You are on page 1of 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Kelapa

Minyak kelapa termasuk salah satu minyak nabati yang dapat memenuhi kebutuhan
manusia. Minyak kelapa dapat dipergunakan untuk keperluan pangan seperti minyak goreng,
bahan margarine dan mentega puting (shortening). Selain itu minyak kelapa dapat
dipergunakan untuk keperluan non pangan, yaitu sebagai minyak lampu, bahan sabun dan
kosmetik (Theime, 1968).
Menurut Handayani et.al (2008), minyak kelapa di pasaran kurang lebih terdapat tiga
jenis minyak kelapa yaitu minyak kelapa RBD (Rifined, Bleached and Deodorized), VCO
(Virgin Coconut Oil) dan minyak kelapa tradisional atau minyak kelapa kasar. Minyak
kelapa RBD merupakan minyak yang disuling, dikelentang, dan dihilangkan baunya. RBD
terbuat dari kopra yaitu daging kelapa yang dijemur matahari atau diasapi. Sesuai dengan
kondisinya, bahan ini relatif kotor dan mengandung bahan asing yang mempengaruhi hasil
akhirnya. Bahan asing ini bisa berupa jamur, tanah, sampah dan kotoran lainnya.
Proses penjemuran dan pengasapan memberikan pengaruh besar pada hasil akhir.
Demikian pula banyaknya jamur sangat mempengaruhi warna dan bau minyak. Minyak kelapa
mentah (crude coconut oil) yang dihasilkan bisa berwarna coklat tua sampai keabu-abuan dan
berbau tengik menyengat. Untuk menghasilkan minyak goreng dan minyak komersial lainnya,
pabrikan memproses lebih lanjut dengan menyuling memakai pelarut kimia dan menghilangkan
baunya. Untuk maksud ini mereka menambahkan bahan kimia seperti beberapa jenis soda (NaOH
atau KOH). Bau dihilangkan dengan menyaring melalui karbon aktif. Tentu saja semua ini akan
mempengaruhi viskositas (tingkat kekentalan), berat jenis, titik beku, rasa, bau, dan sebagainya.
Pada umumnya yang membedakan dengan mudah adalah baunya dihilangkan dan rasanya
hambar. Minyak RBD masih bisa digunakan untuk keperluan makanan di rumah tangga dan
industri.
Sedangkan minyak yang dibuat dari kelapa yang dihancurkan kemudian ditambahkan
air dan diambil santannya. Santan ini kemudian dipanaskan dengan api kecil sampai
terbentuk minyak. Minyak yang dihasilkan disaring dan dipisahkan dan galendo/blondo.
Jenis minyak ini disebut minyak kelapa tradisional atau minyak kelapa kasar (crude coconut
oil). Minyak jenis ini mempunyai aroma yang khas (harum).
Minyak kelapa merupakan senyawa organik campuran ester dari gliserol dan asam
lemak yang disebut gliserida, serta larut dalam pelarut minyak atau lemak. Pembentukan
suatu trigliserida pada umumnya adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa
Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh
Asam Kaproat C5H11COOH 0,0 – 0,8
Asam Kaprilat C7H17COOH 5,5 – 9,5
Asam Kaprat C9H19COOH 4,5 – 9,5
Asam Laurat C11H23COOH 44,0 – 52,0
Asam Miristat C13H27COOH 13,0 – 19,0
Asam Palmitat C15H31COOH 7,5 – 10,5
Asam Stearat C17H35COOH 1,0 – 3,0
Asam Arachidat C19H39COOH 0,0 – 0,4
Asam Lemak Tidak Jenuh
Asam Palmitoleat C15H29COOH 0,0 – 1,3
Asam Oleat C17H33COOH 5,0 – 8,0
Asam Linoleat C17H31COOH 1,5 – 2,5
Sumber : Thieme, J.G (1968)

2.2 Standar Mutu Minyak Kelapa

Tabel 2. Standar Mutu Minyak Kelapa (Badan Standar Nasional (BSN), 2008)
Tabel 3. Standar Mutu Minyak Goreng

Berdasarkan SNI 01-2902-1992, minyak kelapa merupakan hasil dari pengepresan kopra
yang telah dikeringkan atau hasil ekstraksi bungkil kopra. Secara kimiawi, minyak kelapa
terbentuk dari rantai karbon, hidrogen, dan oksigen yang disebut dengan asam lemak. Komponen-
komponen asam lemak tersebut akan membentuk gliserida saat bergabung dengan gliserol.
Gliserida dalam minyak adalah trigliserida yang dibentuk dari tiga molekul asam lemak dan
dikombinasikan dengan satu molekul gliserol (Syah, 2005).

Komponen lain yang terkandung dalam minyak kelapa diantaranya adalah sterol,
tokoferol, dan tokotrienol. Berdasarkan Codex-Stan 210-1999, sterol yang terdapat dalam minyak
kelapa sebagian besar berupa beta sitosterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O). Sterol bersifat
tidak berwarna, tidak berbau, stabil, dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak. Berdasarkan
Codex-Stan 210-1999, tokoferol dan tokotrienol yang terdapat dalam minyak kelapa adalah α-
tokoferol, β-tokoferol, γ-tokoferol, α-tokotrienol, dan γ-tokotrienol. Persenyawaan tokoferol
dan tokotrienol berfungsi sebagai antioksidan (Price, 2004).

2.3 Manfaat dan Bahaya Minyak Goreng


Minyak kelapa murni banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetika, susu formula,
maupun sebagai minyak goreng mutu tinggi. Minyak kelapa murni dapat menanggulangi beragam
penyakit pada manusia. Suatu penelitian diperoleh bahwa dengan mengonsumsi minyak kelapa
murni di dalam masakan sehari-hari akan meningkakan ketahanan tubuh terhadap penyakit-
penyakit mematikan (Rindengan & Novarianto, 2004). Selain itu, minyak kelapa murni juga
mampu memperbaiki sistem pencernaan. Hal ini dikarenakan asam lemak rantai menengah
(MCFA) yang terkandung dalam VCO langsung dapat diserap melalui dinding usus tanpa harus
mengalami proses hidrolisis dan enzimatis sehingga langsung dimetabolisme dalam hati untuk
diproduksi menjadi energi. VCO juga dapat digunakan untuk memasak dan menggoreng.
Minyak kelapa direkomendasikan dengan kuat oleh para dokter di Amerika sebagai ingredien
dalam susu formula dan sapihan (Sutarmi, 2005).
Minyak goreng merupakan medium pengolahan bahan makanan yang berfungsi sebagai
penghantar panas, penambah rasa gurih dan menambah nilai kalori bahan pangan. Proses
penyaringan minyak kelapa sebanyak dua kali (pengambilan lapisan lemak jenuh) menyebabkan
kandungan asam lemak tak jenuh menjadi lebih tinggi. Tingginya kandungan asam lemak tak
jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying), karena selama
proses menggoreng minyak dipanaskan terus menerus pada suhu tinggi serta terjadi kontak dengan
oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak.
Proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen akan mengakibatkan
rusaknyaasam lemak takjenuh yang terdapat di dalam minyak seperti asam oleat dan linoleat.
Kerusakan minyak akibat pemanasan dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan kekentalan,
peningkatan kandungan asam lemak bebasdankenaikan bilangan peroksida (Febriansyah, 2007).
Selain itu dapat pula dilihat terjadinya penurunan bilangan iod dan penurunankandungan asam
lemak tak jenuh.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas minyak goreng kelapa adalah asam lemak
bebas (free fatty acids, FFA). Peningkatan FFA terjadi bila minyak goreng teroksidasi ataupun
terhidrolisis sehingga ikatan rangkap dalam minyak goreng menjadi semakin jenuh. Selama
penggorengan makanan terjadi perubahan fisiko kimia, baik pada makanan yang digoreng maupun
minyak yang dipakai sebagai media untuk menggoreng (memanaskan). Bila suhu pemanasan lebih
tinggi dari suhu normal (168- 1960C), akan terjadi percepatan proses degradasi dan oksidasi
minyak goreng. Ketaren menyebutkan bahwa kerusakan minyak diakibatkan oleh proses
penggorengan pada suhu tinggi (200-250oC).
Reaksi hidrolisis disebabkan oleh kandungan air dalam bahan pangan yang digoreng.
Enzim lipase pada lemak atau minyak mampu menghidrolisis trigliserida sehingga menghasilkan
asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Oksidasi
menghasilkan radikal bebas (molekul yang mudah bereaksi dengan unsur lain) berupa asam lemak
bebas dari pemecahan ikatan rangkap. Proses ini dipercepat oleh faktor-faktor seperti cahaya,
panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, CO, dan Mn.
Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, namun bila minyak dipanaskan
suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh juga dapat teroksidasi. Penggorengan dengan suhu
200oC menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak yang memiliki derajat ketidakjenuhan
tinggi.
Proses dehidrasi (hilangnya air dari minyak) akan meningkatkan kekentalan dan
pembentukan radikal bebas. Pemanasan minyak dengan suhu tinggi (lebih dari 220oC)
menyebabkan komponen polimer terbentuk cepat sehingga berbahaya untuk kesehatan. Isomer
geometris terbentuk bila ikatan rangkap cis (struktur bengkok) terisomerisasi menjadi konfigurasi
trans (struktur lebih linier) yang secara termodinamik memiliki sifat lebih stabil daripada cis,
seperti asam oleat menjadi asam elaidat. Bentuk isomer trans lebih menyerupai asam lemak jenuh
daripada asam lemak tak jenuh. Konfigurasi asam lemak tak jenuh trans mengikat atom hidrogen
secara berseberangan (opposite), sedangkan bentuk cis sebaliknya. Proses hidrogenasi yang terjadi
selain menghasilkan jumlah lemak jenuh lebih banyak, juga akan mengubah bentuk cis menjadi
trans. Fennema menyebutkan bahwa pada suhu 25oC, reaksi oksidasi terhadap asam oleat (C18:1
cis) akan menghasilkan 2 (dua) senyawa radikal intermediat yaitu cis dan trans.

Gambar 1. Struktur kimia dari cis-asam lemak tak jenuh (asam oleat), trans- asam lemak tak jenuh
(asam elaidat) dibandingkan dengan asam lemak jenuh (asam stearat) 11
Pemanasan minyak terputus (dipanaskan-didinginkan-dipanaskan) selama beberapa hari
menyebabkan destruksi makin cepat dan mengalami dekomposisi. Minyak goreng yang digunakan
lebih dari 4 kali pemanasan akan mengalami oksidasi (reaksi dengan udara) yang ditandai dengan
terbentuknya peroksida.
Kelompok asam lemak yang meningkatkan total kolesterol dalam darah adalah asam lemak
jenuh rantai panjang dan TFA. TFA menyebabkan kenaikan LDL dan dapat menurunkan HDL.
TFA cenderung meningkatkan lipoprotein aterogenik, menyebabkan peradangan sistemik,
disfungsi endotel, penyakit jantung koroner, dan resistensi insulin yang diakibatkan efek stres
oksidatif yang dihasilkan dari metabolisme TFA. Penelitian lain menemukan bahwa konsumsi TFA
dapat meningkatkan berat badan dan akumulasi lemak, khususnya lemak viseral.
Selain itu menggunakan minyak goreng berulang-ulang dapat juga mengubah asam lemak tak
jenuh menjadi asam lemak trans. Hal ini dapat meningkatkan lipoprotein LDL dan menurunkan
lipoprotein HDL sehingga bisa meningkatkan resiko jantung koroner. Bahan baku minyak goreng
juga sebaiknya diperhatikan. Hal ini dikarenakan bahan baku dapat mempengaruhi stabilitas
minyak goreng itu sendiri. Stabilitas minyak goreng dipengaruhi oleh ketidakjenuhan asam lemak
yang dikandungnya dan penyebaran ikatan rangkap. Ada tidaknya bahan lain juga dapat
menghambat atau mempercepat proses kerusakan minyak. Perlu diketahui bahwa semua jenis
minyak goreng yang beredar di pasar mengandung asam lemak jenuh rantai panjang yaitu >90%.
Asam lemak jenuh berantai panjang yang dimiliki minyak goreng, dalam sistem metabolisme
pencernaan dapat beresiko memunculkan penyakit. Hal ini dikarenakan asam lemak jenuh rantai
panjang tidak bisa langsung diserap oleh tubuh atau usus (Sutarmi, 2005). Kerusakan utama pada
minyak adalah timbulnya bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan
kadar asam lemak bebas, angka peroksida, angka karbonil, timbulnya kekentalan minyak,
terbentuknya busa dan adanya kotoran dari bumbu bahan penggoreng (Winarno, 1992). Semakin
sering digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi. Penggunaan minyak berkali-kali
akan meningkatkan perubahan warna menjadi coklat sampai kehitam-hitaman pada minyak
tersebut.
Minyak goreng bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi juga sebagai
makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorbsi dan masuk ke bagian luar bahan
yang digoreng dan mengisi ruang kosong yang semula diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya
mengandung 5-40 % minyak. Konsumsi minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit
seperti pengendapan lemak dalam pembuluh darah (Artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna
lemak.
Dalam minyak yang dipanaskan kemungkinan juga terdapat senyawa karsinogenik yang
dibuktikan dari bahan pangan berlemak yang teroksidasi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan
kanker hati. Selain itu selama penggorengan juga akan terbentuk senyawa acrolein yang bersifat
racun dan menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
Akibat dari penggunaan minyak goreng yang berulang kali dapat dijelaskan melalui penelitian
yang dilakukan oleh Rukmini (2007) yang melaporkan bahwa terjadi kerusakan pada sel hepar
(liver), jantung, pembuluh darah maupun ginjal akibat konsumsi minyak goreng bekas
penggorengan berulang kali. Hal tersebut dikarenakan pada saat pemanasan akan terjadi proses
degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses tersebut dapat membentuk radikal
bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun (Rukmini, 2007). Tingginya kandungan asam lemak
tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying) karena selama
proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhutinggi serta terjadinya
kontak dengan oksigen dari udara luar sehinggamemudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak
(Ketaren, 2008)
2.4 Metode Uji Kualitas Minyak Goreng
Metode titrasi iodometri merupakan salah satu uji analisa untuk menetukan mutu minyak
goreng. Metode titrasi iodometri digunakan untuk menentukan besarnya angka peroksida
dalam suatu minyak. Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi
(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri) (Khopkar, 1990).
Dalam penentuan bilangan peroksida digunakan prinsip kalium iodida yang ditambahkan
berlebih ke dalam contoh akan bereaksi dengan peroksida yang ada pada lemak atau minyak.
Banyaknya iod yang dibebaskan dititrasi dengan laruta standar tiosulfat menggunakan
indikator kanji.
Bilangan peroksida dinyatakan sebagai milliekivalen O2 per kg lemak
(mek O2/kg)yang dihitung menggunakan rumus SNI 01-3741-2013 :
1000 x N x (Vo−V1
Bilangan Peroksida = W

Keterangan:

N adalah normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,01N dinyatakan dalam


normalitas
Vo adalah volume latutan natrium tiosulfat 0,1 N yang diperlukan pada
penitaran contoh dinyatakan dalam milimeter (mL)
V1 adalah volume larutan natrium tiosulfat 0,1 Nyang diperlukan pada
penitaran blanko, dinyatakan dalam milimeter (mL)
W adalah bobot contoh dinyatakan dalam gram
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional (BSN). (2008). Standar Mutu Minyak Kelapa Murni SNI 7381.
Jakarta.

Badan Standar Nasional (BSN). (2013). Standar Mutu Minyak Goreng SNI 3741. Jakarta.

Badan Standar Nasional (BSN). (2013). Standar Mutu Minyak Goreng SNI 3741:2013.
Jakarta.

Febriansyah, R. (2007). Mempeajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben


Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak Pada Kacang Sulut.
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Ketaren, S. (2008). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Khopkar, S. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Price, M. (2004). Terapi Minyak Kelapa (Diterjemahkan oleh: Bahrul Ulum). Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher.

Rindengan, B., & Novarianto, H. (2004). Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa
Murni. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rukmini, A. (2007). Regenerasi Minyak Goreng Bekas Dengan Arang Sekam Menekan
Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi 2007, ISSN:1978-9777.

Sutarmi, H. (2005). Taklukan Penyakit dengan VCO (Virgin Coconut Oil). Jakarta: Penebar
Swadaya.

Syah, A. (2005). Virgin Coconut Oil, Minyak Penakluk Aneka Penyakit. Jakarta: PT.
Agromedia Pustaka.

Theime, J. G. (1968). Coconut Oil Processing, Paper. Rome: Food Agriculture Organization
of The United Nation.

Winarno, F. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

You might also like