You are on page 1of 31

MAKALAH STUDI KASUS

PRAKTIKUM FARMASI RUMAH SAKIT DAN KLINIK


“OTITIS MEDIA”

Dosen pengampu:
Yane Dila Keswara, M.Sc., Apt

Disusun Oleh:
KELAS A3 / KELOMPOK 1
Diana Mulyana 1820364013
Dinny Fitriani 1820364014

PROGRAM PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks


(pendengaran dan keseimbangan anatominya). Indera pendengaran berperan penting
pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting
untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan
mendengar.
Otitis media adalah inflamasi pada telinga bagian tengah. Otitis media akut
melibatkan onset tanda dan simptom yang cepat dari inflamasi pada telinga bagian
tengah dengan manifestasi salah satu atau lebih dari yang berikut: otalgia (ditandai
dengan telinga tertarik pada beberapa anak), hilangnya pendengaran, demam, atau
iritabilitas. Otitis media dengan effusi (akumulasi cairan di rongga telinga tengah)
berbeda dari otitis media akut dimana tanda dan gejala infeksi akut tidak terdapat. Otitis
media paling sering terdiagnosa di bayi dan anak yang mengunjungi dokter karena
suatu bentuk penyakit.
Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun sekitar
62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris
25% anak menderita otitis media tertinggi terjadi pada usia 2 tahun pertama
kehidupan, dan yang kedua pada waktu berusia 5 tahun bersamaan dengan anak masuk
sekolah.
Radang telinga tengah menahun disebut juga otitis media supuratif kronik
(OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih dari
2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau
purulen. Penyakit ini biasanya diikuti oleh penurunan pendengaran dalam beberapa
tingkatan.

2
BAB II
ISI
1. ETIOLOGI
Biasanya otitis media banyak disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
1. Streptococcus.
2. Staphylococcus.
3. Diplococcus pneumonie.
4. Haemophilus influenzae.
5. Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
6. Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli
7. Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.

Sekitar 40% sampai 75% dari kasus otitis media akut disebabkan oleh patogen
virus. Streptococcus pneumoniae adalah bakteri penyebab paling umum dari otitis
media akut (35% -40%). Jenis Nontypable dari Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis masing-masing bertanggung jawab untuk 30%-35% dan 15%-18% dari
masing-masing kasus. Otitis media akut bakteri biasanya virus mengikuti infeksi
saluran pernapasan yang menyebabkan disfungsi tuba eustachius dan mukosa bengkak
di telinga tengah. Sampai dengan 40% dari isolat S. pneumonia di Amerika Serikat
adalah penisilin nonsusceptible, dan sampai setengah dari ini memiliki ketahanan
penisilin tingkat tinggi. Sekitar 30%-40% dari H. influenzae dan lebih besar dari 90%
dari isolat M. catarrhalis dari saluran pernapasan atas menghasilkan β-laktamase.
Terjadinya otitis media supuratif kronik (OMSK) hampir selalu dimulai dengan
otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya
berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya
tuba patulous, menyebabkan refluks isi nasofaring yang merupakan faktor insiden
OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipo gamma globulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan
leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.

3
Faktor yang mempengaruhi Otitis Media Supuratif Kronik :
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,
dimana kelompok sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet,
tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dariotitis media
akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur
yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-
negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk
Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan
Aspergillus.Organisme dari nasofaring diantaranya Streptococcus viridians
(Streptococcus α-hemolitikus, Streptococcus β-hemolitikus dan Pneumococcus).
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
otitis media kronis.

4
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang
alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun
hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui.
Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin
mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.

2. PATOFISIOLOGI
Otitis media terjadi karena adanya disfungsi tuba eustasius (TE). Fungsi
normal TE adalah membersihkan cairan telinga tengah dengan pergerakan
mukosilier menuju nasofaring, ventilasi, dan proteksi dari refluks nasofaring. Otitis
media awalnya terjadi karena kongesti dan edema pada mukosa nasal, nasofaring,
dan tuba eustasius sebagai akibat dari proses inflamasi disebabkan oleh infeksi
saluran pernafasan atas atau reaksi alergi. Obstruksi dari isthmus tuba eustasius
(bagian tersempit TE) mengganggu pembersihan dan ventilasi telinga tengah.
Gangguan pembersihan telinga tengah menyebabkan cairan telinga tengah
statis, gangguan ventilasi menyebabkan peningkatan tekanan negatif pada telinga
tengah sehingga sekresi telinga tengah terakumulasi (otitis media efusi) dan
menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri atau virus dari infeksi
sekunder saluran pernafasan atas.
Otitis media sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang
tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius. Saat
bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran
tersebut.Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel darah putih
akan melawan sel-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri, sedikitnya
terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel

5
eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah
bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan
tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat
merobek gendang telinga karena tekanannya.

Bagan perjalanan penyakit OMSK :

3. Klasifikasi OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien

6
dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob
dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari
epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet
sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar
yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
 Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului
oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau
setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret
bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi
dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang
ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke
sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa
yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk
mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau
tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret
yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
 Fase tidak aktif / fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli
konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau
suatu rasa penuh dalam telinga.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan
terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai
menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat
dibagi atas 2 tipe yaitu :
a) Kongenital

7
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan
Clemis (1965) adalah :
– Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
– Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
– Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari
epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama
perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah
atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat
menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan
keseimbangan.
b) Didapat
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu
kantong retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah
kantong retraksi dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit
untuk mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali
normal : mereka menjadi area kolaps pada segmen atik atau segmen
posterior pars tensa membran timpani.
Epitel skuamosa pada membran timpani normalnya membuang
lapisan sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk
kantong retraksi dan proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan
terkumpul dan pada akhirnya membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi
sangat sulit dan lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak
mengalami ‘perforasi’ dalam arti kata yang sebenarnya : lubang yang
terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak seperti
suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri
penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa
metaplasia skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon
terhadap infeksi kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari
epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi, terutama pada perforasi
marginal. Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma
didapat, yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan

8
subepitel. Granuloma kolesterol tidak memiliki hubungan dengan
kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini
dapat terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.
Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol
dari eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan
reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan
granulomatosa.

4. FAKTOR RESIKO
Faktor yang meningkatkan resiko otitis media termasuk musim dingin, adanya
kelainan anatomi seperti cleft palate (kelainan berupa terbelahnya langit-langit mulut),
hipertropi adenoid, sindrom Down, infeksi saluran pernafasan yang menyerang saudara
atau kerabat dekat, ras Kaukasia, dan usia muda saat pertama kali terkena infeksi.

5. MANIFESTASI KLINIK
Otitis media tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien:
1. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap.
2. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
3. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai
39,50Derajat Celcius, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang
sakit.
4. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
5. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan
jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).
6. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat.
7. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada anak
yang belum dapat bicara.
8. Anoreksia (umum).
9. Limfadenopati servikal anterior

6. GEJALA DAN TANDA


Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 2 atau lebih gejala mayor atau 1 gejala
mayor dan 2 gejala minor. Pemeriksaan fisik THT dengan menggunakan nasoendoskopi

9
dan foto polos hidung dan sinus paranasal atau SPN (Busquets JM , 2000 ; Draft , 1995
; Stankiewicz, 2001).
1. Gejala Mayor :
- Hidung tersumbat
- Sekret pada hidung / sekret belakang hidung
- Sakit kepala
- Nyeri / rasa tekan pada wajah
- Kelainan penciuman (hiposmia / anosmia)
2. Gejala Minor :
- Demam, halitosis
- Pada anak; batuk, iritabilitas
- Sakit gigi
- Sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa penuh pada telinga.

Gejala dan Tanda Klinis :


1. Gejala Subjektif
a. Nyeri
Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak.
Secara anatomi, apeks gigi-gigi depan atas (kecuali gigi insisivus) dipisahkan
dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang atau mungkin tanpa tulang
hanya oleh mukosa, karenanya sinusitis maksila sering menimbulkan nyeri
hebat pada gigi.
b. Sakit kepala
Merupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis.
Wolff menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul merupakan akibat adanya
kongesti dan udema di ostium sinus dan sekitarnya. Penyebab sakit kepala
bermacam-macam, oleh karena itu bukanlah suatu tanda khas dari peradangan
atau penyakit pada sinus. Jika sakit kepala akibat kelelahan dari mata, maka
biasanya bilateral dan makin berat pada sore hari, sedangkan pada penyakit
sinus sakit kepala lebih sering unilateral dan meluas kesisi lainnya. Sakit
kepala yang bersumber di sinus akan meningkat jika membungkukkan badan
kedepan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap
saat menutup mata, saat istirahat ataupun saat berada dikamar gelap.Nyeri
kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang

10
atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti,
tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam
rongga hidung dan sinus serta adanya statis vena.
c. Nyeri pada penekanan
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada
penyakit di sinus-sinus yang berhubungan dengan permukaan wajah
d. Gangguan penghidu
Indra penghidu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang
tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang lebih sering adalah hilangnya
penghidu (anosmia). Hal ini disebabkan adanya sumbatan pada fisura
olfaktorius didaerah konka media. Oleh karena itu ventilasi pada meatus
superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan hilangnya indra penghidu.
Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat degenerasi filament terminal
nervus olfaktorius, meskipun pada kebanyakan kasus, indra penghindu dapat
kembali normal setelah infeksi hilang.
2. Gejala Objektif
Pembengkakan dan udem. Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara
akut, dapat terjadi pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat periostitis.
Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti pada penebalan ringan atau seperti
meraba beludru.

7. KOMPLIKASI
Otitis media mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang
sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media
mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan ottore.
Pemberian antibiotoka telah menurunkan insiden komplikasi, walaupun demikian
organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan akan menimbulkan
komplikasi.
Komplikasi intrakranial yang serius lebih sering terlihat pada ekserbasi akut dari
otitis media berhubungan dengan kolesteatoma.
Komplikasi yang mungkin terjasi pada penderita otitis media adalah :
Komplikasi intrakranial meliputi:
1. Meningitis
2. Abses subdural

11
3. Abses ekstradural
4. Trombosis sinus lateralis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Komplikasi intratemporal meliputi :
1. Mastoiditis
2. Labirintitis
3. Paralisis fasialis
4. Petrositis

8. DIAGNOSIS PEMBANDING & PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis banding otitis media adalah sebagai berikut:
1. Otitis eksternal
2. Nyeri dental
3. Nyeri sendi temporomandibular
4. Faringitis viral akut
5. Trauma telinga
6. Sinusitis akut
7. Gangguan pendengaran

Pemeriksaan Penunjang
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.
3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani)
4. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang
telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon endang telinga
terhadap perubahan tekanan udara.
5. Foto Schuller dan CT scan bermanfaat untuk menilai ada tidaknya komplikasi otitis
media. MRI juga dapat digunakan jika terdapat kecurigaan komplikasi ke
intrakranial.

12
9. FARMAKOTERAPI
 Tujuan terapi
Tujuan pengobatan termasuk pengendalian nyeri, menyembuhkan infeksi,
pencegahan komplikasi, menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu
untuk menhindari resistensi, dan memperkecil efek samping pengobatan.

 Terapi nonfarmakologi
- Menjaga lingkungan tetap bersih, infeksi yang terjadi pada pasien bisa
disebabkan karena lingkungan yang kurang bersih.
- Hindari dari asap rokok karena rokok mengandung toksin atau racun yang
sangat membahayakan saluran pernapasan terutama untuk penderita
sinusitis.
- Hindari pula faktor pencetus alergi seperti debu, bulu kucing dan serbuk sari
bunga jika ada riwayat alergi sehingga tidak terjadi rinitis alergi.
- Jika pasien merasa pusing terutama ketika bangun dari berbaring atau dalam
posisi duduk, segeralah berbaring agar tidak pingsan. Baru kemudian duduk
selama beberapa saat sebelum berdiri untuk mencegah pusing dari kembali.
- Hindari makanan yang banyak mengandung garam dan kolesterol seperti
gorengan, daging yang banyak mengandung lemak dll.
- Menurunkan berat badan dengan melaukuan program diet sehat dengan
rutin melakukan aktivitas fisik seperti jogging, olahraga aerobic, yoga dll
serta Menghindari alkohol dan rokok (jika merokok).

 Terapi farmakologi
Pencegahan primer otitis media akut dengan vaksin harus dieprtimbangkan.
Neyri otitis media harus diatasi dengan analgesik oral. Asetaminofen atau
NSAID, harus diberikan di awal untuk menghilangkan rasa sakit pada otitis media
akut. Decongestan atau antihistamin sebaiknya tidak direkomendasikan untuk
otitis media akut karena sedikit memberi manfaat. Periode harus dipertimbangkan
untuk menentukan apakah pasien memerlukan terapi antibiotik segera karena
keparahan penyakit atau karakteristik pasien. Terapi antimikroba digunakan untuk
mengobati otitis media, namun untuk anak-anak cukup mengobati simptomatik
saja .

13
Gejala dapat sembuh sendiri dalam 48 jam, bila menetap atasi gejala,
perbaiki fungsi sinus, cegah komplikasi intrakranial, dan atasi bakteri
patogen.Terapi utama antibiotik adalah Amoksisilin untuk sisnusitus tanpa
komplikasi, bila resisten gunakan azitromisin, klaritromisin, sefuroksim, sefiksim,
sefaklor, fluorokuinolon. Durasi terapi 10-14 hari dan dapat diperpanjang.
Amoxicillin (40 mg/kg per hari), dengan aktivitas in vitro yang sangat baik
terhadap isolat S. pneumoniae dan kebanyakan H. influenza dari telinga bagian
tengah, masih menjadi pilihan pertama pada penanganan otitis media akut jika
galur penghasil β laktamase H. influenza dan M. catarrhalis terbatas. Dosis
amoxicillin lebih tinggi (80-90 mg/kg per hari) dianjurkan untuk pneumococci
yang resisten penicillin. Jika perawatan gagal dosis tinggi amoxicilin/asam
clavulanat, cefuroxime axetil atau cefriaxone IM sebaiknya digunakan. Jika galur
penghasil β laktamase, H.influenca atau M.catarrhalis umum terlihat, agen
resisten β laktamase sebaiknya digunakan, seperti trimethoprin/sulfametoxazol,
(TMP/SMX), cefixime, cefuroxime axetil, cefaclor, ceftibuten, cefprozil,
cefdoxime proxetil, loracarbef, azithromycin,clarithromycin, atau
erythromycin/sulfisoxazole.
Pendekatan operasi paling populer untuk penanganan serangan ulang atau
otitis media kronik dengan efusi pada otitis media adalah myringotomy (insisi
pada gendang telinga, untuk mengurangi tekanan atau mengeluarkan cairan) dan
memasukkan tube timpanostomi.

14
Tatalaksana Terapi Otitis Media (Dipiro edisi 9)

Penatalaksanaan otitis media supuratif kronis :


Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi
faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan
anatomi yang menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus
dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi
sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya
infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas :

 OMSK Benigna Tenang

15
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

 OMSK Benigna Aktif


Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :

1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani


2. Pemberian antibiotik topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika topikal
untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan secret
yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik
dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan
bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh
antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal
sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus
dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum
mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai
telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya
neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang
paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji
resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang
biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti :
- Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
- Terramycin.
- Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif,
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.
Neomisin dapat melawan bakteri Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak
aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas

16
melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif
melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak
efektif melawan organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain,
Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif. Tidak ada
satu pun aminoglikosida yang efektif melawan bakteri anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid
tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga
akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan
gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan
kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga
yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan
menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) adalah :

Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik.


Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan
antibiotik yang memiliki aktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama
pseudomonas, dan gram positifterutama Staphylococcus aureus. Pemberian
antibiotik seringkali gagal, hal ini dapat disebabkan adanya debris selain juga
akibat resistensi kuman. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang gagal

17
dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid, tentunya tidak dapat hanya
dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapat
membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di rawat di
RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih intensif. Terapi dilanjutkan
hingga 3-4 minggu setelah otore hilang.

3. Pemberian antibiotika sistemik


Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur
kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus
disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh antimikroba
terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal
terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di
masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap kondisi tubuh.
Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh terhadap mikroba, antimikroba
dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama antimikroba dengan daya
bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak
kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan
kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling
baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,
misalnya golongan beta laktam.
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin)
mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak
dianjurkan diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan
sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif
terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini
sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun
dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman
anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8
jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

 OMSK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum

18
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis
pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis
kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:

1. Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)


2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma berikut :

Algoritma Pengobatan OMS

19
KASUS 1. UPPER RESPIRATORY TRACTUS INFECTION = OTITIS MEDIA
Identitas Pasien
Nama Pasien : An. H
Umur : 5 Th
Tanggal MRS : 8 Agustus 2016
Tanggal KRS : 13 Agustus 2016

Subyektif (Saat MRS)


Keluhan Utama : Ibunya menceritaka kondisi anaknya yang menangis terus menerus,
nafsu makan menurun, telinga keluar cairan berwarna putih kekuningan dan anaknya
susah tidur. Pada bagian mulut juga mengalami sariawan
Keluhan Tambahan : Jarang mau bermain, panas
Riwayat Penyakit Sekarang : -
Riwayat Penyakit Dahulu : Kejang demam
Obat yang sedang digunakan : Phenytoin
Riwayat Keluarga/Sosial :-
Alergi Obat :-
Riwayat Sosial : An H tinggal bersama orang tuanya yang bekerja
sebagai peternak ayam

Data Obyektif
Tanda – tanda vital

20
Terapi Pasien

21
Pertanyaan :

1. Apakah terapi yang diberikan sudah tepat? Buatlah kasus diatas dengan metode
SOAP
2. Apa parameter yang bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan terapi pada pasien
diatas? apakah parameter tsb sudah muncul pada data di atas?
3. Pasien mendapat beberapa antibiotik, bagaimana pendapat anda?
4. Apakah penggunaan obat-obat diatas sudah sesuai dosisnya dan apa sajakah
monitoring yang harus dilakukan?
5. Berikan PIO yang tepat kepada pasien

PENYELESAIAN KASUS

FORM DATA BASE PASIEN


UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H No Rek Medik : -
Umur : 5 tahun Dokter yg merawat : -
Alamat :-
Tgl MRS : 8 agustus 2016
Tgl KRS : 13 agustus 2016
Diagnosa : Otitis media
Riwayat masuk RS
Keluhan utama : Ibunya menceritaka kondisi anaknya yang menangis terus menerus,
nafsu makan menurun, telinga keluar cairan berwarna putih kekuningan dan anaknya
susah tidur. Pada bagian mulut juga mengalami sariawan.
Keluhan tambahan : Jarang mau bermain, panas
Riwayat Penyakit
Kejang demam
Riwayat Pengobatan
Fenitoin
Riwayat Keluarga/Sosial :
An H tinggal bersama orang tuanya yang bekerja sebagai peternak ayam
Alergi Obat : -

22
Riwayat Sosial

Kegiatan

Pola makan/diet

- Vegetarian tidak
Merokok
tidak
Meminum Alkohol
tidak
Meminum Obat herbal
tidak

Riwayat Alergi : -

Diagnosis : Otitis media

Keluhan / Tanda Umum


Tanggal Subyektif Obyektif

- - Nafsu makan Meliputi tanda vital dan hasil


menurun pemeriksaan laboratorium
- Telinga keluar cairan
berwarna putih (ada pada tabel dibawah)
kekuningan
- Susah tidur
- Sariawan
- Demam

Tanda vital

Parameter Nilai 8/08 9/08 10/08 11/08 12/08 14/08 Ket.


Normal

Nadi 90- 110 120 120 120 120 120 Normal


120x/mnt

RR 20-60x/mnt 39 40 40 40 40 40 Normal

Suhu 36,5-37°C 39 39 38 37,8 37,5 37 Normal

TD 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 Normal


mmHg

23
Data Laboratorium

Parameter Nilai Normal 8/08 11/08 Keterangan

Hb 10,1 – 12,9 g/dl 12,6 11,6 Normal

Hct 31-43% 40,1 41,3 Normal

Eritrosit 4 - 5,2 x 106 5,5 5 Normal

Jml leukosit 6000-17500/mm3 18.000 18.000 Tinggi

Jml trombosit 217.000- 16,44 182 Rendah


497.000/mm3

MCV 77-113 fl 78 79 Normal

MCH 23-26 pg 24 24 Normal

MCHC 26-34 g/dl 28,1 30 Normal

Basofil 0-1% 1 1,2 Tinggi

Eosinofil 1-3% 0,0 11 Tinggi

Neutrofil 52-76 90 60 Normal

Limfosit 20-40 7,5 35,8 Normal

Monosit 8-feb 8 5,6 Rendah

Kreatinin darah 0,8-1,3 mg/dL 1,2 - Normal

Ureum Darah < 50 mg/dL 41 - Normal

OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI

No Nama Obat Indikasi Dosis Rute Interaksi ESO Outcom


e Terapi

1. Omeprazole Tukak - PO Ketokonazole, Urtikaria, -


lambung, itrakonazole, mual muntah,
tukak warfarin, konstipasi,
duodenum, diazepam, kembung,
GERD, cyclosporin, nyeri

24
hipersekresi fenitoin, abdomen,
patologis imipramin, lesu,
(sindroma antipsikotik trombositope
zolinger dan teofilin. nia dll
elison)

2. Amoxicillin Infeksi saluran 3x500 PO Allopurinol, Mual, Dapat


kemih, otitis mg neomisin, muntah, mengatas
media, tetrasiklin, diare, ruam, i otitis
sinusitis, kumarin/fenin reaksi alergi media
infeksi pada dion,
mulut, metotreksat,
bronkitis dll probenecid,
sulfinpyrazone
, vaksin tifoid
oral
3. Na Artritis 2x50 PO - Mual, Mengata
Diklofenak reumatoid, mg gastritis, si nyeri
ankylosing eritema kulit,
spondylitis, sakit kepala
osteoartritis,
,spondiartritis,
sindrom nyeri,
nyeri pasca
bedah,
serangan akut
gout.

4. Fenitoin Status 100 PO Kloramfenikol Ruam, Mengata


konvulsi, mg/hr , dikumarol, anoreksia, si kejang
epilepsi, simetidin, mual, dan
neuralgia sulfonamid, neuropati mencega
trigeminal, isoniazid, perifer, h
aritmia jantung fenilbutazon, trombositope kekambu

25
asam valproat, nia, anemia han.
karbamazepin aplastik,
dan gangguan
fenobarbital fungsi hati,
dll

5. Parasetamol Nyeri ringan - 500 PO Kolestiramin, Reaksi alergi, Menurun


sedang dan mg metokloprami ruam kulit, kan suhu
demam d, kelainan tubuh
domperidone, darah,
warfarin hipotensi,
kerusakan
hati

ASSESMENT
No Problem Subyektif Obyektif Terapi Analisa DRP

1. Otitis Telinga keluar Leukosit Amoxicillin Terapi tepat karna Terapi


cairan warna kurang
media 18.000 (dari merupakan first line
putih
kekuningan tgl 8 – 11) pada otitis media adekuat
dan demam
tetapi data lab
Basofil 1,2
menunjukkan jml
(tgl 11)
leukosit dari tgl 8-
Eosinofil 11 11 masih sama
(tgl 11) belum ada
penurunan sehingga
amoxicillin diganti
dengan amoxicillin
clavulanat.

2. Nyeri Susah tidur - Na Obat ini kurang Obat


diklofenak tepat diberikan kurang
2x50 mg untuk anak-anak tepat +
dan dosis yang overdose

26
Dosis anak digunakan juga
seharusnya :
dosis dewasa
1x = n/n+12 x sehingga untuk
DM mengatasi nyeri bisa
= 5/17x50 mg
menggunakan
= 14,70 mg
parasetamol yang
1h = 5/17 x 100
mg = 29,4 mg sekaligus untuk
Jadi mengatasi demam
1x = 15 mg pada anak.
1h= 30 mg
3. Demam - Suhu awal Parasetamol Obat sudah tepat Overdose
39 tetapi tab 500 mg untuk mengatasi
sudah turun demam tetapi dosis
37 (normal) yang digunakan
terlalu besar dan
bentuk sediaan yang
digunakan tidak
tepat untuk anak
usia 5 tahun
sehingga diberikan
parasetamol syrup
120 mg/5 ml. jika
suhu meningkat bisa
dipakai lagi.

4. Kejang - - Fenitoin 100 Pengobatan sudah -


mg/hari. tepat dan tetap
dilanjutkan karna
pasien mempunyai
riwayat kejang.
Penggunaan
dilanjutkan selama
1 tahun periode
bebas kejang,

27
dihentikan dg
tapering off (1-2
bulan)

5. - - - Omeprazole Obat ini tidak perlu Obat


diberikan karna tanpa
pasien tidak indikasi
mempunyai keluhan
tukak lambung.

6. Cairan - - Infus RL 20 Sudah tepat untuk -


& tpm memberikan cairan
elektrolit dan elektrolit pada
pasien

7 - Tidak nafsu - Belum Direkomendasikan Indikasi


makan
diterapi pemberian curcuma tanpa
plus syrup 2x sehari terapi

8 - Sariawan - Belum Direkomendasikan Indikasi


diterapi pemberian vitamin tanpa
C terapi

PLAN

1. Pasien mengalami otitis media diberikan amoxicillin 3x 500 mg tetapi berdasarkan


data lab jumlah leukosit tanggal 8-11 tetap tidak mengalami penurunan dan basofil
, eosinofil juga masih meningkat sehingga kami merekomendasikan untuk
mengganti dengan amoxicillin clavulanat dengan dosis 90 mg/kg/hari amoxicillin +
6.4 mg/kg/hari clavulanate 2x sehari atau bisa diberikan dalam bentuk sediaan sirup
dengan dosis 125 mg/5 ml 3x sehari.
Monitoring : jumlah leukosit, basofil, eosinofil.
2. Pada otitis media pasien pasti mengalami nyeri dibagian telinga. Pada kasus ini
diberikan na diklofenak dosis 2x50 mg. Pada kasus tidak diketahui skala nyeri yang
dirasakan pasien, Na diklofenak diberikan untuk nyeri yang berat dan penggunaan

28
untuk anak-anak bisa berbahaya. Dosis yang digunakan juga merupakan dosis
untuk dewasa sehingga akan terjadi overdose jika diberikan pada anak 5 tahun
sehingga kami merekomendasikan untuk pengatasan nyeri diberikan parasetamol
saja sekaligus untuk pengatasan demam yang dialami pasien.
Monitoring : nyeri apakah masih timbul apa tidak.
3. Pasien mengalami demam tetapi sudah cukup adekuat dengan pemberian
parasetamol tablet karna suhu tubuh pasien sudah normal. Tetapi dosis yang
diberikan terlalu besar untuk anak 5 tahun sehingga seharusnya dosis yang
digunakan pada anak 5 tahun yaitu 200-400 mg/hari dan sebaiknya sediaan obat
yang diberikan untuk anak 5 tahun yaitu sediaan syrup bukan tablet.
Monitoring : suhu tubuh normal 37oC.
4. Omeprazole merupakan obat tanpa indikasi karna pada kasus ini tidak terdapat
keluhan/problem medik tukak lambung atau gangguan lambung sehingga obat ini
seharusnya tidak perlu digunakan.
5. Pasien mengeluh tidak nafsu makan sehingga kami merekomendasikan untuk
pemberian curcuma plus syrup 2x sehari untuk memicu nafsu makan pada anak.
Monitoring : nafsu makan apakah sudah mau makan atau masih sama spt
sebelumnya
6. Pasien mengalami sariawan sehingga kami merekomendasikan untuk
mengkonsumsi vitamin C.
Monitoring : sariawan yang dialami pasien apakah msh ada atau sudah sembuh
KIE
1. Menjaga agar liang telinga tidak kemasukan air saat mandi yg bisa menggunakan
kapas
2. Menjaga tubuh tetap sehat dengan istirahat yang cukup dan makan makanan yg
bergizi
3. Patuh terhadap pengobatan
4. Kontrol secara rutin kedokter

Pertanyaan :
1. Apakah terapi yang diberikan sudah tepat? Buatlah kasus diatas dengan metode
SOAP
Jawaban :
SOAP seperti diatas

29
2. Apa parameter yang bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan terapi pada pasien
diatas? apakah parameter tsb sudah muncul pada data di atas?
Jawaban :
Tolak ukur keberhasilan terapi yaitu jumlah leukosit, basofil, eosinofil menurun
keangka normal.
Parameter tersebut sudah muncul pada data tetapi masih mengalami
peningkatan.
3. Pasien mendapat beberapa antibiotik, bagaimana pendapat anda?
Jawaban :
Antibiotik yang didapat pasien yaitu amoxicillin. Antibiotik ini sudah tepat
karna merupakan first line pada otitis media tetapi jumlah leukosit, basofil dan
eosinofil pasien pada kasus ini tidak mengalami penurunan sehingga
penggunaan ini harus dihentikan dan diganti dengan amoxicillin clavulanat.
4. Apakah penggunaan obat-obat diatas sudah sesuai dosisnya dan apa sajakah
monitoring yang harus dilakukan?
Obat nyeri dan demam nya tidak tepat dosis. Dosis yang diberikan terlalu besar
untuk anak 5 tahun.
Monitoring terapi :
- Monitoring tanda vital pasien
- Monitoring jumlah leukosit, basofil dan eosinofil
- Monitoring keluhan-keluhan pasien seperti nyeri, tidak nafsu makan,
sariawan dll
- Monitoring penggunaan obat-obatan
5. Berikan PIO yang tepat kepada pasien
- Amoxicillin clavulanat diminum 3x sehari 5 ml setiap 8 jam dan harus
dihabiskan meskipun sudah dinyatakan sembuh.
- Parasetamol diminum 3x sehari 5 ml setiap 8 jam jika nyeri dan demam saja
jika tidak nyeri dan demam tidak perlu di minum.
- Curcuma plus diminum 2x sehari 1 sendok takar setiap 12 jam.
- Vitamin C dikonsumsi 2x sehari dengan cara dihisap seperti permen.
- Fenitoin diminum 2x sehari setiap 12 jam.

DAFTAR PUSTAKA

30
[MMN] Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makasar :
MMN Publishing
Dipiro, Joseph T. 2015. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth
Edition. The McGraw-Hill Companies: USA
Farida Yusi. 2016. Tatalaksana Terkini Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK). Jurnal
Medula Unila Volume 6 Nomor 1 (hal 180)
Fatima et al. 2005. Parmaceutical care untuk penyakit infeksi saluran
pernapasan.Direktorat bina farmasi komunitas. Indonesia
Mansjoer Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I . Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.J akarta.
Munilson, J., Y. Edward & Yolazenia. 2012. Penatalaksanaan Otitis Media Akut.
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang
Tim penyusun. 2010. Informasi Spesialite Obat, volume 45. Jakarta : Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia.

31

You might also like