You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

”Bimbinglah orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan): “Tiada Tuhan Selain
Allah” (HR.Muslim).
Tak dapat dipungkiri kematian itu tak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari kita.
Kematian tidak pandang bulu, anak-anak, remaja maupun orang dewasa sekalipun dapat mengalami
hal ini. Kita tak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Kematian seakan menjadi ketakutan yang
sangat besar di hati kita.
Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu sakaratul maut atau
dalam istilah disebut dying. Oleh karena itu perlunya pendampingan pada seseorang yang menghadapi
sakaratul maut (Dying).
Sangat penting diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara
menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang menghadapi
sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat, seperti memberikan perhatian yang
lebih kepada pasien sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi kondisi
sakaratul maut.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakakan suatu rumusan masalah adalah sebagai berikut : “
Cara Menangani Pasien Yang Sakaratul Maut / Hampir Meninggal

1
MANAJEMEN SAKARATUL MAUT

A. PENGERTIAN SAKARATUL MAUT

Sakaratul maut merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang
memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian merupakan kondisi
terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus
eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru
secara menetap. Sakartul maut dan kematian merupakan dua istilah yang sulit untuk
dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. kematian lebih kearah suatu proses,
sedangkan sakaratul maut merupakan akhir dari hidup.

B. PENDAMPING PASIEN SAKARATUL MAUT

Seorang perawat harus mengetahui bagai mana car menuntun pasien yang sedang menghadapi
sakaratul maut, Berikut adalah tata cara untuk menuntun seseorang yang telah mengalami sakaratul
Maut:

1. Menalqin(menuntun) dengan syahadat


Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Talqinilah orang yang akan wafat di antara kalian dengan, “Laa illaaha illallah”. Barangsiapa
yang pada akhir ucapannya, ketika hendak wafat, ‘Laa illaaha illallaah’, maka ia akan masuk
surga suatu masa kelak, kendatipun akan mengalami sebelum itu musibah yang akan
menimpanya.” Perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada
pasien muslim menjelang ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang
terakhir sehingga diupayakan pasien meninggal dalam keadaan husnul khatimah.

Para ulama berpendapat,” Apabila telah membimbing orang yang akan meninggal dengan
satu bacaan talqin, maka jangan diulangi lagi. Kecuali apabila ia berbicara dengan bacaan-
bacaan atau materi pembicaraan lain. Setelah itu barulah diulang kembali, agar bacaan La
Ilaha Illallha menjadi ucapan terakhir ketika menghadapi kematian. Para ulama mengarahkan
pada pentingnya menjenguk orang sakaratul maut, untuk mengingatkan, mengasihi, menutup
kedua matanya dan memberikan hak-haknya." (Syarhu An-nawawi Ala Shahih Muslim :
6/458)Ciri-ciri pokok pasien yang akan melepaskan nafasnya yang terakhir, yaitu :

2
 penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota
gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan
lembab,
 kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.
 Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.
 Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes.
 Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada
biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu.
Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih
pasrah menerima.
 Meninggal dengan membaca syahadat

2. Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-


kata yang baik
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda.

Artinya : “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati,
maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat
mengamini apa yang kalian ucapkan.” Maka perawat harus berupaya memberikan suport
mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang
terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh
terlepas dari jasadnya.

3. Berbaik Sangka kepada Allah


Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits
Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada
Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi
pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya

4. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut


Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang
sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk
membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya
kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata.
Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang

3
mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan
dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)

5. Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat


Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat.
Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya
saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal
tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :

1. Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan kearah
kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap kearah kiblat.
2. Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan
Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar. Seandainya
posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring kearah
manapun yang membuatnya selesai.

Sebagian orang terbiasa membaca Al-Qur’an didekat orang yang sedang menghadapi sakaratul
maut dengan berdasarkan pada hadits :
“bacalah surat Yaasiin untuk orang-orang yang meninggal dunia”
Dan hadits :
“tidak ada seorang manusia yang mati, kemudian dibacakan surat yaasiin untuknya, kecuali Allah
mempermudah segala urusannya”

Padahal kedua hadits tersebut dianggap sebagai hadits dha’if, tidak boleh memasukkannya
kedalam kitab Hadits.
Bahkan, Imam Malik telah mengatakan bahwa hokum membaca Al-Qur’an disisi mayat 1adalah
makruh. Dalam Kitabnya ‘Syarhu As-Syaghiir’(1/220):,”Dimakruhkan membaca salah satu ayat
dalam al-qur’an ketika datang kematian. Karena, tindakan tersebut tidak pernah dilakukan oleh
para salafus shalih. Sekalipun, semua itu diniatkan sebagai do’a, memohon ampun, kasih sayang
dan mengambil pelajaran,”.

C. Langkah-Langkah Sakaratul maut

Pertama: Rasa sakit yang maha dahsyat, yang tak ada tandingannya di dunia, saat lisan
terkunci, tak mampu mengungkapkan apa yang dialaminya dan dideritanya, saat semua
daya dan kekuatan keluar dari jasadnya.

http://kekasihku-rasulullah.blogspot.com/2011/04/tata-cara-menuntun-orang-yang-sakaratul.html

4
Kedua: Penderitaan karena tangisan keluarga, perpisahan dengan mereka, dan rasa duka
yang sangat dalam karena akan berpisah selamanya dengan anak-anaknya.

Ketiga: kesedihan yang sangat dalam karena akan berpisah dengan harta, rumah, dan
segala yang dimilikinya. Padahal dalam memperolehnya ia harus menghabiskan umurnya.
Bahkan ia harus melakukan banyak kezaliman dan perampasan hak orang lain, selain itu
hak-hak syariat dalam hartanya belum sempat ia keluarkan. Dalam keadaan yang seperti
itu ia harus mengakhiri hidupnya, sementara jalan untuk melakukan perbaikan sudah
tertutup. Kondisi seperti inilah yang diungkapkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib (sa):

Keempat: Penderitaan karena ia menyaksikan dengan jelas hal-hal yang menakutkan di


alam lain, bukan di alam dunia. Saat itulah, saat sakratul maut tiba padangan matanya
sangat tajam sehingga ia mampu melihat segala sesuatu yang belum pernah ia disaksikan
sebelumnya.

Kelima: Iblis dan sahabat-sahabatnya berkumpul di dekatnya untuk menjerumuskannya


ke dalam keraguan. Mereka berusaha keras untuk mencabut keimanannya agar ia keluar
dari dunia tanpa keimanan.

Keenam: ketakutan yang luar biasa akan kehadiran malaikat maut; dalam wujud apa dan
bagaimana malaikat itu datang padanya, dan bagaimana cara ia mencabut ruhnya.

5
PERAWATAN JENAZAH
1. ADAB TERHADAP JENAZAH

1. Segera merawat jenazah dan mengebumikannya untuk meringankan beban keluarganya dan
sebagai rasa belas kasih terhadap mereka. Abu Hurairah. Radhiallaahu anhu di dalam
haditsnya menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:
“Segeralah (di dalam mengurus) jenazah, sebab jika amal-amalnya shalih, maka kebaikanlah
yang kamu berikan kepadanya; dan jika sebaliknya, maka keburukan-lah yang kamu
lepaskan dari pundak kamu”. (Muttafaq alaih).

2. Tidak menangis dengan suara keras, tidak meratapinya dan tidak merobek-robek baju. Karena
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda: “Bukan golongan kami orang yang
memukul-mukul pipinya dan merobek-robek bajunya, dan menyerukan kepada seruan
jahiliyah”. (HR. Al-Bukhari).

3. Disunatkan mengantar janazah hingga dikubur. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam


bersada: “Barangsiapa yang menghadiri janazah hingga menshalatkannya, maka baginya
(pahala) sebesar qirath; dan barangsiapa yang menghadirinya hingga dikuburkan maka
baginya dua qirath”. Nabi ditanya: “Apa yang disebut dua qirath itu?”. Nabi menjawab:
“Seperti dua gunung yang sangat besar”. (Muttafaq’alaih).

4. Memuji si mayit (janazah) dengan mengingat dan menyebut kebaikan-kebaikannya dan tidak
mencoba untuk menjelek-jelekkannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
”Janganlah kamu mencaci-maki orang-orang yang telah mati, karena mereka telah sampai
kepada apa yang telah mereka perbuat”. (HR. Al-Bukhari).

5. Memohonkan ampun untuk janazah setelah dikuburkan. Ibnu Umar Radhiallaahu anhu pernah
berkata: “Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam apabila selesai mengubur janazah,
maka berdiri di atasnya dan bersabda:”Mohonkan ampunan untuk saudaramu ini, dan
mintakan kepada Allah agar ia diberi keteguhan, karena dia sekarang akan ditanya”. (HR.
Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani).

6. Disunatkan menghibur keluarga yang berduka dan memberikan makanan untuk mereka.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda: “Buatkanlah makanan untuk
keluarga Ja`far, karena mereka sedang ditimpa sesuatu yang membuat mereka sibuk”. (HR.

6
Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

7. Disunnatkan berta`ziah kepada keluarga korban dan menyarankan mereka untuk tetap sabar,
dan mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya milik Allahlah apa yang telah Dia ambil
dan milik-Nya jualah apa yang Dia berikan; dan segala sesuatu disisi-Nya sudah ditetapkan
ajalnya. Maka hendaklah kamu bersabar dan mengharap pahala.

Di antara bentuk pemuliaan kepada orang yang telah meninggal adalah beradab kepada mereka dan
memperlakukan mereka sesuai dengan tuntunan Islam. Di antara adab tersebut adalah:

1. Dibolehkan untuk mencium jenazah.


2. Dilarang mencela jenazah walaupun itu jenazah orang fasik dan orang kafir. Kecuali jika pada
celaan itu ada maslahat besar kepada yang mendengarnya agar mereka waspada dari amalan
jelek jenazah tersebut.
3. Dilarang menyebarkan aib dan kejelekan fisik dan sifat si mayit kecuali ada maslahat yang
besar seperti di atas.
4. Menyegerakan pengurusan jenazahnya secepat mungkin, mulai dari pemandian sampai
penguburan.
5. Dilarang memperlambat penyelenggaraan jenazah tanpa uzur yang dibenarkan syariat apalagi
jika uzurnya melanggar syariat.
6. Keluarga melunasi semua hutang jenazah. Pelunasannya bisa diambil dari harta jenazah atau
kalau dia tidak mempunyai harta maka dianjurkan ahli warisnya atau keluarganya yang lain
membayarkannya karena jiwanya tergantung dengan utangnya.
7. Dilarang duduk dan menginjak kuburan. Ini telah kami sebutkan pada artikel tersendiri.2

http://alfurqonfoundation.blogspot.com/2008/11/adab-terhadap-jenazah-dan-taziyah.html
http://al-atsariyyah.com/adab-adab-kepada-jenazah.html

7
2. TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH

a. Yang berhak memandikan jenazah

Kalau mayat itu laki laki, Yang memandikan hendaklah laki laki pula. Perempuan tidak boleh
memandikan mayat laki laki , kecuali istri dan muhrimnya. Sebaliknya jika mayat itu perempuan ,
hendaklah di mandikan oleh perempuan pula tidak boleh laki laki memandikan perempuan kecuali
mahram atau istrinya. Jika suami dan mahram sama sama ada suami lebih berhak untuk memandikan
jenazah istrinya. Begitu juga jika mahram dan istrinya sama sama ada, maka istri lebih berhak untuk
memandikan jenazahnya.

Bila seorang perempuan meninggal , dan di tempat itu tidak ada perempuan, suami, dan
mahramnya mayat itu hendaklah di “tayamumkan” saja , tidak boleh tidak boleh di mandikan oleh
laki laki yang lain. Begitu jika yang meninggal laki laki. Kalau mayat kanak kanak laki laki maka
perempuan boleh memandikannya. Bigitu pula mayat kanak kanak perempuan, boleh laki laki
memandikannya.

Jika ada beberapa yang berhak memandikan, maka yang lebih berhak adalah keluarga yang
terdekat dengan mayat , kalau ia mengetahui kewajiban mandi serta dapat di percaya. Kalau tidak,
berpindahlah hak itu pada keluarga jauh yang berpengetahuan seta amanah.

Rasulullah SAW. bersabda:

”Dari ‘Aisyah Rasul bersabda: “Barang siapa memandikan mayat dan dijaganya kepercayaan, tidak
dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu, maka bersihlah ia dari segala
dosanya, seperti keadaannya sewaktu dilahirkan oleh ibunya”. Kata Beliau lagi: “Yang
memimpinnya hendaklah keluarga yang terdekat kepada mayat jika ia pandai memandikan mayat.
Jika ia tidak pandai, maka siapa saja yang dipandang berhak karena wara’nya atau karena
amanahnya.” (HR. Ahmad)

8
b. Alat dan bahan yang dipergunakan

Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:

 Kapas
 Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
 Sebuah spon penggosok
 Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik
 Shampo
 Sidrin (daun bidara)
 Kapur barus
 Masker penutup hidung bagi petugas
 Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
 Air
 Pengusir bau busuk dan Minyak wangi

c. Menutup aurat si mayit

Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya,


serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam
kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah
kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.

d. Tata cara memandikan jenazah

Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila


kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu
kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas
mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya
dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah
memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.

Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada


tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan
dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia
tujuh tahun ke atas.

e. Mewudhukan jenazah

9
Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca
basmalah. Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat.
Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan
memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu
menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.

Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan
daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk
membasuh sekujur jasad si mayit.

f. Membasuh tubuh jenazah

Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan
tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang
sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak
kaki yang sebelah kanan.

Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian
membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama
petugas membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga
miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali
membasuh bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.

Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah


memandikannya satu kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa
bersih, maka ditambah lagi memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih
jika memang dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian
yang terakhir, karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah
ditambahkannya kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.

Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk,
kecuali jika petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan
kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan
sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit
dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi.
Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.

10
Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya
(menghandukinya) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan
kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum
dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di
dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya
dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).

g. Faedah

 Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh
sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu)
dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si
mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga,
tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.

 Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam
rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air
ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak
perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria).
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang
wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.

 Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah
dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka
tidak perlu dishalatkan.

 Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya
hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia
hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan
dan dishalatkan.

 Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau
kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah
ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan
kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak
tangan si mayit.

11
 Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik
untuk disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si
mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.

3. TATA CARA MENGKAFANI JENAZAH

a. Kafan-kafan mesti sudah disiapkan setelah selesai memandikan jenazah dan


menghandukinya

Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta
si mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya,
menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka
keluarganya boleh menanggungnya.

b. Mengkafani jenazah

Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian
didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain
kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi (parfum)
dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah,
serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok bayi).

Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua
matanya, kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat
sujudnya, yaitu dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari
kedua telapak kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta
pusarnya. Dan diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.

Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru
kemudian yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul
kemudian lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan
tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung
kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya
(ke arah atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain

12
kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud pengikatan itu sendiri
agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).3

https://fadhlihsan.wordpress.com/2011/08/01/tata-cara-pengurusan-jenazah-disertai-
gambar/ http://salafiyunm.blogspot.com/2009/01/tata-cara-pengurusan-jenazah.html

13

You might also like