You are on page 1of 19

Nama Peserta : dr.

Harry Andhika Syahputra


Nama Wahana : Rumah Sakit Kartika Husada Tk. II
Topik : Tiroid Heart Disease
Tanggal (kasus) : 15 Januari 2016
Nama Pasien : NY. Y No. RM :090471
Tanggal Presentasi : 10 April 2016 Nama Pendamping : dr. Rostine Nuryakin
Tempat Presentasi : Rumah Sakit Kartika Husada Tk. II
Obyektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjau Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Pasien perempuan umur 54 tahun datang dengan keluhan sesak nafas dialami 2 hari
SMRS
□ Tujuan : Menatalaksana dan memperbaiki kualitas hidup pasien
Bahan bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ Email □ Pos
Data Pasien : Nama : Ny. Y Nomor Registrasi :090471
Nama Klinik : Telp : Terdaftar Sejak :
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien datang ke RST Kartika Husada dengan keluhan sesak nafas yang pertama timbul sejak lima
bulan dan memberat 2 hari SMRS. Sesak terutama timbul pada saat beraktivitas dan berjalan jarak
dekat, pasien mengaku sering terbangun karna sesak. Selain sesak pasien juga mengeluhkan jantung
berdebar-debar, sering merasa kepanasan sehingga keluar keringat berlebih pada seluruh badan dan
telapak tangan. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada hilang timbul yang dirasakan sejak seminggu,
dan hilang pada saat istirahat. Pasien mengatakan mengalami penurunan berat badan tetapi nafsu
makan meningkat.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sedang tidak menggunakan obat
3. Riwayat kesehatan/Penyakit :
Belum pernah sakit seperti ini
4. Riwayat keluarga :
Tidak ada di keluarga yang mengalami keluhan serupa
5. Riwayat pekerjaan :
Petani
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) :
Pasien sehari hari berladang
7. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) :
BORANG PORTOPOLIO 1
8. Lain-lain : (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM, dan
TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA)

Pemeriksaan Fisik
TTV : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 106 kali/menit, reguler,equal, isi cukup
Respirasi : 32 kali/menit
Suhu : 36,4oC
Kepala
Mata : Konjungtiva tidak anemis
sklera tidak ikterik
Eksoftalmus: +/+
Injeksi konjungtiva (-)
injeksi silier (-)
RC +/+, pupil isokor φ 3 mm
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis(-).
Telinga : Tidak ada kelainan
Mulut : Mukosa basah, perdarahan gusi (-),
Faring : tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tenang
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemis, tremor (+)
Leher : JVP 5+2cm H2O, kelenjar tiroid teraba membesar 6 x 2 cm, konsistensi
lunak, nyeri tekan (-), thyroid bruit (-), pembesaran kelenjar getah bening (-).
Paru
Inspeksi : pengembangan dada simetris, barrel chest (-), retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus ka = ki
Perkusi : sonor kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi nafas vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-,
Jantung
Inspeksi : IC tidak terlihat
Palpasi : IC teraba pada SIC V linea mid-clavicula sinistra
Perkusi : batas atas SIC III, batas kanan linea sternalis, batas kiri linea mid-clavicula sinistra
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, BU (+) N, timpani, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral Hangat, Edema Inferior +/+, tremor +/+

Pemeriksaan Penunjang
Darah :
Hb : 11,1 gr/dl
Ht : 33 %
L : 13600 / mm3
Tc : 94.000 / mm3
Fungsi Tiroid:
T3 : 10
T4 : 272
TSH : 0,01
Daftar Pustaka : (MEMAKAI SISTEM HARVARD, VANCOUVER, atau MEDIA
ELEKTRONIK
1. Widodo, J. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertiroid. Edisi ke-4. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
Hasil Pembelajaran :
1. Membuat diagnosis banding Tiroid Heart Disease
2. Mengetahui faktor penyebab Tiroid Heart Disease
3. Mendiagnosis Tiroid Heart Disease
4. Klasifikasi Tiroid Heart Disease
5. Tatalaksana Tiroid Heart Disease

1. Subjektif : Pasien datang ke RST Kartika Husada dengan keluhan sesak nafas yang pertama timbul
sejak lima bulan dan memberat 2 hari SMRS. Sesak terutama timbul pada saat beraktivitas dan
berjalan jarak dekat, pasien mengaku sering terbangun karna sesak. Selain sesak pasien juga
mengeluhkan jantung berdebar-debar, sering merasa kepanasan sehingga keluar keringat berlebih
pada seluruh badan dan telapak tangan. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada hilang timbul yang
dirasakan sejak seminggu, dan hilang pada saat istirahat. Pasien mengatakan mengalami penurunan
berat badan tetapi nafsu makan meningkat.
2. Objektif :Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, disimpulkan bahwa pasien menderita Tiroid
Heart Disease. Hal tersebut disimpulkan dari :
 HR: 106 x/menit
 Mata: Eksoftalmus +/+
 Leher: Teraba massa pada colli anterior. Ukuran 6 cm x 2 cm. Teraba lunak. Ikut terangkat ketika
menelan.
 Ekstremitas: Akral Hangat. Inferior: Edema +/+. Tremor: +/+
 Darah :
Hb : 11,1 gr/dl
Ht : 33 %
L : 13600 / mm3
Tc : 94.000 / mm3
 Fungsi Tiroid :
T3 : 10
T4 : 272
TSH : 0,01
Assessment :Hipertiroid merupakan gangguan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, dimana
terjadi peningkatan produksi atau pengeluaran hormon tiroid. Hipertiroid paling banyak disebabkan
oleh penyakit Graves. Akibat sekresi produksi atau pengeluaran simpanan hormon tiroid yaitu
Triiodotironin (T3) dan Tetraiodotironin (T4) oleh sel-sel kelenjar tiroid maka sel-sel ini akan
mengalami perubahan jumlah sel atau hyperplasia, sehingga penderita hipertiroid ini sebagian besar
kelenjar tiroidnya menjadi goiter atau pembesaran kelenjar tiroid.
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan spektrum tirotoksikosis yang dirasakan sejak 2 hari ini. Badan
terasa lemas, nafsu makan menurun. Keluhan ini dirasakan sudah 5 bulan terakhir hilang timbul. Pasien
merasa lehernya membesar. Pasien juga mengeluh sering tangannya bergetar dan berkeringat.
Pemeriksaan Fisik: Didapati massa pada colli anterior. Konsistensi kenyal. dan ikut bergerak ketika
menelan. Heart rate didapatkan 106 kali per menit. Mata eksoftalmus. Didapati edem pada tungkai
bawah pasien. Pada pemeriksaan Ro Thorax didapati hasil kesan kardiomegali.
4. Plan : Upaya diagnosis sudah optimal.
Pengobatan diperlukan untuk memperbaiki keadaan umum pasien yakni terapi hipertiroid dengan
PTU 3x1. Propanolol 3x10 mg untuk memperbaiki detak jantung. furosemid 3x40 mg untuk
mengurangi kelebihan cairan. Captopril 3x12.5 mg untuk memperbaiki tekanan darah yang tinggi.

Nama Peserta : dr. Harry Andhika Syahputra


Nama Wahana : Rumah Sakit Kartika Husada Tk. II
Topik : Hernia Inguinalis Lateralis
Tanggal (kasus) : 10 Februari 2016
Nama Pasien : Tn. Hf No. RM :091101
Tanggal Presentasi : 10 April 2016 Nama Pendamping : dr. Rostine Nuryakin
Tempat Presentasi : Rumah Sakit Kartika Husada Tk. II
Obyektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjau Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Pria 47 tahun, benjolan pada inguinal kanan
□ Tujuan : Memperdalam pengetahuan hingga management pada kasus hernia inguinal lateralis
dekstra
Bahan bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ Email □ Pos
Data Pasien : Nama : Tn. Hf Nomor Registrasi :091101
Nama Klinik : Telp : Terdaftar Sejak :
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien datang ke RST Kartika Husada dengan keluhan benjolan dilipatan paha sebelah kanan yang
hilang timbul. Keadaan ini sudah dirasakan pasien sejak 9 Bulan yang lalu, dan terkadang benjolan
tersebut disertai dengan rasa nyeri (+).benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien juga
mengeluhkan mual (+) muntah (+) frekuensi muntahan 2x, isi apa yang dimakan dan diminum.
Demam disangkal BAK (+) BAB (+) normal
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya minum obat antinyeri untuk mengurangi rasa sakit yang hilang timbul
3. Riwayat kesehatan/Penyakit :
- Riwayat sakit darah tinggi, diabetes melitus dan asma disangkal oleh pasien
- Riwayat pembedahan disangkal

- Tidak ada riwayat alergi


4. Riwayat keluarga :
Tidak ada di keluarga yang mengalami keluhan serupa
5. Riwayat pekerjaan :
Karyawan
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) :
Pasien sehari hari bekerja di kantor.
7. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) :

BORANG PORTOPOLIO 2
8. Lain-lain : (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM, dan
TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA)

Pemeriksaan Fisik
TTV : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, reguler,equal, isi cukup
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Kepala
Mata : Konjungtiva tidak anemis
sklera tidak ikterik
Injeksi konjungtiva (-)
injeksi silier (-)
RC +/+, pupil isokor φ 3 mm
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis(-).
Telinga : Tidak ada kelainan
Mulut : Mukosa basah, perdarahan gusi (-),
Faring : tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tenang
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemis, tremor (+)
Paru
Inspeksi : pengembangan dada simetris, barrel chest (-), retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus ka = ki
Perkusi : sonor kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi nafas vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-,
Jantung
Inspeksi : IC tidak terlihat
Palpasi : IC teraba pada SIC V linea mid-clavicula sinistra
Perkusi : batas atas SIC III, batas kanan linea sternalis, batas kiri linea mid-clavicula sinistra
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, BU (+) N, timpani, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral Hangat,

Status Lokalis : Pada regio Inguinalis dextra tampak benjolan sebesar telur puyuh, warna kulit sama
seperti daerah sekitarnya. Ketika dipalpasi teraba massa, lonjong, ukuran 2 cm x 2 cm, konsistensi
kenyal, permukaan licin, nyeri tekan (-), benjolan dapat masuk kembali ketika didorong dengan jari.

Daftar Pustaka : (MEMAKAI SISTEM HARVARD, VANCOUVER, atau MEDIA


ELEKTRONIK
a) Sjamsuhidayat R, Wim de jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC, Hal :
523-537
b) Tortorra, Gerard J, and Sandra Reynolds. Principles of Anatomy and Physiology. New York:
jhon Wiley & Sons. Inc. 2000
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosa Hernia Inguinalis Lateralis
2. Melakukan tatalaksana awal
3. Managmen tatalaksana lanjutan

1. Subjektif : Pasien datang ke RSUD Cut Meutia dengan keluhan benjolan dilipatan paha sebelah
kanan yang hilang timbul. Keadaan ini sudah dirasakan pasien sejak 9 Bulan yang lalu, dan
terkadang benjolan tersebut disertai dengan rasa nyeri (+).benjolan tersebut dapat dimasukkan
kembali. Pasien juga mengeluhkan mual (+) muntah (+) frekuensi muntahan 2x, isi apa yang
dimakan dan diminum. Demam disangkal BAK (+) BAB (+) normal
2. Objektif : Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh, GCS E 4M6V5 , tampak keadaan umum baik.
Tanda-tanda vital :Tekanan Darah : 130/80, Nadi : 80x/menit, Pernapasan: 22x/Menit, Suhu:
36.5 C
Pada pemeriksaan fisis ditemukan:
Pada regio Inguinalis dextra tampak benjolan sebesar telur puyuh, warna kulit sama seperti daerah
sekitarnya. Ketika dipalpasi teraba massa, lonjong, ukuran 2 cm x 2 cm, konsistensi kenyal, permukaan
licin, nyeri tekan (-), benjolan dapat masuk kembali ketika didorong dengan jari.
3. Assessment : Pada pasien ini, ditemukan benjolan pada lipatan paha kanan. Kita dapat
mencurigai beberapa penyakit yang mungkin terjadi, seperti: hidrokel, limfadenopati inguinal,
dan juga hernia inguinal lateralis, testis ektopik, ataupun orkitis.
Pada hidrokel benjolan yang ditemukan mempunyai batas atas tegas , iluminensi positif dan tidak dapat
dimasukkan kembali. Testis pada pasien hidrokel tidak dapat diraba. Pada hidrokel, pemeriksaan
transiluminasi atau diapanoskopi akan memberi hasil positif.
Pada limfadenopati inguinal, kita perlu perhatikan apakah ada infeksi pada kaki sesisi. Testis ektopik,
yaitu testis yang masih berada di kanalis inguinalis. Orkitis, biasanya disebabkan oleh virus, dengan
gejala, seperti: pembengkakan dan kemerahan, demam, dan sakit kepala.
Pada pasien ini, didapati benjolan yang dapat dimasukkan kembali (reponible) sehingga diagnosa
hidrokel dapat disingkirkan. Pasien juga tidak merasakan nyeri dan tidak ada infeksi pada daerah
tungkai bawah. Sehingga diagnosa pasien ini lebih mengarah pada Hernia Inguinal Lateralis Dextra
(Reponibel)
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan / Locus Minoris Resistentiae (LMR). Bagian-bagian hernia meliputi
pintu hernia, kantong hernia, leher hernia dan isi hernia.
Sedangkan dikatakan hernia inguinalis lateral apabila hernia tersebut melalui annulus inguinalis
abdominalis (lateralis/internus) dan mengikuti jalannya spermatid cord di canalis inguinalis serta dapat
melalui annulus inguinalis subcutan (externus) sampai scrotum. Hernia inguinalis disebut juga hernia
scrotalis bila isi hernia sampai ke scrotum.
Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia didapat atau
akuisita. Hernia diberi nama menurut letaknya seperti diafragma, inguinal, umbilikal, femoral.
Menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar masuk. Bila isi
kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga disebut hernia ireponibel. Hernia eksterna
adalah hernia yang menonjol ke luar melalui dinding perut, pinggang atau perineum. Hernia interna
adalah tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lobang dalam rongga perut seperti Foramen
Winslow, resesus rektosekalis atau defek dapatan pada mesentrium umpamanya setelah anastomosis
usul.
Hernia disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga
isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan
pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel
dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia strangulata.
4. Plan : Konsul ke Dokter Spesialis Bedah
Pendidikan : Dilakukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui penanganan yang tepat untuk
pasien
Konsultasi : Dijelaskan adanya penanganan lebih lanjut dengan mengkonsultasikan ke dokter Spesialis
Bedah.
Penanganan Awal : Ivfd RL 20 gtt/i
Injeksi cefotaxime 1gr/12jam
Injeksi ranitidine 1 amp/12jam
Injeksi ketorolac 3% amp/12 jam
Nama Peserta : dr. Harry Andhika Syahputra
Nama Wahana : Rumah Sakit Kartika Husada Tk. II
Topik :TB Paru dengan DM Tipe 2
Tanggal (kasus) : 07 Februari 2016
Nama Pasien : Tn. B No. RM :093243
Tanggal Presentasi : - Nama Pendamping : dr. Rostine Nuryakin
Tempat Presentasi : -
Obyektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran ■ Tinjau Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja ■ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: pasien laki-laki, 53 tahun, dengan keluhan batuk lama, sedang dalam pengobatan TB
katagori 1 dan menderita DM tipe 2 selama 10 tahun.
□ Tujuan : Rasionalitas pengobatan TB pada pasien DM tipe 2
Bahan bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset ■ Kasus □ Audit
Cara membahas : ■ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ Email □ Pos
Data Pasien : Nama : Tn. K Nomor Registrasi : 093243
Nama Klinik : Telp : Terdaftar Sejak :
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien laki-laki, 50 tahun, dengan keluhan batuk lama, sedang dalam pengobatan TB katagori 1 dan
menderita DM tipe 2 selama 10 tahun.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sedang dalam pengobatan TB katagori 1 jalan 3 bulan
3. Riwayat kesehatan/Penyakit :
Pasien menderita TDM tipe 2 selama 10 tahun. Jarang kontrol dan tidak teratur minum obat. Obat
yang diminum adalah Glibenklamid 5 mg. Pasien didiagnosis TB paru 3 bulan yang lalu oleh dokter
dan mendapat pengobatan TB katagori 1. Minum obat teratur. Keluhan belum berkurang. Pasien
belum pernah cek dahak lagi.
4. Riwayat keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa
5. Riwayat pekerjaan :
Pasien tidak bekerja lagi
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) :
Pasien tinggal di rumah bersama 6 anggota keluarga yang lain. Lingkugan sekitar rumah kurang
bersih.
7. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) :
Tidak diketahui
BORANG PORTOPOLIO 3

8. Lain-lain : (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM, dan


TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA)

Status generalis
KU : tampak kurus, lemah, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
85x/menit teratur, teraba cukup, laju napas 25x/menit, suhu 37,5 o C, BB 55 kg.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak iterik, pupil isokor refleks cahaya +/+
THT : sekret (-), nyeri tekan (-)
Leher : tidak tampak kelainan
Jantung : tidak tampak kelainan
Paru :
 inspeksi :statis : simetris; dinamis : gerakan simetris, tidak ada bagian paru tertinggal
 Palpasi : vocal tactile fremitus apex paru kanan melemah
 Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru kiri, redup di area apeks paru kanan
 Auskultasi : suara pokok : vesikuler melemah di apex paru kanan, vesikuler normal di kiri dan
kanan bawah, bunyi tambahan : ronki (+/-)
Abdomen : tidak tampak kelainan
Ekstremitas : luka borok di kaki kanan (+)

Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin : 13,2 g/dl, Leukosit : 10.500/m3, Trombosit : 527.000/m3, Hematokrit : 37,1 %
Ureum : 36
Kreatinin : 0,1
GDS : 429 mg/dl
Sputum BTA : +/-/-

Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax PA
Interpretasi:
Sudut Costofrenicus dextra et sinistra lancip
Tulang dan jaringan lunak baik
CTR <50%
Fibrosis dan infiltrat di apex paru kanan dan kiri

Diagnosis
Diagnosis kerja :
1. TB Paru
2. Diabetes Melitus Tipe II

Tata Laksana
Non Medikamentosa :
- IVFD RL 0,9% 10 tpm
- Terapi nutrisi lunak
- Edukasi pasien dan keluarga: Manajemen stress dan pentingnya kepatuhan serta agar keluarga
mendukung secara proaktif usaha penyembuhan pasien

Daftar Pustaka : (MEMAKAI SISTEM HARVARD, VANCOUVER, atau MEDIA


ELEKTRONIK
1. Amin, Z., Bahar, A. 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI
2. Anonim. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
3. Hanley ME, Welsh CH. 2003. Current Diagnose & Treatment in Pulmonary Medicine.
Colorado : The McGraw-Hill Company.
Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui rasionalitas pengobatan TB pada pasien DM tipe 2
2. Mengetahui tidak lanjut hasil ulang pemeriksana sputum

1. Subjektif : Pasien Tn. K usia 53 tahun datang ke RS Kartika Husada dengan keluhan batuk
berdahak yang tidak berkurang sejak pengobatan TB ketegori I berjalan sudah 3 bulan. Pasien sesak
dan batuk berdahak warna kuning tanpa disertai gumpalan darah merah segar. Pasien juga
merasakan badan makin kurus, sering meriang, mudah berkeringat malam walaupun tidak
beraktivitas. Dari anamnesis diatas dapat diperkirakan beberapa diagnosis yang memungkinkan
antara lain TB paru, bronkiektasis, dan tumor paru. Pasien juga memiliki penyakit penyerta yakni
DM yang sudah diderita selama 10 tahun.
2. Objektif : Dari hasil pemeriksaan fisik dapat memberikan gambaran terhadap beberapa keadaan.
vocal tactile fremitus apex paru kanan melemah, sonor di seluruh lapangan paru kiri, redup di area
apeks paru kanan, perubahan bunyi napas primer pada pasien menunjukkan proses lanjut penyakit
TB, kemudian didapatkan bunyi tambahan yaitu ronki basah. Dari hasil pemeriksaan sputum, foto
rontgen toraks PA posisi top lordotik, dan pemeriksaan laboratorium sangat mendukung diagnosis
TB paru dan Diabetes mellitus. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan:
 Anamnesis (tanda kardinal TB paru)
 Hasil sputum BTA positif 1 (+ - -)
 Foto thorax dan pertimbangan dokter khas mengarah ke TB paru
 Endemisitas TB di Indonesia
 GDS yang lebih dari normal
3. Assessment: Dari hasil pemeriksaan jasmani dapat memberikan gambaran terhadap beberapa
keadaan. Perubahan bunyi napas primer pada pasien menunjukkan proses lanjut penyakit TB.
Kemudian didapatkan bunyi tambahan yaitu ronki basah yang dapat disebabkan karena banyaknya
mukus yang berada di saluran napas pasien dan kemudian menyumbat saluran napas sehingga
kemudian menimbulkan bunyi tambahan tersebut.
Namun, standar baku untuk menentukan seseorang menderita tuberkulosis atau tidak adalah dengan
pemeriksaan dahak SPS. Semua spesimen atau dua dari tiga spesimen tersebut haruslah
memberikan hasil yang positif. Atau satu dari tiga spesimen tersebut memberikan hasil yang positif
dengan gambaran foto torax mendukung ke arah TB baru bisa dinyatakan sebagai tuberkulosis.
Pada pasien ini, hasil pemeriksaan BTA (+--) dan foto thorax khas yaitu fibrosis dan infiltrat di
apeks kanan dan kiri paru. Oleh karena itu diagnosis tuberkulosis paru dapat ditegakkan.
Pemeriksaan lanjutan lain yang dilakukan ialah gula darah sewaktu dan didapatkan angka pada
pemeriksaan hari pertama masuk yaitu 429 mg/dL. Dengan kata lain, selain TB paru pasien ini juga
menderita DM, sehingga koreksi gula darah dengan diet dan obat-obatan diperlukan sebagai
tambahan pada pasien ini.
Dalam sebuah literatur lain dikatakan bahwa pemberian obat anti diabetes pada DM disertai dengan
TB paru sebaiknya dipilih pengobatan dengan insulin. Bagi pasien yang sementara dapat
pengobatan anti diabetes oral, seperti sulfonilurea dan biguanid sebaiknya diganti dengan insulin.
Pemberian sulfonilurea pada DM dengan TB paru adalah kontra indikasi karena tuberkulosis
dianggap penyakit dengan infeksi serius yang intercurrent. Sedang biguanid tidak diberikan karena
pada umumnya TB paru mempunyai keluhan nafsu makan menurun, berat badan menurun dan
adanya malabsorbsi glukosa, dimana metformin mempunyai mekanisme kerja sama diatas.
Pemberian rifampicin pada DM dengan TB paru dapat mempercepat metabolisme obat-obat anti
diabetik oral, menginaktifasi sulfonilurea dan meningkatkan kebutuhan insulin. Disamping itu
rifampicin menyebabkan early hyperglicaemia pada non DM maupun non TB paru dan
meningkatkan absorbsi glukosa di usus. Sebaliknya isoniazid dapat mengganggu absorpsi
karbohidrat di usus dan bekerja antagonis dengan sulfonilurea. Walaupun jarang isoniazid
menyebabkan pankreatitis dan menghambat efek metformin pada absorbsi glukosa di usus. Namun,
dalam literatur lain dikatakan sebenarnya kombinasi obat glibenklamide (Glyburide) dan metformin
juga bisa diberikan karena berdasarkan berbagai penelitian, kombinasi kedua obat tersebut terbukti
berguna untuk menangani hiperglikemi karena DM pada pasien TB paru. Pemberian tunggal
glybenclamide dalam dosis biasa tidak banyak membantu dalam mengontrol gula darah pasien,
karena OAT jenis rifampisin mengurangi efikasi obat golongan jenis sulfonilurea. Diabetes tetap
harus dikontrol. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah secara bijak. Setelah selesai
pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien diabetes mellitus sering terjadi
komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol karena
dapat memperberat kelainan tersebut.
4. Plan: Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap
Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk
TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali
(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila
salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut
dinyatakan positif.
Pengawasan menelan obat. Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short-
course) adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk
menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
Nama Peserta : dr. Harry Andhika Syahputra
Nama Wahana : Rumah Sakit Kartika Husada Tk. II
Topik : Abses Hepar
Tanggal (kasus) : 03 Maret 2016
Nama Pasien :Tn. G No. RM : 090841
Tanggal Presentasi : - Nama Pendamping : dr. Rostine Nuryakin
Tempat Presentasi : Rumah Sakit Kartika Husada Tk. II
Obyektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran ■ Tinjau Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja ■ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Pasien laki-laki 35 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan atas, demam, mual, dan
muntah.
□ Tujuan : dapat mendiagnosis abses hepar dan melakukan tatalaksana yang cepat dan tepat
Bahan bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset ■ Kasus □ Audit
Cara membahas : ■ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ Email □ Pos
Data Pasien : Nama : Tn. G Nomor Registrasi :090841
Nama Klinik : Telp : Terdaftar Sejak :
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien laki-laki 35 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu SMRS, demam,
mual, dan muntah.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah berobat ke puskesmas dan diberikan obat lambung.
3. Riwayat kesehatan/Penyakit :
Pasien belum pernah menderita keluhan serupa. Hepatits, hipertensi, dan DM disangkal
4. Riwayat keluarga :
Riwayat keluarga tidak diketahui.
5. Riwayat pekerjaan :
Petani
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) :
Tidak ada kelainan yang bermakna.
7. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) :

BORANG PORTOFOLIO 4

8. Lain-lain : (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM, dan


TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA)

Pemeriksaan Fisik:
KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 110/60 mmHg, HR: 112x/menit, HR: 112x/menit, Suhu: 39,90C, RR: 20x/menit
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera subikterik (+/+)
Thorax: BJ I II (+), murmur (-), Gallop (-), VBS (+/+), whizzing (-/-), rongki (-/-)
Abdomen: datar, bising usus (+) meningkat, defans muscular (-), lien tidak teraba, hepar teraba 3
jari BAC, nyeri tekan abdomen kanan atas, timpani seluruh quadran abdomen.
Ekstremitas: akral hangat, edema -/-, CRT<2dtk

Pemeriksaan Penunjang:
Leukosit: 19.400
Granulosit : 86 %
Hb : 13,8
Trombosit : 257.000
GDS : 114
Ureum/Kreatinin : 17/0,9
SGOT/SGPT : 42/24

Tatalaksana:
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 gr/12 jam
Inj. Omeprazol 1 vial/12 jam
Inj. Ondansetron 4 mg/8 jam
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Inj. Ketorolac 30 mg k/p
Pemeriksaan USG Abdomen

Daftar Pustaka : (MEMAKAI SISTEM HARVARD, VANCOUVER, atau MEDIA


ELEKTRONIK
1. Friedman SL, Quaid KR, Grendel JH. Infection of the liver, parasitic infection of the liver.
Cur- rent, Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2nd ed. New York: McGraw-Hill
Companies, toe; 2003;p.586-7.
Hasil Pembelajaran :
1. Dapat mendiagnosis abses hepar
2. Dapat melakukan tatalaksana abses hepar dengan sepsis
3. MendiagnosisPlasenta Previa
4. KlasifikasiPlasenta Previa
5. TatalaksanaPlasenta Previa

1. Subjektif : Pada anamnesa didapatkan keluhan berupa nyeri perut kanan atas,
demam, mual dan muntah. Menurut buku ajar ilmu penyakit dalam, keluhan utama
yang mendasari diagnosis abses hepar yaitu adanya keluhan nyeri perut kanan atas
yang disertai demam. Keluhan mual dan muntah merupakan gejala penyerta abses
hepar. Salah satu faktor resiko yang memungkinkan timbulnya abses hepar pada
pasien adalah kebiasaan pasien yang jarang mencuci tangan sebelum makan dan tidak
pernah memperhatikan kebersihan makanan.
2. Objektif : Hasil pemeriksaan jasmani, pemeriksaan darah lengkap, dan USG
abdomen mendukung ke arah diagnosis abses hepar. Pada kasus ini diagnosis
ditegakkan berdasarkan:
 Gejala klinis (nyeri perut kanan atas, demam, mual, dan muntah)
 Pemeriksaan fisik (demam, sklera subikterik, hepatomegali, dan nyeri tekan
perut kanan atas)
 Darah lengkap (leukositosis)
 USG abdomen (abses hepar)
3. Assessment:
 Nyeri perut kanan atas terjadi karena rangsangan pada peritoneum yang meliputi
organ peritoneal yaitu hepar yang dipersarafi susunan syaraf otonom. Nyeri jenis
ini disebut nyeri viseral.
 Demam disebabkan adanya infeksi mikroorganisme pada hepar serta adanya
penyebaran mikroorganisme (sepsis).
 Pada abses hepar tidak selalu ditemukan ikterik. Ikterik pada abses hepar
merupakan ikterik intrahepatik. Hepar berperan dalam proses metabolisme
bilirubin. Adanya kelainan hepar dapat mengganggu metabolisme bilirubin.
Ikterik terjadi karena adanya deposisi bilirubin pada jaringan.
 Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis yang dapat disebabkan
oleh inflamasi jaringan maupun infeksi mikroorganisme.
5. Plan:
Pendidikan: dilakukan kepada pasien dan keluarganya untuk membantu proses
penyembuhan dan pemulihan, untuk itu pada tahap awal pasien dan keluarganya
diminta datang untuk pengarahan secara bertahap. Menjelaskan bahwa tindakan
operatif perlu dilakukan pada penyakit abses hepar apabila keluhan menetap.
Memberikan edukasi mengenai makanan yang sehat dan bersih serta cuci tengan
sebelum makan.
Konsultasi: Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis penyakit
dalam dan spesialis bedah apabila keluhan menetap setelah keluar dari rumah sakit.

Nama Peserta : dr. Harry Andhika Syahputra


Nama Wahana : Rumah Sakit Kartika Husada Tk. II
Topik : Kejang Demam Sederhana
Tanggal (kasus) : 7 Maret 2016
Nama Pasien : An. Sr No. RM :095477
Tanggal Presentasi : 10 April 2016 Nama Pendamping : dr. Rostine Nuryakin
Tempat Presentasi : Rumah Sakit Kartika Husada Tk. II
Obyektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjau Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : seorang anak usia 13 bln datang dengan demam didahului kejang
□ Tujuan : Menegakkan diagnosis kejang demam sederhana dan melakukan penanganan awal dan
lanjutan
Bahan bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ Email □ Pos
Data Pasien : Nama : An. Sr Nomor Registrasi :095477
Nama Klinik : Telp : Terdaftar Sejak :
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien dibawa ke RST Kartika Husada dengan keluhan kejang yang didahului demam yang dialami
3 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang diperhatikan kaku pada tangan dan kaki, mata fokus pada
satu titik. Frekuensi kejang 1 kali dan durasi kejang <5menit. Demam dialami os 2 hari, batuk (+),
dahak (-), menggigil (-), sesak (-), muntah (+) frekuensi 3 kali dalam 1 hari. Isi apa yang dimakan
dan diminum. BAK (+) BAB (+).
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya minum paracetamol syrup 3x1 sendok teh
3. Riwayat kesehatan/Penyakit :
Status Gizi pasien baik, Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa, riwayat trauma
kepala disangkal
4. Riwayat keluarga :
Kakak os pernah memiliki keluhan yang sama pada usia 1 tahun 4 bulan frekuensi kejang 4x.
5. Riwayat pekerjaan :
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) :
7. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) :

BORANG PORTOPOLIO 1
8. Lain-lain : (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM, dan
TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA)

Pemeriksaan Fisik
TTV : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 106 kali/menit, reguler,equal, isi cukup
Respirasi : 32 kali/menit
Suhu : 36,4oC
Kepala
Mata : Konjungtiva tidak anemis
sklera tidak ikterik
Eksoftalmus: +/+
Injeksi konjungtiva (-)
injeksi silier (-)
RC +/+, pupil isokor φ 3 mm
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis(-).
Telinga : Tidak ada kelainan
Mulut : Mukosa basah, perdarahan gusi (-),
Faring : tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tenang
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemis, tremor (+)
Leher : JVP 5+2cm H2O, kelenjar tiroid teraba membesar 6 x 2 cm, konsistensi
lunak, nyeri tekan (-), thyroid bruit (-), pembesaran kelenjar getah bening (-).
Paru
Inspeksi : pengembangan dada simetris, barrel chest (-), retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus ka = ki
Perkusi : sonor kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi nafas vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-,
Jantung
Inspeksi : IC tidak terlihat
Palpasi : IC teraba pada SIC V linea mid-clavicula sinistra
Perkusi : batas atas SIC III, batas kanan linea sternalis, batas kiri linea mid-clavicula sinistra
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, BU (+) N, timpani, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral Hangat, Edema Inferior +/+, tremor +/+

Pemeriksaan Penunjang
Darah :
Hb : 11,1 gr/dl
Ht : 33 %
L : 13600 / mm3
Tc : 94.000 / mm3
Fungsi Tiroid:
T3 : 10
T4 : 272
TSH : 0,01

Daftar Pustaka : (MEMAKAI SISTEM HARVARD, VANCOUVER, atau MEDIA


ELEKTRONIK
a) Mansjoer, A, dkk. Kejang Demam. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Jilid 2
Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 200 :434-437
b) Behrman,et al. Kejang-Kejangpada Masa Anak. Dalam : Nelson Ilmu kesehatan Anak, edisi
15, Jakarta :EGC,2000.
c) Ocw.usu.ac.id/course/...brain.../bms166_slide_Kejang_Demam.pdf
Hasil Pembelajaran :
6. Membuat diagnosis banding Tiroid Heart Disease
7. Mengetahui faktor penyebab Tiroid Heart Disease
8. Mendiagnosis Tiroid Heart Disease
9. Klasifikasi Tiroid Heart Disease
10. Tatalaksana Tiroid Heart Disease

Subjektif : Pasien dibawa ke RSUD Cut Meutia dengan keluhan kejang yang didahului demam
yang dialami 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang diperhatikan kaku pada tangan dan
kaki, mata fokus pada satu titik. Frekuensi kejang 1 kali dan durasi kejang <5menit. Demam
dialami os 2 hari, batuk (-), dahak (-), menggigil (-), sesak (-), muntah (+) frekuensi 3 kali dalam
1 hari. Isi apa yang dimakan dan diminum. BAK (+) BAB (+).
Objektif : Hasil pemeriksaan fisik diperoleh N= 115x/i, P=34x/i, T=38,9’C
Kepala : bibir sianosis (-), tanda-tanda trauma (-)
Leher : nyeri tekan (-), massa tumor (-), kaku kuduk (-)
Dada : dalam batas normal
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Genital : tidak ada kelainan
Assessment : Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh ( suhu rectal lebih dari 38’C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Menurut Consensus Statment on Febrile Seizure (1980 ), kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan
demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.

Faktor resiko dan etiologi


Faktor resiko kejang demam pertama yang terpenting adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orangtua atau sodara kandung, perkembangan terlambat, problem
pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar kalium rendah.
Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.

Manifestasi klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat berupa mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan
atau kelemahan. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit.

Penatalaksanaan
1. Fase akut
Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan
napas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran
,nadi, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi
diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam IV atau Intrarektal. Dosis IV
(0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2mg/menit, dosis maximal 20mg).bila kejang
berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan.dapat juga digunakan diazepam
intrarektal 5 mg (BB<10kg) atau 10mg (BB>10kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang
selang waktu 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal
10 – 20 mg/kgBB secara intravena.

2. Mencari penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama.

3.pengobatan profilaksis
a. profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari
dibagi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg (BB<10kg) atau 10mg (BB>10kg).setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari
38,5’C
6. b. profilaksis continue diberikan asam valproat dosis 15 – 40 mg/kgBB/hari.
Plan : Diagnosis : berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pasien dapat
didiagnosa kejang demam sederhana

Pengobatan:
Ivfd RL 15 gtt/i mikro
Injeksi cefotaxime 250mg/12jam
Injeksi ranitidine 1/3 amp/12jam
Diazepam supp 5 mg (jika kejang )
Paracetamol drop 3 x 0,9 cc

Pendidikan: kepada pasien dan keluarga dijelaskan penyebab timbulnya kejang dan bagaimana
cara memberikan obat antipiretik, karena kejang ini didahului dengan demam serta mencegah
infeksi yang mungkin memicu terjadinya kejang

Konsultasi: dijelaskan adanya indikasi rawat ICU dan konsultasi dengan spesialis anak untuk
penanganan lebih lanjut.

You might also like