Professional Documents
Culture Documents
Dosen pengampu:
Yane Dila Keswara, M.Sc., Apt
Disusun Oleh:
KELAS A3 / KELOMPOK 1
Diana Mulyana 1820364013
Dinny Fitriani 1820364014
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
ISI
1. ETIOLOGI
Biasanya otitis media banyak disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
1. Streptococcus.
2. Staphylococcus.
3. Diplococcus pneumonie.
4. Haemophilus influenzae.
5. Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
6. Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli
7. Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
Sekitar 40% sampai 75% dari kasus otitis media akut disebabkan oleh patogen
virus. Streptococcus pneumoniae adalah bakteri penyebab paling umum dari otitis
media akut (35% -40%). Jenis Nontypable dari Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis masing-masing bertanggung jawab untuk 30%-35% dan 15%-18% dari
masing-masing kasus. Otitis media akut bakteri biasanya virus mengikuti infeksi
saluran pernapasan yang menyebabkan disfungsi tuba eustachius dan mukosa bengkak
di telinga tengah. Sampai dengan 40% dari isolat S. pneumonia di Amerika Serikat
adalah penisilin nonsusceptible, dan sampai setengah dari ini memiliki ketahanan
penisilin tingkat tinggi. Sekitar 30%-40% dari H. influenzae dan lebih besar dari 90%
dari isolat M. catarrhalis dari saluran pernapasan atas menghasilkan β-laktamase.
Terjadinya otitis media supuratif kronik (OMSK) hampir selalu dimulai dengan
otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya
berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya
tuba patulous, menyebabkan refluks isi nasofaring yang merupakan faktor insiden
OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipo gamma globulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan
leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
3
Faktor yang mempengaruhi Otitis Media Supuratif Kronik :
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,
dimana kelompok sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet,
tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dariotitis media
akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur
yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-
negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk
Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan
Aspergillus.Organisme dari nasofaring diantaranya Streptococcus viridians
(Streptococcus α-hemolitikus, Streptococcus β-hemolitikus dan Pneumococcus).
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
otitis media kronis.
4
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang
alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun
hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui.
Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin
mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
2. PATOFISIOLOGI
Otitis media terjadi karena adanya disfungsi tuba eustasius (TE). Fungsi
normal TE adalah membersihkan cairan telinga tengah dengan pergerakan
mukosilier menuju nasofaring, ventilasi, dan proteksi dari refluks nasofaring. Otitis
media awalnya terjadi karena kongesti dan edema pada mukosa nasal, nasofaring,
dan tuba eustasius sebagai akibat dari proses inflamasi disebabkan oleh infeksi
saluran pernafasan atas atau reaksi alergi. Obstruksi dari isthmus tuba eustasius
(bagian tersempit TE) mengganggu pembersihan dan ventilasi telinga tengah.
Gangguan pembersihan telinga tengah menyebabkan cairan telinga tengah
statis, gangguan ventilasi menyebabkan peningkatan tekanan negatif pada telinga
tengah sehingga sekresi telinga tengah terakumulasi (otitis media efusi) dan
menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri atau virus dari infeksi
sekunder saluran pernafasan atas.
Otitis media sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang
tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius. Saat
bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran
tersebut.Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel darah putih
akan melawan sel-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri, sedikitnya
terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel
5
eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah
bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan
tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat
merobek gendang telinga karena tekanannya.
3. Klasifikasi OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
6
dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob
dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari
epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet
sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar
yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului
oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau
setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret
bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi
dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang
ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke
sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa
yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk
mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau
tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret
yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
Fase tidak aktif / fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli
konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau
suatu rasa penuh dalam telinga.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan
terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai
menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat
dibagi atas 2 tipe yaitu :
a) Kongenital
7
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan
Clemis (1965) adalah :
– Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
– Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
– Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari
epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama
perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah
atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat
menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan
keseimbangan.
b) Didapat
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu
kantong retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah
kantong retraksi dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit
untuk mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali
normal : mereka menjadi area kolaps pada segmen atik atau segmen
posterior pars tensa membran timpani.
Epitel skuamosa pada membran timpani normalnya membuang
lapisan sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk
kantong retraksi dan proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan
terkumpul dan pada akhirnya membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi
sangat sulit dan lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak
mengalami ‘perforasi’ dalam arti kata yang sebenarnya : lubang yang
terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak seperti
suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri
penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa
metaplasia skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon
terhadap infeksi kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari
epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi, terutama pada perforasi
marginal. Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma
didapat, yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan
8
subepitel. Granuloma kolesterol tidak memiliki hubungan dengan
kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini
dapat terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.
Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol
dari eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan
reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan
granulomatosa.
4. FAKTOR RESIKO
Faktor yang meningkatkan resiko otitis media termasuk musim dingin, adanya
kelainan anatomi seperti cleft palate (kelainan berupa terbelahnya langit-langit mulut),
hipertropi adenoid, sindrom Down, infeksi saluran pernafasan yang menyerang saudara
atau kerabat dekat, ras Kaukasia, dan usia muda saat pertama kali terkena infeksi.
5. MANIFESTASI KLINIK
Otitis media tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien:
1. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap.
2. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
3. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai
39,50Derajat Celcius, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang
sakit.
4. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
5. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan
jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).
6. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat.
7. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada anak
yang belum dapat bicara.
8. Anoreksia (umum).
9. Limfadenopati servikal anterior
9
dan foto polos hidung dan sinus paranasal atau SPN (Busquets JM , 2000 ; Draft , 1995
; Stankiewicz, 2001).
1. Gejala Mayor :
- Hidung tersumbat
- Sekret pada hidung / sekret belakang hidung
- Sakit kepala
- Nyeri / rasa tekan pada wajah
- Kelainan penciuman (hiposmia / anosmia)
2. Gejala Minor :
- Demam, halitosis
- Pada anak; batuk, iritabilitas
- Sakit gigi
- Sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa penuh pada telinga.
10
atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti,
tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam
rongga hidung dan sinus serta adanya statis vena.
c. Nyeri pada penekanan
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada
penyakit di sinus-sinus yang berhubungan dengan permukaan wajah
d. Gangguan penghidu
Indra penghidu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang
tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang lebih sering adalah hilangnya
penghidu (anosmia). Hal ini disebabkan adanya sumbatan pada fisura
olfaktorius didaerah konka media. Oleh karena itu ventilasi pada meatus
superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan hilangnya indra penghidu.
Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat degenerasi filament terminal
nervus olfaktorius, meskipun pada kebanyakan kasus, indra penghindu dapat
kembali normal setelah infeksi hilang.
2. Gejala Objektif
Pembengkakan dan udem. Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara
akut, dapat terjadi pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat periostitis.
Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti pada penebalan ringan atau seperti
meraba beludru.
7. KOMPLIKASI
Otitis media mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang
sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media
mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan ottore.
Pemberian antibiotoka telah menurunkan insiden komplikasi, walaupun demikian
organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan akan menimbulkan
komplikasi.
Komplikasi intrakranial yang serius lebih sering terlihat pada ekserbasi akut dari
otitis media berhubungan dengan kolesteatoma.
Komplikasi yang mungkin terjasi pada penderita otitis media adalah :
Komplikasi intrakranial meliputi:
1. Meningitis
2. Abses subdural
11
3. Abses ekstradural
4. Trombosis sinus lateralis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Komplikasi intratemporal meliputi :
1. Mastoiditis
2. Labirintitis
3. Paralisis fasialis
4. Petrositis
Pemeriksaan Penunjang
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.
3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani)
4. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang
telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon endang telinga
terhadap perubahan tekanan udara.
5. Foto Schuller dan CT scan bermanfaat untuk menilai ada tidaknya komplikasi otitis
media. MRI juga dapat digunakan jika terdapat kecurigaan komplikasi ke
intrakranial.
12
9. FARMAKOTERAPI
Tujuan terapi
Tujuan pengobatan termasuk pengendalian nyeri, menyembuhkan infeksi,
pencegahan komplikasi, menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu
untuk menhindari resistensi, dan memperkecil efek samping pengobatan.
Terapi nonfarmakologi
- Menjaga lingkungan tetap bersih, infeksi yang terjadi pada pasien bisa
disebabkan karena lingkungan yang kurang bersih.
- Hindari dari asap rokok karena rokok mengandung toksin atau racun yang
sangat membahayakan saluran pernapasan terutama untuk penderita
sinusitis.
- Hindari pula faktor pencetus alergi seperti debu, bulu kucing dan serbuk sari
bunga jika ada riwayat alergi sehingga tidak terjadi rinitis alergi.
- Jika pasien merasa pusing terutama ketika bangun dari berbaring atau dalam
posisi duduk, segeralah berbaring agar tidak pingsan. Baru kemudian duduk
selama beberapa saat sebelum berdiri untuk mencegah pusing dari kembali.
- Hindari makanan yang banyak mengandung garam dan kolesterol seperti
gorengan, daging yang banyak mengandung lemak dll.
- Menurunkan berat badan dengan melaukuan program diet sehat dengan
rutin melakukan aktivitas fisik seperti jogging, olahraga aerobic, yoga dll
serta Menghindari alkohol dan rokok (jika merokok).
Terapi farmakologi
Pencegahan primer otitis media akut dengan vaksin harus dieprtimbangkan.
Neyri otitis media harus diatasi dengan analgesik oral. Asetaminofen atau
NSAID, harus diberikan di awal untuk menghilangkan rasa sakit pada otitis media
akut. Decongestan atau antihistamin sebaiknya tidak direkomendasikan untuk
otitis media akut karena sedikit memberi manfaat. Periode harus dipertimbangkan
untuk menentukan apakah pasien memerlukan terapi antibiotik segera karena
keparahan penyakit atau karakteristik pasien. Terapi antimikroba digunakan untuk
mengobati otitis media, namun untuk anak-anak cukup mengobati simptomatik
saja .
13
Gejala dapat sembuh sendiri dalam 48 jam, bila menetap atasi gejala,
perbaiki fungsi sinus, cegah komplikasi intrakranial, dan atasi bakteri
patogen.Terapi utama antibiotik adalah Amoksisilin untuk sisnusitus tanpa
komplikasi, bila resisten gunakan azitromisin, klaritromisin, sefuroksim, sefiksim,
sefaklor, fluorokuinolon. Durasi terapi 10-14 hari dan dapat diperpanjang.
Amoxicillin (40 mg/kg per hari), dengan aktivitas in vitro yang sangat baik
terhadap isolat S. pneumoniae dan kebanyakan H. influenza dari telinga bagian
tengah, masih menjadi pilihan pertama pada penanganan otitis media akut jika
galur penghasil β laktamase H. influenza dan M. catarrhalis terbatas. Dosis
amoxicillin lebih tinggi (80-90 mg/kg per hari) dianjurkan untuk pneumococci
yang resisten penicillin. Jika perawatan gagal dosis tinggi amoxicilin/asam
clavulanat, cefuroxime axetil atau cefriaxone IM sebaiknya digunakan. Jika galur
penghasil β laktamase, H.influenca atau M.catarrhalis umum terlihat, agen
resisten β laktamase sebaiknya digunakan, seperti trimethoprin/sulfametoxazol,
(TMP/SMX), cefixime, cefuroxime axetil, cefaclor, ceftibuten, cefprozil,
cefdoxime proxetil, loracarbef, azithromycin,clarithromycin, atau
erythromycin/sulfisoxazole.
Pendekatan operasi paling populer untuk penanganan serangan ulang atau
otitis media kronik dengan efusi pada otitis media adalah myringotomy (insisi
pada gendang telinga, untuk mengurangi tekanan atau mengeluarkan cairan) dan
memasukkan tube timpanostomi.
14
Tatalaksana Terapi Otitis Media (Dipiro edisi 9)
15
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
16
melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif
melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak
efektif melawan organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain,
Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif. Tidak ada
satu pun aminoglikosida yang efektif melawan bakteri anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid
tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga
akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan
gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan
kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga
yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan
menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) adalah :
17
dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid, tentunya tidak dapat hanya
dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapat
membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di rawat di
RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih intensif. Terapi dilanjutkan
hingga 3-4 minggu setelah otore hilang.
OMSK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
18
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis
pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis
kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:
19
KASUS 1. UPPER RESPIRATORY TRACTUS INFECTION = OTITIS MEDIA
Identitas Pasien
Nama Pasien : An. H
Umur : 5 Th
Tanggal MRS : 8 Agustus 2016
Tanggal KRS : 13 Agustus 2016
Data Obyektif
Tanda – tanda vital
20
Terapi Pasien
21
Pertanyaan :
1. Apakah terapi yang diberikan sudah tepat? Buatlah kasus diatas dengan metode
SOAP
2. Apa parameter yang bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan terapi pada pasien
diatas? apakah parameter tsb sudah muncul pada data di atas?
3. Pasien mendapat beberapa antibiotik, bagaimana pendapat anda?
4. Apakah penggunaan obat-obat diatas sudah sesuai dosisnya dan apa sajakah
monitoring yang harus dilakukan?
5. Berikan PIO yang tepat kepada pasien
PENYELESAIAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H No Rek Medik : -
Umur : 5 tahun Dokter yg merawat : -
Alamat :-
Tgl MRS : 8 agustus 2016
Tgl KRS : 13 agustus 2016
Diagnosa : Otitis media
Riwayat masuk RS
Keluhan utama : Ibunya menceritaka kondisi anaknya yang menangis terus menerus,
nafsu makan menurun, telinga keluar cairan berwarna putih kekuningan dan anaknya
susah tidur. Pada bagian mulut juga mengalami sariawan.
Keluhan tambahan : Jarang mau bermain, panas
Riwayat Penyakit
Kejang demam
Riwayat Pengobatan
Fenitoin
Riwayat Keluarga/Sosial :
An H tinggal bersama orang tuanya yang bekerja sebagai peternak ayam
Alergi Obat : -
22
Riwayat Sosial
Kegiatan
Pola makan/diet
- Vegetarian tidak
Merokok
tidak
Meminum Alkohol
tidak
Meminum Obat herbal
tidak
Riwayat Alergi : -
Tanda vital
RR 20-60x/mnt 39 40 40 40 40 40 Normal
23
Data Laboratorium
24
hipersekresi fenitoin, abdomen,
patologis imipramin, lesu,
(sindroma antipsikotik trombositope
zolinger dan teofilin. nia dll
elison)
25
asam valproat, nia, anemia han.
karbamazepin aplastik,
dan gangguan
fenobarbital fungsi hati,
dll
ASSESMENT
No Problem Subyektif Obyektif Terapi Analisa DRP
26
Dosis anak digunakan juga
seharusnya :
dosis dewasa
1x = n/n+12 x sehingga untuk
DM mengatasi nyeri bisa
= 5/17x50 mg
menggunakan
= 14,70 mg
parasetamol yang
1h = 5/17 x 100
mg = 29,4 mg sekaligus untuk
Jadi mengatasi demam
1x = 15 mg pada anak.
1h= 30 mg
3. Demam - Suhu awal Parasetamol Obat sudah tepat Overdose
39 tetapi tab 500 mg untuk mengatasi
sudah turun demam tetapi dosis
37 (normal) yang digunakan
terlalu besar dan
bentuk sediaan yang
digunakan tidak
tepat untuk anak
usia 5 tahun
sehingga diberikan
parasetamol syrup
120 mg/5 ml. jika
suhu meningkat bisa
dipakai lagi.
27
dihentikan dg
tapering off (1-2
bulan)
PLAN
28
untuk anak-anak bisa berbahaya. Dosis yang digunakan juga merupakan dosis
untuk dewasa sehingga akan terjadi overdose jika diberikan pada anak 5 tahun
sehingga kami merekomendasikan untuk pengatasan nyeri diberikan parasetamol
saja sekaligus untuk pengatasan demam yang dialami pasien.
Monitoring : nyeri apakah masih timbul apa tidak.
3. Pasien mengalami demam tetapi sudah cukup adekuat dengan pemberian
parasetamol tablet karna suhu tubuh pasien sudah normal. Tetapi dosis yang
diberikan terlalu besar untuk anak 5 tahun sehingga seharusnya dosis yang
digunakan pada anak 5 tahun yaitu 200-400 mg/hari dan sebaiknya sediaan obat
yang diberikan untuk anak 5 tahun yaitu sediaan syrup bukan tablet.
Monitoring : suhu tubuh normal 37oC.
4. Omeprazole merupakan obat tanpa indikasi karna pada kasus ini tidak terdapat
keluhan/problem medik tukak lambung atau gangguan lambung sehingga obat ini
seharusnya tidak perlu digunakan.
5. Pasien mengeluh tidak nafsu makan sehingga kami merekomendasikan untuk
pemberian curcuma plus syrup 2x sehari untuk memicu nafsu makan pada anak.
Monitoring : nafsu makan apakah sudah mau makan atau masih sama spt
sebelumnya
6. Pasien mengalami sariawan sehingga kami merekomendasikan untuk
mengkonsumsi vitamin C.
Monitoring : sariawan yang dialami pasien apakah msh ada atau sudah sembuh
KIE
1. Menjaga agar liang telinga tidak kemasukan air saat mandi yg bisa menggunakan
kapas
2. Menjaga tubuh tetap sehat dengan istirahat yang cukup dan makan makanan yg
bergizi
3. Patuh terhadap pengobatan
4. Kontrol secara rutin kedokter
Pertanyaan :
1. Apakah terapi yang diberikan sudah tepat? Buatlah kasus diatas dengan metode
SOAP
Jawaban :
SOAP seperti diatas
29
2. Apa parameter yang bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan terapi pada pasien
diatas? apakah parameter tsb sudah muncul pada data di atas?
Jawaban :
Tolak ukur keberhasilan terapi yaitu jumlah leukosit, basofil, eosinofil menurun
keangka normal.
Parameter tersebut sudah muncul pada data tetapi masih mengalami
peningkatan.
3. Pasien mendapat beberapa antibiotik, bagaimana pendapat anda?
Jawaban :
Antibiotik yang didapat pasien yaitu amoxicillin. Antibiotik ini sudah tepat
karna merupakan first line pada otitis media tetapi jumlah leukosit, basofil dan
eosinofil pasien pada kasus ini tidak mengalami penurunan sehingga
penggunaan ini harus dihentikan dan diganti dengan amoxicillin clavulanat.
4. Apakah penggunaan obat-obat diatas sudah sesuai dosisnya dan apa sajakah
monitoring yang harus dilakukan?
Obat nyeri dan demam nya tidak tepat dosis. Dosis yang diberikan terlalu besar
untuk anak 5 tahun.
Monitoring terapi :
- Monitoring tanda vital pasien
- Monitoring jumlah leukosit, basofil dan eosinofil
- Monitoring keluhan-keluhan pasien seperti nyeri, tidak nafsu makan,
sariawan dll
- Monitoring penggunaan obat-obatan
5. Berikan PIO yang tepat kepada pasien
- Amoxicillin clavulanat diminum 3x sehari 5 ml setiap 8 jam dan harus
dihabiskan meskipun sudah dinyatakan sembuh.
- Parasetamol diminum 3x sehari 5 ml setiap 8 jam jika nyeri dan demam saja
jika tidak nyeri dan demam tidak perlu di minum.
- Curcuma plus diminum 2x sehari 1 sendok takar setiap 12 jam.
- Vitamin C dikonsumsi 2x sehari dengan cara dihisap seperti permen.
- Fenitoin diminum 2x sehari setiap 12 jam.
DAFTAR PUSTAKA
30
[MMN] Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makasar :
MMN Publishing
Dipiro, Joseph T. 2015. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth
Edition. The McGraw-Hill Companies: USA
Farida Yusi. 2016. Tatalaksana Terkini Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK). Jurnal
Medula Unila Volume 6 Nomor 1 (hal 180)
Fatima et al. 2005. Parmaceutical care untuk penyakit infeksi saluran
pernapasan.Direktorat bina farmasi komunitas. Indonesia
Mansjoer Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I . Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.J akarta.
Munilson, J., Y. Edward & Yolazenia. 2012. Penatalaksanaan Otitis Media Akut.
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang
Tim penyusun. 2010. Informasi Spesialite Obat, volume 45. Jakarta : Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia.
31