You are on page 1of 6

AQIDAH

1. Pengertian Aqidah

Aqidah menurut etimologi berasal dari kata al-aqdu , yang bermakna ikatan atau janji atau simpul
yang kuat. Sedangkan menurut terminology mempunyai dua sudut tinjau yaitu :

Secara umum : Aqidah adalah sebuah ketetapan akal yang bersifat pasti, baik Hukum tersebut
bersifat benar ataupun batil. Kalau ketetapan akal sesuai dengan kenyataan dan sesuai
dengan wahyu Allah maka dia dinamakan aqidah yang benar ( Aqidah Ash-shahihah ) dan akan
melahirkan keselamatan dari siksa Allah, dan kebahagiaan dunia akhirat, seperti keyakinan kaum
muslimin akan keEsa`an Allah. Dan jika ketetapan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan dan
bertentangan dengan Wahyu Allah maka dinamakan aqidah yang batil dan akan melahirkan siksa
bagim pemeluknya di dunia dan akhirat, seperti keyakinan orang Nasrani yang menyatakan Allah itu
salah satu dari tiga sembahan ( trinitas ).

Secara khusus : Aqidah bermakna aqidah Islam, yaitu keimanan yang pasti kepada Allah, para
Malaikat , kitab-kitab-Nya, Rosul-rosul-Nya, kepada Hari kiamat, serta takdir yang baik dan yang
buruk. Serta beriman pada semua yang datang dar i Alqur`an dan Assunah yang shahih berupa
pokok-pokok agama , perintah dan larangan-Nya. Serta beriman dengan semua yang disepakati
oleh para pendahulu yang shaleh dan berserah diri kepada Allah , dan ta`at pada Rasullulah
SAW. Dengan kata lain makna Aqidah secara khusus adalah sesuatu yang mengharuskan hati
membenarkannya, yang membuat jiwa tenang dan menjadi kepercayaan yang bersih dari
kebimbangan dan keragu-raguan. Aqidah didalam Alqur`an disebut dengan iman yang artinya,
membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan melaksanakan dengan amal perbuatan.
Allah berfirman dalm surat dalam surat Annisa ayat 136 artinya: “ Hai orang-orang yang beriman
Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasulnya, dan kepada kitab-kitab yang Allah Turunkan
kepada Rasulnya, serta kitab yang Allah turunkan sebelum-sebelumnya. Barang Siapa yang kafir
kepada Allah, malaikatNya, kitabNya,Rasul rasulnya Hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu
telah sesat sejauh-jauhnya”.

2. Sumber Aqidah Islam

Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang hanya dapat ditetapkan
dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran aqidah Islam adalah terbatas
pada al-Quran dan Sunnah saja. Sebab tidak ada seorangpun yang mengetahui tentang Allah,
tentang apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus disucikan dariNya melainkan Allah sendiri.
Dan tidak ada seorangpun selain Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah
Muhammad SAW.

3. Kedudukan Aqidah Dalam Islam

Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu
amal. Allah SWT berfirman,

‫صا ِل ًحا َوالَيُ ْش ِركُ بِ ِعبَادَةِ َربِِّ ِه أ َ َحدًا‬ َ ‫فَ َم ْن َكانَ يَ ْر ُجوا ِلقَآ َء َربِِّ ِه فَ ْليَ ْع َم ْل‬.
َ ً‫ع َمال‬
Artinya: “ Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka
hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Tuhannya.” (Q. S. Al – Kahfi: 110)

Allah SWT juga berfirman,

. َ‫ع َملُكَ َولَت َ ُكون ََّن ِ ِّمنَ ْالخَاس ِِرين‬ َ ‫ى ِإلَيْكَ َوإِلَى الَّذِينَ مِ ن قَ ْبلِكَ لَئ ِْن أ َ ْش َر ْكتَ لَ َيحْ َب‬ ُ
َ ‫ط َّن‬ َ ِ‫َولَقَ ْد أوح‬
Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika
engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu benar-
benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)

4. Ruang Lingkup Aqidah Islam

Ruang lingkup aqidah Islam meliputi:

a. Illahiyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan (Allah
SWT), nama-nama dan sifat Allah, perbuatan-perbuatan Allah dan lain-lain.

b. Nubuat, Yaitu membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan rasul,
pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, mukjizat, wahyu dan lain-lain.

c. Ruhaniyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisika, seperti halnya malaikat, jin, setan, roh, iblis dan lain-lain.

d. Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya dapat diketahui melalui sami'
(dalil naqli al Qur'an dan sunnah), seperti pembahasan tentang alam kubur, akhirat, tanda-tanda
kiamat, alam barzah, surga, neraka, dan lain-lain.

5. Prinsip – Prinsip Aqidah Dalam Agama Islam

a. Iman kepada Allah

b. Iman kepada malaikat

c. Iman kepada kitab suci

d. Iman kepada Nabi dan Rasul

e. Iman kepada hari akhir

artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menentukan tentang segala
sesuatu bagi makhluknya.
6. Fungsi Aqidah

Aqidah memiliki beberapa fungsi, antara lain:

a. Sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan Islam.

b. Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang memiliki aqidah yang kuat pasti akan
melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia, dan bermu’amalat dengan baik.

c. Semua ibadah yang kita laksanakan jika tanpa ada landasan aqidah maka ibadah kita tersebut
tidak akan diterima.

7. Metode Memahami Aqidah Islam dari Sumber - Sumbernya Menurut Para Shahabat

Generasi para shahabat adalah generasi yang dinyatakan oleh Rasululah sebagai generasi terbaik
kaum muslimin. Kebaikan mereka terletak pada pemahaman dan sekaligus pengamalannya atas
ajaran-ajaran Islam secara benar dan kaffah. Hal ini tidak mengherankan, karena mereka adalah
generasi awal yang menyaksikan langsung turunnya wahyu, dan mereka mendapat pengajaran dan
pendidikan langsung dari Rasulullah salallahu `alaihi wasalam. Setelah generasi shahabat, kualifikasi
atau derajat kebaikan itu diikuti secara berurutan oleh generasi berikutnya dari kalangan tabi’in, dan
selanjutnya diikuti oleh generasi tabi’ut tabi’in. Tiga generasi inilah yang secara umum disebut
sebagai generasi salaf. Rasulullah bersabda tentang mereka,

…‫اس قَ ْرنِي ث ُ َّم الَّ ِذيْنَ يَلُ ْونَ ُه ْم ث ُ َّم الَّ ِذيْنَ يَلُ ْونَ ُه ْم‬
ِ َّ‫َخي ُْر الن‬

Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah generasi pada masaku, lalu generasi berikutnya, lalu generasi
berikutnya…” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Generasi salaf yang shalih (al-salaf al-shalih) mengambil pemahaman aqidah dari al-Quran dan
sunnah dengan metode mengimani atau meyakini semua yang diinformasikan (ditunjukkan) oleh
kedua sumber tersebut. Dan apa saja yang tidak terdapat dapat dalam kedua sumber itu, mereka
meniadakan dan menolaknya. Mereka mencukupkan diri dengan kedua sumber tersebut dalam
menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang menjadi dasar aqidah atau keyakinan.

Dengan metode di atas, maka para shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti mereka
dangan baik (ihsan), mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka tidak terjadi
perselisihan dalam masalah aqidah. Kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan di kalangan mereka
hanyalah dalam masalah hukum yang bersifat cabang (furu’iyyah) saja, bukan dalam masalah-
masalah yang pokok (ushuliyyah). Seperti ini pula keadaan yang terjadi di kalangan para imam
madzhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah (th. 699-767 M), Imam Malik (tahun 712-797), Imam
Syafi’i (tahun 767-820), dan Imam Ahmad (tahun 780-855 M).

Karena itulah, maka mereka dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai golongan yang selamat,
sebagaimana sabda beliau,

ْ َ ‫علَ ْي ِه َوأ‬
‫ص َحابِى‬ َ ‫ َما أَنَا‬: ‫قَا َل‬

Artinya: “Mereka (golongan yang selamat) adalah orang-orang yang berada di atas suatu prinsip
seperti halnya saya dan para shahabat saya telah berjalan di atasnya.” (H.R. Tirmidzi)
8. Perkembangan Aqidah

Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya
sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan
oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan
keimanan sebelum Al-Qur'an"

Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru
seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat
utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah
yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir
dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih
Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya
penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka.
Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-
Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah
wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan
istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi
abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya :
Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj
(metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.

9. Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah

Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh
kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan
di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi
pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor
diantaranya :

a. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan
perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar.

b. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang benar.
Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa
oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka,
"Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti
apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk."

c. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat
sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia
ikut tersesat.
d. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah
meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti
perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan
Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang
seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS
ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan
pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq
dan Nasr."

e. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban
Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil
teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.

f. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak
tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang
artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang
meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).

Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program
televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.

7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan
seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun
dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak
mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.

Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang
disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih
agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan
akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang
menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-
orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."

Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik
laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

10. Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah

Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak diragukan
lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya
seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan
tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara
ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah dan adat serta
antara dunia dan akhirat. Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah
adalah :
1. Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya
kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.

2. Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun
duka.

3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki,
terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh
tawakkal kepad Allah (outer focus of control).

4. Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah
dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.

5. Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara
miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan
hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.

Tauhid uluhiyah, yaitu bertolak dari pandangan bahwa hanya Allah yang patut disembah,

memohon dan minta pertolongan.

Tauhid rububiyah, yaitu bertolak dari pandangan bahwa hanya Allah yang menciptakan,

mengatur, dan memelihara alam seisinya.

Tauhid mulkiyah, yaitu bertolak dari pandangan bahwa Allah Pemilik segalanya dan Yang

Menguasai segalanya, Pemilik dan Penguasa manusia serta alam semesta, dan Penguasa di hari
kemudian.

Tauhid rahmaniyah, yaitu bertolak dari pandangan bahwa Allah adalah Maha rahman dan Maha
rahim, Maha pengampun, Pemaaf dan sebagainya.

You might also like