You are on page 1of 19

MATA KULIAH PENGARUH SOSIAL

DINAMIKA PENGARUH SOSIAL


Dosen Pengampu: Dr. R. A. Fadhallah

KELOMPOK 7

Disusun oleh:

Amanda Rasulia Gita (1801617259)

Dina Nurhayati (1801617066)

Dwi Resi Asmara Suparno (1801617191)

Dwita Utami Damayanti (1801617072)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2019

0
A. Teori Belajar Sosial
Pokok pemikiran dari teori ini adalah bahwa perilaku ditentukan oleh apa yang
telah dipelajari. Belajar sosial dibagi dua:
1. Belajar Sosial Sebagai Suatu Proses
Menurut David L. Watsen tingkah laku sosial berhubungan dengan tingkah laku
yang didasarkan penguasaan dan pengendalian lapangan atau objek. Tingkah laku
disini di mana antara individu satu dengan individu lainnya saling memiliki hubungan,
setiap individu yang bertingkah laku diharap memilliki kegunaan terhadap individu
yang lain dalam suatu situasi sosial. Namun, dalam bertingkah laku sosial setiap
individu wajib memahami norma-norma sosial yang telah ada. Menurut Neal Miller
dan John Dalland setiap proses belajar harus memiliki 4 fakta pokok yaitu:
a. Drive adalah rangsang yang kuat yang mendorong tingkah laku. Drive disini dibagi
menjadi dua yaitu:
 Drive primer yaitu dorongan yang bersifat biologis
 Drive sekunder yaitu dorongan yang bersifat psikologis
b. Cue adalah sesuatu untuk menentukan kapan ia akan bereaksi, dimana ia akan
bereaksi, dan reaksi apa yang akan ia buat.
c. Respond adalah sesuatu dimana seseorang mengerjakan suatu hal. Tingkah laku
individu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
 Tingkah laku sama yang dimana tingkah laku tersebut dilakukan secara
bersama-sama.
 Tingkah laku tergantung yaitu tingkah laku yang muncul akibat tingkah laku
orang lain.
 Tingkah laku salinan, tingkah laku yang tercipta karena suatu ajaran.
d. Reward adalah suatu pemberian berupa penghargaan yang diberikan dikarenakan
telah mengerjakan suatu hal dengan baik.
Teori belajar sosial tiruan terdiri dari:
a. Teori belajar sosial tiruan dari Neals Miller dan John Dollard menerangkan tentang
belajar sosial dari individu melalui tahap-tahap:
 Menanggapi situasi di mana individu menerima dan memberi arti yang sedang
dihadapi oleh individu tersebut.
 Meniru tingkah laku individu lain

1
 Pembuat reaksi baru di mana tingkah laku seseorang dalam suatu situasi
sebagai tanggapannya atas situasi itu.
b. Teori proses pengganti dari Bandura dan Walters. Proses pengganti disini berupa
tingkah laku yang bersifat khalayan misalnya ketika A memberiikan secangkir teh
manis kepada B lalu disana terdapat C, C disini akan berkhayal tentang apa yang
dilakukan oleh B seperti B akan menerima teh manis yang diberikan oleh A kepada
B dan B akan mengucapkan terimakasih kepada A. Proses khayalan tersebut
bersifat secara tersembunyi khayalan C tersebut merupakan proses pengganti.
Menurut Bandura dan Waltern terdapat tiga bentuk tingkah laku yang tercipta
yaitu:
 Efek modelling yaitu tingkah laku yang tercipta sesuai dengan tingkah laku
yang dikhayalkan.
 Efek penghambat dan penghapus hambatan yaitu tingkah laku yang akan
dilakukan oleh individu lain tidak sesuai dengan yang ada dalam khayalan.
 Efek kemudahan yaitu tingkah laku yang dilakukan oleh penerima dengan
mengamati tingkah lakunya perangsang.
c. Teori belajar sosial dengan penguat sosial, teori ini biasanya diterapkan oleh
individu yang memiliki kedudukan sosial yang sama. Teori tersebut antara lain:
a) Teori tingkah laku sosial dasar dari George C. Homans. Yaitu proses tingkah
laku individu satu dengan individu lainnya saling memberi keuntungan. Ciri-
ciri teori adalah:
 Bersifat sosial ada aksi dan reaksi antara kedua belah pihak
 Dimana setiap ada aksi harus ada reaksi, reaksi disini dapat memperoleh
ganjaran bila hal tersebut positif dan mendapat hukuman bila hal tersebut
negatif
 Adanya tingkah laku nyata dari individu, tingkah laku nyata disini di mana
individu lain memberiikan respon terhadap tingkah laku individu
lawannya.
b) Teori belajar sosial hasil interaksi dari Thibaut dan Kelly. Teori ini menerapkan
tentang hubungan antara dua individu atau lebih yang mereka saling tergantung
antara satu dengan lainnya.
2. Belajar Sosial Sebagai Suatu Hasil
a. Falkways dan Usages

2
Menurut S. Stanfeld Sargent folkways adalah bentuk-bentuk tingkah laku
yang dibenarkan untuk situasi khusus. Falkways dan usages memiliki perbedaan
di antara keduanya. Falkways yaitu berupa tingkah laku seseorang yang merupakan
suatu kebiasaan sedangkan usages adalah tingkah laku seseorang yang merupakan
kebiasaan namun menyangkut tentang ucapan, misalnya:
 B memberiikan makan siang kepada A lalu A mengucapkan terimakasih
kepada B. Ucapan terimakasih ini masuk ke dalam usages.
 B mengulurkan tangannya untuk mengajak A bersalaman lalu A mengulurkan
tangan ke B. Mengulurkan tangan disini masuk ke dalam falkways.
Kingsley Davis menyebutkan bahwa folkways dan usages adalah standar
tingkah laku yang dipandang sebagai kewajiban yang relatif tahan lama,
pemaksaan melalui kontrol sosial secara optimal dan pada dasarnya tidak
direncanakan dan berupa cara-cara tersembunyi. Falkways dan usages merupakan
sebuah tingkah laku yang setiap waktunya selalu berulang-ulang. Falkways dan
usages disini adalah tingkah laku yang apabila tingkah laku mereka memberiikan
dampak yang tidak baik maka mereka akan mendapat sanksi akibat dari tingkah
laku yang telah mereka kerjakan tersebut.
b. Convention
S. Stanfeld Sergent menyebutkan bahwa convention adalah aturan yang
mengatur tingkah laku sosial yang lebih penting. Convention disini sangat erat
hubungannya dengan aturan tentang tingkah laku sosial yang dimana convention
ini ditakuti oleh pelanggar convention itu sendiri dan convention ini memiliki
hubungan yang erat dengan kebudayaan missal ketika seseorang akan melakukan
acara perkawinan maka mereka akan memulai kegiatannya dengan urut sesuai
dengan aturan yang sudah ada.
c. Mores dan Taboos
Menurut Mac. Iver dan Charles H. Page mores sebagai sesuatu untuk
menyatakan standar kelompok, perasaan kelompok, apakah layak benar dan
mendorong pada keadaan sehat. Mores disini adalah tingkah laku yang dikerjakan
individu di dalam lingkungan masyarakat. Tingkah laku mores ini apabila individu
melakukan kesalahan maka akan mendapatkan hukuman yang berat. Mores
memiliki kerekatan tentang tingkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan

3
individu yang lain yang dimana dalam hal ini mores dapat dicontohkan seperti
jujur, bertanggung jawab, disiplin dan lain-lain.
Taboos menurut Kingsley Davis adalah mores yang dinyatakan dalam
bentuk negatif. Taboos memiliki makna yang hamper sama dengan mores, sama-
sama tingkah yang melibatkan tentang interaksi dengan individu yang lain namun
disini taboos berkebalikan dengan mores, taboos adalah tingkah laku seseorang
yang mana tingkah laku tersebut tidak boleh ada dan dilakukan oleh individu
seperti tidak jujur, tidak sopan, tidak tanggung jawab dan lain-lain. Taboos disini
juga akan mendapatkan sanksi bagi individu yang melakukan tingkah laku yang
tidak sesuai.
d. Institutional Role
Menurut S. Stanfeld Sargent institutional adalah pola-pola tingkah laku
sosial individu yang diharapkan dalam masyarakat. Peran yang diharapkan
masyarakat yang telah melembaga sangat tergantung dalam beberapa hal (Santosa,
2010), yakni:
 Latar belakang pendidikan dan pengalaman individu. Latar belakang dan
pengalaman individu sangat penting yang di mana setiap individu satu dengan
individu lainnya akan memiliki perbedaan yang berbeda-beda sehingga akan
membetuk peran yang berbeda juga.
 Latar belakang pekerjaan di mana setiap individu harus sudah menguasai
bidang pekerjaan yang mereka geluti sehingga akan membentuk peran yang
sesuai.
 Tempat tinggal individu sebelumnya.
 Penguasaan terhadap norma-norma sosial masyarakat oleh individu.
 Tanggapan dan penerimaan dari masyarakat.
Analisis
Teori pembelajaran Sosial sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori
behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai
peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu juga, jika manusia
belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan (
modeling ), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik
peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan

4
yang tidak diterima dalam masyarakat. Teori ini juga lebih lengkap dibandingkan
teori belajar sebelumnya , karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku
seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang tersebut. Bandura
memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata reflex atas stimulus ( S-R
bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan
dengan kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori belajar social lebih
ditekankan pada perlunya conditioning ( pembiasan merespon ) dan imitation (
peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian
empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus
pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan
kognitif.

B. Faktor-faktor Pembentuk Pengaruh Sosial


Pengaruh sosial adalah suatu usaha dalam mengubah perilaku seseorang dalam
berfikir, berpresepsi, keyakinan, sikap seseorang ataupun beberapa individu lainnya. Ada
tiga faktor dalam pembentuk pengaruh sosial yaitu konformitas (complience),
kesepakatan, dan kepatuhan.
1. Konformitas
Konformitas merupakan suatu jenis pengaruh sosial dimana individu
mengubah sikap dan tingkah tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial
yang ada. Konformitas pertama kali dikenalkan oleh Solomon Asch, yang penelitian
klasiknya mengindikasikan bahwa banyak orang akan mengikuti tekanan sosial dari
kelompok yang bersuara bulat. Ada juga faktor faktor yang mempengaruhi
konformitas menurut Sarwono. Diantaranya besarnya kelompok, banyaknya suara,
keterpaduan/kohesivitas), tanggapan umum, komitmen umum, dan status.
Kemudian terdapat pula sebab sebab terjadinya konformitas yaitu:
a. Normative social influence
Merupakan tekanan yang merefleksikan norma kelompok yang berisi harapan
mengenai perilaku yang tepat yang dipegang oleh para anggota kelompok.
b. Informational social influence
Merupakan tekanan untuk menyesuaikan diri yang berasal dari asumsi kita bahwa
orang lain memiliki informasi yang tidak kita miliki
2. Compliance (Kesepakatan)

5
Compliance atau kesepakatan adalah usaha usaha untuk membuat orang lain
berkata ya terhadap berbagai permintaan. Terdapat juga beberapa prinsip dasar
kesepakatan diantaranya:
a. Pertemanan/rasa suka
b. Komitmen/konsistensi
c. Kelangkaan
d. Timbal balik/resiprositas
e. Validasi sosial
f. Kekuasaan
Individu menggunakan berbagai taktik yang berbeda untuk memperoleh
kesepakatan, diantaranya:
a. Foot in the door dan prosedur lawball. Didasarkan pada prinsip
komitmen/konsistensi
b. Teknik door in the face dan that’s not all, didasarkan pada prinsip timbal balik.
c. Teknik deadline dan jual mahal, didasarkan pada prinsip kelangkaan, apa yang
langka atau sulit diperoleh itu berharga.
d. Validasi sosial, berkaitan dengan pengaruh sosial informasional dan konformitas.
3. Kepatuhan
Kepatuhan merupakan suatu bentuk pengaruh sosial dimana seseorang hanya
perlu memerintahkan satu orang lain atau lebih untuk melakukan satu atau beberapa
tindakan. Penelitian mengindikasikan bahwa banyak orang bersedia untuk mematuhi
perintah dari sumber otoritas yang relative tidak berkuasa, bahkan jika perintah
tersebut meminta mereka untuk menyakiti orang asing yang tidak bersalah. Kemudian
ada beberapa tahapan indoktrinasi intensif dari kepatuhan, diantaranya:
a. Melunakan (softening-up)
Anggota baru disolasi dari teman teman dan keluarga, dibuat bingung, lelah dan
disorientasi. Tujuannya adalah memisahkan mereka dari kehidupan lama dan
membuat mereka mau menerima pesan pesan kelompok.
b. Kesepakatan (compliance)
Anggota baru diminta untuk mengiyakan permintaan dan belief kelompok serta
secara aktif “mencoba” peran sebagai anggota.
c. Internalisasi

6
Anggota baru mulai menerima bahwa pandangan kelompok adalah benar dan
mereka sungguh sungguh mempercayai pandangan pandangan tersebut.
Kesepakatan publik digantikan dengan penerimaan dari hati.
d. Konsolidasi
Anggota baru memperkuat keanggotaan mereka dengan melakukan tindakan
yang mahal, yang membuat mereka sulit, atau bahkan tidak mungkin untuk
mundur.
C. Identitas Sosial
1. Definisi Identitas Sosial
Definisi mengenai Identitas sosial pun bermacam-macam menurut para tokoh.
Menurut Michael A Hogg danDominic Abrams(1998),“Identitas sosial didefinisikan
sebagai 'pengetahuan individu bahwa ia milik kelompok sosial tertentu bersama-sama
dengan beberapa makna emosional dan nilai dari keanggotaan kelompok, dimana
kelompok sosial adalah' dua atau lebih individu yang berbagi Identifikasi sosial baik
umum maupun pribadi, atau yang hampir sama, artinya menganggap diri mereka
sebagai anggota dari kategori sosial yang sama.
M. Hogg (1998) pendekatan identitas sosial bertumpu pada asumsi-asumsi
tertentu tentang sifat manusia dan masyarakat, serta keterkaitan mereka. Secara
khusus, ia mempertahankan bahwa masyarakat terdiri dari kategori sosial yang berdiri
dalam kekuasaan dan status hubungan satu sama lain. 'Kategori Sosial' mengacu pada
pembagian masyarakat atas dasar kebangsaan (Inggris/Perancis), ras (Arab/Yahudi),
kelas (pekerja/kapitalis), pekerjaan (dokter/tukang las), jenis kelamin (pria/wanita),
agama (Muslim/Hindu), dan sebagainya. Sedangkan 'hubungan kekuasaan dan
statusnya' mengacu pada fakta bahwa beberapa kategori dalam masyarakat memiliki
kekuatan besar, prestise, status, dan lainnya, daripada yang lain.
Dalam Robert A Baron dan Don Byrne (2003), Menurut Sherman (1994),
“setiap orang berusaha membangun sebuah identitas sosial (social identity), sebuah
representasi diri yang membantu kita mengkonseptualisasikan dan mengevaluasikan
siapa diri kita. Dengan mengetahui siapa diri kita, kita akan dapat mengetahui siapa
diri (self) dan siapa yang lain (others)”.
2. Identitas Sosial dan Identitas Pribadi
Hogg & Vaughan (2002), Teori identitas sosial telah menyarankan bahwa ada
dua kelas yang luas dalam identitas, yang menentukan jenis diri: (1) identitas sosial,
yang mendefinisikan diri dalam hal keanggotaan kelompok, dan (2) identitas pribadi,
7
yang menentukan diri dalam hal hubungan pribadi dan sifat-sifat istimewa. Identitas
sosial dikaitkan dengan kelompok dan antarkelompok perilaku seperti etnosentrisme,
ingroup Bias, solidaritas kelompok, diskriminasi antarkelompok, kesesuaian, perilaku
normatif, stereotip dan prasangka.
Identitas pribadi yang terkait dengan hubungan interpersonal yang dekat
positif dan negatif dan dengan perilaku pribadi istimewa. Kita memiliki banyak
identitas sosial karena ada kelompok yang merasa kita miliki, dan banyak identitas
pribadi karena ada hubungan interpersonal yang mana kitaterlibat dalam klaster dan
atribut istimewa yang kita percaya dan kita miliki. Identitas sosial dapat menjadi aspek
yang sangat penting dalam konsep diri kita. Misalnya, Cittrin, Wong dan Duff (2001)
melaporkan sebuah studi yang menemukan bahwa 46 persen orang Amerika merasa
menjadi orang Amerika, identitas sosial, adalah hal yang paling penting dalam hidup
mereka.Baik identitaspribadi maupun identitas sosial mutlak dimiliki oleh setiap
individu. Setiap individu bisa dan bebas untuk memiliki bermacam-macam identitas,
baik identitas pribadi maupun identitas sosial. Keputusan untuk memiliki banyak
identitas bergantung pada kebutuhan individu untuk diakui dengan identitas macam
apa. Dan pilihan individu untuk mengkategorikan diri dalam identitas dilakukan secara
sadar.
3. Komponen Identitas Sosial
Mark Rubin (2004), ada interpretasi yang berbeda mengenai beberapa teori
identitas sosial. Dalam keragaman ini, perlu untuk meringkas interpretasi tersebut.
Disini ditafsirkan teori identitas sosial terdiri dari tiga komponen utama. Diantaranya
adalah komponen psikologi sosial, komponen sistem dan komponen masyarakat.
Berikut penjelasan masing-masing komponen:
a. Komponen sosial-psikologis dalam teori identitas sosial ini menjelaskan proses
kognitif dan motivasi dalam hal jenis diskriminasi antar kelompok atau lebih
dikenal sebagai kompetisi sosial.Dijelaskan oleh peneliti bahwa kompetisi sosial
adalah ketika suatu kelompok ingin bersaing dengan kelompok lain dalam
berbagai aspek, bisa aspek positif bisa juga aspek yang negatif.
b. Komponen istem dalam teori identitassosial ini memenuhi syarat komponen
sosial-psikologis dengan menetapkan kondisi di mana persaingan sosial mungkin
akan dan tidak akan terjadi. Komponen Sistem menentukan tiga variabel
sociostructural:
 Batas-batas kelompok permeability
8
 Stabilitas sistem status antarkelompok
 Legitimasi sistem status antarkelompok.
Komponen Sistem memprediksi bahwa persaingan sosial akan terjadi hanya
ketika batas-batas kelompok yang kedap dan status system antar kelompok tidak
stabil dan tidak sah.
c. Komponen masyarakat berkaitan dengan konteks historis, budaya, politik, dan
ekonomi yang spesifik yang berisi dan mendefinisikan kelompok dan sistem
status mereka. Yang spesifik dari konteks sosial dapat digambarkan sebagai
kenyataan dari situasi sosial antar kelompok.Dijelaskan oleh peneliti, bahwa
komponen masyarakat merupakan realisasi dari persaingan sosial tersebut. Sama
halnya dengan dua komponen diatas mengenai aliran psikoanalisa, komponen
masyarakat merupakan bagian dari superego. Superego merupakan tindakan atau
realisasi dari apa yang telah difikirkan dan direncanakan sebelumnya.
4. Terbentuknya Identitas Sosial
Dalam Michael A Hogg (2004), proses identitas sosial melalui 3 tahapan yaitu
social categorization, prototype, dan depersonalization. Untuk memahami apa yang
dimaksud oleh Hogg diatas penelitiakan menjelaskan tiap tahapan, sebagai
berikut:Kategorisasi sosial berdampak pada definisi diri, perilaku, persepsi pada
prototypeyang menjelaskan dan menentukan perilaku. Ketika ketidak menentuan
identitas ini terjadi, maka konsepsi tentang diri dan sosialnya juga tidak jelas.
Prototype juga bisa menjadi sebuah momok bagi kelompok sosial. Dengan
memberikan prototype yang berlebihan pada kelompoknya, maka penilaian yang
dilakukan kepada kelompok lain adalah jelek. Stereotype akan muncul pada kondisi
seperti ini. Pada dasarnya stereotype muncul dari kognisi individu dalam sebuah
kelompok. Stereotype juga bisa muncul dari kelomopok satu terhadap kelompok lain
yang berada diluar dirinya.
Secara kognitif, orang akan merepresentasikan kelompok-kelompoknya dalam
bentuk prototype-prototype. Selain itu atribut-atribut yang menggambarkan kesamaan
dan hubungan struktur dalam kelompok. Hal ini dilakukan untuk membedakan dan
menentukan keanggotaan kelompok. Prototype adalah konstruksi sosial yang
terbentuk secara kognitif yang disesuaikan dengan pemaksimalan perbedaan yang
dimiliki oleh kelompok dengan kelompok lainnya. Depersonalisasiadalah proses
dimana individu menginternalisasikan bahwa orang lain adalah bagian dari dirinya

9
atau memandang dirinya sendiri sebagai contoh dari kategori sosial yang dapat
digantikan dan bukannya individu yang unik.
Robert A. Baron dan Don Byrne (2003), identitas sosial tidak datang dengan
sendirinya. Dalam pembentukan suatu identitas ada proses motivasi-motivasi. Hogg
(2004), memberikan penjelasan bahwa dalam proses pembentukan identitas, individu
memiliki dua motivasi, yaitu:
a. Self enchacemen (peningkatan diri) oleh individu dimanfaatkan untuk memajukan
atau menjaga status kelompok mereka terhadap kelompok lain yang berada diluar
dirinnya. Selain itu juga berfungsi untuk mengevaluasi identitas kolektif. Dalam
konteks kelompok yang lebih menonjol, Self dalam pembahasan Hogg dapat
dimaknai sebagai Collective Selfatau identitas sosial.
b. Uncertainty reduction (reduksi yang tidak menentu) dilakukan untuk mengetahui
posisi kondisi sosial dimana ia berada. Tanpa motivasi ini individu tidak akan tahu
dirinya sendiri, apa yang harus dilakukan, dan bagaimana mereka harus
melakukannya. Sekaligus berfungsi untuk pembentukan prototype identitas sosial.
5. Faktor yang Mempengaruhi Identitas Sosial
Faktor-faktor yang mempengaruhi identitas sosial atau identitas aktif dalam
seseorang dan kekuatan identitas-identitas sosial.Empat faktor berikut tampaknya
pentingdalam mempengaruhi identitas sosial: self-kategorisasi, kebutuhan untuk
kekhasan yang optimal, identitas sosial kronis, dan perbedaan individu. Berikut
penjelasannya:
a. Self-kategorisasi
Penelitian menggunakan paradigma kelompok minimal yang di acak menugaskan
orang untuk membentuk kelompok buatan, yaitu, peserta penelitian dikategorikan
ke dalam kelompok oleh para peneliti. Namun, orang lebih cenderung untuk
menerima identitas sosial dan identitas yang lebih kuat jika mereka
mengkategorikan diri (Perreault & Bourhis, 1999). Beberapa faktor yang
mempengaruhi self-kategorisasi. TeoriSelf-kategorisasi menyebut proses ini self-
stereotip: anggota kelompok memandang dirinya dalam hal (biasanya positif)
stereotip mereka memiliki kelompok mereka menjadi diri dan menjadi satu dengan
kelompok yang berpandangan positif.
b. Optimalisasi Ciri Khas
Teori ini menyatakan bahwa orang termotivasi untuk mengidentifikasi dengan
kelompok-kelompok yang provide mereka dengan identitas sosial yang berbeda
10
positif dan yang memenuhi kebutuhan mereka pada kepastian. Salah satu hasil dari
proses ini adalah self-stereotip, di mana orang mengganti identitas pribadi mereka
dengan identitas kelompok. Salah satu kelemahan dari hipotesis diri stereotip
adalah bahwa orang memiliki kebutuhan dan mengalami diri mereka sebagai
individu yang unik yang berbeda dari orang lain (Brewer, 1991; Brewer & Pickett,
1999). Marilyn Brewer (1991) karena itu disarankan modifikasi teori self-
kategorisasi, yang dia sebut teori kekhasan yang optimal.
c. Perlakuan pada Grup
Perlakuan kesejahteraan kelompok E menghasilkan identifikasi kuat dengan
kelompok.
d. 34 erlakuan kesejahteraan kelompok menghasilkan identifikasi kuat dengan
kelompok. Misalnya, Sohpia Moskalenko, Clark McCauley, dan Paul Rozin (2004)
menemukan bahwa peringkat AS mahasiswa 'dalam menanggapi pertanyaan,
"Seberapa penting negara untuk Anda?" Meningkat setelah 11 September 2001,
attacts teroris di Amerika Serikat dibandingkan dengan peringkat yang dibuat 6
bulan sebelumnya. Delapan belas bulan kemudian, peringkat mereka telah menurun
ke tingkat pra-serangan. Namun, pengingat ancaman dapat menyebabkan
identifikasi ingroup meningkat sekali lagi. Misalnya, Mark Landau dan rekan-
rekannya (2004) menemukan bahwa mahasiswa AS berpikir kembali ke peristiwa
Bush (indikator identifikasi ingroup) dibandingkan dengan peringkat yang dibuat
oleh siswa dalam kondisi kontrol. Menariknya, Landau dan rekan-rekannya
mendirikan bahwa peringkat persetujuan meningkat untuk kedua siswa yang telah
ditandai diri mereka sebagai politik liberal dan mereka yang telah ditandai diri
mereka sebagai politik konservatif.d.Identitas sosial kronisMeskipun teori identitas
sosial memiliki peran bahwa konteks sosial bermain di elicting identitas sosial yang
dapat berubah dari situasi ke situasi, Steven Sherman dan rekan-rekannya
(Sherman, Hamilton, & Lewis, 1999) mengingatkan kita bahwa manusia juga
memiliki identitas kronis yang mempengaruhi perilaku mereka.
e. Perbedaan individu
Stephane Perreault dan Richard Bourhis (1999) mempelajari hubungan
ethnocentrims, kecenderungan untuk mendukung kelompok-kelompok etnis dan
kebangsaan seseorang sendiri atas kelompok-kelompok sejenis, identifikasi sosial.
Isu dalam Teori Identitas SosialDalam Whiteley dan Mary Kite (2006 ; 313), ada

11
beberapa hal yang seringkali menjadi permasalahan dalam Identitas sosial,
diantaranya adalah:
 In-group favorit vs pengurangan out-group
 Identitas sosial dan toleransi antar kelompok
D. Psikologi Gender
Kata gender diambil dari bahasa Inggris yang memiliki arti jenis kelamin.
Sedangkan jika dilihat secara umum, gender memiliki arti perbedaan pada laki laki dan
perempuan yang dilihat dari tingkah laku dan juga nilai. Sementara teori gender dalam
psikologi sosial, gender merupakan hal menyangkut karakteristik kepribadian yang ada
dalam setiap individu seperti maskulin, feminine, androgini dan juga tak terbedakan
dimana masing masing karakteristik tersebut akan sangat berpengaruh pada perilaku
individu.
1. Konsep Umum Gender
Dalam The Oxford Encyclopedia of The Modern World, gender mengartikan
pengelompokkan individu dalam urusan tata bahasa yang dipakai untuk
memperlihatkan ada tidaknya kepemilikan pada satu ciri jenis kelamin tertentu.
Sedangkan menurut Illich, gender merupakan satu dari tiga jenis kata sandang dalam
tata bahasa yang berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin, yang membedakan
kata benda menurut sifat penyesuaian dan dibutuhkan saat kata benda tersebut
digunakan dalam kalimat.
2. Konsep Psikologi tentang Gender
Gender dalam psikologi didefinisikan sebagai gambaran sifat, sikap dan juga
perilaku antara laki laki dan perempuan. Sedangkan menurut Whitley dan Bernard,
gener dibedakan antara maskulin dan feminin, sementara menurut Santrock, gender
memiliki peran seperti apa dan bagaimana seharusnya untuk melakukan, merasakan
dan juga memikirkan yang dilakukan setiap individu sebagai maskulin atau feminin.
Bem mengelompokkan 4 klasifikasi ruang lingkup psikologi sosial tentang
gender yakni maskulin, feminin, androgini dan juga tak terbedakan. Individu dengan
gender feminin berbeda perilaku proporsional realitas kehidupan sosial jika
dibandingkan dengan gender maskulin. yang terjadi karena gender feminin
mempunyai karakteristik seperti hangat dalam interpersonal, senang berafiliasi,
sensitif, senang merasa iba, kompromistik dan sebagainya. Sedangkan maskulin tidak

12
terlalu hangat, senang dengan kehidupan berkelompok, tidak terlalu responsif dalam
hal yang berhubungan dengan emosi dan sebagainya.
3. Teori Pembentukan Gender
Dalam ilmu psikologi sosial yang merupakan cabang cabang psikologi, teori
pembentukan gender terdiri dari 6 yakni teori biologis, teori kultural, teori freudian,
teori belajar sosial, teori perkembangan kognitif dan juga teori skema gender. Berikut
adalah penjelasannya:
a. Teori Biologis
Perbedaan antar peran gender berhubungan dengan biologis laki laki dan
perempuan dimana perbedaan ini adalah alami begitu juga dengan sifat peran
gender feminin dan maskulin yang terbentuk. Perbedaan biologis inilah yang
membuat perbedaan antara laki laki dan perempuan sehingga sifat stereotype
peran gender akan sulit untuk diubah. Perbedaan fisik laki laki dan perempuan
akan memberikan implikasi yang signifikan pada kehidupan publik perempuan
yang membuatnya memiliki sedikit peran jika dibandingkan dengan laki laki.
b. Teori Kultural
Menurut teori ini, pembentukan gender tidak disebabkan karena
perbedaan biologis laki laki dan perempuan namun karena sosialisasi atau
kulturalisasi. Dalam teori ini tidak mengakui sifat alami peran gender namun
hanya sifat gender yang dikonstruksi sosial budaya lewat proses sosialisasi
sehingga dalam teori ini membedakan jenis kelamin atau sex, konsep natura dan
juga gener konsep nurture. Nature tidak akan bisa diubah sedangkan peran gender
bisa diubah lewat budaya atau teknologi.
c. Teori Freudian
Teori ini beranggapan jika seorang anak belajar mengenai peran gender
dari lingkungan sekitar sebab anak mengidentifikasikan perilaku orang tua. Anak
laki laki akan mengidentifikasi perilaku ayah yang membuatnya berperilaku
seperti laki laki dan anak perempuan yang belajar dari peran ibu dalam keluarga
sehingga dalam proses identifikasi ditemukan anak lewat perbedaan genital jenis
kelamin.
d. Teori Belajar Sosial
Dalam teori belajar sosial memposisikan sumber sex typing di latihan
membedakan jenis kelamin pada komunitas masyarakat. Keutamaan dalam teori
ini ialah implikasi perkembangan psikologi laki laki dan perempuan yang
13
memiliki prinsip umum sama dengan proses belajar lainnya. Untuk itu, jenis
kelamin atau sex tidak dipertimbangkan secara istimewa, tidak memiliki
mekanisme atau proses psikologis khusus yang harus dipostulasi untuk
menjelaskan anak menjadi sex typed. Dalam teori ini memperlakukan anak
sebagai agen aktif yang berusaha untuk melakukan koordinasi sekaligus
memahami dunia sosial.
e. Teori Perkembangan Kognitif
Dalam teori perkembangan kognitif, individu sebagai organisme aktif,
dinamis dan juga mempunyai kemauan untuk berpikir. Individu bisa dan berhak
untuk membuat pertimbangan serta keputusan sesuai dengan kemauan dan
kemampuannya masing masing. Sex typing akan mengikuti prinsip natural dan
tidak bisa terhindar dari perkembangan kognisi. Individu bisa bekerja aktif untuk
memahami dunia sosial dan akan melakukan kategorisasi pada diri sendiri
sebagai laki laki atau perempuan.
f. Teori Skema Gender
Teori ini adalah kombinasi antara teori belajar sosial dan teori
perkembangan kognitif dimana pengaruh lingkungan sosial dan peran individu
akan dikombinasikan untuk membentuk gender lewat skema gender. Dalam teori
ini berasumsi jika sex typing merupakan fenomena yang dipelajari sehingga bisa
dimodifikasi atau dihindari.
4. Karakteristik Peran Gender
a. Maskulin
Karakteristik gender maskulin digambarkan sebagai sosok individu kuat,
berani, tegas, independen, bersemangat, teguh, penuh harga diri dan memiliki rasa
percaya diri yang merupakan beberapa sikap pria yang disukai wanita.
Kemungkinan, sifat ini terbentuk dari kebiasaan pada pekerjaan serta tugas yang
beragam serta mengandung tantangan dan polemik. Karakteristik sifat dari peran
gender maskulin dari Sarah adalah sebagai berikut:
 Kemampuan memimpin: Aktif, memiliki kemauan keras, konsisten, bisa
memimpin, optimis, sportif dan pemberani
 Sifat maskulin: Melindungi, matang, mandiri, percaya diri dan dewasa.
 Rasionalitas: Suka dengan pengalaman baru, rasional dan tenang dalam
keadaan krisis.

14
b. Feminim
Menurut Pendhazur dan Tetenbaum serta bernard, karakteristik peran
gender feminin lebih kepada sifat hangat dalam hubungan personal dan lebih
senang berafiliasi dengan orang lain dibandingkan mendominasi. Gender feminin
lebih sensitif dan tanggap pada keadaan yang lain, memiliki emosi dalam
psikologi, lebih berhati hati sehingga tidak menyinggung orang lain serta senang
menyenangkan orang lain, pemalu dan bersifat royal. Sahran beranggapan jika
karakteristik gender feminin adalah sebagai berikut:
 Kasih sayang: Perhatian terhadap keserasian, sering merasa kasihan,
penyayang, tulus dan tabah.
 Kelembutan: Hangat, memiliki budi halus, hemat, lembut dan berhati hati.
 Feminin: Ramah, memerlukan rasa aman dan memperhatikan etika serta
kerapihan.
c. Androgini
Androgini yang merupakan kombinasi dari maskulin dan feminin ini
mengartikan adanya sifat maskulin dan feminin yang sama dalam individu.
Contoh dari karakteristik androgini ini diantaranya adalah memiliki sifat dominan
dan nurturance, rasional serta pengertian, asertif, sensitif dalam hubungan
interpersonal dan bisa mengintegrasikan sifat maskulin serta feminin sama baik
dalam diri di berbagai situasi dan peran gender lainnya serta macam macam sifat
manusia gabungan lainnya.
d. Tak Terbedakan
Karakteristik gender tak terbedakan memiliki maskulinitas dan feminin
rendah sehingga terlihat sebagai individu yang memiliki proporsional rendah jika
dibandingkan dengan tiga gender lainnya.
5. Aliran Feminisme
Pada era 1990, kritik feminisme masuk dalam institusi sains yang menjadi
salah satu struktur penting pada masyarakat modern. Marginalisasi peran perempuan
pada institusi sains dianggap sebagai dampak karakteristik patriarkal yang erat dalam
institusi sains. Ada beberapa jenis aliran feminisme diantaranya liberal, radikal, post
modern, anarkis dan sosialis. Berikut adalah penjelasannya:
a. Feminisme Liberal

15
Pandangan yang memposisikan perempuan mempunyai kebebasan penuh
dan individual yang menyatakan kebebasan dan keasamaan berakar dari
rasionalitas dan pemisah antara dunia publik dan privasi. Setiap manusia
mempunyai kapasitas berpikir dan bertindak rasional begitu juga dengan
perempuan. Ketertindasan dan keterbelakangan perempuan terjadi karena
kesalahan yang dilakukan perempuan itu sendiri.
Kaum perempuan seharusnya mempersiapkan diri supaya bisa bersaing
dalam persaingan bebas dan memiliki kedudukan yang sama dengan laki laki
dalam teori identitas sosial. Tokoh dari aliran ini adalah Naomi Wolf sebagai
feminisme kekuatan yang merupakan solusi dan kini perempuan sudah memiliki
kekuatan dalam segi pendidikan dan pendapatan serta tetap harus menuntut
persamaan hak dan sudah saatnya untuk bebas memiliki kehendak tanpa
bergantung dengan laki laki.
b. Feminisme Radikal
Ini terjadi sejak pertengahan tahun 1970 yang menawarkan ideologi
perjuangan separatisme perempuan yang dalam sejarahnya muncul karena reaksi
atas kultur seksisme atau dominasi sosial atas dasar jenis kelamin. Pada sekitar
tahun 1960 lebih mengutamakan untuk melawan kekerasan seksual dan juga
industri pornografi dan pemahaman penindasan laki laki pada perempuan
merupakan fakta pada sistem masyarakat yang ada sekarang ini.
c. Feminisme Post Modern
Ide posmo adalah perkembangan psikologi sosial yang merupakan ide anti
absolut dan juga anti otoritas serta kegagalan modernitas dan pemilahan berbeda
beda pada setiap fenomena sosial sebab pertentangan pada universal pengetahuan
ilmiah dan juga sejarah. Mereka kemudian berpendapat jika gender tidak
memiliki arti identitas atau struktur sosial.
d. Feminisme Anarkis
Feminisme anarkisme lebih memiliki sifat sebuah paham politik yang
menginginkan masyarakat sosialis serta beranggapan jika negara dan laki laki
merupakan sumber masalah yang harus segera dihancurkan.
e. Feminisme Sosialis
Paham yang beranggapan jika tak ada sosialisme tanpa pembebasan
perempuan dan tidak ada pembebasan perempuan tanpa sosialisme. Teori gender
dalam psikologi sosial membuktikan masih adanya ketimpangan peran gender
16
dalam sebuah masalah dari sisi buruk perilaku yang berkaitan dengan maskulin
dan tidak hanya lewat perspektif perempuan saja namun juga harus secara empati
dilihat dari sisi pria

DAFTAR PUSTAKA

Absari, A. 2013. BAB II Kajian Teori Identitas Sosial. Disadur pada 11 Maret 2019 20:02 WIB
melalui: http://etheses.uin-malang.ac.id/2620/5/09410051_Bab_2.pdf.

Bernadet Maress. 2017. “Teori Gender Dalam Psikologi Sosial–Konsep–Karakteristik–


Aliran”. Disadur pada 10 Maret 2019 19:34 WIB melalui: https://dosenpsikologi.com/
teori-gender-dalam-psikologi-sosial.

Kassin, S., Fein, S., & Markus, H. R. 2011. Social Psychology, Eighth Edition. Belmont,
CA: Wadsworth Cengage Learning.

17
Myers, D. G., & Twenge, J. 2013. Social Psychology 11th ed. New York: McGraw-Hill.

Purnama, D.S. 2017. Pengaruh Sosial. Disadur pada 11 Maret 2019 19:12 WIB, melalui:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/diana-septi-purnama-mpd/pengaruh
-sosial.pdf.

Sanderson, C. A. 2010. Social Psychology. Hoboken, NJ: Wiley.

Santosa, S. 2010. Teori-teori Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Walgito, B. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

18

You might also like