You are on page 1of 35

LAPORAN PRAKTIKUM

METODE ANALISIS INSTRUMEN

PERCOBAAN IV
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF SEDIAAN FARMASI
DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Disusun oleh:
Kelompok/Shift : 1/D

Resti Darojatin H 10060316038


Gita Ratu Kuswantara 10060316040
Anggun Putri Nur A 10060316041
Melinda Athirah Putri 10060316042
Adellya Fardiani 10060316043
Syifani Khalda M. 10060316044

Asisten : Fatya Najah., S.Farm

Tanggal praktikum : 6 Maret 2019


Tanggal pengumpulan : 13 Maret 2019

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2019 M /1440 H
PERCOBAAN IV
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF SEDIAAN FARMASI
DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

I. Tujuan

1. Melakukan analisis kualitatif bahan baku dengan metode Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi

2. Melakukan analisis kuantitatif bahan baku dengan metode Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi

3. Mengintepretasikan mutu sediaan farmasi dengan data kromatogram

berdasarkan hasil penetapan kadar.

II. Prinsip Percobaan


Prinsip dasar kromatografi cair kinerja tinggi adalah berdasarkan

perbedaan kepolaran. Apabila analit yang digunakan bersifat polar dan fase

diamnya pun juga memiliki sifat lebih polar dibandingkan dengan fase geraknya

yang kurang polar. Maka yang terjadi adalah analit tersebut akan sangat lambat

terbawa oleh fase gerak karena interaksinya dengan fase diam lebih kuat

dibandingkan dengan fase gerak. Begitupun sebaliknya. Pada kromatografi ini

menggunakan pompa dengan tekanan tinggi untuk mendorong mengalirkan fase

gerak melalui kolom dan setelah keluar dari kolom maka akan diterima oleh

detektor untuk dideteksi Pompa tersebut terdapat di dalam kolom dan fenomena

yang terjadi adalah analit yang kuat akan tertahan di fase diam dan yang lemah

akan terelusi. Setelah di deteksi maka hasilnya adalah akan terekam berupa data

kromatogram.
III. Teori Dasar
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah metode pemisahan
komponen dalam larutan berdasarkan ukuran dan polaritas molekulnya. Bila
ditinjau dari sistem peralatannya maka KCKT termasuk kromatografi kolom
karena fase diam yang dipakai diisikan ke dalam kolom, sedangkan bila ditinjau
dari proses pemisahannya KCKT dapat digolongkan sebagai kromatografi
adsorpsi atau kromatografi partisi.

2.1 Prinsip HPLC


Prinsip dasar dari HPLC dan semua metode kromatografi adalah
memisahkan setiap komponen dalam sample untuk selanjutnya diidentifikasi
(kualitatif) dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen
tersebut (kuantitatif). Analisa kualitatif bertujuan untuk mengetahui informasi
tentang identitas kimia dari analat dalam suatu sample. Sedangkan analisa
kuantitaif untuk mengetahui jumlah dan konsentrasi analat tersebut dalam sample
(Riyadi, 2009).

2.2 Mekanisme kerja HPLC


Mekanisme kerja HPLC adalah berdasarkan distribusi differensial
komponen di antara dua fasa yang disebabkan oleh perbedaan kepolaran. Prinsip
kerja alat instrument HPLC adalah sebagai berikut: dengan bantuan pompa, fasa
gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukan ke dalam
aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan
komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara
solute-solute terhadap fasa diam. Solute-solute yang kurang kuat interaksinya
dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih dulu. Sebaliknya, solute-solute
yang kuat interaksinya dengan fasa diam maka solute-solute tersebut akan keluar
dari kolom lebih lama. Setiap komponen campuran yang keluar kolom dideteksi
oleh detector kemudian direkam dalam bentuk kromatogram. Kromatogram
HPLC serupa dengan kromatogram GC, jumlah peak menyatakan jumlah
komponen, sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam
campuran. Komputer dapat digunakan untuk mengontrol kerja sistem HPLC.

2.3 Instrumen

Gambar 1. Skema Alat HPLC

A. Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom.
Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure)
dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat
dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa
reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh
karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk,
menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif
terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas.
Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya
terbatas (Putra, 2004).

B. Injektor (Injector)
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan:
1) Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem
tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di
dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.
2) Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan
pada Kromatografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -
70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut
kromatografi cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum
injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
3) Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume
lebih besar dari 10 μL dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan
menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan
secara manual). Pada posisi load, sampel diisi kedalam loop pada kinerja
atmosfer, bila valve difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom
(Putra, 2004).

C. Kolom (Column)
Kolom dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Kolom analitik: Diameter dalam 2 - 6 mm. Panjang kolom tergantung pada
jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang
digunakan adalah 50 - 100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 - 30
cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
2) Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan
panjang kolom 25 -100 cm (Putra, 2004).

D. Detektor
Detektor dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:

1) Detektor spektrofotometri UV-Vis


Detektor jenis ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan
sangat berguna untuk analisis di bidang farmasi karena kebanyakan senyawa
obat mempunyai struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis. Detektor ini
didasarkan pada adanya penyerapan radiasi UV dan sinar tampak pada kisaran
panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang mempunyai struktur
atau gugus kromoforik. Sel detektor umumnya berupa tabung dengan diameter
1 mm dan panjang celah optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa
sehingga mampu menghilangkan pengaruh indeks bias yang dapat mengubah
absorbansi yang terukur.
2) Detektor Indeks Bias
Detektor indeks bias atau refraktometer diferensial adalah suatu detektor
universal yang memberi tanggap pada setiap zat terlarut, asalkan indeks
biasnya jauh berbeda dengan indeks bias fase gerak. Kelemahan utamanya
adalah bahwa indeks bias ini peka terhadap suhu. Karena itu suhu fase gerak,
kolom, dan detektor harus dikendalikan dengan seksama, bila pengukuran yang
cermat dilakukan pada kepekaan tinggi.

3) Detektor Elektrokimia
Banyak molekul organik, termasuk obat, dapat dioksidasi atau direduksi
secara elektrokimia pada elektrode yang cocok. Arus yang dihasilkan pada
proses ini dapat diperkuat untuk menghasilkan tenaga yang sesuai. Meskipun
detektor elektrokimia cukup peka, namun ada pula kelemahannya. Adanya
timbrungan listrik dan goncangan arus juga harus diperhatikan.

4) Detektor Photodiode-Array (PDA)


Detektor PDA merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai
keistimewaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram
secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali proses
(single run). Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada panjang
gelombang yang diinginkan (biasanya antara 190-400) dapat ditampilkan.
Dengan demikian, PDA memberikan banyak lebih banyak informasi komposisi
sampel disbanding dengan detector UV-Vis. Dengan detektor ini, juga
diperoleh spectrum UV tiap puncak yang terpisah sehingga dapat dijadikan
sebagai alat yang penting untuk memilih panjang gelombang maksimal untuk
sistem KCKT yang digunakan. Dan akhirnya dengan detektor ini pula, dapat
dilakukan uji kemurnian puncak dengan membandingkan antara spectra analit
dengan spectra senyawa yang sudah diketahui (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4 Kelebihan dan kekurangan metode analisis dengan HPLC

Kelebihan itu antara lain:


a. Mampu memisahkan molekul- molekul dari suatu campuran
b. Mudah melaksanakannya
c. Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi
d. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis ü
Resolusi yang baik
e. Dapat digunakan bermacam- macam detektor
f. Kolom dapat digunakan kembali

Sedangkan kekurangannya adalah:


a. Larutan harus dicari fase diamnya terlebih dahulu
b. Hanya bisa digunakan untuk asam organic
c. Harus mengetahui kombinasi yang optimum antara pelarut, analit, dan
gradient elusi
d. Harganya mahal sehingga penggunaannya dalam lingkup penelitian yang
terbatas

2.5 Bahan baku parasetamol


Parasetamol (C8H9NO2) atau asetaminofen berupa serbuk hablur, putih,
tidak berbau, rasa sedikit pahit. Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak
lebih dari 101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Kelarutannya larut
dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N serta mudah larut dalam
etanol. BM parasetamol adalah 151,16. Parasetamol memiliki khasiat sebagai
analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI, 1995).

Gambar 1. Rumus Struktur Paracetamol

(Sumber: Moffat et al., 2005)


Absorbansi parasetamol pada max 245 nm dalam larutan asam adalah
sebesar 668a sedangkan dalam larutan alkali atau basa absorbansinya sebesar
715a pada max 257 nm. Identifikasi: Sistem HD—k 0.1; sistem HW—k 0.32;
sistem HX—RI 264; sistem HY—RI 241; sistem HZ—waktu retensi 1.9 menit;
sistem HAA—waktu retensi 5.6 menit; sistem HAM—waktu retensi 2.0 menit;
sistem HAX—waktu retensi 4.8 menit; sistem HAY—waktu retensi 3.7 menit
(Moffat et al., 2005).

IV. Data Fisika, Kimia dan MSDS


AQUADEST NYA API YAAYANG STERIL KAYA TSLS DULU
METANOLNYA BUKAN METANOL YANG ADA DI FI KAYA BIASA.
CARI DATA METANOL KHUSUS HPLC METANOLNYA
TERUS DATA INI MASUKIN STRUKTUR KIMIANYA YAA

NGIKUTIN TEH ATIKA

1. Paracetamol/Acetaminophen (Dirjen POM, 2014 : 998)

Stuktur Parasetamol

Bobot Molekul : 151,16


Bobot Jenis : 1,293 g/cm3
Rumus Molekul : C8H9NO2
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa serbuk
pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, mudah larut dalam
etanol dan metanol
Jarak Lebur : Antara 168° dan 172°
Pka : 9,5
Stabilitas : Stabil pada suhu diatas 45°, produk hidrolisis dari
paracetamol adalah P-aminophenol dan P-amionophenol akan
menurun/berkurang dengan reaksi oksidasi menjadi kuinonimin.
Paracetamol relatif stabil terhadap oksidasi (Lund W, 1994 : 987)
Identifikasi : Spektrum serapan ultraviolet larutan (1 dalam
200.000) dalam campuran HCl 0,1 N dalam metanol P (1 dalam 100),
menunjukkan max dan min pada panjang gelombangyang sama dengan
paracetamol BPFI
Penanganan : Bila terkenan mata periksakan dan lepaskan lensa
kontak cuci mata dengan air hangat min 15 menit, bila terhirup cari udara
segar beri oksigen dan nafas buatan

2. Metanol pro HPLC (J.T. Baker) (Ditjen POM, 2014 : 1724)

Struktur Metanol

Rumus Molekul : CH3OH


Bobot Molekul : 32,04
Bobot Jenis : 1L = 0.80 Kg
Titik Nyala : 12°C
Pemerian : Cairan, tidak berwarna, jernih, bau khas
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih tidak berwarna
Penanganan : Bila terkenan mata periksakan dan lepaskan lensa
kontak cuci mata dengan air hangat min 15 menit, bila terhirup cari udara
segar beri oksigen dan nafas buatan
Kegunaan : Untuk digunakan dalam Kromatografi Cair (HPLC
& UHPLC) & Spektrofotometri

3. Aquadest Pro Injection (Ditjen POM,1995:112) (Ditjen POM, 2014:64)


Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
(aquadest untuk injeksi yang disterilkan)
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar
Titik lebur/ titik didih : 0°C / 100°C
Bobot jenis :1 g/cm3
pH Larutan :7
Stabilitas : secara kimia air stabil terhadap semua bentuk fisik
dalam penyimpanannya, air dilindungi terhadap kontaminan ion dan
organik juga dilindungi terhadap masuknya fisik partikel asing dam
mikroorganisme
Inkompatibilitas : air dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lain
yang rentang terhadap hidrolisis (dekomposisi dengan adanya uap air atau
air). Pada suhu kamar yang tinggi, air dapat bereaksi dengan logam alkali,
air bereaksi dengan garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai
komposisi dan dengan bahan organik tertentu
(Rowe et al, 2009: 766)
Kegunaan : Pembawa atau pelarut. Bahan pelarut utuk
pembuatan injeksi yang sebelumnya di sterilisasikan sehingga menjadi
aqua pro injection
V. Alat dan Bahan

No. Pereaksi Peralatan


1 Aquadest pro injection Batang pengaduk
2 Metanol pro HPLC Botol kaca kosong
3 Bahan baku tablet parasetamol Filter nilon 0,45 µm
4 Baku pembanding parasetamol Filter PTFE 0,45 µm
5 Gelas kimia
6 Gelas ukur 100 ml
7 HPLC Agillent
8 Kertas perkamen
9 Labu ukur 10, 50 ml
10 Neraca digital
11 Pipet tetes
12 Pipet volume 1 ml
13 Pump pipet volume
14 Vial
VII Prosedur
7.1 Sistem HPLC
7.1.1 Sistem Kromatografi
Fase Diam : ODS, packing L1
Fase Gerak : Air : Metanol = 3:1 (v/v)
Laju Alir : 1,5 ml/menit
Lempeng Teoritis : 1000
Tailing factor : Maksimal 2
Detektor : UV 243 nm

7.1.2 Uji Kesesuaian Sistem


Uji dilakukan dengan menginjeksikan berturut-turut sebanyak tujuh kali
larutan standar ke dalam instrument HPLC. Luas area standar, waktu retensi,
tailing factor dicatat, lalu melalui data tersebut dihitung nilai simpangan baku
relatifnya (SBR).

7.2 Analisis Kualitatif


7.2.1 Larutan Standar
Ditimbang secara seksama 25 mg serbuk baku pembanding parasetamol,
lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Serbuk parasetamol tersebut
diencerkan hingga tanda batas oleh fase gerak kemudian dikocok homogen.
Dipipet 1 ml larutan tersebut ke dalam labu ukur 10 ml, diencerkan hingga tanda
batas oleh fase gerak kemudian dikocok homogen. Larutan parasetamol encer
tersebut kemudian disaring menggunakan membran filter PTFE 0,45 µm, ±2ml
filtrat pertama digunakan untuk membilas filter lalu dibuang. Larutan standar
parasetamol siap diinjeksikan ke dalam instrument HPLC untuk dianalisis.

7.2.2 Larutan Uji


Ditimbang dan serbukkan 4 tablet paracetamol. Timbang secara seksama
setara 50 mg serbuk parasetamol, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Ditambahkan 50 mL fase gerak hingga tanda batas, dikocok dengan shaker 3D
selama 10 menit. Lalu disonikasi selama 5 menit. Diencerkan hingga tanda batas
oleh fase gerak kemudian dikocok homogen. Dipipet 2 ml larutan tersebut ke
dalam labu ukur 25 ml, diencerkan hingga tanda batas oleh fase gerak kemudian
dikocok homogen. Larutan parasetamol encer tersebut kemudian disaring
menggunakan membran filter PTFE 0,45 µm. ±2 ml filtrat pertama digunakan
untuk membilas filter lalu dibuang. Larutan uji parasetamol siap diinjeksikan ke
dalam instrument HPLC untuk dianalisis.

7.2.3 Analisis Kualitatif dengan alat KCKT


Diinjeksikan masing-masing larutan standar dan larutan uji parasetamol ke
dalam alat KCKT. Kromatogram larutan standar dan larutan uji yang terbentuk
direkam, kemudian dibandingkan antara keduanya. Seharusnya, waktu retensi
puncak larutan standar dan larutan uji menunjukkan hasil yang sama.

7.3 Analisis Kuantitatif


7.3.1 Larutan Standar
Ditimbang secara seksama 25 mg serbuk baku pembanding parasetamol,
lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Serbuk parasetamol tersebut
diencerkan hingga tanda batas oleh fase gerak kemudian dikocok homogen
(larutan stok baku pembanding parasetamol). Dibuat seri pengenceran larutan
standar dengan cara memipet masing-masing 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, 1,0, 1,2 ml larutan
stok baku pembanding parasetamol ke dalam labu ukur 10 ml. Setiap labu ukur
kemudian diencerkan hingga tanda batas oleh fase gerak kemudian dikocok
homogen. Larutan-larutan standar tersebut kemudian disaring menggunakan
membran filter PTFE 0,45 µm, ±2ml filtrat pertama digunakan untuk membilas
filter lalu dibuang. Seri larutan standar parasetamol tersebut siap diinjeksikan ke
dalam HPLC untuk dianalisis.

7.3.2 Larutan Uji


Ditimbang dan serbukkan 4 tablet paracetamol. Timbang secara seksama
setara 50 mg serbuk parasetamol, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Ditambahkan 50 mL fase gerak hingga tanda batas, dikocok dengan shaker 3D
selama 10 menit. Lalu disonikasi selama 5 menit. Diencerkan hingga tanda batas
oleh fase gerak kemudian dikocok homogen. Dipipet 2 ml larutan tersebut ke
dalam labu ukur 25 ml, diencerkan hingga tanda batas oleh fase gerak kemudian
dikocok homogen. Larutan parasetamol encer tersebut kemudian disaring
menggunakan membran filter PTFE 0,45 µm. ±2 ml filtrat pertama digunakan
untuk membilas filter lalu dibuang. Larutan uji parasetamol siap diinjeksikan ke
dalam instrument HPLC untuk dianalisis.

7.4 Penentuan Kadar Parasetamol dalam Sampel


7.4.1 Cara Kurva Kalibrasi
Dengan menggunakan data luas area kromatogram dan waktu retensi hasil
kromatogram larutan standar dan larutan uji, dilakukan perhitungan penetapan
kadar secara kurva kalibrasi. Pertama, dilakukan perhitungan konsentrasi (ppm)
seri pengenceran larutan standar (perhitungan faktor pengenceran). Lalu,
dilakukan regresi linear seri larutan standar tersebut dengan konsentrasi (ppm)
pada sumbu x dan luas area kromatogram pada sumbu y. Setelah didapatkan nila a
dan b, masukkan data tersebut ke dalam persamaan garis y = a + bx, dan
masukkan nilai y, yaitu nilai luas area kromatogram larutan uji parasetamol, untuk
mendapatkan konsentrasi larutan uji (x). Kemudian, ditentukan persentase kadar
parasetamol dalam larutan uji.

7.4.2 Metode One Point


Dipilih data luas area kromatogram dan konsentrasi (yang sudah dihitung
faktor pengencerannya) dari salah satu larutan standar parasetamol, kemudian
nilai tersebut dimasukkan ke dalam persamaan,
𝐿𝑢
𝐶𝑢 = 𝑥 𝐶𝑠
𝐿𝑠
Keterangan :
Cu : Konsentrasi larutan uji parasetamol
Lu : Luas area kromatogram larutan uji parasetamol
Cs : Konsentrasi larutan standar parasetamol
Ls : Luas area kromatogram larutan standar parasetamol
Kemudian, ditentukan persentase kadar parasetamol dalam larutan uji.
Hasil penetapan kadar secara kurva kalibrasi dan secara metode one point
dibandingkan.

VIII Hasil Pengamatan (NGIKUTIN YANG TEH ATIKA AJA TAPI


ITUNGANNYA JADI ADA 2 YANG ADA ADANYA SAMA YANG
SEHARUSNYA TEA YANG 1000 NYA JADI 2000 )
8.1 Analisis Kualitatif

Tabel 8.1 Analisis kualitatif larutan standar

TABEL

Tabel 8.2 Analisis kualitatif larutan uji

TABEL

Gambar 8.1 Grafik analisis kualitatif larutan standar

Gambar 8.2 Grafik analisis kualitatif larutan uji

8.2 Analisis Kuantitatif

Tabel 8.3 Analisis kuanitatif larutan standar

TABEL
Tabel 8.4 Analisis kualntatif larutan uji

TABEL

Gambar 8.3 Grafik analisis kuanitatif larutan standar

Gambar 8.4 Grafik analisis kuanitatif larutan uji

8.3 Perhitungan

MASUKIN SEMUA YG DI MODUL


IX. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai tentang analisis

kualitatif dan kuantitatif sediaan farmasi dengan metode kromatografi cair kinerja

tinggi dengan tujuan melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif bahan baku

dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi serta menyimpulkan mutu bahan

baku dengan data kromatogram dan hasil penetapan kadar.

Menurut (..), Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan salah satu

metode kromatografi yaitu pemisahan dari suatu sampel yang dibawa oleh suatu

fase gerak melalui fase diam. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut

dalam fase gerak dan fase diam. KCKT ini adalah suatu kromatografi cair kolom

yang sudah berkembang (modern) dari kromatografi cair kolom klasik. Dari

perkembangan ini sehingga diperoleh suatu KCKT yang dapat digunakan untuk

pemisahan yang lebih cepat dan efisien. KCKT ini memiliki prinsip dasar dalam

percobaan ini adalah berdasarkan perbedaan kepolaran. Apabila analit yang

digunakan bersifat polar dan fase diamnya pun juga memiliki sifat lebih polar

dibandingkan dengan fase geraknya yang kurang polar. Maka yang terjadi adalah

analit tersebut akan sangat lambat terbawa oleh fase gerak karena interaksinya

dengan fase diam lebih kuat dibandingkan dengan fase gerak. Begitupun

sebaliknya. Pada kromatografi ini fase gerak dengan analit akan didorong oleh

fase gerak yang terdapat di alat KCKT dengan adanya bantuan dari pompa

bertekanan tinggi menuju kolom. Dari kolom akan terjadi pemisahan berdasarkan

kepolaran tersebut yaitu analit yang kuat akan tertahan dan analit yang lemah akan

terelusi yang nantinya akan terdeteksi oleh detektor. Komputer akan merekam
semua proses dari awal hingga akhir sehingga diperolehnya data berupa data

kromatogram.

Hal hal yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pertama terkait

mengenai sistem kromatografi. Sebelum percobaan ini dimulai, sistem

kromatografi yang akan digunakan diatur terlebih dahulu melalui komputer yang

digunakan. Sistem kromatografi yang dimaksud adalah terdiri dari fase diam yang

menggunakan oktadesilsilikat, fase geraknya yaitu air:metanol (3:1), laju alirnya

1,5 mL/menit, lempeng teoretisnya 1000, tailing faktornya maksimal 2, dan

detektornya adalah jenis UV 243 nm. Alasan digunakannya fase diam berupa

oktadesilsilikat dan fase gerak dengan perbandingan air:metanol (3:1) adalah

karena fase diam tersebut bersifat non polar dan berupa padatan sedangkan fase

gerak yang digunakannya bersifat sebaliknya yaitu bersifat polar dan berupa

cairan. Hal ini karena menyesuaikan sifat analit yang digunakan yaitu parasetamol

Menurut (..), parasetamol adalah suatu senyawa obat kimia menurut sifat

kepolarannya bersifat polar sehingga fase gerak dan fase diam yang akan

digunakannya disesuaikan.

Sehingga yang terjadi adalah analit parasetamol tersebut akan mudah terbawa oleh

fase geraknya karena memiliki kesamaan sifar polar sehingga terjadi interaksi

yang kuat antara keduanya. Akibatnya analit tersebut akan terelusi yang nantinya

akan terdeteksi oleh detektor dan melalui komputer hasilkan akan direkam berupa

data kromatogram seperti sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain

itu, akibat dari penggunaan Fase diam berupa padatan dan fase gerak berupa
cairan maka bisa dikatakan bahwa sistem kromatografi yang digunakan dalam

percobaan ini adalah jenis kromatografi adsorpsi dengan fase yang digunakan

adalah fase terbalik.

Menurut (…), Kromatografi adsorpsi adalah jenis kromatografi yang

menggunakan fase diam berupa padatan (adsorban padat) seperti silika, alumina

dan lain lain. Serta menggunakan fase gerak berupa cairan dengan mekanisme

pemisahan yang terjadi pada kromatografi jenis ini berlangsung berdasarkan

fenomena adsorpsi dan desorpsi berulang. Berbeda halnya dengan partisi.

Kromatografi partisi adalah kromatografi dengan prinsip partisi analit diantara 2

cairan yang tidak saling menyatu sama lain (antara fase diam dan fase gerak).

Dalam hal ini fase diam dan fase gerak yang digunakan adalah berupa cairan.

Sedangkan fase terbalik adalah yaitu suatu kromatografi yang menggunakan fase

gerak yang bersifat polar dan fase diamnya bersifat non polar. Sehingga sampel

yang bersifat sangat polar akan lebih mudah terelusi lebih awal. Berbeda halnya

dengan fase normal yaitu kebalikannnya dari fase balik yang menggunakan fase

gerak yang bersifat non polar dan fase diamnya bersifat polar. Sehingga sampel

yang bersifat non polar akan lebih mudah terelusi lebih awal.

Selain itu, alasan digunakannya suatu detektor jenis UV pada panjang gelombang

243 nm adalah karena pada penggunaan detektor ini tidak bisa menggunakan

sembarang jenis detektor tetapi harus menyesuaikan sifat senyawa yang akan

dilakukan pengujian tersebut. Bahan yang diujikan disini adalah berupa

parasetamol dan menurut literatur yang ada, senyawa ini adalah senyawa yang

memiliki gugus kromofor.


Menurut (..), Zat aktif parasetamol dalam strukturnya memiliki gugus kromofor

dan auksokrom yaitu sebagai berikut :

Gambar 9.1 gugus kromofor pada parasetamol

Gambar 9.2 gugus auksokrom pada parasetamol

Sehingga, detektor jenis UV lah yang tepat dan dapat digunakan pada percobaan

ini.

Detektor adalah suatu komponen dari alat KCKT yang memiliki fungsi

yaitu untuk memantau aliran pelarut yang keluar dari kolom dalam waktu yang

sebenarnya. Selain detektor, komponen alat lain yang terdapat pada KCKT yaitu

adanya pompa yang bertekanan tinggi, kolom dan sistem injektor sampel. Fungsi

pompa ini adalah untuk mengalirkan fase gerak yang terdapat di alat yang

nantinya untuk mendorong larutan yang diinjeksikan berupa campuran fase gerak

dengan analit yang nantinya akan bergabung dan menuju kolom dan pada kolom

akan terjadi pemisahan (…)


Hal yang dilakukan selanjutnya dalam percobaan ini adalah melakukan uji

kesesuaian sistem. Tujuannya adalah untuk memastikan sistem yang akan

digunakan sudah memenuhi syarat atau tidak. Dalam hal ini, prosesnya dikenal

dengan istilah validasi. Dalam pengujian ini dilakukan dengan cara menyuntikan 7

kali larutan standar dengan konsentrasi yang sama dan nilai simpangan baku

relatif yang dicapai adalah harus kurang dari 2% untuk menyatakan bahwa hasil

uji kesesuaian sistem tersebut telah memenuhi syarat. Berdasarkan hasil

percobaan yang dilakukan praktikan, diperoleh data bahwa nilai simpangan baku

relatif (SBR) yang dicapai adalah kurang dari 2% yaitu dengan waktu retensi

sebesar 0,3205128205% dan luas area nya adalah sebesar 1,012647506%.

Setelah uji kesesuaian sistem dilakukan, maka selanjutnya akan dilakukan

analisis sediaan farmasi (tablet parasetamol) tersebut. Pada praktikum kali ini,

dilakukan 2 percobaan yaitu yang pertama adalah analisis kualitatif dan yang

kedua adalah analisis kuantitatif. Perbedaan dari kedua analisis ini adalah pada

analisis kualitatif ditujukan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya parasetamol

dalam bahan baku tersebut dengan parameter yang digunakan adalah berupa

waktu retensi. Waktu retensi yang dihasilkan oleh larutan uji dan larutan standar

adalah harus sama. Waktu retensi merupakan suatu waktu yang dibutuhkan oleh

analit yang dimulai dari awal kolom hingga mencapai suatu detektor. Sedangkan

analisis kuantitatif adalah analisis yang ditujukan untuk menghitung penetapan

kadar parasetamol dalam sediaan tablet parasetamol yang dijual dipasaran dengan

beberapa metode yang digunakan yaitu cara kurva kalibrasi dan cara one point.
Pada analisis kualitatif, dilakukan membuat larutan standar dengan cara

menimbang baku pembanding parasetamol dan dimasukan ke dalam labu takar

serta diencerkan menggunakan fase gerak hingga tanda batas. Kemudian, larutan

tersebut dikocok yang tujuannya adalah untuk memperoleh suatu larutan yang

homogen. Setelah itu, dipipet 1 mL dari larutan yang telah homogen tersebut dan

diencerkan kembali menggunakan fase gerak hingga tanda batas pada labu takar

10 mL. Selanjutnya, larutan tersebut disaring menggunakan membran filter PTFE

dengan ukuran 0,45µm. Tujuan penyaringan ini adalah untuk memperoleh partikel

dengan berukuran kecil. Apabila partikel tersebut berukuran besar (tidak disaring)

dan jika partikel tersebut masuk ke dalam kolom maka akan mengganggu proses

proses pemisahan atau mengalirnya fase gerak yang terjadi selama di kolom.

Setelah itu, larutan terrsebut siap untuk diinjeksikan pada alat KCKT.

Hal hal yang dilakukan selanjutnya adalah dilakukan pembuatan larutan

uji dengan cara yaitu pertama menggerus tablet parasetamol yang akan diuji

sehingga menjadi serbuk. Tujuannya adalah untuk mengecilkan ukuran partikel.

Semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin besar luas permukaan serbuk

tersebut kontak dengan pelarut pengencer yang akan digunakan. Sehingga serbuk

tersebut memiliki kelarutan yang lebih besar dibandingkan apabila dalam bentuk

tabletnya. Setelah dalam bentuk serbuk, maka zat tersebut ditimbang dan

dimasukan ke dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan sejumlah fase gerak

akan tetapi tidak mencapai tanda batas pada labu takar. Tujuan pemberian awal

fase gerak ini adalah hanya untuk melarutkan serbuk tablet parasetamol tersebut.

Setelah itu, labu takar 100 mL yang berisi larutan dari tablet parasetamol tersebut
dikocok menggunakan suatu alat shaker 3D. Shaker digunakan untuk mengaduk

larutan zat tersebut sehingga terbentuk larutan yang homogen. Setelah homogen,

kemudian ditambahkan fase gerak hingga tanda batas. Lalu dari larutan tersebut

akan dipipet sejumlah larutan ke dalam labu takar 25 mL dan diencerkan kembali

oleh fase gerak hingga tanda batas. Selanjutnya, larutan tersebut disaring

menggunakan membran filter PTFE dengan ukuran 0,45µm. Tujuan penyaringan

ini adalah sama seperti halnya yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun pada

prosedur pembuatan larutan uji ini, hasil sebanyak 2 mL filtrat awal dibuang dari

Setelah itu, larutan terrsebut siap untuk diinjeksikan pada alat KCKT. Tujuan dari

pembuangan filtrat pertama adalah untuk digunakan membilas filter, agar filtrat

yang dihasilkan selanjutnya tidak mengandung banyak pengotor.

Setelah larutan uji dan larutan standar di injeksikan pada alat KCKT, maka

akan terjadi rekaman kromatogram yang terbentuk pada komputer. Kemudian

dibandingkan antara kromatogram larutan uji dengan larutan standar. Paremeter

yang diamati pada analisis kualitatif disini adalah berupa waktu retensi pada

kromatogram yang terbentuk tersebut. Berdasarkan hasil percobaan ini maka

diperoleh data pengamatan bahwa waktu retensi larutan uji adalah 3,483 dan

waktu retensi larutan standar adalah 3,432. Hal ini bisa dikatakan bahwa nilai

waktu retensi keduanya adalah sama dan sesuai sebagaimana dengan literatur

yang ada menjelaskan bahwa menurut (…), hasil analisis kualitatif berupa

terbentuknya suatu kromatogram antara larutan uji dengan larutan standar harus

menghasilkan nilai waktu retensi yang sama.


Pada analisis kuantitatif, dilakukan pembuatan larutan standar dengan cara

menimbang baku pembanding parasetamol dan dimasukan ke dalam labu takar

serta diencerkan menggunakan fase gerak hingga tanda batas. Kemudian, larutan

tersebut dikocok yang tujuannya adalah untuk memperoleh suatu larutan yang

homogen berupa larutan stok baku pembanding parasetamol. Setelah itu, dibuat

pengenceran dari larutan stok baku pembanding tersebut hingga diperoleh suatu

seri pengenceran larutan standar dengan berbagai konsentrasi untuk pembuatan

kurva kalibrasi yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm dan 60 ppm.

Alasan dibuatnya suatu larutan standar dengan konsentrasi beragam adalah untuk

mengetahui keterkaitannya hubungan antara konsentrasi suatu larutan terhadap

luas area yang menjadi parameter dari analisis kuantitatif tersebut.. Selain itu,

tujuan dari pembuatan larutan seri pengenceran ini adalah terkait untuk

pembuatan kurva kalibrasi yang akan dilakukan melalui data kromatogram yang

telah diperoleh dikaitkan terhadap konsentrasi masing masing larutan seri stok

baku pembanding yang digunakan. Tujuan dari pembuatan kurva kalibrasi ini

yaitu untuk mengetahui keterkaitan antara beragam konsentrasi larutan stok

standar baku pembanding dengan luas area kromatogram serta untuk menghitung

kadar parasetamol dalam tablet parasetamol melalui menggunakan persamaan

garis regresi linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi.

Sebelum serangkaian pengenceran larutan standar tersebut diinjeksikan ke

dalam alat KCKT maka sebelumnya disaring terlebih dahulu menggunakan

membran filter PTFE dengan ukuran 0,45µm dengan tujuan yang sama

sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya, akan dilakukan


pembuatan larutan uji dengan cara yang sama halnya dengan yang dilakukan

dalam pembuatan larutan uji pada analisis kualitatif. Setelah larutan uji dan

larutan standar siap untuk diinjeksikan pada alat KCKT, maka hal yang dilakukan

selanjutnya adalah akan dilakukan penetapan kadar larutan sampel dengan

menggunakan metode kurva kalibrasi dan metode one point. Pada cara kurva

kalibrasi, setelah larutan standar siap untuk diinjeksikan pada alat KCKT, maka

akan terjadi rekaman kromatogram yang terbentuk pada komputer. Paremeter

yang diamati pada analisis kuantitatif disini adalah berupa kosentrasi terhadap

luas area kromatogram. Berdasarkan hasil percobaan tersebut maka diperoleh data

pengamatan bahwa semakin tinggi nilai konsentrasi larutan maka semakin besar

pula luas area kromatogram yang terbentuk. Dalam artian konsentrasi akan

berbanding lurus dengan luar area kromatogram. Dari hubungan antara

konsentrasi larutan stok standar dengan luas area kromatogram akan

menghasilkan suatu kurva kalibrasi. Tujuan pembuatan kurva kalibrasi adalah

untuk memperolehnya persamaan garis regresi linier dengan nilai a yaitu

1938532,667; nilai b yaitu 744367,7286; dan nilai r yaitu 0,9988. Sehingga

diperoleh suatu persamaan garis yaitu y = 744367,7286x + 1938532,667 dan dari

persamaan garis maka diperoleh nilai % kadar larutan sampel dengan cara kurva

kalibrasi yaitu sebesar 349,401% Namun, dengan hal ini dari nilai %kadar yang

dihasilkan tersebut tidak memenuhi syarat karena tidak sesuai dengan literatur

yang ada. Menurut (Ditjen POM,1995:650), seharusnya disebutkan bahwa tablet

parasetamol mengandung parasetamol C8H9NO2, tidak kurang dari 90,0% dan

tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Sedangkan hasil yang
ada menunjukan bahwa % kadar tersebut diluar dari rentang yang terdapat dalam

farmakope tersebut. Selanjutnya % kadar larutan sampel dihitung dengan

menggunakan cara metode one point hasilnya adalah 330,900%. Hal ini tidak

sesuai sebagaimana dengan literatur yang ada yang telah dijelaskan sebelumnya.

Berdasarkan dari hasil % kadar larutan sampel dengan menggunakan 2

metode yang berbeda, apabila dibandingkan, lebih akurat cara kurva kalibrasi

karena menggunakan larutan baku pembanding dengan beragam konsentrasi.

Sedangkan pada metode one point hanya dilakukan pengambilan salah satu luas

area kromatogram larutan baku pembanding parasetamol yang dipilih dengan cara

melihat nilai luas area kromatogram dari larutan seri standar tersebut yang

mendekati luas area kromatogram larutan uji dan hal tersebut bisa dikatakan

hasilnya kurang tepat dan kurang akurat. Namun apabila dilihat dari % kadarnya

yang dihasilkan yang mendekati % kadar larutan sampel sebagaimana literatur

adalah hasil % kadar dari metode one point.

Selama proses pengujian ini berlangsung, mekanisme alat yang terjadi

adalah campuran fase gerak dan analit yang telah di injeksikan pada alat KCKT,

maka akan didorong oleh fase gerak yang ada pada alat KCKT tersebut dengan

bentuan pompa bertekanan tinggi menuju kolom. Pada kolom akan terjadi

pemisahan yaitu analit yang kuat akan tertahan dan analit yang lemah akan

terelusi dan diterima oleh detektor dan akan terdeksi melalui hasil rekaman pada

komputer yaitu berupada data kromatogram. Berdasarkan hasil percobaan di atas

maka diperoleh kromatogram yang memiliki tailing faktor lebih dari 2. Hal ini

tidak sesuai dengan syarat yang ada yaitu tidak boleh lebih dari 2. Hal ini terjadi
karena adanya beberapa faktor kesahalan yang dilakukan oleh praktikan salah

satunya adalah dalam proses penimbangan sampel terdapat zat lain yang tidak

terlihat oleh praktikan yang ikut tertimbang pula sehingga pada saat pengujian

menggunakan KCKT maka semua yang terdapat pada sampel tersebut akan

terbaca melalui hasil data kromatogram. Adanya tailing faktor yang lebih dari 2

menunjukan bahwa adanya zat pengotor atau zat lain yang terukur selain

parasetamol yang sebagaimana mestinya. Selain itu, ketidaksesuaian hasil dalam

percobaan ini terjadi karena adanya beberapa faktor kesalahan yang dilakukan

praktikan lainya yaitu kesalahan analisis pada percobaan ini kemungkinan besar

berasal dari cara kerja praktikan yang tidak sesuai prosedur. Kesalahan dalam

penimbangan bahan dimana penimbangan serbuk tablet parasetamol setara dengan

50 mg parasetamol ditimbang sebanyak 120,185 mg, seharusnya serbuk tablet

parasetamol yang ditimbang yaitu 60,0925 mg. Hal ini terjadi karena kesalahan

praktikan dalam menghitung jumlah serbuk tablet parasetamol yang seharusnya

akan ditimbang. Selain itu pula bisa saja terjadi pada saat penimbangan, praktikan

kurang teliti dalam memperhatikan satuan dalam penimbangan mg ataukah gram.

Sehingga, hal itu akan berpengaruh pada prosedur percobaan selanjutnya dan hasil

data kromatogram larutan uji yang diperoleh waktu retensi dan luas daerah pun

berpengaruh. Dari ketidaksesuaian tersebut maka diperoleh % kadar yang

melebihi batas kadar yang telah ditetapkan dalam literatur atau tidak sesuai

dengan literatur.

Menurut (…), tailing factor adalah terjadinya pengekoran pada


kromatogram sehingga bentuk kromatogram menjadi tidak simetris. Tailing dan
fronting tidak dikehendaki karena dapat menyebabkan pemisahan kurang baik dan
data retensi kurang reprodusibel. Kromatogram yang ideal adalah kromatogram
yang terbentuk menghasilkan nilai tailing faktor yang <2.0. Untuk kromatogram
yang memberikan harga TF = 1 berarti kromatogram tersebut betul-betul simetris.
Harga TF > 1 berarti kromatogram tersebut mengekor (tailing), makin besar harga
TF maka makin efisien kolom yang dipakai akan tetapi dengan nilai maksimal
yaitu 2. Bila harga TF < 1 berarti kromatogram tersebut mengandung (fronting),
dan dapat diatasi dengan mengurangi volume injeksi awal. Jadi harga TF dapat
digunakan sebagai pedoman untuk melihat efisiensi kolom kromatografi.
X Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan di atas, sehingga dapat disimpulkan bahwa:

1. Analisis kualitatif dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi ada atau

tidaknya parasetamol dalam bahan baku. Dari data kromatogram yang

didapat, kemudian dibandingkan antara kromatogram larutan uji dengan

larutan standar. Paremeter yang diamati pada analisis kualitatif disini

adalah berupa waktu retensi pada kromatogram yang terbentuk tersebut.

Berdasarkan hasil data pengamatan yang diperoleh bahwa waktu retensi

larutan uji adalah 3,483 dan waktu retensi larutan standar adalah 3,432.

Hal ini bisa dikatakan bahwa nilai waktu retensi keduanya adalah sama

dan sesuai sebagaimana dengan literatur yang ada menjelaskan bahwa

hasil analisis kualitatif berupa terbentuknya suatu kromatogram antara

larutan uji dengan larutan standar harus menghasilkan nilai waktu retensi

yang sama.

2. Analisis kuantitatif dilakukan dengan tujuan untuk penetapan kadar larutan

sampel dan parameter yang diamatinya adalah berupa konsentrasi terhadap

luas area kromatogram. Konsentrasi larutan seri stok standar diperoleh

dengan berbagai konsentrasi untuk pembuatan kurva kalibrasi yaitu 10

ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm dan 60 ppm. Berdasarkan hasil

percobaan tersebut maka diperoleh data bahwa semakin tinggi nilai

konsentrasi larutan maka semakin besar pula luas area kromatogram yang

terbentuk. Dalam artian konsentrasi akan berbanding lurus dengan luar

area kromatogram. Dari hubungan antara keduanya itu maka akan


menghasilkan suatu kurva kalibrasi. Tujuan pembuatan kurva kalibrasi

adalah untuk memperolehnya persamaan garis yaitu y = 652270,8657x +

2395958,533 dengan y adalah nilai luas area dari laruran uji sehingga

diperoleh nilai % kadar larutan sampel dengan cara kurva kalibrasi yaitu

349,01% dan cara metode one point yaitu sebesar 330,900%. Dari nilai %

kadar larutan sampel yang diperoleh, hasil % kadarnya tidak sesuai dengan

literatur yang ada. Menurut literature kadar parasetamol dalam tablet

parasetamol adalah mengandung parasetamol tidak kurang dari 90% dan

tidak lebih dari 110%. Apabila dibanding antara cara kurva kalibrasi, lebih

akurat cara kurva kalibrasi karena menggunakan larutan pembanding

dengan beragam konsentrasi, sedangkan pada metode one point

sebaliknya. Namun apabila dilihat dari % kadarnya yang dihasilkan yang

mendekati % kadar larutan sampel sebagaimana literatur adalah hasil %

kadar dari metode one point.

3. Mutu sediaan farmasi berdasarkan dilihat dari hasil penetapan kadarnya,

dan data kromatogramnya adalah bisa dikatakan bahwa sediaan farmasi

tersebut kurang bagus karena pada hasil penetapan kadarnya tidak sesuai

dengan literatur yang ada namun hal ini terjadi karena adanya faktor

kesalahan yang dilakukan oleh praktikan contohnya dalam penimbangan

dan perhitungan untuk penimbangan. Sedangkan untuk data kromatogram

diperoleh suatu tailing faktor yang lebih dari 2. Hal ini menunjukkan

bahwa terdapatnya zat pengotor atau zat lainnya (zat ekspien dalam tablet

parasetamol) dimana zat pengotor tersebut yang ikut tertimbang dan pada
akhirnya terbaca datanya pada data kromatogram pada alat KCKT. Hal ini

seharusnya nilai tailing factor yang diperoleh dari data kromatogram

tersebut tidak lebih dari 2.


XI Daftar Pustaka
LAMPIRAN

You might also like