Professional Documents
Culture Documents
Patofisiologi
Papiloma laring disebabkan oleh infeksi HPV, terutama HPV tipe 6 dan 11. Tipe HPV
lainnya yang berhubungan dengan papiloma laring meliputi tipe 16, 18, 31 dan 33. Namun,
HPV juga ditemukan pada mukosa laring normal. Prevalensi HPV yang dideteksi pada
mukosa laring normal adalah sebesar 25%.6
Human papilloma virus merupakan virus DNA, tidak berkapsul dengan kapsid
ikosehedral dan DNA double-stranded. Di dalam sel yang terinfeksi, DNA HPV mengalami
replikasi, transkipsi dan translasi menjadi protein virus. Protein ini akan membentuk virion
HPV baru yang dapat menginfeksi sel lainnya. Sel yang terinfeksi HPV akan mengalami
proliferasi pada lapisan basal.5
Respon imun tubuh berperan dalam pathogenesis terbentuknya lesi HPV. Pada papiloma
laring, nuclear factor-kappa beta (NF-кβ) merupakan mediator utama yang terlibat dalam
regulasi respon imun selular (Th1) dan humoral (Th2). Respon imun selular merupakan
faktor yang paling penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi HPV. Malfungsi respon
imun selular menyebabkan papiloma laring, sebaliknya defek imunitas humoral tidak
berhubungan dengan penyakit ini. Rekurensi tumor dapat terjadi akibat DNA HPV yang
menetap pada mukosa normal.5
Gambar 3. Proses infeksi HPV pada Laring4
II. Diagnosis
Diagnosis papiloma laring ditegakkan berdasarkan:
1) Anamnesis. Adanya suara parau sampai afonia. Suara serak merupakan gejala
yang paling sering dikeluhkan. Pada papilloma yang besar bisa terjadi stridor
sampai sesak nafas.7
2) Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan THT lengkap, meliputi laringoskopi indirek
dengan kaca laring, laringoskopi direct, kaku dan serat optik. Pada Laringoskopi
indirek dan direk, secara makroskopik dapat terlihat papiloma laring berupa lesi
eksofitik, seperti kembang kol, berwarna abu-abu atau kemerahan dan mudah
berdarah. Tipe lesi ini bersifat agresif dan mudah kambuh, tetapi dapat hilang
sama sekali secara spontan, letak dapat diadaerah glottis, sub ataupun supraglotis.7
IV. Penatalaksanaan
Ada beberapa perangkat dalam tatalaksana papiloma laring, semuanya mempunyai
prinsip sama yaitu mengangkat papiloma, mengurangi sumbatan nafas dan menghindari
rekurensi.1
1) Bedah
Terapi bedah harus berdasarkan prinsip pemeliharaan jaringan normal untuk
mencegah penyulit seperti stenosis laring. Prosedur bedah ditujukan untuk
menghilangkan papiloma dan/atau memperbaiki dan mempertahankan jalan napas.1
Beberapa teknik yang digunakan antara lain: trakeostomi, laringofissure,
mikrolaringoskopi langsung, mikrolaringoskopi dan ekstirpasi dengan forseps,
mikrokauter, mikrolaringoskopi dengan diatermi, mikrolaringoskopi dengan
ultrasonografi, kriosurgeri, microdebrider dan carbondioxide laser surgery.1
Pada kasus papiloma laring yang berulang, terapi bedah pilihan adalah pengangkatan
tumor dengan laser CO2. Di luar negeri penggunaan laser lebih sering dilakukan untuk
mengatasi penyakit ini, karena ketepatan pemotongan dan kontrol hemostatik yang lebih
baik.7
Perawatan yang baik harus dilakukan supaya tidak merusak lapisan epitel yang
normal pada laring, karena jaringan parut pada pita suara dapat menyebabkan suara serak
yang bersifat permanen. Khusus untuk type papilloma dewasa, saat ini telah
diperkenalkan ablasi papilloma menggunakan PDL (pulsed-dye laser). Biasanya dapat
dilakukan di klinik menggunakan laryngoscope flexible tanpa harus ke ruangan operasi.
Prosedur dilakukan di atas kursi pemeriksaan, dapat menghabiskan waktu sekitar 5-15
menit, umumnya tidak sakit, dan dapa diulangi bila diperlukan. Resiko anastesi umum
dapat dihindari. Sinar laser yang digunakan hanya tertuju pada papilloma tanpa merusak
jaringan epitel yang normal pada laring. Penderita dapat kembali bekerja dan melakukan
aktivitas normal segera setelah prosedur selesai.8
Gambar 6. Efek penggunaan PDL, papiloma yang terkena sinar laser berubah
menjadi putih.
2) Medikamentosa
Pemberian obat (medikamentosa) pernah dilaporkan baik digunakan secara sendiri
maupun bersama-sama dengan tindakan bedah. Obat yang digunakan antara lain
antivirus, hormon (dietilstilbestrol), steroid, dan podofilin topikal. Terapi medikamentosa
ini tidak terlalu bermanfaat.1
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi, oleh karena papilloma dapat berubah
menjadi ganas.7
3) Imunologis
Pengobatan imunologi untuk papilloma laring biasanya hanya merupakan terapi
suportif yaitu dengan menggunakan interferon.1
4) Terapi Fotodinamik
Terapi ini merupakan satu dari perangkat terbaru dalam tatalaksana papilomatosis
laring rekuren. Terapi ini menggunakan dihematoporphyrin ether (DHE) yang tadinya
dikembangkan untuk terapi kanker. Jika diaktivasi dengan cahaya dengan panjang
gelombang yang sesuai (630 nm), DHE menghasilkan agen sitotoksik yang secara
selektif menghancurkan sel-sel yang mengandung substansi tersebut, terapi fotodinamik
efektif menghilangkan lesi endobronkial, tetapi tidak untuk lesi parenkim.1
V. Prognosis
Prognosis papiloma laring umumnya baik. Angka rekurensi (berulang) dapat mencapai
40%. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi
rekurensi pada papiloma. Diagnosis dini dan penanganan yang tepat diduga merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap rekurensi. Penyebab kematian biasanya karena penyebaran
ke paru.1 Insidensi transformasi keganasan pada papilomatosis laring adalah jarang, yaitu
hanya terjadi pada 2-4% kasus. Displasia relatif sering ditemukan pada kasus papilomatosis
laring, tetapi tingkat kemaknaan dari penemuan ini belum diketahui secara pasti.
Transformasi keganasan pada papilomatosis laring berhubungan dengan faktor risiko seperti
merokok dan riwayat terpapar radiasi sebelumnya. Regresi total kadang-kadang terjadi pada
saat pubertas, tetapi hal ini tidak selalu terjadi.4
VI. Komplikasi
Pada umumnya papiloma laring pada anak dapat sembuh spontan ketika pubertas; tetapi
dapat meluas ke trakea, bronkus, dan paru, diduga akibat tindakan trakeostomi, ekstirpasi
yang tidak sempurna.1
Progresifitas papilloma menjadi skuamosa sel karsinoma (SCC) dapat terjadi, tetapi hal
ini jarang. Perubahan menjadi SCC ditandai juga dengan adanya penyebaran ke paru.
Komplikasi dari penyakit dan pembedahan termasuk stenosis glottis posterior, web glottis
anterior atau stenosis ( paling sering 20-30% kasus ), stenosis subglotis atau trakea stenosis.
Komplikasi intraoperatif termasuk pneumothorak dan perasaan terbakar pada saluran nafas,
yang dapat terjadi akibat trauma pada trakea dan paru. Perbaikan pembedahan tehadap
komplikasi ditunda sampai keadaaan penyakit membaik untuk beberapa tahun.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Supriyanto B, Amalia L, “Papiloma Laring pada Anak “. Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2004.144;8-10
2. Siti Hajar HT, “Anastesi Umum pada Penatalaksanaan Papiloma Laring secara Bedah
Mikrolaring”. Bagian Anastesiologi dan Reanimasi. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Medan; 2010.
3. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. Edisi keenam. Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta;
2007.hal.94-198
4. Novialdi dan Rosalinda R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Papilomatosis Laring pada
Dewasa. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2010.
5. Ridley R. Recurrent respiratory papillomatosis. Grand Rounds Presentation. University
of Texas Dept of Otolaryngology; 2008.p.1-11
6. Lee JH, Smith RJ. Reccurent respiratory papillomatosis: pathogenesis to treatment. Curr
Opin Otolaryngol Head Neck Surg 2005;13:354-9
7. Mclay JE, Assitant Profesor, Department Of Otolarnyngology. “ Recurrent Respiratory
Papillomatosis”. University of Texas Southwestern Medical School. Are available at :
www.emedicine.medscape.com
8. University of Pittsburgh Medical Center. “Anatomy of The Larynx”. Are available at :
www.pitt.edu/ensen/voice/anatomy2.html