You are on page 1of 59

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID


PERCOBAAN 1
GRANULASI BASAH DAN EVALUASI GRANUL

Disusun oleh:
Kelompok/Shift : 1/C

Gita Ratu Kuswantara 10060316040


Anggun Putri Nur A 10060316041
Melinda Athirah Putri 10060316042
Adellya Fardiani 10060316043
Syifani Khalda M 10060316044
Shintya Amalia Safira 10060316045

Asisten: Putri Suci Harum., S.Farm

Tanggal Praktikum : Rabu, 10 April 2019


Tanggal Pengumpulan : Kamis, 18 April 2019

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1440 H/2019 M
PERCOBAAN 1

GRANULASI BASAH DAN EVALUASI GRANUL

I. Nama dan Kekuatan Sediaan


Nama sediaan : Paten : Pasmol
Generik : Paracetamol
Kekuatan Sedianan : Parasetamol 250 mg/ tablet

II. Prinsip Percobaan


Granulasi ialah proses peningkatan ukuran menjadiaglomerat yang
berukuran besar sehingga mampu meningkatkan sifat alir dari campuran. Metode
ranulasi basah dilakukan berdasarkan penambahan bahan pengikat dengan 2
metode yang berbeda yaitu cara basah dengan memasukkan larutan pengikat
kedalam massa campuran serbuka hingga diperoleh massa yang basah dan sesuai
untuk dibuat granul. Sedangkan cara kering dilakukan berdasarkan penambahan
pelarut pengikat kedalam massa campuran serbuk hingga diperoleh massa yang
basah. Setelah itu, diayak dan diperoleh granul basah, lalu dikeringkan hingga
kandungan lembab <3%. Kemudian diayak kembali dan dievaluasi. Hasil yang
memenuhi syarat ditambahkan fase luar dan dikempa dengan punch hingga
diperoleh massa tablet.

III. Tujuan Percobaan


1. Dapat memahami prinsip pembuatan tabley dengan metode granulasi
basah
2. Dapat mengevaluasi granul dengan menggunakan alat yang sesuai dan
menafsirkan hasil evaluasi
3. Dapat menyimpulkan mutu sediaan tablet yang dihasilkan berdasarkan
hasil evaluasi yang didapatkan dengan menggunakan perbedaan
penambahan bahan pengikat.

IV. Preformulasi Zat Aktif


Parasetamol/ asetaminophen (Dirjen POM, 1995:649)

BM : 151,16
Titik Leleh : 169°C – 172°C
Pka : 9,5 pada 26°C
pH Larutan : antara 3,8 – 6,3
Bobot Jenis : 271,4 g/cm3
C8H9NO2
Pemerian Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa
sedikit pahit.
Kelarutan Larut dalam air mendidih dan dalam
NaOH 1 N, mudah larut dalam etanol.
Stabilitas Dapat terhidrolisis pada katalis asam
dan basa. Harus terlindung dari cahaya,
stabil pada suhu hingga 45°C. Relatuf
stabil untuk teroksidasi, bersifat sedikit
higroskopis pada suhu 25°C dengan
kelembaban hingga 90%. (Lund,
1994:987)
Inkompatibilitas Membentuk ikatan hidrogen dengan
nilon dan rayon. (Rowe, 2009)
Interaksi obat Pada dosis tinggi dapat memperkuat
efek antikoagulan dan pada dosis biasa
tidak interaktif. (Rowe, 2009)
Indikasi Meringankan rasa sakit pada keadaan
sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu
haid, sakit pada otot serta menurunkan
demam. (...)
Dosis - Untuk nyeri dan oral : 2-3dd 0,5g
maksimal 4 g/ hari
- Pada penggunaan kronis maksimal 4
g/hari
- Anak –anak : 4-6 dd 10mg/kg, 3-12
bulan 60mg, 1-4 tahun 120-180 mg,
4-6 tahun 180 mg, 7-12tahun 240-
360 mg 4-6 kali sehari (....)
Mekanisme kerja obat Menghambat sintesi prostaglandin
dalam sistem saraf pusat dan perifer
nyeri generasi impuls, menghasilkan
antiresus dari penghambatan
hipotalamus pusat pengatur panas.
Aturan pakai - Anak-anak <12 tahun 10-15
mg/kg/dosis setiap 4-6 jam (sesuai
kebutuhan tidak melebihi 6 dosis
(2,6,9) dalam 24 jam)
- Orang dewasa 325-650 mg setiap 4-
6 jam atau 1000 mg 3-4 kali sehari
tidak melebihi 4 g/hari (....)
Kontraindikasi Penderita yang hipersensitif terhadap
parasetamol, terhadap defisiensi
glukosa dehidrogenase dan pada
penderita dengan gangguan fungsi hati.
(........)
Efek samping Dosis besar dapat menyebabkan
kerusakan fungsi hati.(........)
Aturan simpan Disimpan pada wadah tertutup rapat,
terlindung dari cahaya, disimpan pada
suhu <40°C lebih baik pada suhu 15°C-
30°C. (........)
Kategori Obat bebas. (........)
V. Preformulasi Eksipien

1. Amprotab/Amilum Protablet

Bobot Jenis : 1,478 g/cm3


Pemerian : Serbuk berwarna putih berupa granul granul kecil
berbentuk oval dan pemkot yang berbeda untuk setiap varietas tanaman,
tidak berbau dan berasa
Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol 95% dan air
dingin, amilum mengenbang dalam air dengan konsentrasi 5-10% pada
suhu 37°C
pH : 4-7
Stabilitas : Pati kering dan tanpa pemanasan stabil jika
dilindungi dari kelembaban yang tinggi. Jika digunakan sebagai
penghancur pada tablet dibawah kondisi normal. Pati biasanya inert
larutan pati panas secara fisik tidak stabil dan mudah ditumbuhi
mikroorganisme bersifat higroskopis dan menyerap kelembapan atmosfer
sebesar 12%
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan pengoksidasi kuat
Kegunaan : Sebagai penghancur tablet (fase dalam dan fase
luar) dengan konsentrasi (3-25%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Rowe et al, 2009: 685)

2. PVP/Polivinil Pirolidon)

Bobot Jenis : 1,180 g/cm3


Pemerian : Serbuk amorf berwarna coklat kekuningan, sedikit
berbau khas, larutan bereaksi asam terhadap kertas lakmus
Kelarutan : Larut dalam air dan metanol, praktis tidak larut
dalam CCl4, eter, n-heksan dan aseton.
Titik Lebur : 150°C
pH : 3-7
Stabilitas : PVP dapat menggelapkan sampai batas tertentu
pada suhu 150°C dengan penurunan kelarutan dalam air, higroskopis
Inkompatibilitas : Bercampur dalam larutan dengan berbagai garam
organik alami dan resin sintetik dan bahan kimia lainnya
Kegunaan : Sebagai bahan pengikat (0,5-5%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Rowe et al, 2009: 582)

3. Etanol 95%

Bobot Jenis : 0,819-0,8139 g/cm3


Rumus Molekul : C2H5OH
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna,
bau khas, menyebabkan rasa terbakar pada lidah, mudah menguap pada
suhu rendah, mendidih pada suhu 78°C, mudah terbakar.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan dan praktis tidak
bercampur dengan semua pelarut organik
Titik Leleh : 14°C
Titik Didih : 78,15°C
pH : 7,33
Stabilitas : Termostabil, larutan etanol berair dapat
disterilisasi dengan autoklaf atau dengan penyaringan dan harus disimpan
dalam wadah kedap udara, ditempat dingin
Inkompatibilitas : Dalam kondisi asam, etanol dapat bereaksi dengan
kuat dengan bahan pengoksidasi dan dapat berinteraksi dengan beberapa
zat.
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Rowe et al, 2009: 17)

4. Laktosa/Saccharum Lactis

Bobot Jenis : 0,88 g/cm3


Pemerian : Serbuk atau massa hablur putih atau putih kusam,
tidak berbau, sedikit manis
Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air
mendidih, sukar larut dalam etanol (95%)P, praktis tidak larut dalam
kloroform P, dan dalam eter P
Titik Leleh : 232°C
pH : 4-6,5
Stabilitas : Pertumbuhan jamur dapat terjadi pada kondisi
lembab, laktosa dapat mengembangkan warna coklatan pada penyimpanan
dan dapat bereaksi dengan cepat pada kondisi hangat dan lembab
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan asam kuat, alkali dan garam
besi, tidak dapat digunakan pada sediaan mengandung aspirin, beberapa
vitamin dan garam alkaloid
Kegunaan : Bahan pengisi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Rowe et al, 2009: 359)

5. Talk (Talkum)

Pemerian : Sangat halus tidak berbau, sangat putih dan tidak


berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalm asam dan asam lemah
pH : 7-10
Stabilitas : Senyawa yang stabil bisa disterilisasikan dengan
pemanasan 160°C selama 1 jam atau dengan etilen oksida/iadiasi
Inkompatibilitas : Senyawa ammonium kuartener
Kegunaan : Glidan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Rowe et al, 2009: 728)

6. Magnesium Stearat

Bobot Jenis : 1,092 g/cm3


Pemerian : Serbuk halus putih dan voluminous, bau lemah
khas, mudah melekat dikulit, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol, eter dan air sedikit
larut dalam benzen hangat dan etanol hangat
Titik Leleh : 117-150°C
Stabilitas : Mg Stearat akan stabil dan harus disimpan dalam
wadah tertutup baik dan disimpan pada tempat kering
Inkompatibilitas : Asam kuat, alkali dan garam hindari dengan zat
pengoksidasi kuat
Kegunaan : Lubrikan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Rowe et al, 2009: 404)

VI. Preformulasi Wadah Kemasan


I.
1. Kemasan Primer

Kemasan digunakan pada granul paracetamol yaitu botol plastik putih


karena granul paracetamol harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dan
tidak tembus cahaya (Ditjen POM. 1995: 650). Hal ini karena dalam
penyimpanannya harus dapat terlindungi dari masuknya bahan padat dan
mencegah kehilangan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan
dan distribusi. Wadah yang seharusnya tidak tembus cahaya agar dapat
melindungi isi dari pengaruh cahaya. Botol plastik yang digunakan dengan
no polimer 1 yang bertuliskan PGT/PETE (Polietien Terephtalate) jenis
bahan ini bersifat jernih, kuat, tahan pelarut kedap gas dan air melunak
pada suhu 80°C hanya boleh dipakai 1 kali pakai karena lapisan polimar
akan meleleh dan bersifat karsinogenik(......).
2. Kemasan Sekunder

Kemasan yang digunakan berupa dus yang terbuat dari kertas tebal dan
glossy untuk melindungi wadah primer dari pengaruh cahaya dan lembab
seta akan menambah penampilan lebih baik(.....).

VII. Analisis Pertimbangan Formula


1. Paracetamol memiliki bentuk amorf dan juga memiliki polimorfisme
yang tidak berturan sehingga cenderung memiliki sifat alir yang buruk.
Maka, dipilih metode granulasi basah karena diharapkan dapat
memperbaiki sifat alir paracetamol. Paracetamol memiliki stabilitas
yang tahan terhadap panas dan lembab sehingga dengan demikian
metode tabletsi paracetamol harus dilakukan granulasi basah. Bobot
tablet paracetamol yang dibuat 500mg sedangkan bobot paracetamol
yaitu 250mg/tablet (....).
2. Amprotab merupakan penghancur yang digunakan dalam percobaan
ini karena amprotab ini penghancur umum yang digunakan karena
memiliki kemampuan membentuk pathways dalam matriks tablet
sehingga air dapat masuk dan membentuk pori-pori sehingga dapat
menghancurkan tablet. Amprotab ini dapat digunakan sebagai sebagai
penghancur dalam dan luar yang dapat memudahkan dalam
menghancurkan tablet dan dapat memudahkan untuk melepaskan zat
aktifnya. Konsentrasi amprotab yang digunakan untuk fase dalam yaitu
10% karena konsentrasi tersebut termasuk ke dalam rentang amprotab
(3-25%) sebagai bahan penghancur. Begitu pula pada konsentrasi
amprotab untuk fase luar yaitu 5% karena konsentrsi tersebut sudah
masuk ke dalam rentang(.......).
3. PVP digunakan sebagai bahan pengikat pada konsentrasi 5% karena
pada konsentrasi tersebut termasuk ke dalam rentang PVP sebagai
bahan pengikat yaitu 0,5-5% bahan pengikat disini berperan untuk
mengikat antar satu partikel serbuk dengan partikel serbuk lainnya
sehingga nantinya menghasilkan massa granul yang baik dan kompak.
Bahan pelarut yang digunakan untuk melarutkan PVP adalah etanol
95% karena etanol mudah menguap sehingga dapat menjaga
kelembaban(......).
4. Etanol digunakan sebagai pelarut PVP pada cara basah dan untuk
membentuk massa campuran serbuk yang basah pada granulasi basah
cara kering. Alasan digunakan etanol sebgai pelarut unruk melarutkan
PVP(......).
5. Laktosa digunakan sebagai pengisi karena memiliki sifat alir yang baik
dan kompresibilitas yang baik juga sehingga dapat meningkatkan sifat
alir. Laktosa juga digunakan sebagai pengisi untuk memadatkan
massa kempa dengan baik dan membantu pelepasa zat aktif yang
baik(....).
6. Talk digunakan sebgai fase luar yang memiliknperan sebagai glidan.
Konsentrasi yang digunakan dalam formula ini adalah 2% Hal ini
masuk ke dala. m rentang talkum sebagai glidan yaitu pada konsentrasi
1-10%. Tujuan dari penambahan glidan pada formula ini sebagai
menunjang karakteristik aliran dari granul atau meningkatkan aliran
granul dari hopper ke dalam die(.....).
7. Magnesium Stearat digunakan sebagai lubrikan yang akan membantu
pada proses pencetakan tablet dimana lubrikan digunakan agar pada
saat massa cetak tidak menempel pada alat dan didapatkan tablet yang
utuh. Magnesium stearat yang digunakan dalam formula yaitu 1%
karena termasuk ke dalam rentang peran magnesium stearat sebagai
lubrikan yaitu pada konsentrasi (0,25-5%)(.....).

VIII. Formula
Kandungan paracetamol/tablet : 250 mg
Bobot tablet : 500 mg
Jumlah tablet yang dibuat : 300 tablet

Formula A
(Pengikat : PVP Cara Kering)
Fasa Dalam 92%
Paracetamol Zat aktif 250mg
Amprotab Penghancur dalam 10%
PVP Pengikat 5%
Etanol 95% Pelarut q.s
Laktosa Pengisi q,s
Fasa Luar 8%
Amprotab Penghancur luar 5%
Talk Glidan 2%
Mg stearat Lubrikan 1%

Formula B
(Pengikat : PVP Cara Basah)
Fasa Dalam 92%
Paracetamol Zat aktif 250mg
Amprotab Penghancur dalam 10%
PVP Pengikat 5%
Etanol 95% Pelarut q.s
Laktosa Pengisi q,s
Fasa Luar 8%
Amprotab Penghancur luar 5%
Talk Glidan 2%
Mg stearat Lubrikan 1%

BAB 9 SKIP AJA TERPISAH ADA DI MELIN


X. Prosedur Pembuatan dan Evaluasi

10.1 Prosedur Pembuatan

10.1.1 Pengikat Ditambahkan dengan Cara Basah

Pembuatan larutan PVP

Ditimbang PVP sebanyak 7,5 gram. Kemudian PVP dilarutkan dalam


pelarut etanol 95% sebanyak 67,5mL. Lalu larutan diaduk sampai homogen.

Pembuatan Tabletasi

Dicampurkan paracetamol 75gram, amprotab 15 gram dan laktosa 40,5


gram sampai homogen. Ditambahkan larutan PVP sedikit demi sedikit sambil
diaduk sampai terbentuk massa basah untuk dibuat granul (massa harus dapat
dikepal namun dapat dipatahkan). Catatan untuk larutan PVP harus dimasukkan
semuanya agar persentase pengikat sesuai dengan yang diinginkan. Kemudian
massa yang terbentuk diayak dengan ayakan mesh no 10 atau 12 (untuk tablet
besar). Setelah itu, dikeringkan granul basah dalam oven dengan suhu 60°C
sampai kandungan lembab kurang dari 3%. Diayak kembali granul yang telah
kering dengan ayakan mesh no 14 atau 16 (untuk tablet besar). Lalu ditimbang
granul kering dan dievaluasi. Dicampurkan granul dengan fase luar (talk dan
amprotab) diaduk sekitar 10 menit sampai homogen. Ditambahkan Mg stearat
diaduk selama 2 menit sampai homogen. Lalu dievaluasi massa siap cetak
kemudian ditabletasi dengan punch berdiameter 13mm dengan bobot yang telah
ditentukan (dari hasil peroleh granul). Kemudian tablet dievaluasi menurut
persyaratan yang berlaku.

10.1.2 Pengikat Ditambahkan dengan Cara Kering

Dicampurkan paracetamol 75gram, PVP 7,5gram, amprotab 15 gram dan


laktosa 40,5 gram sampai homogen. Ditambahkan larutan etanol 95% sedikit demi
sedikit sampai diperoleh massa yang sesuai. Setelah itu, dikeringkan granul basah
dalam oven dengan suhu 40°C sampai kandungan lembab kurang dari 3%. Diayak
granul yang telah kering dengan ayakan mesh no 14 atau 16 (untuk tablet besar).
Lalu ditimbang granul kering dan dievaluasi. Dicampurkan granul dengan fase
luar (talk dan amprotab) diaduk sekitar 10 menit sampai homogen. Ditambahkan
Mg stearat diaduk selama 2 menit sampai homogen. Lalu dievaluasi massa siap
cetak kemudian ditabletasi dengan punch berdiameter 13mm dengan bobot yang
telah ditentukan (dari hasil peroleh granul). Kemudian tablet dievaluasi menurut
persyaratan yang berlaku.

10.2 Prosedur Evaluasi

10.2.1 Kecepatan Alir

Metoda Corong

Dimasukkan granul 50gram ke dalam corong dengan ukuran tertentu.


Corong digetarkan sampai seluruh granul mengalir keluar lubang corong.
Kemudian dibaca wakru yang diperlukan untuk mrngalirkan seluruh granul keluar
dari corong. Setelah itu, dihitung kecepatan aliran dengan membagi bobot granul
(50gram) dengan waktu yang diperlukan granul untuk melewati corong
(gram/detik).

Metoda Sudut baring

Granul ditimbang dan dimasukkan ke dalam corong. Dibiarkan granul


mengalir bebas dari lubang corong/silinder dan ditampung pada suatu bidang
datar hingga timbunan granul tersebut membentuk kerucut. Kemudian timbunan
diukur sudut istirahat (sudut anatat lereng granul dengan bidang datar).

Penafsiran Hasil :
a = 25°C - 30°C (granul sangat mudah mengalir)
a = 30°C - 38°C (granul mudah mengalir)
a = >38°C (granul sangat kurang mengalir)

10.2.2 Kelembaban

Ditimbang granul sebanyak 5 atau 10 garm dimasukkan ke dalam alat


Moisture Analyzer, kemudian alat ditara. Granul dipanaskan pada suhu 60-70°C
sampai skala pada alat tidak berubah (stabil). Kemudian kadar air yang tertera
pada skla (%) dibaca.

10.2.3 Bobot Jenis/Kerapatan

BJ Nyata

Ditimbang 100 gram granul dan dimasukkan ke dalam gelas ukur. Dicatat
volumenya

𝑤 (𝑔)
Rumus : 𝑃 = 𝑣 (𝑚𝐿)

Ket : P = BJ Nyata
W = Bobot granul
V = Volume granul tanpa pemampatan

BJ Mampat

Ditimbang 100 gram granul dan dimasukkan dalam delas ukur lalu dicatat
volumenya (Vo). Gelas ukur dikeruk sebanyak 10 dan 500 kali. Dicatat
volumenya (V10 dan V50)

𝑤 (𝑔)
Rumus : 𝑃𝑛 = 𝑉𝑛 (𝑚𝐿)

Ket : Pn = BJ pada n ketukan


W = Bobot granul
Vn = Volume granul pada n ketukan

BJ Sejati

BJ sejati merupakan massa granul dibagi volume granul yang tidak


termasuk pori granul

(𝑏−𝑎)𝑥 𝐵𝐽 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑠𝑝𝑒𝑟𝑠𝑖


Rumus : 𝐵𝐽 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑡𝑖 = (𝑏+𝑑)− (𝑎+𝑐)
Ket :

a = bobot piknometer kosong

b = bobot piknometer + 1 gram granul

c = bobot piknometer + 1 gram granul + cairan pendispersi (paraffin cair)

d = bobot piknometer + cairan pendispersi (paraffin cair)

Kadar Pemampatan

Ditimbang 100 gram granul dan dimasukkan dalam delas ukur lalu dicatat
volumenya (Vo). Gelas ukur dikeruk sebanyak 10 dan 500 kali. Dicatat
volumenya (V10 dan V50)

𝑉𝑜−𝑉500
Rumus : 𝐾𝑝 = 𝑥100%
𝑉𝑜

Ket :

Kp = kadar pemampatan

Vo = volume granul sebelum pemampatan

V500 = volume granul pada 500 kali ketukan

Perbandingan Haussner

Ditimbang 100 gram granul dan dimasukkan dalam delas ukur lalu dicatat
volumenya (Vo). Gelas ukur dikeruk sebanyak 10 dan 500 kali. Dicatat
volumenya (V10 dan V50)

𝐵𝑗 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
Rumus : Angka Hausner= 𝐵𝑗 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
Persen Kompresibilitas (% K)

Ditimbang 100 gram granul dan dimasukkan dalam delas ukur lalu dicatat
volumenya (Vo). Gelas ukur dikeruk sebanyak 10 dan 500 kali. Dicatat
volumenya (V10 dan V50)

𝐵𝑗 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡−𝐵𝑗 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
Rumus : %𝐾 = 𝑥100%
𝐵𝑗 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡

Penafsiran Hasil :

%K = 5%-15% (aliran sangat baik)

%K = 16%-25% (aliran baik)

%K = >26% (aliran buruk)

10.2.4 Granulometri

Ditimbang 100gram granul kemudian diletakkan granul pada pengayakan


paling atas. Mesin digetarkan selama 5-30 menit, tergantung dari ketahanan
granul pada getaran. Ditimbang granul yang tetahan pada tiap-tiap pengayak. Lalu
dihitung persentase granul pada tiap-tiap pengayak.

XI. Evaluasi dan Data Pengamatan


11.1. Uji Kelembaban
Tabel 11.1 Data pengamatan evaluasi uji kelembaban

Kesimpulan : Formula A dan formula B kadar air memenuhi syarat

11.2. Uji Kecepatan Alir


1) Metode corong
Tabel 11.2 Data pengamatan evaluasi uji kecepatan alir metode corong

Penafsiran Hasil : Aliran granul yang baik jika waktu yang diperlukan
untuk mengalirkan 10 g ≤ 10s
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑔)
Rumus : 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢𝑘𝑎𝑛 (𝑠)
50 𝑔
Hasil : Formula A = = 12,5 𝑔
4𝑠
50 𝑔
Formula B = = 9, 26 𝑔
5,4 𝑠

Kesimpulan : Pada formula A kecepatan alir baik, sedangkan pada formula


B kecepatan alir kurang baik
2) Metode sudut baring
Tabel 11.2 Data Pengamatan evaluasi kecepatan alir metode sudut baring

Penafsiran Hasil :
a = 25°C - 30°C (granul sangat mudah mengalir)
a = 30°C - 38°C (granul mudah mengalir)
a = >38°C (granul sangat kurang mengalir)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (ℎ)
Rumus : tan 𝑎 = 𝑗𝑎𝑟𝑖−𝑗𝑎𝑟𝑖 (𝑟)
2,7
Hasil : Formula A = tan a = 3,1 = 0,5

a = 26,6°C
3,1
Formula B = tan 𝑎 = 5,375 = 0,576

a = 29,94°C
Kesimpulan : Formula A memiliki sudut baring 26,6°C, maka granul
sangat mudah mengalir. Dan pada Formula B memiliki sudut baring
29,94°C, maka sangat mudah mengalir.
11.3. Uji Distribusi Ukuran Partikel
Tabel 11.3 Data Pengamatan evaluasi uji distribusi ukuran partikel

Penafsiran hasil : bila perolehan sampel (<40%) pada ayakan 6, maka


metode granulasi tidak baik karena banyak fines, ukuran partikel granul
yang baik terdapat pada ayakan 3-4 sehingga presentase sebaran paling
banyak hendaknya pada rentang ( ≥ 40 % ) .
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑦𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑚𝑒𝑠ℎ (𝑔)
Rumus : (%) = 𝑥 100 %
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑔)

Hasil : Formula A
51,895 𝑔
Mesh 20 = (%) = 𝑥 100% = 51,895%
100 𝑔
4,9274 𝑔
Mesh 40 = (%) = 𝑥 100% = 4,9274%
100 𝑔
1,6118 𝑔
Mesh 60 = (%) = 𝑥 100% = 1,6118%
100 𝑔
11,838 𝑔
Mesh 80 = (%) = 100 𝑔
𝑥 100% = 11,838%
0𝑔
Mesh 100 = (%) = 100 𝑔 𝑥 100% = 0%
1,7032 𝑔
Mesh 120 = (%) = 𝑥 100% = 1,7032%
100 𝑔
1,1192 𝑔
Mesh 140 = (%) = 𝑥 100% = 1,1192%
100 𝑔
7,7094 𝑔
Mesh 200 = (%) = 𝑥 100% = 7,7094%
100 𝑔

Formula B
48,25 𝑔
Mesh 20 = (%) = 𝑥 100% = 48,25%
100 𝑔
10,7 𝑔
Mesh 40 = (%) = 𝑥 100% = 10,7%
100 𝑔
4,15 𝑔
Mesh 60 = (%) = 𝑥 100% = 4,15%
100 𝑔
4,93 𝑔
Mesh 80 = (%) = 𝑥 100% = 4,93%
100 𝑔
0𝑔
Mesh 100 = (%) = 100 𝑔 𝑥 100% = 0%
4,58 𝑔
Mesh 120 = (%) = 𝑥 100% = 4,58%
100 𝑔
1,54 𝑔
Mesh 140 = (%) = 𝑥 100% = 1,54%
100 𝑔
3,3 𝑔
Mesh 200 = (%) = 100 𝑔 𝑥 100% = 3,3%

Kesimpulan : Pada formula A data yang diperoleh menunjukkan hasil


yang tidak memenuhi syarat karena memiliki granul yang tertahan paling
banyak pada mesh ke 1 dan memiliki presentasi 51,895% dan pada
formula B data yang diperoleh hasil yang tidak memenuhi syarat karena
memiliki granul yang tertahan paling banyak pada mesh ke 1 dan memiliki
presentasi 48,25%. Seharusnya untuk memenuhi syarat granul harus paling
banyak tertahan pada mesh 3 atau 4.
11.4. Uji Bobot Jenis / Kerapatan
1) BJ Nyata
Tabel 11.4 Data pengamatan evaluasi uji bobot jenis nyata
𝑤 (𝑔)
Rumus : 𝑃 = 𝑣 (𝑚𝐿)
54,074
Hasil : Formula A =𝑃= = 0,54074 𝑔/𝑚𝐿
100
38
Formula B = P = 100 = 0,38 𝑔/𝑚𝐿
Alat : Formula A dan Formula B menggunakan alat Tapped density tester.
2) BJ Mampat
Tabel 11.4 Data pengamatan evaluasi uji bobot jenis mampat

𝑤 (𝑔)
Rumus : 𝑃𝑛 = 𝑉𝑛 (𝑚𝐿)
54,074
Hasil : Formula A = 𝑃𝑜 = = 0,552 𝑔/𝑚𝐿
98
54,074
𝑃500 = = 0,581 𝑔/𝑚𝐿
93

54,074
𝑃750 = = 0,594 𝑔/𝑚𝐿
91

38
Formula B = 𝑃𝑜 = = 0,3958 𝑔/𝑚𝐿
96
38
𝑃500 = = 0,4368 𝑔/𝑚𝐿
87

38
𝑃750 = = 0,4471 𝑔/𝑚𝐿
85

Alat : Formula A dan Formula B menggunakan alat Tapped density tester.


3) BJ Sejati
Tabel 11.4 Data pengamatan evaluasi uji bobot jenis sejati
(𝑏−𝑎)𝑥 𝐵𝐽 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑠𝑝𝑒𝑟𝑠𝑖
Rumus : 𝐵𝐽 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑡𝑖 = (𝑏+𝑑)− (𝑎+𝑐)
(20,77−19,68)𝑥 0,87
Hasil : Formula A : 𝐵𝐽 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑡𝑖 = (20,77+29,89)− (19,68+30,20) = 1,22 g/mL
(16,75−15,82)𝑥 0,87
Formula B : 𝐵𝐽 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑡𝑖 = (16,75+24,67)− (15,82+25,06) = 1,4983 g/mL

4) Kadar Pemampatan
Tabel 11.4 Data pengamatan evaluasi uji bobot jenis kadar pemampatan

Penafsiran hasil : granul memenuhi syarat jika Kp ≤ 20%


𝑉𝑜−𝑉500
Rumus : 𝐾𝑝 = 𝑥100%
𝑉𝑜
100−93
Hasil : Formula A : 𝐾𝑝 = x 100% = 7%
100
100−87
Formula B : 𝐾𝑝 = x 100% = 13%
100

Kesimpulan : Pada formulasi A Kp yang didapatkan memenuhi syarat (≤


20%) yaitu 7%. Dan formulasi B Kp yang didapatkan memenuhi syarat (≤
20%) yaitu 13%.
5) Persen Kompresibilitas
Tabel 11.4 Data pengamatan evaluasi uji bobot jenis persen kompresibiltas

Penafsiran Hasil : %K = 5%-15% (aliran sangat baik)


%K = 16%-25% (aliran baik)
%K = >26% (aliran buruk)
𝐵𝑗 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡−𝐵𝑗 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
Rumus : %𝐾 = 𝑥100%
𝐵𝑗 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
0,594−0,54074
Hasil : Formula A : %𝐾 = x 100% = 8,97%
0,594
0,4471−0,38
Formula B : %𝐾 = x 100% = 15%
0,4471
Kesimpulan : Formula A %K yang didapatkan yaitu 8,97% hasil ini masuk
dalam rentang aliran sangat baik. Dan formula B %K yang didapatkan
yaitu 15% hasil ini masuk dalam rentang aliran sangat baik.
6) Perbandingan Hausner
Tabel 11.4 Data pengamatan evaluasi uji bobot jenis perbandingan Hausner

Penafsiran Hasil : memenuhi syarat jika = 1


𝐵𝑗 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
Rumus : Angka Hausner= 𝐵𝑗 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
0,594
Hasil : Formula A : Angka Hausner = 0,54074 = 1,098
0,4471
Formula B : Angka Hausner= = 1,176
0,38

Kesimpulan : Formula A dan formula B memenuhi syarat karena Angka


Hausner = 1
XII. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai tentang pembuatan

tablet dengan cara metode granulasi basah dengan tujuan yaitu dapat memahami

prinsip pembuatan tablet dengan metode granulasi basah, dapat mengevaluasi

granul dengan menggunakan alat yang sesuai dan menafsirkan hasli evaluasi

tersebut memenuhi syarat atau tidak dan yang terakhir adalah dapat

menyimpulkan mutu sediaan tablet yang dihasilkan berdasarkan hasil evaluasi

yang didapat dengan menggunakan perbedaan 2 metode cara penambahan bahan

pengikat (cara basah dan cara kering).

Selain itu, pada praktikum granulasi basah ini dilakukan dengan prinsip

yaitu metode granulasi basah dilakukan berdasarkan penambahan bahan pengikat

dengan 2 metode yang berbeda yaitu cara basah dengan memasukan larutan

pengikat ke dalam massa campuran serbuk hinga diperoleh massa yang basah dan

sesuai untuk dibuat granul. Sedangkan cara kering dilakukan berdasarkan

penambahan pelarut pengikat ke dalam massa campuran serbuk hingga diperoleh

massa yang basah. Setelah itu di ayak dan diperoleh granul basah. Lalu,

dikeringkan hingga kandungan lembab kurang dari 3% dan dilanjutkan dengan

proses pengayakan kembali dan di evaluasi. Hasil yang memenuhi syarat

ditambahkan komponen fase luar dan di kempa dengan punch hingga diperoleh

massa tablet (…)

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan pbat dengan atau tanpa

bahan pengisi (Ditjen POM,1995:4). Dalam proses pembuatan tablet bisa

dilakukan dengan cara granulasi atau non granulasi. Granulasi adalah proses
peningkatan ukuran partikel dengan mekanisme penggabungan partikel partikel

kecil membentuk suatu partikel yang berukuran besar atau dikenal dengan istilah

agregat (gumpalan) permanen yang lebih besar dan secara fisik akan lebih kuat,

agar mudah mengalir serta partikel asal masih dapat diidentifikasi. Pada cara

granulasi terbagi menjadi 2 metode yaitu metode granulasi basah dan granulasi

kering. Sedangkan pada cara non granulasi hanya ada 1 metode yaitu dengan cara

metode kempa langsung. Perbedaan dari ketiga metode ini dilihat dari mekanisme

kerjanya selama proses pembuatan tablet tersebut berlangsung(..)

Pada praktikum ini, proses pembuatan tablet dilakukan dengan cara

menggunakan metode granulasi basah. Alasan pembuatan tablet tersebut

dilakukan dengan metode granulasi basah adalah karena penentuan metode cara

pembuatan tablet dilihat dari segi urutan prioritas yang pertama adalah dilihat dari

segi stabilitas zat aktif yang digunakan dalam tablet tersebut, lalu dilihat dari sifat

alir serbukdan dosis zat aktif tersebut. Zat aktif yang digunakan dalam tablet ini

adalah parasetamol. Menurut (Lund, W, 1994:987), salah satu data stabilitas

parasetamol yaitu stabil pada suhu panas seperti 45°C dan bersifat sedikit

higroskopis pada suhu 25°C dengan kelembapan hingga 90%. Sehingga bisa

dikatakan bahwa zat aktif parasetamol adalah zat aktif yang tahan panas dan tahan

lembab sehingga bisa dilakukan pembuatan tabletasi dengan metode granulasi

basah. Selain itu dilihat dari data pemeriannya yaitu menurut (…), parasetamol

memiliki bentuk amorf dan juga memiliki polimorfisme yang tidak beraturan

sehingga cenderung memiliki sifat alir yang buruk. Kemudian, dosis parasetamol

yang digunakan pada pembuatan tablet kali ini adalah sejumlah 250 mg. Hal ini
bisa dikatakan bahwa dosis tersebut relatif kecil sehingga cocok digunakan

pembuatan tablet dengan metode granulasi basah. Pada umumnya dosis yang

beredar biasanya pada parasetamol ini adalah 500 mg. (IAI, 2017:1). Namun pada

formula ini yang dibuat dosisnya adalah 250 mg. Dosis ini biasanya diberikan

pada pasien anak anak. Menurut beberapa penelitian pada jurnal, bisa dikatakan

bahwa zat aktif parasetamol ini memiliki sifat daya kompresibilitas yang buruk

sehingga setelah dilakukannya granulasi akan diperoleh suatu granul dengan

aliran dan kohesi yang lebih baik (Kusumo et al, 2012). Alasan zat aktif

parasetamol ini dijadikan sediaan tablet adalah karena memiliki ketepatan dosis

dalam setiap penggunaannya, lebih stabil dan tidak ditumbuhi mikroba karena

dalam bentuk sediaan kering dan kadar air yang rendah.

Menurut (…), metode granulasi basah akandigunakan jika kondisi serbuk

yang akan ditabletasi memiliki sifat alir yang buruk, memiliki bobot jenis yang

rendah, daya kompresibilitas yang rendah. Serta memiliki zat aktif yang tahan

terhadap panas, tahan terhadap lembab dan memiliki dosis yang relatif kecil.

Dengan demikian, kondisi di atas sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,

cocok dengan kondisi persyaratan dilakukannya pembuatan tablet dengan metode

granulasi basah.

Granulasi basah adalah proses pembuatan granul (aglomerasi) dengan cara

menambahkan cairan (wetting) pada massa serbuk diikuti dengan pencampuran

lalu pengeringan dan pengayakan, hingga diperoleh kadar air dan ukuran partikel

yang memenuhi syarat (…).Dengan hal demikan, maka yang menjadi cirikhas dari

metode granulasi basah yang membedakan dengan metode pembuatan tablet


lainnya adalah adanya penambahan cairan pengikat atau pelarut pengikat atau bisa

dikatakan pembasah untuk terjadinya interaksi antar partikel satu dengan partikel

lainnya yang ditujukan untuk proses pembentukan granul nantinya. Hal ini

dikenal dengan istilah interaksi antar partikel yang difasilitasi oleh liquid bridges.

Hal ini berbeda dengan cara granulasi kering. Pengikatan antar parikel satu

dengan partikel lainnya terjadi karena adanya pengikatan secara alami tanpa

pembasah yaitu bisa dengan cara adanya gaya tarik menarik antar partikel yang

memiliki muatan listrik statik dikenal dengan gaya elektrostatik dan gaya van der

waals yaitu dikenal dengan gaya dipol dipol yang artinya gaya tarik menarik antar

2 kutub yang berbeda muatan antara satu sama lain. Selain itu juga interaksi antar

partikel terjadi karena adanya mechanical interlocking(..)

Kelebihan metode granulasi basah dibandingkan dengan metode

pembuatan tablet lainnya (granulasi kering dan kempa langsung) adalah sifat

kohesi dan kompresibilitas serbuk ditingkatkan melalui penambahan pengikat,

obat dengan dosis besar memiliki sifat alir serta komprestabilitas yang kurang

baik dapat digranulasi agar aliran dan kohesi lebih baik, obat dengan dosis kecil

dapat digunakan penambahan zat warna pada larutan pengikat agar terlihat

distribusi yang merata atau homogen, serbuk dengan bobot jenis nyata yang

rendah dan berdebu dapat ditangani tanpa menghasilkan banyak debu sehingga

dapat mencegah kontaminasi silang, granulasi basah dapat digunakan untuk

pembuatan tablet dengan sistem pelepasan zat aktif terkendali, dan kecepatan

disolusi obat yang kurang larut dapat ditingkatkan melalui pemilihan pelarut dan

pengikat yang sesuai atau penambahan zat peningkat kelarutan obat. Selain
kelebihan, granulasi basah memiliki kekurangan yaitu tahapan proses banyak

sehingga diperlukan ruang luas yang harus dikontrol temperature dan

kelembabannya, perlu serangkaian validasi proses yang panjang, memerlukan

banyak perlatan, proses ini memerlukan waktu yang lama terutama tahap

pembasahan dan pengeringan, rendemen akan lebih kecil karena hilangnya massa

campur pada setiap tahap, kemungkinan terjadinya kontaminasi silang akan lebih

besar dibandingkan kempa langsung, dan dapat dihasilkan tablet dengankecepatan

disolusi yang rendah jika formulasi dan proses yang dipilih tidak tepat(...).

Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan tablet menggunakan metode

granulasi basah dengan 2 cara yang berbeda dilihat dari berdasarkan pemberian

bahan pengikatnya yaitu dengan cara basah (formula 1) dan cara kering (formula

2). Namun sebenarnya, pada praktikum ini tidak dilakukan hingga pencetakan

tablet. Tetapi hanya sampai pembentukan granul saja. Tujuan dilakukannya

pembuatan tabletasi dengan menggunakan metode granulasi basah dengan 2

metode yang berbeda yaitu cara basah dan cara kering dengan berdasarkan

perbedaan cara penambahkan cairan pengikatnya adalah untuk melihat mutu

sediaan tablet atau granul yang dihasilkan dari kedua formula tersebut yang lebih

baik yang mana antara cara basah ataukah cara kering.

Sebelum percobaan dilakukan, maka praktikan menimbang terlebih dahulu

bahan bahan yang akan digunakan. Bahan yang praktikan bisa timbang terlebih

dahulu ada komponen komponen fase dalam terdiri dari parasetamol, amprotab,

PVP dan laktosa. Dalam perhitungan penimbangan untuk fase dalam, sebetulnya

dapat dilakukan dengan 2 metode. Pertama ada dengan cara mengalikan secara
keseluruhan pada tablet utuhnya dan yang kedua adalah dengan metode

mengalikan dengan fase dalam itu sendiri. Dari kedua metode, metode yang

terbaik untuk perhitungan penimbangan adalah metode ke-2. Karena dikalikan

langsung dengan fase dalam dan tujuannya memang untuk membuat fase dalam

itu sendiri.

12.1 Granulasi Basah Cara Basah

Pada cara basah, bahan pengikat tidak dicampurkan dengan massa serbuk

lainnya. Tetapi, dibuat larutan pengikat terpisah terlebih dahulu dengan cara

mencampurkan bahan pengikat yang ada dengan pelarut pengikat yang sesuai

dengan data kelarutannya atau berdasarkan hasil orientasi. Hal hal yang dilakukan

dalam metode granulasi basah dengan cara basah adalah pertama dilakukan

pembuatan larutan pengikat sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Bahan pengikat yang digunakan dalam formula ini adalah PVP (

Polyvinylpyrrolidone) dengan konsentrasi 5% dan pelarut pengikatnya adalah

menggunakan etanol 95%. Alasan digunakannya PVP pada konsentrasi demikian

adalah karena menurut (Rowe et al, 2009:582), PVP dengan konsentrasi 0,5%-5%

dapat dijadikan bahan pengikat untuk sediaan tablet. Selain itu, PVP adalah bahan

pengikat yang umum biasa digunakan pada suatu sediaan tablet yang disertai

dengan penggunaan pelarut pengikatnya yaitu etanol 95%. Alasan digunakannya

etanol adalah karena berperan sebagai pelarut pengikat yang mampu melarutkan

bahan pengikat (PVP) tersebut karena bahan pengikat akan bekerja lebih efektif
jika dalam bentuk larutannya. Selain itu, etanol adalah bahan yang mudah

menguap. Sehingga dapat menjaga kelembapan parasetamol atau granul yang

tidak terlalu tinggi. Alasan digunakannya PVP sebagai bahan pengikat

dibandingkan dengan bahan pengikat lainnya adalah karena memiliki sifat alir

yang baik, sudut diam minimum, serta menghasilkan fines yang lebih sedikit dan

daya kompresibilitas yang baik (….).

Setelah dilakukannya pembuatan larutan pengikat, maka selanjutnya

ditimbang dan dicampurkan masing masing bahan serbuk yang termasuk ke dalam

fase dalam yaitu parasetamol, amprotab, dan laktosa hingga homogen yang

masing masing zat tersebut memiliki fungsi dan peran tersendiri.

Peran parasetamol dalam formula ini adalah sebagai zat aktif yang

memiliki aktivitas tertentu seperti sebagai analgetik dan antipiretik (Ditjen POM,

1995:647). Peran amprotab pada formula ini adalah sebagai bahan penghancur

dalam yang berfungsi untuk memudahkan hancurnya tablet dan granul ketika

nantinya berada pada saluran cerna. Konsentrasi yang digunakan amprotab dalam

formula ini adalah sebesar 10%. Alasan digunakannya pada konsentrasi demikian

adalah karena menurut ( Rowe et al, 2009: 685) amprotab dengan konsentrasi

rentang 3%-25% dapat dijadikan sebagai bahan penghancur dalam sediaan tablet,

dan konsentrasi 10% termasuk ke dalam rentang tersebut, Selain sebagai bahan

penghancur dalam (fase dalam), amprotab digunakan juga sebagai bahan

penghancur luar (fase luar) dalam formula ini dengan tujuan yang sama yaitu

untuk memudahkan hancurnya tablet ketika berada pada saluran cerna atau

penghancur luar pertama yang menginisiasi hancurnya tablet. Sehingga pada saat
proses penghancuran tablet, selain bagian dalam tablet yang hancur, bagian

permukaan tabletpun akan ikut hancur secara bersamaan. Namun konsentrasi yang

digunakan sebagai bahan penghancur luar adalah 5% dan ini lebih sedikit

dibandingkan dengan konsentrasi sebagai penghancur dalam. Hal ini terjadi

karena dilihat dari persentase kadar fase dalam yang lebih banyak yaitu 92%

sedangkan fase luar adalah sebanyak 8%. Alasan jumlah fase dalam lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah fase luar, karena komponen komponen fase dalam

berperan untuk membentuk inti tablet yang mengandung zat aktif. Sedangkan fase

luar prinsipnya hanya bertugas untuk memperlancar atau menudahkan jalannya

proses pembentukan tablet. Tetapi konsentrasi 5% tersebut masih termasuk ke

dalam rentang bahan amprotab sebagai penghancur sediaan tablet. Alasan

digunakannya amprotab sebagai bahan penghancur adalah karena amprotab ini

tidak inkompatibilitas dengan bahan lainnya yang terdapat pada formula ini serta

memiliki sifat hidrofilik. Artinya saat amprotab kontak dengan air, maka

amprotab ini akan memfasilitasi jalan masuknya air ke dalam tablet melalui pori

pori tablet atau bisa dikatakan dapat meningkatkan penetrasi air ke dalam tablet.

Sehingga akan mempercepat waktu hancur tablet karena sebagai aksi kapiler yang

melawan aksi dari bahan pengikat. Selanjutnya adalah peran dari laktosa dalam

formula ini adalah sebagai bahan pengisi. Bahan pengisi berfungsi untuk

menggenapkan bobot tablet sesuai dengan yang diharapkan (…). Bahan pengisi

diperlukan dalam formula ini karena dosis obat yang digunakan bisa dikatakan

kecil sehingga tidak cukup untuk membuat bulk. Alasan digunakannya laktosa

sebagai bahan pengisi dalam formula ini adalah karena tidak inkompatibiltas
dengan bahan bahan lain pada formula ini serta memiliki sifat alir dan

kompresibilitas yang baik serta bersifat inert sehingga tidak akan mempengaruhi

khasiat dari zat aktif parasetamol.

Setelah campuran serbuk tersebut homogen, Laludimasukan larutan

pengikat sedikit demi sedikit sambil diaduk. Tujuannya adalah agar pemberian

larutan pengikat tersebut menyebar dan merata tidak hanya pada satu titik daerah

tertentu saja pada bagian massa serbuk. Selain itu juga untuk mencegah terjadinya

pembentukan granul yang sangat keras pada granul tertentu saat setelah

dilakukannya proses pengeringan menggunakan oven. Hal ini menunjukkan

bahwa pada bagian keras tersebut paling banyak mengandung larutan pengikat.

Penggunaan larutan pengikat dalam formula ini harus dimasukan semuanya

tujuannya adalah agar memperoleh persentase pengikat sesuai dengan yang

diinginkan. Namun dengan hal ini bisa berakibat buruk yaitu massa campuran

yang akan diperoleh akan menjadi massa yang terlalu lembek. Untuk itu cara

mengantisipasinya adalah dengan cara melakukan orientasi terlebih dahulu.

Hal yang terjadi selama penambahan larutan pengikat pada campuran

massa serbuk yang diaduk adalah akan terjadi interaksi antar partikel satu dengan

partikel lainnya yang difasilitasi oleh pembasah (larutan pengikat) atau liquid

bridges. Tahapan-tahapan yang terjadi adalah yang pertama terjadi pendular yaitu

keadaan partikel disatukan oleh pembasah di titik kontak mereka (ikatan

pendular). Kedua adalah terjadi funikular yaitu keadaan transisi antara pendular

dan kapiler yang terjadi pada rongga rongga adalah tidak sepenuhnya jenuh

dengan adanya cairan. Ketiga adalah terjadi kondisi kapiler yaitu keadaan saat
granul jenuh. Artinya semua rongga rongga sudah tersisi oleh cairan dan

permukaan cairan ditarik ke dalam pori pori dengan adanya aksi kapiler. Pada

tahap kapiler ini adalah tahap yang tepat dan baik karena saat di kompres sudah

tidak ada lagi sudut. Saat partikel satu terikat dengan partikel lainnya melalui

cairan (larutan pengikat) maka akan terjadi gaya adesi antara partikel dengan

cairan tersebut (gaya tarik menarik antar zat yang berbeda jenis) (…)

Setelah semua larutan pengikat tercampur seluruhnya dengan campuran

massa serbuk dan diperolehnya massa basah yang sesuai untuk dijadikan granul

dan yang telah homogen campurannya.Semua zat harus tercampur secara

merata/homogen karena kehomogenan tersebut akansangat berpengaruh

terhadap kadar zat yang terkandungnya. Apabila tidak tercampur merata maka

kadar suatu zat tidak merata pula yang berarti dosis tidak akan merata sehingga

dapat sangat menurunkan kualitas dari tablet yang akandicetak nantinya.

Selanjutnya, maka massa basah tersebut akan dilakukan pengayakan dengan

ayakan mesh 10. Tujuan pengayakan ini adalah untuk diperolehnya suatu granul

dengan ukuran partikel yang seragam sehingga proses pencampuran bahan akan

lebih mudah tercampur secara merata, agar granul lebih berkonsolidasi,

meningkatkan banyaknya tempat kontak partikel, danmeningkatkan luas

permukaan untuk memudahkan selama pengeringan yang akan dilakukan pada

tahap selanjutnya.

Tujuan pembentukan granul adalah agar dapat meningkatkan sifat alir, agar

diperolehnya produk campuran yang seragam, mencegah pemisahan serbuk,


menghasilkan suatu produk formulasi yang bebas debu, menghilangkan

ketidakseragaman dan memperbaiki karakteristik kepadatan dari campuran (..)

Setelah pembentukan granul, selanjutnya massa granul yang basah

dikeringkan dalam oven dengan suhu 60°C hingga kandungan lembabnya kurang

dari 3%. Tujuan pengeringan ini adalah untuk menguapkan etanol 95% yang

terdapat dari massa granul tersebut sehingga diperoleh massa granul yang kering.

Alasan digunakannya pada suhu demikian, karena jika suhunya terlalu tinggi,

dikhawatirnya, granul yang diperoleh akan terlalu kering dan kadar air yang

didapat akan kurang dari 1 menyebabkan granul akan mudah rapuh. Selain itu,

apabila suhunya terlalu rendah maka proses pengeringan akan berlangsung lama

serta kadar air yang mungkin diperoleh akan lebih besar dari 3% dan diperoleh

massa granul yang masih lembek, mengganggu proses aliran menyebabkan

penempelan massa granul pada mesin dan meningkatkan resiko pertumbuhan

mikroba.Syarat pengeringan dilakukan adalah hingga diperolehnya kadar air

dengan rentang 1-3%. Hal ini sesuai sebagaimana syarat dalam evaluasi uji

kelembaban (…).

Hal yang terjadi saat proses pengeringan adalah pada awalnya partikel satu

yang terikat dengan partikel lainnya yang difasilitasi liquid bridges atau cairan

pengikat (pembasah), maka cairan pengikat tersebut akan menguap dan interaksi

antar partikel satu dengan partikel lainnya akan dihubungkan dengan kisi kisi

kristal atau dalam artian lain terbentuknya jembatan jembatan kristalin yang

nantinya akan terjadi pembentukan struktur melalui pengerasan oleh pengikat

selama proses pengeringan. Sehingga bisa dikatakan terjadinya interaksi antar


partikel yang di fasilitasi oleh solid bridgesSetelah granul yang telah kering

diperoleh, selanjutnya, granul tersebut di ayak kembali dengan ayakan mesh 16.

Tujuannya sama yaitu untuk memperoleh granul dengan ukuran partikel yang

seragam. Namun ukuran mesh yang digunakan disinilah memiliki nomor mesh

yang lebih besar dari sebelumnya. Menurut (….), semakin besar nomor mesh

maka ukuran lubang pengayakan akan semakin kecil sehingga partikel yang

dihasilkan dari ayakan tersebut menghasilkan material yang lebih halus atau lebih

kecil. Granulasi ulangini bertujuan agar massagranul yang dibentuk untuk

menjadi tablet jauh lebih mudahuntuk dikempa. Selain itu dikarenakan sebelum

pencetakan tablet diharuskan juga untuk melakukan uji-uji tertentu untuk

menentukan memenuhi syarat atau tidaknya granul yangsudah didapat. Massa

granul yang lebih kecil atau lebih halus ini diperlukan sehingga rongga cetakan

untuk memproduksi tablet-tablet kecil dapatdiisi penuh secara tepat oleh granul-

granul tadi. Kekosongan atau rongga udarayang disisakan oleh granul besar akan

menimbulkan hasiltablet yang diproduksi tidak rata.

Hal hal yang dilakukan selanjutnya adalah granul kering yang dihasilkan

dilakukan evaluasi Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk melihat bahwa

granul yang dihasilkan sudah memenuhi sebagaimana persyaratan atau tidak.

Evaluasi evaluasi yang dilakukan terdiri dari uji kelembaban, uji kecepatan alir,

uji distribusi ukuran partikel dan uji bobot jenis.

Tujuan dilakukanya evaulasi uji kelembaban adalah mengontrol

kandungan lembab granul sehingga tidak akan menimbulkan masalah pada proses

pencetakan dan produk akhir tablet. Kadar lembab yang tinggi dapat mengganggu
proses aliran menyebabkan penempelan pada mesin dan meningkatkan resiko

pertumbuhan mikroba. Sedangkan kadar lembab yang rendah menyebabkan

granul rapuh. Evaluasi ini memiliki prinsip yaitu kandungan air dapat diukur

menggunakan alat moisture analytical balance berdasarkan proses pemanasan

(gravimetri).

Alatakan menentukan persentase massa yang hilang (air, komponenyang mudah

menguap) selama pemanasan pada suhu tertentu (70°C) (…)

Berdasarkan hasil pengujian tersebut, diperoleh data pengamatan bahwa nilai

kadar air yang diperoleh pada formula 1 ini adalah 1,54%. Hasil tersebut

memenuhi sebagaimana persyaratan yang ada. Menurut (….), hasil penafsiran dari

uji kelembaban yang memenuhi persyaratan adalah dengan persentase rentang

1%-3%. Artinya, granul tersebut tidak akan mudah rapuh (jika persentasenya

dibawah 1%) dan tidak tidak mengganggu aliran dan menyebabkan penempelan

pada mesin serta meningkatkan resiko pertumbuhan mikroba (jika persentase

lebih dari 3%)

Tujuan dilakukanya evaluasi uji kecepatan alir adalah untuk mengetahui

golongan sifat alir dari suatu granul yang dinyatakan dalam kecepatan alirnya

(gram/detik). Uji kecepatan alir ini dilakukan dengan 2 metode yaitu metode

corong dengan prinsip menetapkan jumlah granul yang mengalir melalui alat

selama waktu tertentu dan metode sudut baring (istirahat) dengan prinsip

pengukuran sudut yang terbentuk dari lereng timbunan granul yang mengalir

bebas dari corong terhadap suatu bidang datar. Alat yang digunakan dalam

evaluasi ini adalah flow tester (…)


Berdasarkan hasil data pengamatan yang diperoleh pada formula 1 dari evaluasi

ini adalah pada metode corong menghasilkan kecepatan alir yaitu 12 gram/detik

dengan waktu yang dibutuhkan 50 gram granul untuk mengalir seluruhnya

melewati lubang corong adalah sebanyak 4 detik. Hal ini sesuai dengan

persyaratan yang ada. Menurut (….), hasil penafsiran dari uji kecepatan alir

dengan menggunakan metode corong yang memenuhi persyaratan adalah aliran

granul baik jika waktu yang diperlukan untuk mengalir 100 gram granul adalah

kurang atau sama dengan 10 detik. Dalam percobaan ini hanya digunakan 50

gram granul. Sehingga, seharusnya waktu yang diperlukan untuk 50 gram granul

untuk mengalir adalah kurang atau sama dengan 5 detik. Hasil uji evaluasi yang

praktikan peroleh adalah memenuhi syarat hasil penafsiran. Sedangkan pada

metode sudut baring, hasil data pengamatannya adalah sudut istirahat yang diukur

antara lereng granul dengan bidang dating yaitu sebesar 26,6°. Artinya, maka

dinyatakan bahwa granul tersebut memiliki sifat alir dengan golongan yang sangat

mudah mengalir. Karena, Menurut (…), hasil penafsirannya adalah pada sudut

dengan rentang 25°-30° termasuk ke dalam granul yang sangat mudah mengalir,

sudut dengan rentang 30°-38° termasuk ke dalam granul yang mudah mengalir

dan sudut dengan lebih dari 38° termasuk ke dalam granul yang kurang mengalir.

Sehingga bisa dinyatakan bahwa granul yang praktikan peroleh memenuhi syarat

uji sifat alir kecepatan alir dengan metode sudut baring.

Tujuan dilakukanya evaluasi uji distribusi ukuran partikel adalah untuk

melihat keseragaman dari ukuran granul. Ukuran granul sebaiknya seragam. Hal

ini sehingga dapat menjamin aliran granul dan juga keseragaman kandungan
granul. Distribusi ukuran granul sebaiknya mengikuti kurva distribusi normal.

Dari distribusi granul maka bisa melihat jumlah fines dalam granul yang

dihasilkan. Evaluasi ini memiliki prinsip yaitu menganalisa ukuran dan distribusi

ukuran granul berdasarkan penggunaan susunan pengayakan dengan berbagai

ukuran mesh terbesar diletakan paling atas dan ukuran mesh terkecil diletakan

paling bawah kemudian mesin digetarkan maka granul tersebut akan terpisah di

berbagai pengayakan sesuai dengan ukuran granul masing masing (…)

Berdasarkan hasil data pengamatan yang diperoleh pada formula 1 dari

evaluasi ini adalah persentase bobot hasil pengayakan dari mesh 20, 40, 60, 80,

100, 120,140 dan 200 berturut turut adalah 51,895%, 4,927%, 1,612%, 11,838%,

0%, 1,703%, 1,119% dan 7,709%. Apabila hasil tersebut dibandingkan dengan

hasil penafsiran. Hasil evaluasi praktikan ini tidak memenuhi sebagaimana

persyaratan yang ada. Karena menurut (…),ukuran partikel granul yang baik

terdapat pada ayakan ke 3 dan ayakan ke 4 yaitu pada mesh 60 dan mesh 80.

Sehingga, persentase sebaran yang paling banyak hendaknya pada rentang ini dan

lebih dari 40%. Dan jika perolehan sampel lebih besar 40% pada ayakan ke 6

yaitu mesh 120. Maka metode granulasi tidak baik karena banyak fines yang

dihasilkan. Dari hasil praktikan diperoleh bahwa persentase sampel terdapat

banyak pada ayakan mesh ke 1 yaitu pada mesh 20 sebesar 51,895%.

Ketidaksesuaian ini terjadi karena adanya faktor kesalahan yang dilakukan

praktikan yaitu ketidakmerataan atau rendahnya distribusi ukuran partikel pada

proses granulasi ini, dapat disebabkan oleh proses pengayakan dan penggerusan

massa slug menjadi granul yang tidak homogen, sehingga hasil yang didapatkan
tidak sesuai dengan seharusnya dan tidak lagi menjadi 100%. Hal ini dapat terjadi

karena adanya partikel granul atau serbuk yang masih menempel pada mesh, dan

adanya serbuk yang terbang karena proses pembersihan mesh.

Evaluasi yang terakhir adalah evaluasi uji bobot jenis yang dilakukan

dengan tujuan melihat keseragaman dari ukuran granul. Ukuran granul sebaiknya

seragam. Hal ini sehingga dapat menjamin aliran granul dan juga keseragaman

kandungan granul. Distribusi ukuran granul sebaiknya mengikuti kurva distribusi

normal. Dari distribusi granul maka bisa melihat jumlah fines dalam granul yang

dihasilkan (…)

Evaluasi ini terdiri dari beberapa langkah yaitu pertama melakukan

evaluasi pengukuran bobot jenis nyata dengan prinsip pengukuran berdasarkan

perbandingan bobot granul dengan volume granul tanpa dilakukan pemampatan.

Hasil BJ nyata yang diperoleh adalah sebesar 0,5407 g/mL. Alat yang digunakan

dalam penentuan BJ nyata adalah tapped density tester. Kedua adalah melalukan

evaluasi pengukuran bobot jenis mampat dengan prinsip pengukuran berdasarkan

perbandingan bobot granul dengan volume granul dengan dilakukan pemampatan

pada ketukan n. Pada pengukuran BJ mampat ini, gelas ukur diketuk dengan

ketukan sekian kali. Tujuan pengetukan ini adalah untuk menghilangkan rongga

rongga udara yang terdapat pada partikel yang dimasukan ke dalam gelas ukur

tersebut sehingga diperoleh volume yang mampat. Hasil BJ mampat yang

diperoleh adalah dari ketukan 10 kali, 500 kali dan 750 kali berturut turut adalah
0,552 g/mL;0,581 g/mL dan 0,594 g/mL. Alat yang digunakan dalam penentuan

BJ mampat adalah sama halnya seperti pada BJ nyata. Berdasarkan hasil BJ nyata

dan BJ mampat yang diperoleh. Menurut (…) BJ mampat hasilnya harus lebih

besar dari BJ nyata. Dan hasil yang praktikan peroleh sesuai dengan sebagaimana

mestinya yaitu BJ mampatnya lebih besar dari BJ nyata. Selanjutnya dilakukan

pengukuran BJ sejati dengan prinsip yaitu massa granul dibagi dengan volume

granul yang tidak termasuk pori pori granul. Alat yang digunakan dalam

pengukuran BJ sejati adalah piknometer. Hasil BJ sejati yang diperoleh adalah

1,22 g/mL. Setelah itu, dilakukan pengukuran kadar pemampatan. Berdasarkan

hasil yang data pengamtan yang diperoleh oleh praktikan adalah kadar

pemampatannya sebesar 7%. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang ada. Menurut

(…), penafsiran hasil granul yang memenuhi syarat jika kadar pemampatannya

kurang atau sama dengan 20%. Kemudian, selanjutnya dilakukan pengukuran

perbandingan haussner dengan prinsip membandingkan BJ mampat (setelah

dimampatkan) dengan BJ nyata (sebelum dimampatkan). Berdasarkan hasil yang

data pengamatan yang diperoleh oleh praktikan adalah angka haussnernya sebesar

1,098. Hasil ini sesuai dengan hasil penafsiran yang ada yaitu, menurut (…),hasil

penafsiran yang baik dari angka haussner adalah 1 atau mendekati 1. Sehingga

hasil yang praktikan peroleh sesuai dengan ketentuan yang ada. Selain itu, karena

hasilnya menunjukan mendekati 1 artinya BJ tersebut tidak voluminous. Dan

yang terakhir evaluasi dari BJ ini adalah dilakukan pengukuran persen

kompresibilitas. Hasil yang diperoleh dari data pengamatan evaluasi ini adalah

nilai persentase kompresibilitasnya adalah 8,97%. Hal ini sesuai dengan


persyaratan yang ada dan dapat disimpulkan bahwa hasil persentase ini termasuk

golongan aliran yang sangat baik. Menurut (…), penafsiran hasil persen

kompresiblitas adalah pada rentang 5%-15% termasuk ke dalam aliran sangat

baik, pada rentang 16%-25% termasuk ke dalam aliran baikdan pada rentang lebih

atau sama dengan 26% termasuk ke dalam aliran buruk. Sehingga bisa dikatakan

bahwa hasil evaluasi yang praktikan peroleh sesuai dengan ketentuan yang ada.

Langkah selanjutnya setelah dilakukannya proses evaluasi, maka massa

granul sebenarnya ditimbang dan diperoleh sebanyak 120,2 gram. Namun

sebenarnya pada praktikum ini hanyak dilakukan sampai evaluasi granul saja dan

tidak dilanjutkan. Apabila dilanjutnya, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah

granul yang memenuhi syarat dicampurkan dengan fase luar.terdiri dari talk,

amprotab dan magnesium staearat yang masing masing zat terebut memiliki

fungsi dan peranan tersendiri

Peran talk adalah sebagai glidan. Fungsi glidan adalah menunjang

karakteristik aliran granul atau meningkatkan aliran granul dari hopper ke dalam

die.(…). Persentase talk yang digunakan dalam formula ini adalah sebesar 2%.

Alasan digunakannya pada persentase demikian, karena menurut (Rowe et al,

2009:728) talk digunakan sebagai glidan dan lubrikan dengan rentang persentase

1%-10%. Dan konsentrasi tersebut termasuk ke dalam rentang sebagai glidan.

Selain itu, alasan talk digunakan dalam formula ini sebagai glidan adalah karena

tidak inkompatibilitas dengan bahan lainnya pada formula ini dan merupakan

glidan umum yang biasa digunakan dalam pembuatan sediaan tablet. Peran

amprotab adalah sebagai bahan penghancur luar sebagaimana yang telah


dijelaskan sebelumnya fungsi dan perannya. Peran magnesium stearate adalah

sebagai lubrikan pada formula ini. Fungsi lubrikan adalah untuk mengurangi

gesekan atau friksi yang terjadi antara permukaan tablet dengan dinding die

selama proses pengempaan dan penarikan tablet (..).Persentase Mg staearat yang

digunakan dalam formula ini adalah sebesar 1%. Alasan digunakannya pada

persentase demikian, karena menurut (Rowe et al, 2009:404) Mg stearat

digunakan sebagai lubrikan dengan rentang persentase 0,25%-5%. Dan

konsentrasi tersebut termasuk ke dalam rentang sebagai lubrikan. Selain itu,

alasan Mg staearat digunakan dalam formula ini sebagai glidan adalah karena

tidak inkompatibilitas dengan bahan lainnya pada formula ini dan merupakan

lubrikan umum yang biasa digunakan dalam pembuatan sediaan tablet.

Pada proses pembuatan metode granulasi basah ini, Alasan penggunaan

fase dalam dan fase luar tidak dicampurkan secara bersamaan karena hal ini

berdasarkan pada teknik kerja metode granulasi basah. Fase luar dalam formula

ini akan dicapurkan dengan bahan lainnya pada saat granul akan masuk ke dalam

mesin pencetak tablet. Tujuannya adalah untuk melapisi bagian luar massa granul

untuk meningkatkan sifat alirnya agar mudah mengalir pada alat mesin cetak

tablet.

Langkah selanjutnya, setelah dicampurkan dengan komponen fase luar,

maka massa granul diap untuk di cetak pada mesin tablet. Dan hendaknya, hasil

tablet yang diperoleh harus dievaluasi terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk

menguji bahwa sediaan yamh telah dibuat sudah memenuhi persyaratan serta
untuk mengetahui karakteristik dan sifat dari sediaan tablet. Hingga nantinya

sediaan akan layak untuk didistribusikan serta di konsumsi oleh pasien.

12. 2 Granulasi Basah Cara Kering

Pada metode granulasi basah menggunakan pengikat dengan cara kering,

digunakan parasetamol sebagai zat aktif memiliki aktivitas tertentu seperti sebagai

analgetik dan antipiretik (Ditjen POM, 1995:647). Parasetamol memiliki sifat alir

yang buruk (rat holing) dan kompaktibilitas yang buruk, memiliki sifat alir yang

buruk karena bersifat amorf sehingga untuk memperbaikinya dipilih metode

granulasi basah. Selain itu, parasetamol stabil terhadap panas (pengeringan) serta

tidak mudah terhidrolisis sehingga tepat dipilih metode granulasi basah.

Pada tahapan pembuatan granul, pertama-tama dilakukan penimbangan

bahan dengan menimbang bahan-bahan yang digunakan sebagai fase dalam, bobot

disesuaikan dengan perhitungan untuk membuat 300 tablet. Tujuan penimbangan

yaitu untuk membuat komponen tablet sesuai sehingga dapat terbentuk tablet

dengan jumlah yang telah ditentukan. Dilanjutkan dengan proses Mixing yang

dapat didefinisikansebagai suatu proses pencampuran yang bertujuanuntuk

menggabungkandua atau lebih komponen, yang awalnyadalam

keadaantidakbercampuratau sebagiancampuran, sehinggamasing-masing bahan-

bahandarikomponenterletaksedekat mungkin atau bercampur denganunit atau

partikelmasing-masing komponenlainnya. Tujuan dari proses mixing adalah untuk

mendapatkan atau menjamin homogenitas campuran serbuk sehingga tablet yang

dihasilkan merupakan campuran homogen. Semua zat harus tercampur homogen


karena kehomogenan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kadar zat yang

terkandungnya. Apabila tidak tercampur merata maka kadar suatu zat tidak merata

pula yang berarti dosis tidak akan merata sehingga dapat menurunkan kualitas

dari tablet yang akan dicetak. Pada tahap ini parasetamol sebagai zat aktif,

amprotab, polyvinylpyrrolidone (PVP), dan laktosa dicampurkan hingga terbentuk

suatu campuran yang homogen.

Granulasi merupakan proses peningkatan ukuran partikeldengan cara

melekatkan partikel-partikel satu dengan partikel lainnya sehingga bergabung dan

membentuk ukuran yang lebih besar. Pada tahap ini dilakukan pencampuran

larutan pengikat dengan serbuk yang sudah di mixing pada proses mixing untuk

membentuk massa basah. Larutan pengikat kemudian ditambahkan sedikit demi

sedikit ke dalam campuran bahan sambil diaduk. Proses granulasi bertujuan untuk

menghasilkan bentuk struktural yang diperlukan, mempersiapkan kuantitas

tertentu dari bahan untuk diolah dengan peningkatan sifat aliran untuk penakaran

(ke dalam mesin kempa) dan pengempaan menjadi tablet, meningkatkan tampilan

produk, mengurangi kemungkinan terjadinya “cacking”, meningkatkan bobot

jenis ruahan untuk penyimpanan dan bahan untuk dikempa, membentuk dan

menyediakan campuran yang tidak memisah (non segregating) dimana idealnya

terbentuk distribusi komponen kunci (bahan aktif) secara seragam, mengendalikan

kelarutan dan profil disolusi, mengontrol porositas, kekerasan, rasio luas

permukaan terhadap volume dan ukuran partikel (Agoes, 2012 : 226)

Amprotab merupakan disintregan yang paling umum digunakan, dengan

mekanisme kerja membentuk ikatan hidrogen saat pengempaan dan pecah atau
mengembang saat cairan masuk ke dalam pori-pori tablet (kapiler). Amprotab

pada formula ini adalah sebagai bahan penghancur dalam yang berfungsi untuk

memudahkan hancurnya tablet dan granul ketika nantinya berada pada saluran

cerna. Konsentrasi yang digunakan amprotab dalam formula ini adalah sebesar

10%. Alasan digunakannya pada konsentrasi tersebut karena termasuk pada

rentang konsentrasi yang tertera pada literatur yaitu 3%-25% (Rowe et al, 2009:

685) yang dapat dijadikan sebagai bahan penghancur dalam sediaan tablet, dan

konsentrasi 10% termasuk ke dalam rentang tersebut, Selain sebagai bahan

penghancur dalam (fase dalam), amprotab digunakan juga sebagai bahan

penghancur luar (fase luar).

Penambahan laktosa, dimana berfungsi sebagai pengisi dalam formula

tablet, ditunjukan untuk membuat bobot tablet sesuai dengan yang tercantum

dalam formula atau untuk menggenapkan bobot tablet sesuai dengan yang telah

diperhitungkan. Selain itu, diperlukan bahan pengisi dimana dosis obat yang

digunakan bisa dikatakan kecil sehingga tidak cukup untuk membuat bulk dan

memiliki pemerian atau dihasilkan rasa yang sedikit manis sehingga akan lebih

diterima oleh pasien karena zat aktif yang digunakan, yaitu paracetamol memiliki

rasa pahit.

Dilanjutkan dengan penambahan PVP sebagai bahan pengikat dan

dicampur sampai homogen, karena metode penambahan pengikat dilakukan

dengan cara kering. Adapun penambahan pelarut pengikat, yaitu etanol

ditambahan dengan cara diteteskan sedikit demi sedikit sampai menjadi massa

basah, yang kepal ketika di genggam dan mudah pudar jika ditekan. Pelarut
pengikat yang digunakan adalah menggunakan etanol 95%. Volume etanol yang

ditambahkan sebanyak 67,5 mL, penambahan pelarut pengikat tidak boleh terlalu

banyak. Jika terlalu banyak atau melebihi volume etanol yang sudah dihitung

massa kepal yang terbentuk akan lebih lengket, sehingga saat telah menjadi granul

dan melewati proses tabletasi, granul tersebut dapat menempel pada mesin cetak

tablet atau menempel pada punch sehingga akan menyulitkan proses tabletasi.

Selama penambahan pelarut pengikat pada campuran massa serbuk yang diaduk

adalah akan terjadi interaksi antar partikel satu dengan partikel lainnya yang

difasilitasi oleh pembasah (larutan pengikat) atau liquid bridges, tahapan-tahapan

pembentukan liquid bridges telah dijelaskan pada granulasi basah menggunakan

pengikat basah.Konsentrasi PVP yang digunakan pada formula ini dengan

konsentrasi 5%, alasan digunakannya PVP pada konsentrasi tersebut dimana pada

literature PVP dengan konsentrasi 0,5%-5% dapat dijadikan bahan pengikat untuk

sediaan tablet (Rowe et al, 2009:582). Selain itu, digunakan pelarut pengikatnya

yaitu etanol 95%, alasan digunakannya etanol adalah karena berperan sebagai

pelarut pengikat yang mampu melarutkan bahan pengikat (PVP) tersebut karena

bahan pengikat akan bekerja lebih efektif jika dalam bentuk larutannya. Selain itu,

etanol adalah bahan yang mudah menguap. Sehingga dapat menjaga kelembapan

parasetamol atau granul yang tidak terlalu tinggi.

Setelah terbentuk massa basah dilanjutkan dengan proses pengayakan.

Massa basah yang telah terbentuk, kemudian diayak dengan menggunakan ayakan

mesh no.10. Pengayakan ini bertujuan untuk menyeragamkan ukuran granul,

untuk mencegah rasa kasar dari sediaan yang disebabkan oleh bahan obat yang
padat dan kasar, selain itu untuk membentuk suatu campuran serbuk yang rata

sehingga memiliki distribusi normal dan diharapkan kandungan zat aktif dalam

sediaan menjadi seragam.

Selanjutnya dilakukan dengan pengeringan menggunakan loyang, granul

basah dikeringkan dalam oven dengan suhu 60°C untuk mencegah

terjadinya binding dan sticking yang disebabkan masih adanya kandungan air di

dalam granul, pengeringan dilakukan hingga kandungan lembabnya kurang dari

3%. Tujuan pengeringan ini adalah untuk menguapkan etanol 95% yang terdapat

dari massa granul tersebut sehingga diperoleh massa granul yang kering.

Sebagaimana sesuai literatur yang menyatakan granulasi berada dalam bentuk

massa basah di mana cairan (etanol 95%) harus dihilangkan karena keberadaan air

akan menimbulkan masalah pada sifat aliran dan ketidakstabilan secara kimiawi

(Agoes, 2012: 310). Alasan digunakannya pada suhu demikian, karena jika

suhunya terlalu tinggi, dikhawatirnya, granul yang diperoleh akan terlalu kering

dan kadar air yang didapat akan kurang dari 1 menyebabkan granul akan mudah

rapuh. Selain itu, apabila suhunya terlalu rendah maka proses pengeringan akan

berlangsung lama serta kadar air yang mungkin diperoleh akan lebih besar dari

3% dan diperoleh massa granul yang masih lembek, mengganggu proses aliran

menyebabkan penempelan massa granul pada mesin dan meningkatkan resiko

pertumbuhan mikroba.

Setelah proses pengeringan granul basah selesai diperlukan granul kering,

kemudian granul diayak kembali dengan menggunakan ayakan yang ukurannya

lebih kecil, biasanya digunakan ayakan no. 16 agar ukuran granul menjadi lebih
homogen dan memperoleh granul dengan ukuran partikel yang seragam. Pada

granul kering yang terbentuk dilakukan evaluasi. Tujuan dilakukannya evaluasi

adalah untuk melihat bahwa granul yang dihasilkan sudah memenuhi

sebagaimana persyaratan atau tidak. Evaluasi evaluasi yang dilakukan terdiri dari

uji kelembaban, uji kecepatan alir, uji distribusi ukuran partikel dan uji bobot

jenis.

Evaluasi pertama, uji kelembaban bertujuan untuk mengetahui persentase

kandungan air dalam granul. Prinsipnya kandungan air dapat diukur menggunakan

alat moisture analytical balance berdasarkan proses pemanasan (gravimetri).

Semakin banyak air yang terkandung maka akan semakin buruk sediaan yang

akan dibuat. Granul dapat dikategorikan baik apabila kadar air yang terkandung

hanya sekitar 1 – 3% dan dapat dikategorikan kurang baik apabila kadar airnya

<1%(…). Air yang terkandung pun dapat berfungsi sebagai pengikat sehingga jika

terlalu rendahnya kadar air akan menyebabkan tablet yang akan dicetak lebih

mudah hancur sedangkan jika kadar air tinggi dapat mengganggu proses aliran

menyebabkan penempelan pada mesin dan meningkatkan resiko pertumbuhan

mikroba. Kadar air yang dihasilkan yaitu 3%, yang berarti menunjukan bahwa

kualitas granul termasuk dalam kategori baik untuk parameter ini.

Evaluasi kedua, uji kecepatan alir bertujuan untuk menjamin keseragaman

pengisian kedalam cetakan. Selain itu, untuk mengetahui golongan sifat alir dari

suatu granul yang dinyatakan dalam kecepatan alirnya (gram/detik). Uji kecepatan

alir ini dilakukan dengan 2 metode yaitu metode corong dengan prinsip

menetapkan jumlah granul yang mengalir melalui alat selama waktu tertentu dan
metode sudut baring (istirahat) dengan prinsip pengukuran sudut yang terbentuk

dari lereng timbunan granul yang mengalir bebas dari corong terhadap suatu

bidang datar. Alat yang digunakan dalam evaluasi ini adalah flow tester (…).

Metode corong, apabila granul mudah mengalir, tablet yang dihasilkan

mempunyai keseragaman bobot yang baik. Kecepatan aliran tablet dilakukan

dengan metode corong. Waktu alir dapat digunakan untuk menentukan sifat alir

serbuk atau granul. Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengalir dari

sejumlah granul melalui lubang corong yang diukur adalah sejumlah zat yang

mengalir dalam suatu tertentu. Semakin baik sifat alirnya maka akan semakin

cepat waktu yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah berat tertentu serbuk

atau granul. Diketahui bahwa daya alir yang baik adalah minimal 100 g granul ≤

10 detik atau 10 g/ detik. Berdasarkan hasil yang diperoleh, waktu alir 5,40 detik

dari 50 g granul atau 9,26 g/detik, yang menunjukan granul mudah mengalir

karena hasil yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan minimalnya jika untuk

50 g granul maka perlu waktu ≤ 5 detik. Hal itu dikarenakan factor human error

dimana praktikan tidak tepat menekan tombol stop dan start stopwatch dengan

keadaan berasamaan dengan saat granul mulai diturunkan pada corong.

Selanjutnya pengujian kecepatan aliran menggunakan metode sudut

baring/istirahat. Sudut istirahat adalah sudut maksimum yang bisa didapat antara

permukaan tegak bebas dari tumpukan serbuk dan dasar horizontal. Pengukuranitu

memberikan ketetapan kualitatif dari kohesi internal dan efek hambatan di bawah

tingkat bawah muatan eksternal, yang mungkin dipakai pada pencampuran serbuk

atau pada pencetak tablet (die). Menurut literatur, jika α= 25 – 30°, menunjukan
granul sangat mudah mengalir. Berdasarkan hasil diperoleh, pada metode corong

menghasilkan 29,94°, maka dinyatakan bahwa granul tersebut memiliki sifat alir

dengan golongan yang sangat mudah mengalir. Menurut (…), hasil penafsirannya

adalah pada sudut dengan rentang 25°-30° termasuk ke dalam granul yang sangat

mudah mengalir, sudut dengan rentang 30°-38° termasuk ke dalam granul yang

mudah mengalir dan sudut dengan lebih dari 38° termasuk ke dalam granul yang

kurang mengalir.

Evaluasi ketiga, uji distribusi ukuran partikel adalah untuk melihat

keseragaman dari ukuran granul. Prinsip yaitu menganalisa ukuran dan distribusi

ukuran granul berdasarkan penggunaan susunan pengayakan dengan berbagai

ukuran mesh terbesar diletakan paling atas dan ukuran mesh terkecil diletakan

paling bawah kemudian mesin digetarkan maka granul tersebut akan terpisah di

berbagai pengayakan sesuai dengan ukuran granul masing masing (…).Ukuran

granul sebaiknya seragam mengikuti kurva distribusi normal, sehingga dapat

menjamin aliran granul dan juga keseragaman kandungan granul. Berdasarkan

hasil pengamatan yang diperoleh yaitu persentase bobot hasil pengayakan dari

mesh 20, 40, 60, 80, 100, 120,140 dan 200 berturut turut adalah 48,25%, 10,7%,

4,15%, 4,93%, 0%, 14,58%, 1,54% dan 3,30%. Dari hasil evaluasi tersebut maka

dinyatakan tidak memenuhi sebagaimana persyaratan yang ada. Menurut (…),

ukuran partikel granul yang baik terdapat pada ayakan ke 3 dan ayakan ke 4 yaitu

pada mesh 60 dan mesh 80. Sehingga, persentase sebaran yang paling banyak

hendaknya pada rentang ini dan lebih dari 40%. Jika perolehan sampel lebih besar

40% pada ayakan ke 6 yaitu mesh 120, maka metode granulasi tidak baik karena
banyak fines yang dihasilkan. Dari hasil praktikan diperoleh bahwa persentase

sampel terdapat banyak pada ayakan mesh ke 1 yaitu pada mesh 20 sebesar

48,25%. Ketidak merataan atau rendahnya distribusi ukuran partikel pada proses

granulasi ini, dapat disebabkan oleh proses pengayakan dan penggerusan

massaslug menjadi granul yang tidak homogen, sehingga hasil yang didapatkan

tidak sesuai dengan seharusnya dan tidak lagi menjadi 100%. Hal ini dapat terjadi

karena adanya partikel granul atau serbuk yang masih menempel pada mesh, dan

adanya serbuk yang terbang karena proses pembersihan mesh.

Evaluasi keempat, uji bobot jenis terdiri dari beberapa langkah yaitu

pertama melakukan evaluasi pengukuran bobot jenis nyata dengan prinsip

pengukuran berdasarkan perbandingan bobot granul dengan volume granul tanpa

dilakukan pemampatan. Penentuan BJ nyata dan BJ mampat yang dilakukan

untuk mengetahui kadar pemampatan serta persen kompresibilitasnya, dari dua

hal ini sifat aliran granul juga dapat diketahui. Hasil BJ nyata yang diperoleh

adalah sebesar 0,380 g/mL. Alat yang digunakan dalam penentuan BJ nyata

adalah tapped density tester. Pengukuran bobot jenis mampat dengan prinsip

pengukuran berdasarkan perbandingan bobot granul dengan volume granul

dengan dilakukan pemampatan pada ketukan n. Pada pengukuran BJ mampat ini,

gelas ukur diketuk dengan ketukan sekian kali. Tujuan pengetukan ini adalah

untuk menghilangkan rongga rongga udara yang terdapat pada partikel yang

dimasukan ke dalam gelas ukur tersebut sehingga diperoleh volume yang mampat.

Hasil BJ mampat yang diperoleh adalah dari ketukan 10 kali, 500 kali dan 750

kali berturut turut adalah 0,3958 g/mL;0,4368 g/mL dan 0,4471 g/mL. Alat yang
digunakan dalam penentuan BJ mampat adalah sama halnya seperti pada BJ

nyata. Berdasarkan hasil BJ nyata dan BJ mampat yang diperoleh. Menurut (…)

BJ mampat hasilnya harus lebih besar dari BJ nyata. Dan hasil yang praktikan

peroleh sesuai dengan sebagaimana mestinya yaitu BJ mampatnya lebih besar dari

BJ nyata. Selanjutnya dilakukan pengukuran BJ sejati dengan prinsip yaitu massa

granul dibagi dengan volume granul yang tidak termasuk pori pori granul. Alat

yang digunakan dalam pengukuran BJ sejati adalah piknometer. Hasil BJ sejati

yang diperoleh adalah 1,498 g/mL.

Kadar pemampatan granul memenuhi syarat karena kadar pemampatan

yang dihasilkan < 20%, berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh untuk kadar

pemampatan yaitu Kp 3%, maka nilai tersebut sesuai literatur granul memenuhi

syarat jika Kp < 20%(…).Granul yang baik dapat terbentuk karena bahan

pengikat didalam granul bekerja efektif sehingga granul lebih stabil saat diketuk.

Berdasarkan hasil yang diperoleh angka haussner yaitu 1,176. Semakin besar

bilangan Hausner yang diperoleh, makin besar daya mengalirnya sehingga makin

sedikit tekanan yang diperlukan untuk mengempa. Hasil ini sesuai dengan hasil

penafsiran yang ada yaitu menurut (…) hasil penafsiran yang baik dari angka

haussner adalah 1 atau mendekati 1. Sehingga hasil yang praktikan peroleh sesuai

dengan persyaratan (≈1),. Selain itu, karena hasilnya menunjukan mendekati 1

artinya BJ tersebut tidak voluminous.

Kemudian hasil pengamatan yang diperoleh persen kompresibilitas yaitu %K=

15%, hal ini sesuai dengan persyaratan yang ada bahwa hasil persentase ini

termasuk golongan aliran yang sangat baik. Menurut (…), penafsiran hasil persen
kompresiblitas adalah pada rentang 5%-15% termasuk ke dalam aliran sangat

baik, pada rentang 16%-25% termasuk ke dalam aliran baik dan pada rentang

lebih atau sama dengan 26% termasuk ke dalam aliran buruk. Sehingga bisa

dikatakan bahwa hasil evaluasi yang praktikan peroleh sesuai dengan ketentuan

yang ada. Kemudian setelah dilakukannya proses evaluasi, maka massa

granul sebenarnya ditimbang dan diperoleh sebanyak 115 gram. Praktikum kali

ini hanya dilakukan sampai evaluasi granul dan tidak dilanjutkan proses tabletasi..

Apabila dilanjutnya, langkah selanjutnya adalah sama halnya seperti yang telah

dijelaskan pada metode granulasi basah cara basah. Langkah selanjutnya, setelah

dicampurkan dengan komponen fase luar, maka massa granul siap untuk di cetak

pada mesin tablet. Dan hendaknya, hasil tablet yang diperoleh harus dievaluasi

terlebih dahulu. Tujuannya adalah sama halnya seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya yaitu untuk menguji bahwa sediaan yang telah dibuat sudah

memenuhi persyaratan serta untuk mengetahui karakteristik dan sifat dari sediaan

tablet. Hingga nantinya sediaan akan layak untuk didistribusikan serta di

konsumsi oleh pasien.

Setelah tablet atau granul terbentu dihasilkan, baik pada formula 1 maupun

formula 2. tablet atau granul tersebut dikemas yang terdiri dari 2 kemasan yaitu

kemasan primer dan kemasan sekunder. Untuk kemasan primer digunakan botol

plastik berwarna putih dikarenakan dari stabilitas parasetamol yang perlu

disimpan dalam wadah yang terlindung dari cahaya dan tertutup rapay. Kemasan

primer perlu dikondisikan kering makan dalam wadah ditambahkan silika gel.

Polimer botol yang digunakan adalah polyethylene terephthalate no. 1 untuk


pemakaian satu kali. Alasan digunakannya nomor polimer 1 adalah karena

menurut (….), jenis polimer ini bersifat kuat tahan pelarut, kedap gas dan air.

Adanya mikrokristalin dalam botol ini melindungi tablet dari gas. Sedangkan

kemasan sekunder wadah yang digunakan terbuat dari kardus yang didalamnya

berisi informasi obat. Tujuan adanya kemasan primer untuk melindungi wadah

primer dari gesekan pada saat penyimpanan maupun saat pendistribusian.

Informasi obat dibutuhkan untuk pasien mengenai keterangan obat yang terdapat

didalam wadah. Setelah tablet atau granul dikemas dalam botol, pada botol

tersebut dimasukkan adsorben berupa silika gel yang tujuannya adanya mencegah

terjadinya lembab yang bisa merusak stabilitas sediaan parasetamol ini selama

massa penyimpanannya. Silika gel yang digunakan adalah silika yang berwarna

biru karena silika tersebut masih dalam keadaan kondisi murni yang memiliki

kemampuan dapat mengikat air atau kelembabapan yang ada di udara. Setelah itu,

silika tersebut akan berubah warna menjadi warna merah muda yang

menunjukkan bahwa silika gel tersebut sudah mengikat kelembaban yang ada di

udara sekitar zat aktif paracetamol tersebut. Selain itu, alasan lain dalam

penggunaan botol kemasan primer tersebut tidak boleh dilakukan untuk berulang

kali karena dikhawatirkan, bila terlalu sering digunakan akan mengakibatkan

apiran pilmer pada botol meleleh dan bisa mengeluarkan zat zat yang bersifatnya

karsinogenik hal ini bisa berbahaya bagi kesehatan manusia.

13.3 Perbandingan Granulasi Cara Basah dan Cara Kering


Setelah dilakukan percobaan pembuatan tablet dengan cara granulasi

menggunakan metode granulasi basah yaitu dengan 2 cara yang berbeda dalam

pemberian bahan pengikatnya yaitu cara basah dan cara kering. Berdasarkan

apabila dilihat dari hasil data pengamatan yang diperoleh praktikan, hasil cara

basahlah yang lebih baik daripada cara kering. Karena, dari beberapa hasil

pengamatancara kering ada yang tidak sesuai dengan penafsiran yang ada salah

satunya seperti dilihat dari kecepatan alirnya dengen metode corong yaitu buruk

karena waktu yang dibutuhkan oleh 50 gram melewati corong membutuhkan

waktu yang lebih dari 5 detik (tidak sesuai penafsiran persyaratan), sebagaimana

faktor kesalahan yang dilakukan praktikan yang telah dijelaskan sebelumnya.

Selain itu, cara basah bisa dikatakan lebih baik dari cara kering karena PVP yang

digunakan terbasahi semua oleh pelarut pengikat. Karena pengikat akan lebih

efektif jika dalam bentuk larutannya. Berbeda halnya dengan cara kering. Pada

cara kering, PVP dicampurkan dengan massa serbuk. Lalu pada massa serbuk

ditambahkan pelarut pengikat. Maka dengan hal ini akan ada kemungkinan tidak

semua PVP terbasahhi oleh pelarut pengikat (etanol 95%) sehingga pelarut yang

digunakan akan lebih banyak. Tapi tidak bisa sebanyak mungkin yang kita

inginkan. Namun harus di orientasikan terlebih dahulu. Akan tetapi sebetulnya

pembuatan tabletasi dengan granulasi basah cara basah dan cara kering, masing

masing cara memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri yaitu, menurut

(….), kelebihan dari cara basah adalah daya ikat yang di hasilkan akan lebih kuat

maka jumlah bahan pengikat yang diperlukan lebih sedikit. Kerugiannya adalah

semua larutan harus dimasukan ke dalam massa granul. Agar persentase yang
digunakan sesuai. Jika jumlahnya terlalu banyak, dikhawatirkan akan

menghasilkan massa granul yang terlalu lembek. Untuk itu, perlu dilakukannya

orientasi terlebih dahulu. Kelebihan dari cara kering adalah prosesnya cepat dan

tidak ada resiko massa granul yang lembek dan terlalu basah karena pelarut

pengikat ditambahkan sedikit sedikit. Kerugiannya adalah diperlukannya pelarut

pengikat dalam jumlah banyak karena pengikat akan lebih efektif jika digunakan

dalam bentuk berupa larutannya.

XIII. Kesimpulan

1. Metode granulasi basah dilakukan berdasarkan penambahan bahan

pengikat dengan 2 metode yang berbeda yaitu cara basah dengan

memasukan larutan pengikat ke dalam massa campuran serbuk hinga


diperoleh massa yang basah dan sesuai untuk dibuat granul. Sedangkan

cara kering dilakukan berdasarkan penambahan pelarut pengikat ke dalam

massa campuran serbuk hingga diperoleh massa yang basah. Setelah itu di

ayak dan diperoleh granul basah. Lalu, dikeringkan hingga kandungan

lembab kurang dari 3% dan dilanjutkan dengan proses pengayakan

kembali dan di evaluasi. Hasil yang memenuhi syarat ditambahkan

komponen fase luar dan di kempa dengan punch hingga diperoleh massa

tablet

2. Hasil evaluasi dari uji kelembaban pada granul memenuhi syarat dimana

pada formula A memiliki kadar air 1,54% dan formula B 3% dari kedua

formula tersebut berada pada kadar air yang baik karena masuk dalam

rentang 1-3%. Hasil evaluasi uji kecepatan alir pada formula A granul

memenuhi syarat karena untuk mengalirkan 50 gram granul pada waktu 4

detik dan pada formula B granul memenuhi syarat karena untuk

mengalirkan 50 gr granul pada waktu 5,4 detik dimana pada formula A

memenuhi syarat sedangkan formula B tidak memenuhi syarat karena

faktor human error. Hasil evaluasi dari metoda sudut baring pada formula

A dan formula B bersifat sangat mudah mengalir dengan hasil yang

diperoleh secara berturut-turut 26,6odan 29,94oyang termasuk pada rentang

25-30o. Hasil evaluasi uji distribusi ukuran partikel formula A dan B tidak

memenuhi syarat karena persentase sebaran yang paling banyak pada

mesh 20. Hasil evaluasi uji bobot jenis dilihat pada kadar pemampatan

formula A dengan kadar pemampatan 7% dan formula B dengan kadar


pemampatan 13% yang memenuhi persyaratan jika kadar pemampatan

kurang atau sama dengan 20%. Kemudian angka haussneryang diperoleh

adalah memenuhi syarat yaitu pada formula A sebesar 1,098 dan formula

B 1,176 karenakedunya mendekati 1. Hasil evaluasi uji persen

kompresibilitas formula A dan formula B diperoleh persen

komprestabilitas secara berturut-turut 8,97% dan 15% yang menyatakan

aliran sangat baik karena masuk pada rentang 5-15% sehingga bisa

dikatakan hasilnya memenuhi syarat.

3. Berdasarkan hasil data pengamatan evaluasi yang diperoleh praktikan,

mutu granul yang dihasilkan dari cara basah dan cara kering hasil

evaluasinya agak mirip sehingga tidak ada signifikan bahwa terdapat

formula yang lebih baik untuk digunakan sebagai granula pembuatan

tablet. Akan tetapi apabila dilihat secara rinci keseluruhan dari evaluasi

yang ada, cara basahlah yang lebih baik daripada cara kering. Karena, dari

beberapa hasil pengamatan cara kering ada yang tidak sesuai dengan

penafsiran yang ada salah satunya seperti dilihat dari kecepatan alirnya

dengen metode corong yaitu buruk karena waktu yang dibutuhkan oleh 50

gram melewati corong membutuhkan waktu yang lebih dari 5 detik (tidak

sesuai penafsiran persyaratan), sebagaimana faktor kesalahan yang

dilakukan praktikan yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, cara

basah bisa dikatakan lebih baik dari cara kering karena PVP yang

digunakan terbasahi semua oleh pelarut pengikat. Karena pengikat akan

lebih efektif jika dalam bentuk larutannya. Berbeda halnya dengan cara
kering. Pada cara kering, PVP dicampurkan dengan massa serbuk. Lalu

pada massa serbuk ditambahkan pelarut pengikat. Maka dengan hal ini

akan ada kemungkinan tidak semua PVP terbasahhi oleh pelarut pengikat

(etanol 95%) sehingga pelarut yang digunakan akan lebih banyak. Tapi

tidak bisa sebanyak mungkin yang kita inginkan. Namun harus di

orientasikan terlebih dahulu.

XIV. Informasi Obat Standar (termasuk golongan obat)


XV. Kemasan
15.1 Kemasan Primer

15.2 Kemasan Sekunder

15.3 Brosur

DAFTAR PUSTAKA

You might also like