You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-Undang kesehatan No. 23 Tahun 1992, pasal 1 menyebutkan bahwa kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal sebagai salah satu unsur / kesejahteraan dan tujuan pembangunan nasional. Kesehatan
jiwa yang tercantum dalam UU kesehatan No. 23 tahun 1992 yaitu kesehatan jiwa sebagai
bagian dari kesehatan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan yang
optimal baik secara fisik, intelektual, dan emosional dari seseorang yang selaras dengan orang
lain (Depkes RI, 2000).

Upaya kesehatan jiwa ditujukan pada seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya
pada individu yang sakit atau keluarga dari individu tersebut, atau bukan pula hanya pada
seseorang yang mempunyai masalah psikososial saja tetapi yang tidak bermasalah juga
perlu diintervensi yang bertujuan untuk mencegah agar tidak terjadi gangguan jiwa pada
individu tersebut. Banyaknya tekanan maupun kesulitan yang dihadapi individu dalam
kehidupan ini berarti semakin banyak pula masalah yang dihadapi, hal ini mempengaruhi
status kesehatan jiwa atau perkembangan jiwa seseorang yang akhirnya berakibat pada
gangguan jiwa, jika seseorang tidak memiliki koping yang efektif untuk menyelesaikan
setiap masalah yang dihadapi (Depkes RI, 2007).
Gangguan jiwa merupakan respon maladaptive terhadap stressor dari lingkungan
dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja dan fisik individu
(Townsend, 2001).
Dari data Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Departemen kesehatan tahun 2014
menyebutkan, terdapat 1 juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien
gangguan jiwa ringan di Indonesia. Dari jumlah itu sebanyak 385.700 jiwa atau sebesar
2,03 persen pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta dan berada diperingkat pertama
Nasional.(Riskesdas, 2014).
Salah satu gangguan jiwa adalah skizofrenia merupakan suatu penyakit otak
persisten dan serius yang mengakibatkan prilaku psikotik, pemikiran konkret, dan
kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta kesulitan dalam
memecahkan masalah (Stuart, 2007).
The American Psychiatric Association Amerika Serikat, memperkirakan angka
pasien skizofrenia di dunia cukup tinggi mencapai 1/100 penduduk. Tingginya privalensi
gangguan jiwa di dunia dipengaruhi oleh masalah seperti urbanisasi yang cepat, bencana
alam, kekerasan dan konflik yang mengancam keamanan dan kesehatan pada tingkat
individu, komunitas, nasional dan internasional (Yosep, 2007 : 59)
Berdasarkan hasil pencatatan rekam medik di Rumah Sakit Jiwa Soeprapto
Daerah Bengkulu, jumlah pasien yang dirawat inap yang skizofrenia pada tahun 2011
sebanyak 3813 kasus dan pada tahun 2012 sebanyak 1897 kasus. Dari hasil data yang
didapat penulis dari rekam medik, angka presentasi halusinasi lebih banyak dari pada
kasus-kasus yang lain. Nilai yang pastinya rekam medik belum dapat menyebutkan
jumlah bagian kasus-kasusnnya.
Salah satu gejala skizofrenia adalah halusinasi dimana 70% penderita skizofrenia
akan mengalami halusinasi. (Townsend, 1998).
Perubahan persepsi-sensori: halusinasi adalah suatu persepsi yang timbul tanpa
adanya stimulus atau rangsangan dari luar. Halusinasi berhubungan dengan salah satu
indera tertentu yang khas (contoh: auditorik, visual, dan taktil) yang dapat dibedakan
dengan jelas (Kaplan dan Sadock, 2001).
Halusinasi merupakan bentuk dari gangguan persepsi. Halusinasi ini bisa berupa
suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang
tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan
mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien
bisa bertengkar, bahkan mencederai diri, orang lain dan lingkungan terjadi dengan suara
halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara
keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak.
Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar
tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat khayalan,
ancaman dan lain-lain (Juliansyah 2010)
Berdasarkan dari hasil data itu kelompok mengangkat makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Penglihatan Di Ruang Murai C Rumah Sakit Jiwa Soeprapto Daerah Bengkulu”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
penglihatan, kelompok dapat menerapkan asuhan keperawatan jiwa sesuai dengan
kewenangan perawat dan standar asuhan keperawatan yang berlaku.

2. Tujuan khusus.
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
penglihatan, kelompok dapat:
a. Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data baik melalui
anamnesa ataupun pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan untuk
menilai keadaan pasien secara menyeluruh pada pasien dengan halusinasi
pendengaran.
b. Menganalisa data dengan tepat pada pasien dengan halusinasi pendengran.
c. Menyusun diagnosa keperawatan pada pasien dengan halusinasi pendengaran.
d. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi pendengaran.
e. Melaksanakan atau dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
halusinasi pendengaran.
f. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien dengan
halusinasi pendengaran.
g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan sesuai proses
asuhan keperawatan.
h. Menganalisa kesenjangan antara konsep teori dan tinjauan kasus.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
a. Dapat mengerti dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi.
b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan kepeawatan
jiwa.
c. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa.
d. Sebagai bekal penulis sebelum terjun di lapangan.

2. Bagi institusi
a. Dapat mengevaluasi sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam menguasai
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa.
b. Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa khususnya
yang berkaitan dengan asuhan keperawatan jiwa.

3. Bagi masyarakat
Dapat lebih memahami dan mengerti tentang gangguan jiwa dan dapat segera
melakukan tindakan segera yaitu dengan membawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Halusinasi


A. Definisi
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan
dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang di prakarsai secara internal
atau eksternal) ditandai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distori atau
kelainan berespon terhadap semua stimulus. (Townsend,1998).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pendengaran, perabaan, dan penghiduan tanpa stimulus nyata. (Dr. Budi Anna Keliat,
2012).
Gangguan persepsi di mana seseorang mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. (Maramis,1998).
Ketidakmampuan klien dalam mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus yang ada sesuai yang diterima oleh panca indra yang ada.(Fortinash, 1995).

B. Tanda dan Gejala


Seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang
khas. Menurut Keliat (2012)bahwa gejala halusinasi adalah :
a. Bicara, senyum, tertawa sendiri.
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
c. Tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata.
d. Tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi.
e. Sikap curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan), taku.
f. Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung.

C. Etiologi

Menurut Stuart (2007). Bahwa faktor-faktor terjadinya halusinasi meliputi:


a. Faktor predisposisi atau faktor yang mendukung terjadinya halusinasi menurut

Stuart (2007) adalah :

1. Faktor Genetik

Telah diketahui gangguan ini bahwa genetik skizofrenia diturunkan melalui

kromosom tertentu. Namun demikian kromosom yang keberapa yang menjadi

faktor penetu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian

2. Faktor biologis

Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi

menunjukkan peran genetik pada schizophrenia.

Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian

schizophrenia lebih tinggi dari pada saudara sekandung yang dibesarkan

secara terpisah.

3. Faktor psikologis

Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress dan

kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.

4. Faktor sosial budaya

Stress yang menumpuk awitan schizophrenia dan gangguan psikotik lain,

tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi atau faktor pencetus halusinasi menurut Stuart (2007) adalah:
1. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis
maladaptif adalah gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak
dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak, yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
2. Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
3. Stres sosial / budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, terpisahnya dengan orang terpenting atau disingkirkan dari
kelompok.
4. Faktor psikologik
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah dapat menimbulkan perkembangan gangguan
sensori persepsi halusinasi.

D. Klasifikasi

Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :

1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang

membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di

sekitarnya.

1. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau

sesuatu yang tidak ada.

2. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang

mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan,

bau mayat, yang tidak ada sumbernya.

3. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau /

hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.

4. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa

ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaan ini merupakan rangsangan

seksual halusinasi ini disebut halusinasi hoptik.


E. Fase – Fase Halusinasi

Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase
yang terdiri dari:
1. Fase 1 comforting (menyenangkan, cemas ringan)
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien
mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan
untuk menghilangkan stress dan kecemasannya.Tapi hal ini bersifat sementara,
jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya
namun intesitas persepsi meningkat.Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan
pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani.
Tergolong Nonpsikotik, senyum atau tertawa yang tidak sesuai, Mengerakan bibir
tanpa suara, Pergerakan mata yang cepat, Respon verbal yang lambat jika sedang
asyik, Diam, dan asyik sendiri.

2. Fase 2 condemning (Menjijikan)


Halusinasi menjadi menjijikan.Pengalaman sensori menjijikan dan
menakutkan.Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil
jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami
dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Tergolong
Psikotik ringan.Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.Rentang
perhatian menyempit.Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dan realita.

3. Fase 3 controlling (Menarik)


Ansietas Berat Pengalaman sensori menjadi berkuasa.Klien berhenti
menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi
tersebut.Isi halusinasi menjadi menarik.Klien mungkin mengalami pengalaman
kesepian jika sensori halusinasi berhenti. PsikotikKemauan yang dikendalikan
halusinasi akan lebih diikuti. Kesukaran akan berhubungan dengan orang lain.
Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.Adanya tanda-tanda fisik,
ansietas berat berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase 4 conquering (Panik)
Klien mengalami kecemasan tingkat Panik, Umumnya menjadi melebur
dalam halusinasinya.Pengalaman sensori menjadi mengancam Jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada
intervensi terapeutik. Psikotik Berat, Perilaku teror akibat panik .Potensi kuat
suicide atau homicide.Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia.Tidak mampu berespon lebih dari
satu orang.

F. Manifestasi Klinis

Tahap I
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
c. Gerakan mata yang cepat.
d. Respon verbal yang lambat.
e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan

Tahap II
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dengan realitas.

Tahap III
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya.
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk
mengikuti petunjuk.
Tahap IV
a. Prilaku menyerang teror seperti panik.
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik
diri ataukatatonik.
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

G. Rentang respon

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada

dalam rentang respon neurobiologi. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu

mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang

diterima melalui panca indera, maka klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu

stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.

Berikut ini rentang respon neurobiologis dimana halusinasi merupakan salah

satu respon maladaptif dari persepsi :


Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses pikir


2. Persepsi akurat terganggu 1. Gangguan isi pikir
3. Emosi konsisten 2. Kadang pasien Emosi (waham)
dengan berlebihan 2. Gangguan persepsi
pengalaman 3. Kadang pasien Perilaku Halusinasi
4. Perilaku sesusi tidak biasa 3. Kerusakan proses
5. Hubungan sosial 4. Kadang pasien Menarik diri pikir
Harmonis 4. Perilaku tidak
terorganisir
5. Isolasi sosial:
Menarik diri

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku :
1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
4. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
5. Hubungan sosial harmonis adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.

Respon maladaptif adalah:


Gangguan isi pikir
Pola pikir klien dengan gangguan orientasi realita pola dan proses pikir kanak –
kanak klien yang terganggu pola pikirnya sehingga sukar berperilaku koheren,
tindakan cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap reaksi yang tidak
sesuai dengan penilaian umum.
1. Gangguan terhadap persepsi
Persepsi merupakan proses pikir dan emosional terhadap objek perubahan
yang paling sering terjadi pada klien dengan gangguan orientasi realitas adalah
halusinasi dan depersonalisas
2. Gangguan persepsi Halusinasi/Ilusi
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan
tertentu karena jika langsung mengalami pada saat tersebut dapat menimbulkan
ansietas.
3. Kerusakan proses pikir
Dimana terjadinya kerusakan proses pikir pada individu sehingga tidak mampu
berfikiran sesuai dengan kenyataan.
4. Perubahan sosial
Perilaku individu berupa ketidak sesuaian dalam penyelesaian masalahnya, tidak
diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
5. Isolasi sosial : Menarik diri
Menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

D. Mekanisme koping

Menurut Stuart (2007) perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien
dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis
maladaptif meliputi : regresi, berhunbungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas
sehari-hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk menejlaskan kerancuan persepsi dan
menarik diri.

Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. Pada


halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :

1. With Drawl : Menarik diri dan klien sudah asyik dengan pengalaman
internalnya.
2. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan ( alam mengalihkan respon kepada sesuatu
atau seseorang ).
3. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari-hari untuk memproses
masalah dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi
cemas.

Pada klien dengan halusinasi, biasanya menggunakan pertahanan diri dengan


menggunakan pertahanan diri dengan cara proyeksi yaitu untuk mengurangi perasaan
emasnya klien menyalahkan orang lain dengan tujuan menutupi kekurangan yang ada
pada dirinya.

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa
data dan perumusan masalah kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada
pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi,
penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki
klien. Data dikumpulkan dari berbagai sumber data yaitu sumber data primer (klien),
sumber data sekunder seperti keluarga, teman dekat klien, tim kesehatan, catatan
dalam berkas dokumen medis klien dan hasil pemeriksaan. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
Isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Nama, umur, tanggal masuk, tanggal pengkajian, informan, No. RM.

2. Keluhan utama/alasan masuk


Umumnya klien halusinasi dibawak keRSJ karena keluarga merasa tidak mampu
merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan
dirumah sehingga klien dibawak ke RSJ untuk mendapatkan perawatan.

3. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan terlambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga.
a. Komunikasi peran ganda.
b. tidak ada komunikasi.
c. Tidak ada kehangatan.
d. Komunikasi dengan emosi berlihan.
e. Komunikasi tertutup.
Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas dan
komplik orang tua

4. Faktor sosial budaya


Isolasi sosial pada usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.

5. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, idenitatas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif, dan koping destruktif.

6. Aspek fisik / biologis


Ukur tanda vital, TB, BB. Tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan.
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertiketl,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
7. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromosom
tertentu.

6. Aspek psikososial
Genogram
Pembuatan genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan hubungan klien
dengan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan
keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu dan keluarga
Konsep diri
a. Citra tubuh
Tanyakan dan observasi tentang persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
yang disukai dan tidak disukai.

b. Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan terhadap status dan sebagai laki-laki atau perempuan.

c. Peran
Tanyakan tugas yang diemban dalam keluarga, kelompok, masyarakat dan
kemampuan klien melaksanakannya.

d. Ideal diri
Tanyakan harapan terhadap tubuh klien, posisi, status, tugas/peran.

e. Harga diri
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien dengan
orang lain sesuai dengan kondisi nomor 2 (a), (b), (c) dan
penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupan klien.

f. Hubungan sosial
Tanyakan siapa orang terdekat dalam kehidupan klien, kegiatan di
masyarakat.

g. Spiritual
Tanyakan nilai dan keyakinan serta kegiatan ibadah klien.

h. Status mental
1. Penampilan; penggunaan dan ketepatan cara berpakaian.
2. Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren,
atau tidak dapat memulai pembicaraan.
3. Aktivitas motorik; nampak adanya kegelisahan, kelesuan, ketegangan,
gelisah, agitasi, tremor, TIK, grimasum, kompulsif.
4. Alam perasaan; sedih, putus asa, gembira, ketakutan, khawatir.
5. Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
6. Interaksi selama wawancara; perilaku klien mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya, namun perilaku pasien seperti :
bermusuhan, kooperatif / tidak, mudah tersinggung, curiga,kontak mata
kurang, defensif, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dan tidak
nyata.
7. Persepsi : Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengar, kadang suara
yang didengar bisa menyenangkan tetapi kebanyakan tidak
menyenangkan, menghina bisa juga perintah untuk melakukan sesuatu
yang berbahaya baik diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
Biasanya terjadi pada pagi, siang, sore, malam hari atau pada saat klien
sedang sendiri.
8. Proses pikir; sirkumstansial, tangensial, kehilangan asosiasi, flight of
ideas, bloking, perseverasi.
9. Isi pikir; obsesi, phobia, hipokondria, depersonalisasi, waham, pikiran
magis, ide yang terkait.
10. Tingkat kesadaran; orientasi orang, waktu, tempat jelas, bingung, sedasi,
stupor.
11. Memori; apakah klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang,
jangka pendek, saat ini, ataupun konfabulasi.
12. .Tingkat konsentrasi dan berhitung; observasi kemampuan klien
berkonsentrasi, berhitung.
13. Kemampuan penilaian; berikan pilihan tindakan yang sederhana. apakah
klien membuat keputusan atau harus dibantu.
14. Daya tilik diri; apakah klien menerima atau mengingkari penyakitnya,
menyalahkan orang lain atas penyakitnya.

i. Kebutuhan persiapan pulang


Observasi kemampuan klien akan mandi, BAB/BAK, makan, berpakaian,
istirahat, tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam
dan diluar rumah.

j. Mekanisme koping
Tanyakan tentang koping klien dalam mengatasi masalah baik yang adaptif
maupun yang maladaptif.

k. Masalah psikososial dan lingkungan


Apakah ada masalah dengan dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, ekonomi, dan pelayanan kesehatan.

l. Pengetahuan
Mengkaji kurang pengetahuan klien tentang penyakit jiwa, faktor presipitasi,
koping, sistem pendukung, penyakit fisik, obat-obatan.

m. Aspek medik
Tuliskan diagnosa medik klien, tulis obat-obatan klien.
Pohon masalah

Resiko perlakuan kekarasan

Perubahan persepsi sensori


halusinasi

Isolasi sosial menarik diri

Gangguan konsep diri


harga diri rendah

Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2005)

Diagnosa Keperawatan

Menurut Stuart dan Laraia yang dikutip oleh Keliat (2005) diagnosa keperawatan
adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respons klien baik aktual maupun
potensial.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan masalah utama perubahan
persepsi sensori : halusinasi menurut Yosep (2009) adalah sebagai berikut :
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan.
2. Perubahan persepsi sensori halusinasi.
3. Isolasi sosial.
4. Harga diri rendah kronis.

Rencana tindakan keperawatan


Tindakan Keperawatan untuk Pasien
SP 1 Pasien :

 Mengidentifikasi jennis halusinasi pasien.


 Mengidentifikasi isi halusinasi pasien.
 Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien.
 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien.
 Mengidentifikasi siatuasi yang menimbulkan halusinasi.
 Mengidentifikasi respon pasien terhadap haluusinasi.
 Megajarkan pasien mengardik halusinasi.
 Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian.
SP 2 Pasien :

 Mengevaluasi jadwal kegiatanb harian pasien.


 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan oarang lain.
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3 Pasien :

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.


 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan pasien).
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 4 Pasien:

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.


 Memberikan pendidikan kesehatan serta penggunaan obat secara teratur.
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga
SP 1 Keluarga :
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi dan jennis halusinasi serta
proses terjadinya.
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien dengan halusianasi.
SP 2 Keluarga:
 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusianasi..
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi.
SP 3 Keluarga :
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning).
 Menjelaskan Follow Up pasien setelah pulang.
Daftar Pustaka

Fitria.(2010). Prinsip dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan ( LP dan SP ) . Jakarta: Salemba Medika

Keliat. (2005). Keperawatan jiwa. Jakarta: EGC

Keliat. (2009). Model praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta : EGC

Keliat.(2006).Proses keperawatan kesehatan jiwa edisi 2.Jakarta:EGC

Keliat.(2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Jakarta: EGC

NANDA.(2010).Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2009-2011.Alih


bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta: EGC

Stuart. ( 2007). Pocket Guide to Psychiatric Nursing, atau Buku saku keperawatan
jiwa. Alih bahasa Ramona P. Kapoh dan Egi Komara Yudha. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Stuart. (2001). Principles and practice of psychiatric nursing. Seventh edition. St.
Louis: Mosby Inc
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN

DI RUANG MURAI B RSJ SOEPRAPTO DAERAH BENGKULU

Di SusunOleh :

1. Sefti Anggraini
2. Serasihan
3. Sevin Hidayat
4. Soni Irawan
5. Sri Hartono
6. Tahirindi
7. Taufik Hidayat
8. Tika Monika
9. Hengki Dedi
10.Heni
11.Desta
12.Yunita Sary
13.Enggel Pantorus

Program Studi D3 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) DEHASEN


Jalan Merapi Raya No.43 Kebun Tebeng Bengkulu

T.A 2012/2013
HALAMAN PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D DENGAN HALUSINASI
PENDENGARAN

Pembimbing Lahan I Pembimbing Lahan II

Kamil Hakimin, S.KP Danirul Sanadi, S.KM

Pembimbing Akademik

Rohani, A.KP

Program Studi D3 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) DEHASEN


Jalan Merapi Raya No.43 Kebun Tebeng Bengkulu

T.A 2012/2013

You might also like