perut kanan atas
mengeras. Nafsu makan pasien berkurang semenjak perutnya membesar, dan juga
berat badan turun sejak 2 bulan SMRS. Pasien merasa lemas dan mengeluh kedua
kakinya bengkak. BAB lancar normal, tidak ada mencret / darah / lendir. BAK
lancar normal, tidak ada darah, nyeri, panas.

B. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat maag : disangkal
c. Riwayat sakit jantung : disangkal
d. Riwayat DM : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
g. Riwayat opname : disangkal
h. Riwayat Hepatitis : disangkal

C. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat hipertensi : diakui
b. Riwayat sakit jantung : disangkal
c. Riwayat stroke : disangkal
d. Riwayat DM : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat atopi : disangkal
g. Riwayat sakit serupa : disangkal

D. Riwayat Pribadi
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Konsumsi minum kopi : disangkal
c. Konsumsi konsumsi alkohol : disangkal
d. Konsumsi obat : disangkal
e. Konsumsi jamu : diakui
f. Konsumsi minuman energi : disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi dan Gizi


Pasien adalah ibu rumah tangga, suaminya bekerja sebagai petani,
pendapatannya cukup untuk makan dan keperluan sehari-hari keluarganya. Pasien
berobat dengan fasilitas Jamkesmas.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum: Baik
a. Kesadaran: GCS 4-5-6
b. Vital Sign:
 Tekanan darah : 110/70 mmHg, berbaring, pada lengan kanan
 Nadi : 80 x/menit, isi & tegangan cukup, irama reguler.
 Pernafasan : 24 x/menit
 Suhu badan : 36.5°C per aksiler
B. Kepala Leher
 Umum
Kulit muka normal, anemia -, icterus -, cyanosis -, dypsneu -
 Mata
Alis: normal Sclera: normal. Ikterik -/-
Bola mata: normal Pupil: bulat, isokor, reflex cahaya +/+
Kelopak: normal Lensa: normal
Konjungtiva: normal

 Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal
Can.audit.ext : normal
Pendengaran : normal
 Hidung
Penyumbatan : tidak ditemukan penyumbatan
Daya penciuman : normal
 Mulut
Bibir : tidak ada tanda sianosis
Gusi : tidak didapat perdarahan
Lidah : tidak kotor
Mukosa : tidak hiperemia
Palatum : tidak tampak ikterus
 Leher
Kel.limfe : tidak ada pembesaran
Trakea : di tengah
Tiroid : tidak didapat pembesaran kelenjar
Vena Jugularis : tidak ada distensi
Arteri Carotis : teraba pulsasi

C. Thorax
 Umum
Bentuk : normal
Kulit : tidak ditemukan kelainan
Axilla : tidak ditemukan kelainan

 Paru
Inspeksi Bentuk: simetris
Spider navi : tidak ditemukan
Pergerakan: simetris
Tidak didapatkan retraksi otot-otot pernapasan
Palpasi Pergerakan: simetris
Fremitus raba: simetris
Nyeri: tidak didapatkan

Perkusi Suara ketok: sonor sonor


sonor sonor
sonor sonor
Nyeri ketok: tidak didapatkan
Auskultasi Suara nafas: vesikuler vesikuler
vesikuler vesikuler
vesikuler vesikuler
Suara nafas tambahan: tidak didapatkan

 Jantung
Inspeksi Iktus: tidak tampak
Palpasi Iktus: tidak kuat angkat
Thrill: tidak didapat
Perkusi Batas kanan atas: SIC III parasternal dex
Batas kanan bawah: SIC IV parasternal dex
Batas kiri atas: SIC III parasternal sin
Batas kiri bawah: SIC V midclavicula sin
Auskultasi S1, S2: tunggal, reguler
Murmur: tidak didapatkan
Gallop : tidak didapatkan

D. Abdomen
Inspeksi Simetris, caput medusa (-), venektasi (-), distended (-)
Perkusi sonor-pekak-timpani (hepatomegali (+), dengan liver span 17
cm) di regio hipokondriaka dextra.
Palpasi Nyeri tekan (+), teraba hepar, 3 jari di bawah arcus costae
dengan permukaan tidak rata/ berbenjol-benjol, konsistensi
keras pada regio hipokondriaka dextra.
Auskultasi Bising usus: positif, normal.

Nyeri tekan:
+ + +

- - -

- - -

E. Extremitas
Extremitas Clubbing finger (-), palmar eritem (-)
Atas Edema dan pitting edema (-/-), akral hangat (+)
Extremitas Clubbing finger (-), palmar eritem (-)
Bawah Edema dan pitting edema (+/+), akral hangat (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap 30 Oktober 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi
WBC 8,4 x 103 uL 4,0-10,0 N
Lymph # 1,4 x 103 uL 0,8-4,0 N
Mid # 0,7 x 103 uL 0,1-4,0 N
Gran # 6,3 x 103 uL 2,0-7,0 N
Lymph % 16,8 % 15,0-40,0 N
Mid % 8,8 % 2,0-8,0
Gran % 68,9 % 50,0-70,0 N
HGB 12,7 g/dl 11,0-16,0 N
RBC 4,54 x 106 Juta/uL 3,5-5,5 N
HCT 40,8 % 37,0-47,0 N
MCV 89,8 Fl 75-100 N
MCH 28,0 Pg 26,0-34,0 N
MCHC 32,1 g/dl 32,0-36,0 N
RDW-CV 15,5 % 11,0-16,0 N
RDW-SD 52,3 Fl 35,0-56,0 N
PLT 400 x 103 Ul 100-450 N
MPV 8,2 Fl 8,0-11,0 N

PDW 15,1 mg/dl 0,1-99,9 N

PCT 2,8 mg/dl 1,08-2,82 N

B. Pemeriksaan laboratorium kimia darah tanggal 30 Oktober 2018

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi

GDA 105 mg/dl < 140 N

HbsAg Negatif Negatif N

SGOT 146 u/L 0-37

SGPT 28 u/L 0-40 N

Protein Total 4,0 g/dl 6,2-8,5

Albumin 2,1 g/dl 3,5-5,3

Globulin 2,4 g/dl 1,5-3,0 N

Asam Urat 7,8 g/dl 2,5-6,0

Creatinin 0,93 mg/dl 0,6-1,3 N

Ureum 26,70 Mg/dL 10-50 N

Kolesterol Total 202 mg/dl 140-200

TG 301 mg/dl 36-165

C. Pemeriksaan USG Abdomen


Hepatoma pada lobus dextra dan Sinistra
Tak tampak ascites
V. RESUME / DAFTAR MASALAH
A. Anamnesis
1. Nyeri perut kanan atas
2. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
3. Perut terasa keras dan penuh
4. Penurunan berat badan
5. Lemas
B. Pemeriksaan Fisik
1. Mata:
Konjungtiva anemis (-/-)
2. Abdomen
Perkusi: hepatomegali (+)
Palpasi: Nyeri tekan pada perut atas (+), teraba hepar 3 jari di bawah arcus
costae dengan permukaan tidak rata/ berbenjol-benjol, konsistensi keras pada
regio hipokondriaka dextra
3. Ekstremitas
Edema pada kedua tungkai

C. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi
Mid % 8,8 % 2,0-8,0
SGOT 146 u/L 0-37

Protein Total 4,0 g/dl 6,2-8,5

Albumin 2,1 g/dl 3,5-5,3


Asam Urat 7,8 g/dl 2,5-6,0

Kolesterol 202 mg/dl 140-200


Total

TG 301 mg/dl 36-165

D. Pemeriksaan USG abdomen


Hepatoma pada lobus dextra dan Sinistra
Daftar masalah Problem Assesment Planning dx Planning tx Planning Mx
1. Nyeri perut kanan  Gangguan LFT Hepatoma  AFP  Inf PZ 20 tpm  Klinis
atas sejak 2 bulan  Hepatomegali  Biopsi liver  Inj ranitidinn 2 x 1 amp  LFT
 Edema extremitas  Inj Ketorolac 2 x1 amp  RFT
SMRS, rasanya  Albumin fl 20%
bawah
seperti ditusuk-tusuk,  Alopurinol tab 1x100mg
 Fenofibrat tab 0-0-100mg
nyeri bertambah jika
 Inj Furosemid 1-0-0
bergerak, perut kanan  Spironolacton tab 50 mg
I-I-0
atas terasa keras,
 Diet rendah protein
nyeri tekan (+),
Hepatomegali (+),
permukaan tidak
rata / berbenjol-
benjol,konsistensi
keras, perut
membesar
Sgot : 146
Protein total 4,0
Albumin 2,1
Kolesterol total : 301
TG : 202
Asam Urat : 7,8
USG abdomen :
Hepatoma
Monitorinng Terapi

Tanggal 28 Oktober 2018  Inf PZ 20 tpm


S: Nyeri perut kanan atas  Inj ranitidinn 2 x 1 amp
O: Kesadaran: CM, E4V5M6  Inj Ketorolac 2 x1 amp
Vital Sign: TD: 110/60  Alopurinol tab 1x100mg
Nadi: 80x/menit  Fenofibrat tab 0-0-100mg
RR: 20x/menit  Inj Furosemid 1-0-0
Suhu: 36,3º C
 Spironolacton tab 50 mg
Kolesterol : 301, TG : 202, Asam urat : 7,8
I-I-0
Edema ekstremitas bawah

Tanggal 29 Oktober 2018  Inf PZ 20 tpm


S: Nyeri perut kanan atas  Inj ranitidinn 2 x 1 amp
O: Kesadaran: CM, E4V5M6  Inj Ketorolac 2 x1 amp
Vital Sign: TD: 110/60  Alopurinol tab 1x100mg
Nadi: 80x/menit  Fenofibrat tab 0-0-100mg
RR: 20x/menit  Inj Furosemid 1-0-0
Suhu: 36,3ºC
 Spironolacton tab 50 mg
USG abdomen : Hepatoma
I-I-0
Edema ekstremitas bawah

Tanggal 30 Oktober 2018  Inf PZ 20 tpm


S: Nyeri perut kanan atas  Inj ranitidinn 2 x 1 amp
O: Kesadaran: CM, E4V5M6  Inj Ketorolac 2 x1 amp
Vital Sign: TD: 110/60  Albumin fl 20%
Nadi: 80x/menit  Alopurinol tab 1x100mg
RR: 20x/menit  Fenofibrat tab 0-0-100mg
Suhu: 36,3ºC
 Inj Furosemid 1-0-0
Edema extremitas bawah
 Spironolacton tab 50 mg
Albumin : 2,1
I-I-0
Tanggal 31 Oktober 2018  I Inf PZ 20 tpm
S: Nyeri perut kanan atas  Inj ranitidinn 2 x 1 amp
O: Kesadaran: CM, E4V5M6  Inj Ketorolac 2 x1 amp
Vital Sign: TD: 110/60  Albumin fl 20%
Nadi: 80x/menit  Alopurinol tab 1x100mg
RR: 20x/menit  Fenofibrat tab 0-0-100mg
Suhu: 36,3ºC
 Inj Furosemid 1-0-0
Edema extremitas bawah  Spironolacton tab 50 mg
Albumin : 2,5 I-I-0

Tanggal 01 November 2018  Inf PZ 20 tpm


S: Nyeri perut kanan atas  Inj ranitidinn 2 x 1 amp
O: Kesadaran: CM, E4V5M6  Inj Ketorolac 2 x1 amp
Vital Sign: TD: 110/60  Albumin fl 20%
Nadi: 80x/menit  Alopurinol tab 1x100mg
RR: 20x/menit  Fenofibrat tab 0-0-100mg
Suhu: 36,3ºC
 Inj Furosemid 1-0-0
Edema extremitas bawah  Spironolacton tab 50 mg
I-I-0

TINJAUAN PUSTAKA

HEPATOMA
A. Definisi
Karsinoma hepatoseluler (hepatoceluller carcinoma/HCC) merupakan
tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan
karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma (Budihusodo, 2007).
Hepatoma primer secara histologist dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Karsinoma hepatoseluler: hepatoma primer yang berasal dari sel
hepatosit
2. Karsinoma kolangioseluler: hepatoma primer yang berasal dari
epitel saluran empedu intrahepatik
3. Karsinoma campuran hepatoseluler dan koloangioseluler (Desen,
2008).

Gambar 1. Hepar normal

Gambar 2. Hepar sirosis


Gambar . Hepato sel karsinoma
B. Epidemiologi
Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia
serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada
perempuan sebagai kanker yang paling sering terjadi di dunia, dan urutan
ketiga dari kanker system saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker
lambung. Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer
adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar
2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma
adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian
100/100.000 populasi. Sekitar 80% dari kasus hepatoma di dunia berada di
negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah
yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus.
Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang
endemic infeksi hepatitis B virus (HBV) serta banyak terjadi transmisi HBV
perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan hepatoma tinggi, umur
pasian hepatoma 10-20 tahun lebih muda daripada umur pasien hepatoma di
wilayah dengan angka kekerapan hepatoma rendah. Di wilayah dengan angka
kekerapan hepatoma tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai
8:1.

C. Faktor Risiko
Faktor risiko utama untuk karsinoma hepatoseluler termasuk infeksi
Hepatitis B Virus (HBV) atau Hepatitis C Virus (HCV)omatosis keturunan,
alpha 1-antitrypsin, hepatitis autoimun, beberapa porfiria, dan penyakit
Wilson. Distribusi faktor-faktor risiko antara pasien dengan karsinoma
hepatoseluler sangat bervariasi, tergantung pada daerah geografis dan rasa
atau kelompok etnis (El-Serag, 2011).
1. Virus Hepatitis
Hubungan antara infeksi HBV dan HCV dengan timbulnya kanker
hati terbukti. Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV
menunjukkan angka kejadian kanker hati yang tinggi. Berdasarkan data
profil kesehatan Indonesia, tahun 2003 IR hepatitis B di Indonesia yaitu 14
per 100.000 penduduk. Dan tahun 2005 di Sumatera Utara PR hepatitis B
yaitu 52 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2008, PR hepatitis C di
Indonesia 3 per 100.000 penduduk, dengan PR tertinggi di provinsi DKI
Jakarta yaitu 31 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan penelitian Greten dkk. (2005) di Jerman pada 389
penderita kanker hati tahun 1998-2003, penderita pria yaitu 309 orang
(79,43%) dan wanita yaitu 80 orang (20,57%). Penderita dengan riwayat
penyakit sebelumnya hepatitis B yaitu 57 orang (14,6%), hepatitis C yaitu
78 orang (20,05%), hepatitis B dan C yaitu 7 orang, hemokromatosis yaitu
17 orang (4,37%), dan sisanya tidak berhubungan dengan riwayat penyakit
sebelumnya. Menurut penelitian Nouso dkk. (2008) di Jepang dengan
desain cohort, RR penderita hepatitis C untuk terkena kanker hati 0,96
sedangkan RR penderita hepatitis B adalah 1,1.

2. Sirosis
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama kanker hati di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus kanker hati. Setiap tahun 3-5% dari
pasien sirosis hati akan menderita kanker hati, dan kanker hati merupakan
salah satu penyebab kematian pada sirosis hati. Pada tahun 2002, PMR
sirosis hati di dunia yaitu 1,7%. Waktu yang dibutuhkan dari sirosis hati
untuk berkembang menjadi kanker hati sekitar 3 tahun.
Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
sirosis hati. Penggunaan alkohol sebagai minuman, saat ini sangat
meningkat di masyarakat. Peminum berat alkohol (>50-70 gr/ hari dan
berlangsung lama) berisiko untuk menderita kanker hati melalui sirosis
hati alkoholik. Mekanisme penyakit hati akibat konsumsi alkohol masih
belum pasti, diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati mengalami fibrosis
dan destruksi protein yang berkepanjangan akibat metabolisme alkohol
yang menghasilkan acetaldehyde. Fibrosis yang terjadi merangsang
pembentukan kolagen. Regenenerasi sel tetap terjadi tetapi tidak dapat
mengimbangi kerusakan sel. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran
hati mengecil, berbenjol-benjol dan mengeras sehingga terjadi sirosis hati.
Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-
beda tiap negara, di negara Barat etiologi sirosis hati tersering diakibatkan
oleh alkohol.. Menurut penelitian Coon dkk. (2008) di Nottingham dengan
desain cohort, RR pada peminum alkohol 2,34 untuk terkena kanker hati,
RR HBV yaitu 6,41 dan RR HCV yaitu 1,39.29 Sedangkan di Indonesia
terutama diakibatkan infeksi virus hepatitis B dan C. Virus hepatitis B
menyebabkan sirosis hati sebesar 40-50%, virus hepatitis C sebesar 30-
40% dan 10-20% penyebabnya tidak diketahui.
Menurut penelitian Rasyid (2006) di Medan dengan menggunakan
desain case series, pada 483 penderita kanker hati ditemukan 232 orang
(63%) menderita sirosis hati, 91 orang hepatitis B (25%) dan 44 orang
(12%) hepatitis C, dengan jumlah seluruhnya 367 orang (76%). Sedangkan
116 orang lagi (24%) tidak berhubungan sama sekali dengan sirosis hati,
hepatitis B ataupun hepatitis C. Dari hasil penelitian Nurhasni (2007) di
RS Haji Medan dengan desain case series pada 164 penderita sirosis hati,
35 orang (21,3%) sudah mengalami komplikasi kanker hati.
Menurut penelitian Rasyid (2006) di Medan dengan menggunakan
desain case series, pada 483 penderita kanker hati ditemukan 232 orang
(63%) menderita sirosis hati, 91 orang hepatitis B (25%) dan 44 orang
(12%) hepatitis C, dengan jumlah seluruhnya 367 orang (76%). Sedangkan
116 orang lagi (24%) tidak berhubungan sama sekali dengan sirosis hati,
hepatitis B ataupun hepatitis C. Dari hasil penelitian Nurhasni (2007) di
RS Haji Medan dengan desain case series pada 164 penderita sirosis hati,
35 orang (21,3%) sudah mengalami komplikasi kanker hati.

3. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) Aflatoksin B1 adalah zat racun yang
dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus, sering ditemukan pada jenis
polong-polongan yang sudah menghitam dan mengeriput serta produk
olahannya yang kadaluarsa seperti kacang tanah, kacang kedelai, keju dll.
Aflatoksin terbentuk dalam makanan yang disimpan berbulan-bulan di
lingkungan panas dan lembab. Mekanisme karsinogenisitas aflatoksin
sehingga dapat meningkatkan kejadian kanker hati yaitu dengan
menghasilkan mutasi-mutasi gen, di mana mutasi gen tersebut bekerja
menggangu fungsi penekan tumor. Menurut penelitian Gameell dkk.
(2009) di Mesir dengan menggunakan desain penelitian case control,
terdapat korelasi positif antara kejadian kanker hati dengan kadar
aflatoksin dalam tubuh (p<0,01) yaitu terjadi peningkatan kadar aflatoksin
pada penderita kanker hati.
4. Hemokromatosis
Hemokromatosis adalah kelainan genetik yang diturunkan yaitu
kecenderungan untuk menyerap jumlah besi yang berlebihan dari makanan
di mana unsur-unsur beracun tersebut akan terakumulasi dalam hati
sehingga menyebabkan kerusakan hati termasuk kanker hati. Kanker hati
akan berkembang sampai dengan 30% dari pasien-pasien dengan
hemokromatis keturunan. Pasien yang mempunyai risiko yang paling
besar adalah hemokromatosis yang disertai dengan sirosis hati.
Pengangkatan efektif kelebihan besi (perawatan hemokromatosis) tidak
akan mengurangi risiko menderita kanker hati jika sudah disertai sirosis
hati.
5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty
liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH)
yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut
menjadi Hepatocelluler Carcinoma (HCC).
6. Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-
alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan
kadar insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik,
peminum berat alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis
hati alkoholik.

D. Patofisiologi

agen penyebab

turn over sel hati karena injury

regenerasi kronik dalam bentuk


inflamasi

kerusakan oksidatif DNA

transformasi maligna
hepatosit

timbul perubahan genetik: perubahan kromosom,


aktivasi onkogen seluler, inaktivasi gen supresor
tumor; dan bersamaan dengan kurang baiknya
penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase,
induksi-induksi fase pertumbuhan dan angiogenik

HEPATOMA
Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui,
apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi
melalui peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera
(injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan
oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti
perubahan kromosom, aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor
tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA
mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan
angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik
seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin
menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi,
dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor
p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada
tingkat molekular untuk berlangsungnya proses hepatogenesis.

E. Manifestasi klinis
1. Fase dini umumnya asimtomatis.
2. Fase lanjut: Tidak dikenal tanda yang patognomonis/ khas. Keluhan dapat
berupa penurunan berat badan, nyeri abdomen, fatigue, anoreksia, mual,
sebah, nafsu makan menurun. Pada metastatis ke tulang, penderita akan
mengeluh nyeri tulang (Setiawan dkk., 2007).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Alphafetoprotein (AFP)
Sensitivitas AFP untuk mendiagnosa HCC 60-70%, artinya hanya pada 60-
70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP,
sedangkan pada 30-40% penderita nilai AFP normal. Spesifitas AFP hanya
berkisar 60%, artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai
AFP yang tinggi, belum tentu dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini
sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti
pada sirrhosis hati dan hepatitiskronik, kanker testis, dan teratoma (Soresi
et al., 2003).
2. Aspirasi Jarum Halus
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fineneedle aspiration biopsy)
terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan
pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti
suatuhepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli
patologi anatomiini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi
dengan menggunakan peralatan Ultrasonography (USG) atau CT scan
fluoro scopy sehingga hasil yangdiperoleh akurat. Cara melakukan biopsi
dengan dituntun oleh USG ataupun CT scanmudah, aman, dan dapat
ditolerir oleh pasien dan tumor yang akandibiopsi dapat terlihat jelas pada
layar televisi berikut dengan jarum biopsiyang berjalan persis menuju
tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperolehmempunyai nilai diagnostik
dan akurasi yang tinggi karena benar jaringantumor ini yang diambil oleh
jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat disekitar tumor (Rasyid,
2006).
3. Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati
yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata
(homogen).Bilaada kanker langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan
(nodule) berwarnakehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan
dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau
banyak sekali danmerata pada seluruh hati, ataukah satu nodule yang
besar dan berkapsul atautidak berkapsul. Sayangnya USG
conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati diameter
2 cm ± 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan
perangkat lunak harmonik system bisa mendeteksi benjolan kanker
diameter 1 cm ± 2 cm, namun nilai akurasi ketepatandiagnosanya hanya
60%. Rendahnya nilai akurasi ini disebabkan walaupunUSG
conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan kanker namun
tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular) (Rasyid,
2006).
4. CT Scan
Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat
menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan
USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan
yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan
akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scan,
multislice yangsanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga
kanker yang palingkecil pun tidak terlewatkan. Lebih canggih lagi
sekarang CT scan sudahdapat membuat gambar kanker dalam tiga
dimensi dan empat dimensi dengansangat jelas dan dapat pula
memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya
(Rasyid, 2006).
5. Angiography
Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari
hasil pemeriksaan USG dan CT scan diperkirakan masih ada tindakan
terapi bedahatau non-bedah masih yang mungkin dilakukan untuk
menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi
reseksi hati harusdilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi
ini dapat dilihat berapaluas kanker yang sebenarnya.Kanker yang kita
lihat dengan USG yangdiperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada
USG bisa saja ukuransebenarnya dua atau tiga kali lebih besar.Angiografi
bisa memperlihatkanukuran kanker yang sebenarnya.Lebih lengkap lagi
bila dilakukan CT angiography yang dapat memperjelas batas antara
kanker dan jaringan sehat disekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu
melakukan operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan
dimana harus dibuat batas sayatannya (Rasyid, 2006).
G. Diagnosis
Untuk tumor dengan diameter lebih 2 cm, adanya penyakit hati
kronik, hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI)
serta kadar AFP serum ≥ 400 ng/ml adalah diagnostic (Budihusodo,
2007). Selain itu menurut Parves et al (2004) kanker hati selular yang
kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan
pendekatan radiologi yang akurasinya 70 ± 95% dan pendekatan
laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 ± 70%.
Kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL conference

Kriteria sito-histologis

Kriteria non-invasif (khusus pasien sirosis hati):

Kriteria radiologis : koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-


spiral/MRI/angiografi)

 Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

Kriteria kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP serum:

 Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial


 Kadar AFP serum ≥ 400 ng/ml

Diagnosis histologis diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk


lesi berdiameter >2 cm) dan diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan
pilihan terapi (Budihusodo, 2007).
Untuk tumor berdiameter < 2 cm, sulit menegakkan diagnosis secara
non invasive karena beresiko tinggi terjadinya diagnosis palsu akibat belum
matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan cara imaging dan
biopsy tidak diperoleh diagnosis definitif, sebaiknya ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai diagnosis dapat ditegakkan
(Budihusodo, 2007).
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI
(Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 400 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography
Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography,
ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan
adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria
atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

H. Penatalaksanaan berdasarkan stadium


Banyak sistem stadium KHS yang dipakai. Dengan memperhatikan
modalitas terapi, prognosis dan segi praktis maka sistem stadium dari
”Barcelona clinic liver cancer”:
Fungsi
Stadium Ukuran tumor Pilihan tatalaksana Harapan hidup
hati

Stadium A
(awal)

A1 HP (-), bil.
Normal Tatalaksana kuratif

Tunggal < 5 cm

HP (+), bil. A1: reseksi


A2 50-70% pada 5
Tunggal < 5 cm Normal
tahun

Tunggal < 5 cm A2-A4:


HP (+), bil. transplantasi / ablasi
A3 Abnormal lokal
3 tumor, < 3 cm

A4 Child pugh
A-B

TACE (Transarterial
Stadium B chemoembolization)
Besar, > 5 cm, Child pugh 50% pada 3
(intermedie atau TAE
multinodular A-B tahun
t) (Transarterial
embolization)

Invasi
TACE atau TAE bila
Stadium C vaskuler / Child pugh < 10% pada 3
tidak ada metastatis
(lanjut) penyebaran A-B tahun
ekstrahepatik
ekstrahepatik

Transplantasi (bila
Stadium D Child pugh tidak ada Mati dalam
Berapapun kontraindikasi)
“end stage” C waktu < 1 tahun
Simptomatis
Keterangan:
HP: Hipertensi Porta
(Setiawan dkk, 2007).

Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCLC)


Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus
didasari oleh sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang
buruk pada operasi segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih
ada banyak cara misalnya transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra
arteri, injeksi tumor dengan etanol agar terjadi nekrosis tumor, tetapi hasil
tindakan tersebut masih belum memuaskan danangka harapan hidup 5
tahun masih sangat rendah(Singgih dan Datau, 2006).
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta seringnya
multi-nodularitas, resektabilitas kanker hati sangat rendah. Di samping itu
kanker hati juga sering kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah
kuratif. Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas ada-tidaknya sirosis,
jumlah dan ukuran tumor, sertaderajat pemburukan hepatik.
a. Transplantasi hati
Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati
memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan
menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian
pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam
maupun di luar transplan.Rekurensi tumor bahkan mungkin diperkuat
oleh obat antirejeksi yang harus diberikan.Tumor yang berdiameter
kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan
tumor yang diameternya lebih dari 5 cm(Ryder, 2006).
b. Reseksi hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya
mempunyai fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi
hepatik. Namun untuk pasiensirosis diperlukan kriteria seleksi karena
operasi dapat memicu timbulnya gagalhati yang harapan hidupnya
menurun. Parameter yang dapat digunakan adalah skor child plug dan
derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat
hipertensi portal saja. Subjek yang bilirubin normal tanpa hipertensi
portal yang bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dapat mencapai
70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastatis
ekstrahepatik, kanker hati difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut
dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien
menjalani operasi (Ryder, 2006).
c. Ablasi tumor perkutan
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan
kimia (alkohol, asamasetat) atau dengan memodifikasi
suhunya(radiofrequency,microwave, laser, cryoablation). Injeksi etanol
perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil karena
efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar
kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular Dan
fibrosis.Untuk tumor kecil (diameter < 5cm) pada pasien sirosis
Chiild-Pugh A, angka harapan hidup 5 tahun dapat mencapai 50%.PEI
bermanfaat untuk pasien dengan tumorkecil yang resektabilitasnya
terbatas karena adanya sirosis hati non-Child A (Ryder, 2006).
Radio frequency Ablation (RFA) menunjukkan angka
keberhasilan yang lebih tinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi
untuk tumor yang lebih besar dari 3cm, namun tetap tidak
berpengaruh terhadap harapan hidup pasien.Selain itu,RFA lebih
mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibandingkan dengan
PEI.Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam
poliprenoik (polyprenoic acid)selama 12 bulan dilaporkan dapat
menurunkan angka rekurensi pada bulan ke 38 secara bermakna
dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompok plasebo 49%,
kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%) (Ryder, 2006).
d. Terapi paliatif
Sebagian besar pasien kanker hati didiagnosis pada stasium
menengah-lanjut(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi
standarnya. Berdasarkan metaanalisis, pada stadium ini hanya
TAE/TACE (transarterial embolization / chemoembolization)saja
yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat
meningkatkan harapan hidup pasien dengan kanker hati yang tidak
resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan
pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta
tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau
penyebaran ekstrahepatik, yang tidak bisa diberi terapiradikal. Namun
bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C),serangan iskemik
akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping berat.Adapun
beberapa jenis terapi lain untuk kanker hati yang tidak resektabe;
seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen,
antiandrogen, oktreotid, radiasiinternal, kemoterapi arterial atau
sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan
penilaian yang meyakinkan (Ryder, 2006).

Penatalaksanaan komplikasi sirosis hati


1. Asites dan edema
Untuk mengurangi edema dan asites, pasien dianjurkan
membatasiasupan garam dan air.Jumlah diet garam yang dianjurkan
biasanya sekitar dua gram per hari, dan cairan sekitar satu liter
sehari. Kombinasi diuretik spironolakton dan furosemid dapat
menurunkandan menghilangkan edema dan asites pada sebagian besar
pasien. Bila pemakaian diuretik tidak berhasil (asites refrakter), dapat
dilakukan parasintesis abdomen untuk mengambil cairan asites
sedemikian besar sehingga menimbulkan keluhan nyeri akibat distensi
abdomen, dan atau kesulitan bernapas karena keterbatasan geralan
diafragma, parasintesis dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 5
liter (large volume paracentesis = LVP ). Pengobatan lain untuk asites
refrakter adalah TIPS (Transjugular intravenous porto systemic
shunting) atau transplantasi hati.
2. Perdarahan varises
Bila varises telah timbul di bagian diatal esofagus atau proksimal
lambung, pasien sirosis berisiko mengalami perdarahan serius akibat
pecahnya varises. Sekali varises mengalami perdarahan, bertendensi
perdarahan ulangdan setiap kali berdarah, pasien berisiko meninggal.
Karena itu pengobatan ditujukan untuk pencegahan perdarahan pertama
maupun pencegahan perdarahan ulang dikemudian hari. Untuk tujuan
tersebut, ada beberapa cara pengobatan yang dianjurkan, termasuk
pemberian obat dan prosedur untuk menurunkan tekanan vena
porta, maupun prosedur untuk menurunkan tekanan vena porta, maupun
prosedur untuk merusak atau mengeradikasi varises.
Propanolol atau nadolol, merupakan obat penyekat reseptor beta non-
selektif.Efektif menurunkan tekanan vena porta, dan dapat dipakai
untuk mencegah perdarahan pertama maupun perdarahan ulang varises
pasiensirosis.
3. Ensefalopati hepatik
Pasien dengan siklus tidur abnormal, gangguan berpikir,
perubahankepribadian, atau tanda-tanda lain enselopati hepatik, biasanya
harus mulaidiobati dengan diet rendah protein dan laktulosa oral.Untuk
mendapat efek laktulosa, dosisnya harus sedemikian rupa sehingga
pasien buang air besar duasampai tiga kali sehari. Bila gejala enselopati
masih tetap ada, antibiotika oralseperti neomisin atau metronidazol dapat
ditambahkan. Pada pasien ensefalopatihepatik yang semakin jelas, ada
tiga tindakan yang harus segera diberikan:
a. singkirkan penyebab enselopati yang lain,
b. perbaiki atau singkirkan faktor pencetus dan
c. segera mulai pengobatan empiris yang dapat berlangsung lama,
seperti : klisma, diet rendah atau tanpa protein, laktulosa,
natibiotika(neomisin, metronidazol atau vankomisin), asam amino
rantai cabang, bromokriptin, preparat zenk, dan atau ornitin
aspartat. Bila enselopati tetapada, atau timbul berulang kali dengan
pengobatan empiris, dapat dipertimbangkan transplantasi hati
(Rasyid, 2006).

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dirasakan sejak
2 bulan SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, terus menerus, bertambah
sakit saat bergerak dan sedikit mereda saat pasien diam. Perut juga dirasakan
sedikit membesar dan terasa penuh. Selain itu pasien juga merasa perut kanan atas
mengeras. Nyeri dapat diakibatkan tumor tumbuh dengan cepat yang
menyebabkan penambahan regangan pada kapsul hati.
Perut terasa keras, massa abdomen atas hepatoma lobus kanan dapat
menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan
hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior
lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcus costa kanan.
Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus xiphoideus atau
massa di bawah arcus costa kiri.
Mual dan muntah dapat terjadi karena adanya tumor di sel hepar yang
menyebabkan obstruksi V.porta dan distensi V. splancnic, akibatnya V.gastrika
menjadi distensi timbul oedema gaster dan gejala dyspepsia seperti mual dan
muntah.Pasien juga mengeluh perut terasa kembung, hal ini timbul karena massa
tumor sangat besar, dan gangguan fungsi hati. Lemas, Letih, mengurus dapat
disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya asupan makanan.
Pada pemeriksaan lab kolesterol total dan TG pasien didapatkan hasil yang
tinggi. Hasil tersebut kemungkinan disebabkan karena hepar yang rusak dimana
sintesis kolesterol yaitu di hepar. Selain itu kemungkinan juga dapat diakibatkan
konsumsi makanan yang dapat meningkatkan kadar kolesterol.
Kadar albumin dan protein total pada pasien juga didapatkan hasil yang
rendah. Hasil tersebut juga dipengaruhi oleh rusaknya organ hepar. Rendahnya
protein dan albumin kemungkinan mengakibatkan edema pada ekstremitas bawah
yang terjadi pada pasien ini. Diamana protein yang rendah dalam darah
mengakbatkan tekanan onkotik yang rendah pada intraseluler sehingga cairan
keluar ke ekstraseluler.

DAFTAR PUSTAKA

Bardiman, 2005. Kumpulan Kuliah Hepatologi, Penyakit Pankreas, dan Kandung


Empedu.Bab 55 Tumor Hati. Hal 469-476. SubBagian Gastroentero-
Hepatologi Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Budihusodo, U..2007. Karsinoma Hati dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
Edisi Keempat.Jakarta: Balai Pernerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Pp 455-59.
El-Serag, H.B. 2011. Hepatocellular Carcinoma.N Engl J Med 2011; 365:1118-
1127 September 22, 2011.
Parvez, T., Parvez, B., and Khurram, P. Screening for Hepatocellular Carcinoma.
Jounal. JCPSP .September 2004. Volume : 14 No. 09
Pranawan, Yogiantoro, M., Irwanadi, C., Santoso, D., Mardiana, N., Thaha, M.,
Widodo, Soewanto. 2007. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit
Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University
Press. h:230-3.
Rasyid, A. 2006.Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini dan
Pengobatan Kanker Hati primer. Sumatra: USU press.
Rasyid, A. 2006.Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepatoseluler
Hepatoma.Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 39. No 2.
Ryder , S.D. 2006. Guidelines For The Diagnosis And Treatment Of Hepatocellular
Carcinoma(HCC) In Adults. Gut 2003; 52 – 56.
Setiawan, P.B., Kusumobroto, H.O., Oesman, N., Pangestu, A.,Nusi, I.A., Heri P.
2007. Karsinoma Hepatoselular dalam Buku Ajar Penyakit Dalam.
Surabaya: Airlangga University Press. pp 137-38.
Singgih B., Datau E.A., 2006. Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal.
Diakses
darihttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_150_HepatomaHepatorenal
.pdf/08_150_He patomaHepatorenal.html
Soresi M., Maglirisi C., Campgna P. 2003. Alphafetoprotein In The Diagnosis
Of Hepatocellular Carcinoma. Anticancer Research. 2003;23;1747-53.
Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.
Supartondo, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2003.

You might also like