You are on page 1of 39

Curriculum Vitae

• Nama : DR. Dr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K)


• Pekerjaan : Staf pengajar Divisi Nefrologi,
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
• Riwayat pendidikan:
• 1982 : dokter umum : FK UKI
• 1992 : dokter spesialis anak : FKUI
• 2002 : dokter spesialis anak konsultan : FKUI
• Riwayat pekerjaan:
• 1983 : dokter RSUP Pekanbaru, Riau
• 1984 – 1989 : Kepala Puskesmas Kec. Langgam,
Kabupaten Kampar, Riau
• 1993 – sekarang : staf pengajar Departemen IKA FKUI RSCM
• 1997 : fellow nefrologi di Academisch Ziekenhuis Njimegen,
Nederland
• 1999 – 2002 : sekretaris III PP IDAI
• 2002 – 2008 : sekretaris I PP IDAI
• 2008 – 2014 : sekretaris umum PP IDAI
• 2008 – sekarang : editor Majalah Sari Pediatri
• 2011 – sekarang : editor Majalah Cermin Dunia Kedokteran
• 2012 – 2016 : wakil ketua Ikatan Alumni FK UKI
• 2014 – sekarang : ketua I PP IDAI
• 1999 – sekarang : bendahara KAMAS
• 2014 – sekarang : Ketua Tim PKB Dep. IKA FKUI-RSCM
• 2017 – sekarang : Ketua IKA FAKED UKI
Medico-legal Strategies
in
Dealing with Difficult
Patients

Sudung O. Pardede
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
-Dewan Etik IDAI DKI Jakarta
Jakarta
Ungkapan bahasa Inggris

• The one who works with his hand is a


craftsman
• The one who works with his minds is a
scientist
• The one who works with his heart is an artist
• But the one who works with his hand, mind,
and heart is a doctor
UU nomor 20 tahun 2013
Pendidikan Kedokteran
Pasal 4
Pendidikan Kedokteran bertujuan:
• Menghasilkan dokter dan dokter gigi yang:
– berbudi luhur, bermartabat, bermutu,
– berkompeten, berbudaya menolong, beretika,
– berdedikasi tinggi, profesional,
– berorientasi pada keselamatan pasien,
– bertanggung jawab, bermoral, humanistis, sesuai
dengan kebutuhan masyarakat,
– mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial, dan
– berjiwa sosial tinggi
Mukadimah KODEKI

Sifat mendasar yg melekat pd diri dokter:


– dokter yg baik dan bijaksana
– sifat ketuhanan, kemurnian niat
– keluhuran budi, kerendahan hati
– kesungguhan kerja
– integritas ilmiah dan sosial
– kesejawatan

KODEKI-IDI-Mukadimah
UUPK no 29 tahun 2004
Dokter harus memiliki etik dan moral yang
tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara
terus menerus harus ditingkatkan mutunya
melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,
sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan,
pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
UU No 29 tahun 2004
Penjelasan
• Berkurangnya kepercayaan masyarakat dan
maraknya tuntutan hukum yang diajukan
masyarakat:
diidentikkan dengan kegagalan upaya penyembuhan

• Dokter dengan perangkat ilmu pengetahuan dan


teknologi yang dimilikinya hanya berupaya untuk
menyembuhkan
• Kegagalan penerapan ilmu kedokteran tidak
selalu identik dengan kegagalan dalam tindakan
Hubungan dokter pasien

• Hubungan unik yang memfasilitasi pertukaran


ilmu pengetahuan didasarkan kepercayaan dan
etika
• Hubungan kesepakatan terapeutik dalam suasana
saling percaya serta diliputi oleh emosi, harapan,
dan kekhawatiran (mukadimah KODEKI)
• Hubungan saling percaya menyebabkan pasien
menguraikan hal-ikhwalnya kepada dokter dan
menyerahkan dirinya diperiksa agar dokter dapat
menegakkan diagnosis dan memilih cara
pengobatan
• Hubungan dokter-pasien: pondasi dalam
praktik kedokteran dan juga etika kedokteran
• Deklarasi Jenewa, dokter menyatakan:
”Kesehatan pasien akan selalu menjadi
pertimbangan pertama saya.”
• Kode Etik Kedokteran Internasional
menyebutkan: ”Dokter harus memberikan
kepada pasiennya loyalitas penuh dan seluruh
pengetahuan yang dimilikinya.”
• Undang-undang dan KODEKI:
– dokter adalah pribadi yang baik setiap saat baik
sewaktu memberikan pelayanan kesehatan
maupun di luar tugas
• Anggapan tentang dokter mulai memudar :
– semakin banyak dokter yang dituntut oleh pasien
Ketentuan hukum terkait profesi dokter:
• UUPK
• Undang-undang tentang Rumah Sakit
• Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan
• Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen
• Undang-undang tentang Pendidikan Kedokteran
• Undang-undang Pidana
• Undang-undang Perdata
• Ketentuan lain
UU No 29 tahun 2004
Pasal 39
1. Praktik kedokteran diselenggarakan
berdasarkan pada kesepakatan antara dokter
atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya
untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan
• Hubungan dokter-pasien:
– keselamatan pasien menjadi tujuan utama
– kepentingan terbaik untuk pasien
– sering dilemna pada pasien anak
• Pelayanan kesehatan anak:
– hubungan dokter-pasien menjadi lebih luas
– physician-patients-parents relationship
1. Dalam setiap pelayanan kesehatan selalu melekat
risiko
2. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
memiliki keterbatasan

Agama, nilai-nilai moral dan hukum harus merupakan


pedoman bagi setiap dokter dalam bersikap dan
bertindak sesuai kebenaran yang diyakininya
UU No 29 tahun 2004:
Praktik Kedokteran
Pasal 66:
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya
dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan
secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk
melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak
yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata
ke pengadilan
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
memeriksa dan memberikan keputusan terhadap
pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan
dokter gigi

Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran
etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
meneruskan pengaduan pada organisasi profesi
Risiko yang dihadapi dokter

• Etik : Profesi (MKEK)


• Disiplin : MKDKI
• Masalah hukum : pidana dan perdata
(penegak hukum)
UU nomor 36 tahun 2009
Kesehatan
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi
dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan
bertanggung jawab

Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang
data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan
pengobatan yang telah maupun yang akan
diterimanya dari tenaga kesehatan
Pasal 56
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak
sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan
diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku pada:
– a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat
menular ke dalam masyarakat yang lebih luas
– b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
– c. gangguan mental berat
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya
UU no 44 thn 2009
Rumah Sakit
Pasal 32:
Setiap pasien mempunyai hak
c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi
g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam
maupun di luar Rumah Sakit
j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
Yang harus dijelaskan kepada pasien
• KIE (hak pasien): UU no 44 thn 2009, psl 32
– Diagnosis
– Tata laksana: tujuan, tata cara, alternatif
– Risiko dan komplikasi
– Prognosis
– Efek samping tindakan
– Biaya
• Persetujuan (hak pasien)
-UU no 8 tahun 1999: Perlindugan konsumen, pasal 4
-UUPK no 44 tahun 2009: Rumah sakit, passl 32
Difficult patients
• Pasien sulit: di tempat rawat jalan atau rawat
inap
• Kasus sulit : kasus yang sulit dalam tata laksana
– diagnosis
– terapi (bedah dan non bedah)
• Kasus sulit dapat juga karena:
– masalah komunikasi
– pembiayaan
– sarana prasarana yang belum memadai
– masalah sikap dan perilaku pasien atau keluarga
Kesulitan dalam menentukan diagnosis karena:

• Manifestasi klinis tidak spesifik


• Manifestasi klinis mirip dengan penyakit tertentu
• Kesulitan melakukan pemeriksaan penunjang:
– ketidak tersediaan alat
– kesulitan teknik melakukan pemeriksaan
• Kesulitan melakukan terapi:
– ketidak sediaan obat atau alat
– kesulitan melakukan tindakan
– ketidak sediaan sarana
• Keadaan pasien yang parah dan tidak memungkinkan
dilakukan tindakan
• Keadaan pasien dengan prognosis buruk
• Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dokter
Strategi mengatasi masalah
medikolegal kasus sulit

• Mencegah masalah dalam menangani pasien


sulit: perhatikan:
– hukum perundang-undangan yang berlaku
– Perkonsil nomor 4 tahun 2011 tentang disiplin
professional dokter dan dokter gigi, yang memuat 28
butir pelanggaran disiplin profesional dokter dan
dokter gigi.
• Dalam UUPK no 29 tahun 2004:
– dokter harus mempunya STR yang dikeluarkan KKI dan
SIP yang dikeluarkan pemerintah daerah
Perkonsil nomor 4 tahun 2011
Setiap dokter dilarang
• Melakukan praktik dengan tidak kompeten
• Tidak merujuk pasien kepada dokter lain yang memiliki kompetensi
yang sesuai
• Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang
tidak memiliki kompetensi melakukan pekerjaan tersebut
• Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi kesehatan fisik dan
mental sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien
• Tidak melakukan tindakan medis yang memadai
• Melakukan pemeriksaan dan pengobatan berlebihan yang tidak
sesuai kondisi pasien
Perkonsil nomor 4 tahun 2011…..
• Tidak memberikan penjelasan yang jujur dan etis
kepada pasien
• Melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien
• Tidak membuat rekam medis
• Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri
kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau
keluarga
• Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan
pengetahuan, keterampilan, atau teknologi yang belum
diterima atau di luar tata cara praktik kedokteran yang
layak
• Tidak melakukan pertolongan darutat
Evaluasi kasus
• Menghadapi pasien sulit: evaluasi pasien
– Cara 4 E: engagement, empathy, education, enlistment

• Enggagement: apakah kita sudah melakukan komunikasi baik


dengan pasien?
• Empathy, dengan meyakinkan apakah pasien sudah
mengetahui bahwa pasien sudah dilihat, didengarkan,
dan dipahami
• Edukasi: Apakah pasien sudah memperoleh edukasi
• Enlist: upaya memotivasi pasien untuk menerima
penjelasan atau nasihat dokter
• Pada saat pasien dirawat atau kita tata laksana:
– penjelasan tentang penyakit pasien: diagnosis, terapi,
komplikasi, rencana pemeriksaan, prognosis
– menandatangani informed consent
• Setiap perkembangan pasien diinformasikan
• Konsultasi dengan bidang terkait dengan seijin
pasien/keluarga
• Dapat dibentuk tim medis yang melibatkan
berbagai bidang
• Libatkan komite medik dan komite etik rumah
sakit pihak tertentu
• Semua kegiatan ini tertulis dalam rekam medis
pasien
Menghadapi pasien/keluarganya: perhatikan
sikap dan cara berkomunikasi:

• bersikap gentle
• tunjukkan empati
• pahami bahwa tidak mudah menjadi pasien
• tenangkan dulu pasien sebelum memberikan
penjelasan
• minta maaf atas ketidaknyamanan
(inconvenience)
• dengarkan keluhan pasien tanpa interupsi
• tanggapi keluhan dengan segera
• ajukan pertanyaan terbuka tentang apa yang
dirasakan dan difikirkan pasien
• jangan intervensi ruang pribadi pasien, tidak
perlu pegang/sentuh pasien, hindari perdebatan
• harus sensitif
• gunakan kalimat yang sesuai dengan situasi
• hindari respons defensif
• perhatikan body language
Masalah medikolegal
• Dokter berkoordinasi dengan tim yang terlibat
dengan tata laksana medis maupun non medis
• Upaya tergantung kasus, tidak dapat
menyama ratakan penyelesaian kasus
• Koordinasi dan konsultasi dengan organisasi
profesi (IDI, IDAI)
• Penyelesaian sengketa medik:
– jalur litigasi (peradilan) dan atau jalur non litigasi
(di luar peradilan)
• Jalur litigasi: meminta pertanggung jawaban
dokter sehingga dokter dikenai sanksi pidana,
perdata, maupun administratif
• Penyelesaian non litigasi:
– konsiliasi, negosiasi, dan mediasi
• Konsilisasi:
– penyelesaian masalah dengan kedua belah pihak berupaya
secara aktif mencari penyelesaian dengan bantuan pihak
ketiga
– sering diartikan dengan mediasi, tetapi pada konsiliasi
penyelesaian sengketa terjadi melalui konsensus kedua
belah pihak sedangkan pihak ketiga hanya bertindak netral
• Negosiasi: proses konsensus kedua belah pihak untuk
memperoleh kesepakatan, dan tidak ada pihak ketiga.
• Mediasi: proses negosiasi penyelesaian masalah
dengan bantuan pihak luar yang tidak memihak
(impartial) dan netral membantu memperoleh
kesepakatan sebagai penyelesaian sengketa
• Mediator:
– orang diterima kedua belah pihak
– bertugas membantu kedua belah pihak mencari
penyelesaian sengketa
– menyediakan fasilitas bagi kedua belah pihak
– tidak punya kewenangan membuat keputusan
• Proses mediasi lebih banyak dipilih karena:
– proses penyelesaian relatif cepat
– penyelesaian yang fair karena hasil kompromi
– murah
– bersifat rahasia (confidential)
– hubungan kooperatif
– sama-sama dimenangkan (win-win)
– tidak emosional
Kesimpulan

• Pasien sulit dapat menimbulkan masalah medikolegal


pada saat pasien masih dirawat atau ditata laksana
atau pascarawat atau tata laksana tim medis
• Perlu memenuhi ketentuan yang diamanatkan oleh
ketentuan yang berlaku dalam tata laksana pasien
• Selama tata laksana, perlu komunikasi yang baik
dengan pasien atau keluarga
• Menyelesaikan sengketa medik: jalur litigasi (peradilan)
dan atau jalur non litigasi seperti konsiliasi, negosiasi,
dan mediasi
Terima kasih
• Kemudian dikonsulkan ke neurologi anak di
rumah sakit lain viaatau
telepon dan via surat
• Dokter neurologi anak datang, memeriksa
Mauliate
pasien dan menganjurkan tata laksana yang
dituliskan di lembar jawaban konsul
Semoga ada manfaatnya
• Apa komentar anda tentang
mekanisme konsul ini?

You might also like