You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana
terjadi suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan
tanpa perkembangan janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). Di
dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar
kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena
itu penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai
Gestational Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma
disebut Non Gestational Throphoblastic Disease (Sumapraja, 2005).

Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi


ganas dan menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai
variasi (Manuaba, 2007). Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika,
dan Amerika Latin dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara
Barat dilaporkan 1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di
Asia lebih tinggi sekitar 1: 120 kehamilan (Prawirohadjo, 2009). Di Amerika
Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200 kehamilan. Di
Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan. Biasanya
dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara.
Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar.
Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari
seluruh kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang
disebut sebagai gestational trophoblastic neoplasma (Sumapraja, 2005; Manuaba,
2007).

Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada,


mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang
lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat

1
mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola
hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah
jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar


dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan
perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir
seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin
biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu
hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah
anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon
human chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa (Sarwono, 2014).

2.2 Epidemiologi

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital based.
Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas
35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik (Sarwono, 2014).

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang


membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi
memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan
berkembang menjadi suatu masa yang abnormal sehingga tidak dapat berfungsi
secar normal (Sebire, 2008).

3
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik
dimana sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya
atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit
hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola bersifat heterozigot.
Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid yang memberi
kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John, 2006).

Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik


sehingga embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus
tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu.
Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG,
tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena sintesis
hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar
hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium
(Mochtar, 1998(
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena
penyakit ini.
3. imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
5. paritas tinggi
6. defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

4
2.4 Patogenesis

Menurut Sarwono, 2014, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa


yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur
patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3
– 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi
penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi (Sarwono,2014).

Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola


memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan
mola hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX.
Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari
ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari
pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan
komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY
(John, 2006; Mochtar, 1998, Cunningham,2006).

Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu
triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau
69 XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola
lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu
biasanya triploid dan cacat (John, 2006; Cunningham, 2006).

5
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari
mola lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari


penyakit trofoblas (Sumapraja, 2005):

1. Teori missed abortion.


Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5
minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran
darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan
akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian
mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine
pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan
angiogenesis.

2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas,
yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal.
Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi
sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran
darah dan kematian mudigah.

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa


gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur
atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari
trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3)
Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel
polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells).
Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter
10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan
kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh (Sumparja, 2005; Hacker, 2001).

6
2.5 Klasifikasi

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai


janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai
janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja,
2005; Manuaba, 2007; Cunningham, 2006).

Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial


Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)
Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal
Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai
merah janin
Gambaran klinis
Diagnosis Gestasi mola Missed abortion
Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa
kehamilan kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
Penyulit medis Sering jarang
Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi

2.6 Gejala Klinis

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.


Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim
lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti
anggur pada pakaian dalam.

7
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang
menyebabkan 10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan
BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit
lembab
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)

Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang


dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal,
namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering
terlihat perubahan sebagai berikut (Cunningham, 2006) :

1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi
mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat
dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara
intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat
perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia
defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.

2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya
dan teraba lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak
teraba bagian janin.

3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis,
secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test
dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta
yang kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu

8
plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat
normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola
inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang
hidup.

4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma
villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah
tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta
tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang
terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase
yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari
trofoblas saja (koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma
villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut
bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat
terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan
kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
yang efektif.

5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar
sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus
lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada
kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu (John,
2006).

2.7 Diagnosis

9
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang
berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat
dan kadang bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola
komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari
desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi)
oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa
mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
(1) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang
berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam
hormon β-HCG.
(2) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti
takikardi, tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya
gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan
karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300
mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia

2. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : Perut membesar
 Palpasi :
 Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
 Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan
janin.
 Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

3. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi
parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

10
Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang
menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit
β pasca mola (Cunningham, 2006).
 Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat.
Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia,
tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu
makan meningkat tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat
terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia,
kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).

B. Pemeriksaan Imaging

1. Ultrasonografi
 Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
 Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti
badai salju.

 Gambaran MHK dicirikan oleh pembengkakan vili korionik,


pada ultrasonografi ditemukan pola vesicular. MHK yang

11
didiagnosis dalam trimester pertama menunjukkan kavitas
yang kurang dan vili yang lebih kecil. (Berkowitz RS, 2009).
Temuan ultrasonografi yang tidak termasuk ciri MH
biasanya dianggap menunjukkan missed abortion.
Peningkatan hCG yang tinggi pada saat pemeriksaan
ultrasonografi dapat membantu membedakan MHK dari
missed abortion. Namun, diagnosis pasti membutuhkan
konfirmasi oleh patolog. Pemeriksaan ultrasonografi seperti
pada gambar Gambar 2.1 dari pasien dengan MHK pada
trimester pertama. Menunjukkan perubahan vesikular
menyebar di dalam plasenta; kantung gestasional tidak ada
(Berkowitz RS, 2009).

Gambar 2.1

Sumber : The new England Journal of medicine(Berkowitz RS, Goldstein DP, 2009).

Pada pemeriksaan utrasonografi terlihat sebuah uterus


yang terisi oleh kista multipel dan area ekogenik yang bervariasi
ukuran dan bentuknya (snow-storm appearance) tanpa adanya
embrio dan fetus. Dengan menggunakan pemeriksaan ini, 79%
MHK dapat dideteksi (Wladimiroff W, 2009).

 Gambaran Mola parsial pada pemeriksaan ultrasonografi


berkarakteristik seperti pada gambar. Seperti itu temuan

12
yang telah ditampilkan secara signifikan terkait dengan
kehadiran mola parsial termasuk perubahan kistik plasenta
secara fokal dan rasio transversal terhadap dimensi
anteroposterior kantung kehamilan yang lebih dari 1,5.
Temuan terakhir mungkin terkait dengan triploid. Di sebuah
penelitian, ketika kedua temuan telah dicatat, nilai prediktif
positif untuk mola parsial 87%, meskipun temuan ini belum
divalidasi. Pemeriksaan ultrasonografi seperti pada gambar
2.2 dari pasien dengan mola parsial trimester pertama.
Menunjukkan perubahan vesikular fokal di dalam plasenta
dan janin dengan kantung gestasional (bawah) (Berkowitz
RS, 2009).

Gambar 2.2

Sumber : The new England Journal of medicine(Berkowitz RS, 2009).

Pada pemeriksaan ultrasonografi, MHP dicirikan dengan


pembesaran plasenta, lebih tebal 4 cm dari insersi corda pada
trimester kedua dan terdiri dari banyak area kista (swiss cheese
appearance). Diagnosis MHP lebih sulit daripada MHK,
dengan pemeriksaan ini hanya 29% yang dapat dideteksi dalam
penelitian skala besar (Wladimiroff W, 2009).

2. Foto Thorax

13
Ketika kehamilan mola didiagnosa, pemeriksaan thorax x-ray
sebaiknya dilakukan. Paru-paru merupakan tempat metastasis
paling utama terjadinya tumor trophoblastic.

2. 8 Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
 Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
 Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan
12 jam kemudian dilakukan kuret.
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan
umum penderita.
c. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih
2. Pengawasan Lanjutan
 Kadar B-hCG
Setelah jaringan mola dievakuasi, kadar β -hCG akan menurun
secara perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak terdeteksi lagi. Waktu
rata-rata yang diperlukan untuk mencapai kadar normal (<5
mIU/ml) adalah 12 minggu. Ada beberapa jenis kurva regresi
antara lain yang dibuat oleh Mochizuki. Menurut Mochizuki pada
keadaan normal, β-hCG akan turun sebagai berikut

14
Bila terjadi distorsi dari kurva regresi yang normal,

berarti terjadi keganasan. Karena itu, diagnosis dini TTG

ditegakkan dengan memperhatikan kurva regresi ini, dengan

syarat penderita harus patuh melakukan follow up

(Martaadisoebrata, 2005).

 Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :


o Setiap minggu pada Triwulan pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
 Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
-Keluhan, terutama perdarahan, batuk atau sesak nafas
-Pemeriksaan ginekologis, terutama adanya tanda-tanda sub-
involusi
-Kadar Β-hCG , terutama bila ditemukan ada tanda-tanda

distorsi dari kurva regresi yang normal.

Bila dalam tiga kali pemeriksaan berturut-turut,


ditemukan salah satu dari tanda-tanda di atas, penderita harus

15
dirawat kembali, untuk pemeriksaan yang lebih intensif, seperti
USG, foto toraks dan lain-lain.

Follow up dihentikan bila sebelum satu tahun wanita


sudah hamil normal lagi, atau bila setelah setahun, tidak ada
keluhan, uterus dan kadar Β-hCG dalam batas normal, serta
fungsi haid sudah normal kembali. Selama follow up, kepada
wanita dianjurkan untuk tidak hamil dahulu, karena dapat
menimbulkan salah interpretasi. Salah satu ciri adanya
keganasan adalah meningginya kembali kadar Β-hCG ,
sedangkan pada kehamilan, Β-hCG yang tadinya normal, akan
meninggi lagi. Dalam keadaan seperti ini, kadang-kadang kita
ragu apakah kenaikan kadar Β-hCG ini disebabkan oleh
kehamilan baru atau oleh proses keganasan (Martadisoebrata,
2005).

b. Pemeriksaan dalam :

o Keadaan Serviks
o Uterus bertambah kecil atau tidak
 Reaksi biologis dan imunologis :
o 1x seminggu sampai hasil negatif
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1x3 bulan selama tahun berikutnya
 Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan
 Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai
kontrasepsi oral pil.

3. Sitostatika Profilaksis

16
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi
keganasan misalnya pada usia tua dan paritas tinggi yang menolak untuk
dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang
mencurigakan.

o Methotrexate (MTX) 20 mg/hari i.m, asam folat 10 mg 3 x 1


hari dan Cursil 35 mg 2 x 1 hari, selama 5 hari berturut-turut.
Profilaksis dengan tablet MTX, dianggap tidak bermanfaat.
Asam folat adalah antidote dari MTX, Cursil berfungsi sebagai
hepatoprotektor.

o Actinomycin D 1 flakon sehari, selama 5 hari berturut-turut.


Tidak perlu antidote maupun hepatoprotektor.

17
Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa

2.9 Prognosis

Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas
akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini
dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola
masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola

18
hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah
jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006).

Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan
trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan
pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa
berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional (Sumapraja, 2005;
Cunningham, 2006).

Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive,


dimana akan masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan
perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan
memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi
korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan membesar
(Cunningham, 2006).

2.10 Komplikasi

 Atonia
 Tiroktoksikosis
 Perdarahan yang hebat sampai syok
 Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
 Infeksi sekunder
 Perforasi karena tindakan atau keganasan

19
BAB III
Laporan Kasus

I. Anamnesa Pribadi:
Nama : Ny. S
Umur : 32 tahun
Suku : Islam
Alamat : Jl. Raew V Ling
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTA
Status : Menikah
Riwayat Persalinan : G5P4A0
Tanggal Masuk : 18 Maret 2019

II. Anamnesis:
Keluhan Utama : Keluar darah dari kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang : Hal ini dialami pasien 4 hari yang lalu pukul 21.00
WIB tanggal 14 Maret 2019, Keluar darah berwarna
merah gelap secara tiba-tiba disertai nyeri, ganti
doek 2x/hari. Mual dan muntah dijumpai, Riwayat
keluar jaringan seperti mata (-). Riwayat trauma (-).
Sesak nafas (-), Penurunan BB (-), Riwayat Operasi
(-), Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-).
Riwayat perut dikusuk (-). BAK dan BAB dalam
batas normal.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak ada


Riwayat Penggunaan Obat : Tidak ada
- HPHT : ?-09-2018
- TTP : ?-06-2019
- Ante Natal Care : 1x dengan bidan

20
Riwayat Persalinan:
1. Perempuan, 3600 gram, aterm, psp, bidan, 12 tahun, sehat
2. Laki-laki, 3200 gram, aterm, psp, bidan, 9 tahun, sehat
3. Perempuan, 3800 gram, aterm, psp, bidan, 4 tahun, sehat
4. Hamil ini

III. PEMERIKSAAN FISIK


Vital Sign
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 100x/i
Frekuensi Nafas : 21 x/i
Suhu : 36.8 o C

Pemeriksaan Umum:
Kepala : Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera kuning (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Toraks : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Vesikular
ST : Tidak ada
Ekstremitas Superior : Frekuensi nadi 78x/i, akral hangat
Inferior : Edema (-/-)

Status Obstetri:
Inspeksi
Abdomen : Membesar, soepel, peristaltik (+) normal.
Palpasi : Ballotement (-)
TFU : setentang pusat.
Gerak Janin : (-)
Denyut Jantung Janin : (-)

21
Status Ginekologi:
Inspekulo : Serviks tertutup, tampak darah merembes, dibersihkan, kesan
darah tidak aktif. Keluar jaringan (-) Porsio licin, erosi tidak
dijumpai.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium:
18 Maret 2019 pukul 18.24 WIB
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 10,1 12-14 gr/dl

Ht 31,0 36-42 gr/dl

RBC 3,76x106 4-5,4X106 uL

WBC 11,06 4000-11000/mm3

Platelet 293.000 150000-400000/mm3

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

KGDs 120 < 200 mg/dLs

Ureum 14 10-50 mg/dL

Creatinin 0,42 0,60-1,20 mg/dL

Uric acid 4,70 3,50-7,00 mg/dl

Natrium 147,00 136,00-155,00

Kalium 3,80 3,50-5,50

Chlorida 117,00 95,00-103,00

HbsAg Non-Reactive Non-Reactive


Beta HSG Serum 920.400 <5

V. Diagnosa:
Molahidatidosa

22
VI. Tindakan
- Rawat inap
- Kuretase

VII. Terapi:
- IVFD RL 20gtt/menit
- Inj. Asam traneksamat 1amp

VIII. Rencana:
- Cek TSH, T3, T4
- Foto thorax PA

BAB IV
FOLLOW UP PASIEN

18 Maret 2019 S : Riwayat keluar darah dari kemaluan

O : Sens : CM

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 100 x/ menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5oC

23
Abdomen : Membesar ,simetris , soepel,
peristaltik (+) N

TFU : setentang pusat

P/V : (-)

BAK : (+)

BAB : (+), flatus (+)

DJJ : (-)

Gerak Janin: (-)

His : (-)

A : Molahidatidosa

P : - IVFD RL 20 gtt/i

R/ : Kuretase elektif

S : Riwayat keluar darah dari kemaluan


19 Maret 2019
O : Sens : CM

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 90 x/ menit

Pernafasan: 22 x/menit

Suhu : 36,0oC

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N

TFU : setentang pusat

P/V : (-)

BAK : (+)

BAB : (+), flatus (+)

24
A : Molahidatidosa

P : - IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam

R/ : Monitoring Vital Sign, Cek Profil Thyroid

20 Maret 2019 S : Post kuretase

O : Sens : CM

TD : 100/60 mmHg

Nadi : 90 x/ menit

Pernafasan: 22 x/menit

Suhu : 36,5oC

Abdomen : soepel, peristaltik (+)

TFU : 2 jari dibawah pusat

P/V : darah mengalir minimal, bercak (-)

BAK : terpasang kateter, UOP : 50cc/jam

BAB : (-) , flatus (-)

A : Post Kuretase a/i Molahidatidosa +H1

P : - IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam

- Inj. Ketorolac 30mg/8 jam

- Inj. Ranitidine 50mg/12 jam

25
- Inj. Methergin 1 amp/24 jam

R : Monitoring Vital Sign, Kontraksi Uterus,


perdarahan pasca kuretase, Cek DR 2 jam pasca
kuretase

21 Maret 2019 S : Post kuretase

O : Sens : CM

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/ menit

Pernafasan: 20 x/menit

Suhu : 36,5oC

26
Abdomen : soepel, peristaltik (+) N

TFU : pertengahan pusat dan simphisis

P/V : (-)

BAK : (+) N

BAB : (+) N, flatus (+)

A : Post Kuretase a/i Molahidatidosa+H2

P : - Cefadroxil 2 x 500 mg

Metergin tab 3 x 1

Vit B complex 2 x 1

Pasien PBJ

Hasil Laboratorium di Ruangan

19 Maret 2019
Test Result Unit References
Hemoglobin 10,1 g% 12-16
Erythrocyte 3,76 106/mm3 4.0-5.40
Leucocyte 11600 /ul 4000-11000
Hematocrite 31,0 % 36.0-42.0

27
Trombosit 293 103/uL 150-400
Eosinophil 0,09 % 0.0-5.0
Basophil 0,02 % 0.0-1.0
Neutrophil 7,50 % 50-70
Lymphocyte 2,40 % 20.0-40.0
Monocyte 1,05 % 2.0-8.0
MCV 82,4 Fl 80.0-97.0
MCH 26,9 Pg 27.0-33.7

MCHC 32,6 g% 31.5-35.0

TSH <0,05 uJu/ml 0,35-4,94 uJu/ml

T3 1,29 ng/ml 0,58-1,59 ng/ml

T4 10,08 ug/dl 4,87-11,72 ug/dl

LAPORAN KURETASE

Tanggal: 20 Maret 2019


- Pasien dibaringkan dimeja ginekologi dengan posisi litotomi dengan infus
terpasang baik
- Dilakukan tindakan anestesi spinal
- Operator mencuci tangan dengan cara fuerbringer dan memakai alat pelindung
diri, cap, masker, apron, sepatu boots terlebih dahulu, baru mencuci tangan
dan memakai baju steril dan sarung tangan steril
- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptic pada lapangan operasi dengan
povidone iodine dan alcohol 70%. Pada vulva vagina lalu ditutup dengan duk
steril kearah lapangan operasi
- Dilakukan pemasangan kateter untuk mengosongkan kandung kemih

28
- Dilakukan pemasangan spekulum atas dan bawah dan portio dijepit oleh
tenakulum diarah jam 11.00
- Dilanjutkan dengan sondase uterus sepanjang ± 15 cm tampak ukuran uterus
20cm
- Dilakukan pengeluaran jaringan dengan oval klem. Dilakukan suction kuretase
tampak jaringan seperti mata ikan.
- Dilanjutkan dengan kuretase menggunakan sendok kuret tumpul searah jarum
jam dan dilanjutkan dengan sendok kuret tajam.
- kesan : bersih dan perdarahan (-)
- Tenakulum dilepas dan sims spekulum bawah dilepas
- Kondisi ibu post kuretase stabil. Kemudian jaringan dikirim ke lab PA
Post Kuretase :

Sens : Compos Mentis

TD : 100/60 mmHg

HR : 90 x/i

RR : 22 x/i

T : 36,70C

Terapi :
1. Tirah baring
2. IVFD RL 20gtt/i
3. Inj. Methylergometrine 1 amp IV
4. Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ iv
5. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
6. Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/iv

Anjuran post kuretase :


 Awasi tanda vital, kontraksi uterus dan tanda – tanda perdarahan pasca
kuretase

29
BAB IV

DISKUSI KASUS

Teori Kasus
Mola hidatidosa adalah penyakit yang Ny S, 32 tahun, G4P3A0, datang dengan
berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas keluhan keluar darah dari kemaluan.
plasenta atau calon plasenta dan disertai
Keluar darah berwarna merah gelap secara
dengan degenerasi kistik villi dan perubahan
tiba-tiba disertai nyeri, ganti doek 2x/hari
hidropik.

Dalam mendiagnosa, beberapa gejala Anamnesis :


yang bisa menunjukkan Mola Hidatidosa :
Hal ini dialami pasien sejak pukul 21.00
1. Perdarahan Vagina
WIB tanggal 14 Maret 2019. Keluar darah
2. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan
berwarna merah gelap secara tiba-tiba
usia kehamilam

30
3. Mual Muntah yang berlebihan disertai nyeri, ganti doek 2x/hari dan tidak
4. Peningkatan b HCG yang tajam>300000 berbau.
5.Pada Pemeriksaan USG dijumpai
Vital sign :
gambaran sarang tawon / snow storm.
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 100x/i
Frekuensi Nafas : 21 x/i
Suhu : 36,8
Laboratorium :

HB/RBC/WBC/HT : 10,1/3,76/11,06/31,0

bHCG : 920400

Hasil USG : Gambaran seperti snowstrom


Terapi pada pasien dengan TERAPI :
molahidatidosa :
- IVFD RL 20gtt/menit
1. Evakuasi (perbaiki KU, Pemberian
- Inj. Ceftriaxone 1 gram / 12 jam
antibiotik, kuretase dan histerektomi)
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam

- Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam

Rencana:
- kuretase

31
32
BAB V

KESIMPULAN

Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan


pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi
kistik villi dan perubahan hidropik. Dalam mendiagnosa, beberapa gejala yang
bisa menunjukkan Mola Hidatidosa adalah perdarahan vagina, pembesaran uterus
tidak sesuai dengan usia kehamilam, mual muntah yang berlebihan, peningkatan b
HCG yang tajam>300000, pada Pemeriksaan USG dijumpai gambaran sarang
tawon / snow storm. Terapi pada pasien dengan molahidatidosa adalah Evakuasi
(perbaiki KU, Pemberian antibiotik, kuretase dan histerektomi).
Ny S, 32 tahun, G4P3A0, Islam, Ibu Rumah Tangga menikah datang ke
RSUPM pada tanggal 18 Maret 2019 pukul 13.40 WIB dengan keluhan keluar
darah dari kemaluan 4 hari lalu. Hal ini dialami pasien sejak pukul 21.00 WIB
tanggal 14 Maret 2019, Keluar darah berwarna merah gelap secara tiba-tiba
disertai nyeri, ganti doek 4x/hari dan tidak berbau. Riwayat keluar jaringan seperti
mata (-).Riwayat trauma tidak dijumpai. Sesak nafas (-), penurunan BB (-),
Riwayat Operasi (-), Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-). Riwayat
perut dikusuk (-). BAK dan BAB dalam batas normal.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratotium, pasien didiagnosa
dengan molahidatidosa. Dan diberi terapi cairan IVFD RL 20 gtt/I dan inj.
Ceftriaxone 1 gr/12 jam (profilaksis). Dilanjutkan kuretase.

33
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono,2014. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo


: Jakarta

Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik


Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S,
Martaadisoebrata D. 2005. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput
Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo: Jakarta
Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial
Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta
John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of
Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses
dari http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF ,
pada 25 Oktober 2012
Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar
Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta
Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi
kedua. EGC: Jakarta
Sarwono,Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta
Martaadisoebrata D (2009). Obstetri patologi ilmu kesehatan reproduksi. Edisi 3.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,pp: 38-42

34

You might also like