You are on page 1of 2

Help Me

SMA Angkasa Jaya. Sudah sebulan aku belajar di sini dengan status murid pindahan.
Semuanya sungguh berubah. Bukan sekolahnya melainkan lingkungannya. Setelah
kecelakaan 6 bulan lalu yang merenggut nyawa salah satu siswi sekolah ini, suasana menjadi
terkesan kelam. Aku yang baru tiba sebulan lalu saja mendapat tatapan –kenapa-kamu-
berada-disini?- seakan-akan kecelakaan yang menimpa siswi itu adalah aib mereka. Aku
tidak tahu pasti alasannya. Tapi yang paling aku pahami adalah aku tertarik. Tertarik untuk
menyelidikinya.

Jum’at ini tepatnya setelah pelajaran biologi. Aku melihat sosok gadis cantik yang duduk
sendiri membelakangi ruangan ini. Setahuku laboratorium biologi ini berada di ujung, sangat
ujung, area sekolah. Karena diselimuti rasa penasaran yang tinggi aku pun mendekatinya.
Duduk di sebelahnya secara perlahan, aku juga tak tahu mengapa harus sangat berhati-hati.
Aku memandangu wajah itu. Asing, kata itu yang terlintas di otakku.

“Hay, aku Redirga dari XII Boys one, aku murid pindahan di sini” Ucapku spontan seraya
menampilkan senyum lebarku. “Kamu pasti siswi pindahan jugakan?” Tanyaku antusias. Dia
menoleh dan menatapku bingung. Aku terkejut saat melihat wajahnya. Membuat semua
sarafku seakan terhenti, kaku, bibirku yang terbuka sedikit dan mataku yang tidak berkedip
melihat itu.

“Aku Refani Anggraini, kelas XII Girls Two” Dan suaranya membuatku menahan nafas.
Oke, aku tahu ini lebay tapi aku tidak tahu reaksi apa yang harus aku berikan, terlebih saat ia
tersenyum yang membuat matanya menyipit. Hal itu membuatku tanpa sadar menelan
salivaku. Cantik. Sungguh cantik, pesona yang dimilikinya mampu membuatku meluluhkan
hatiku. Seorang cowok yang notabanenya sulit mengagumi seseorang. Walau untuk
mendapatkan pacar adalah hal mudah karena pesona dan tampangku. Namun, ada satu yang
kurang dari gadis ini. Bibirnya tampak pucat, mungkin dia sedang gelisah atau gugup.
Entahlah aku tidak tahu pasti.

“Aku.. a-aku tak pernah melihatmu sebelumnya, kapan kamu masuk?” Ucapku gugup.
Sumpah aku merutuki mulutku yang sulit untuk mengeluarkan kata.

Dia mengalihkan wajahnya dariku tanpa menjawab pertanyaanku. Kemudian berkata “Aku
butuh bantuanmu. Karena hanya kamu yang mau menyapaku” Pelan sekali, namun indera
pendengaranku mampu menangkapnya. Wajahku yang ku yakini terlihat bingung
memaksanya untuk berkata lebih lanjut.

Bukannya berbicara ia malah menyayat telapak tangannya dengan pisau kecil. Memyebabkan
pembuluh darah yang amat tipis itu robek. Setelahnya, ia meraih tanganku, membaliknya
hingga memanpakkan putihnya telapak tanganku dan membuatku terperangah dengan yang ia
lakukan. Aku tak percaya mengapa ia melakukan ini. Aku hanya dapat menatapnya
bergantian dengan lukaku. Aku juga enggan bertanya, di benakku sungguh penasaran dengan
yang akan dilakukannya. Aku mengamatinya dalam diam karena rambutnya yang tertiup
angin membuatku melupakan rasa sakit ini.

You might also like