You are on page 1of 12

TUGAS PAPER

MANAJEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL


(Teori Dan Strategi Investasi Asing)
Dosen : Prof Dr. H. Marzuki., SE., DEA

DISUSUN OLEH

PERDUTI LESTARI RULIMO

A012172007

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019

Page | 1
BAB I
PENDAHULUAN

Dunia Globalisasi merupakan hal yang sudah tak asing lagi bagi kita. Dunia
globalisasi telah masuk ke semua Negara, tak heran globalisasi membawa hal baik dan
buruk. Globalisasi juga telah berkembang merambat ke dunia perekonomian biasanya
berupa penanaman modal pada suatu sektor industri.
Investasi asing/luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem ekonomi yang
kian mengglobal. Bermula saat sebuah perusahaan dari satu negara menanamkan
modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain. Investasi luar
negeri terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau konstruksi
sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan, atau konstruksi peralatan atau
bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan asing. Penanaman kembali modal
(reinvestment) dari pendapatan perusahaan dan penyediaan pinjaman jangka pendek dan
panjang antara perusahaan induk dan perusahaan anak atau afiliasinya juga dikategorikan
sebagai investasi langsung. Kini mulai muncul corak-corak baru dalam Investasi asing
seperti pemberian lisensi atas penggunaan teknologi tinggi.
Terbentuknya suatu negara memerlukan pengorbanan yang begitu keras, bagaimana
agar bisa menciptakan negara ini sejahtera untuk setiap warga negara yang dinggal di
Indonesia. Pelaksanaan pembangunan ekonomi suatu negara, terutama negara
berkembang atau less-developed countries (LDC) seringkali terbentur oleh ketersediaan
modal yang terbatas dan hal ini menjadi salah satu hambatan utama bagi negara-negara
tersebut untuk melaksanakan pembangunannya.
Pembangunan ekonomi merupakan hal penting yang tentu menjadi tujuan sekaligus
garapan utama pemerintah. Indonesia, sebagai negara berkembang kerap
mempermasalahkan hal ini. Penggarapan pembangunan ekonomi menjadi satu hal utama
yang diusahakan. Mulai dari pembangunan ekonomi daerah hingga pembangunan
ekonomi nasional. Oleh karena itu, banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam
meningkatkan pembangunan ekonomi nasional.
Indonesia memiliki perekonomian yang masih rapuh dan tidak konstan dari waktu
ke waktu. Kondisi seperti ini membuat Indonesia tidak mampu mempertahankan
stabilitas perekonomiannya dari pengaruh internal maupun eksternal. Salah satu
komponen yang terkena imbas dari ketidakmampuan Perekonomian Indonesia mengatasi
guncangan ekonomi dari luar adalah membengkaknya pengeluaran yang dikeluarkan
oleh pemerintah sehingga mengakibatkan defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).Salah satu contoh upaya dari pemerintah yang dapat dilakukan adalah
investasi asing. Investasi Asing merupakan faktor yang menentukan setelah investasi
dalam negeri dicanangkan. Dengan adanya Investasi Asaing pemerintah mendapatkan
penerimaan dari pajak yang digunakan untuk kesejahteraan rakyat seperti yang tercantum
dalam APBN sedangkan masyarakat diuntungkan dengan terbukanya lowongan
pekerjaan.
Investasi asing dapat juga memberikan manfaat tetapi kadang kala investasi asing
mempunyai dampak negatif yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Maka bagi para
investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia di atur dalam Undang-
undang 1945. Contohnya saja saat ini semakin banyak perusahaan asing, gedung-gedung
milik orang asing yang berdiri kokoh di Indonesia atau perkebunan Indonesia yang
dikelola oleh orang asing.

Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN TEORI
1. Teori Keunggulan Komparatif
Teori keunggulan komperatif menyediakan dasar untuk menjelaskan dan
membenarkan perdagangan internasional di dalam sebuah model dunia yang
disumsikan menikmati perdagangan bebas, persaingan sempurna, tidak ada
kepastian, informasi yang bebas biaya, dan tidak ada campur tangan pemerintah.
Eksportir di Negara A menjual barang atau jasa ke importer yang tidak
berhubungan di negara B.

Perusahaan di negara a berspesialisasi dalam membuat produk yang dapat di


produksi dengan relative efisien, berkat anugerah faktor – faktor produksi
Negara A : yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan teknologi. Demikian pula
perusahaan di negara B, dengan faktor – faktor produksi yang di temukan di
negara B. dengan cara ini, total output gabungan A dan B termaksimal.

Cara pembagian manfaat dan kelebihan produksi tergantung pada syarat


perdangangan (terms of trade), yaitu rasio dimana banyaknya jumlah barang
fisik yang diperdagangankan. Bagian setiap negara ditentukan oleh penawaran
dan permintaan dalam pasar persaingan sempurna di kedua negara. Baik,
negara A ataupun negara B tidak lebih buruk sebelum perdagangan, dan
biasanya kedua lebih baik, walapun mungkin tingkatnya berbeda.
2. Ketidaksempurnaan Pasar : Dasar Pemikiran Untuk Keberadaan Perusahaan
Multinasional
MNE berusaha mengambil keuntungan dari ketidaksempurnaan dalam
pasar negara untuk produk, faktor produksi, dan asset – asset keuangan.
Ketidaksempurnaan dalam pasar untuk produk diterjemahkan ke dalam peluang
pasar bagi MNE. Perusahaan internasional besar mampu untuk mengeksploitasi
faktor – faktor peluang pasar bagi MNE. Perusahaan internasional besar lebih
mampu untuk mengeksploitasi faktor – faktor kompetitif semacam ini seperti
skala ekonomi, keahlian manajerial dan teknologi, diferensiasi produk dan
kekuatan financial dibandingkan dengan pesaing lokalnya.
Motif strategis mendorong keputusan untuk berinvestasi diluar negeri dan
menjadi sebuah MNE. Yang dikategorikan :
1.) Pencari pasar memproduksi di pasar asing untuk memuaskan permintaan
lokal atau untuk mengekspor ke pasar diluar pasar asal mereka.
2.) Pencari bahan mentah mengumpulkan bahan mentah dimanapun bahan
tersebut dapat ditemukan, baik untuk eskpor maupun untuk diproses lebih
jauh dan dijual di negara dimana bahan tersebut ditemukan – negara tuan
rumah.
3.) Pencari efiensi produksi. Memproduksi di negara dimana satu atau lebih
faktor produksi harganya masih lebih murah relaitf terhadap produktivitas
mereka.
4.) Pencari ilmu pengetuhuan beroperasi di negara asing untuk memperoleh
akses teknologi atau keahlian manajemen.
5.) Pencari keamanan politik memperoleh atau mendirikan operasi baru di
negara – negara yang tidak akan mengambil alih atau turut campur dalam
perusahaan swasta.

Page | 3
Dalam industri yang dicirikan oleh persaingan oligopolistic diseluruh
dunia, setiap motif strategis yang ada diatas harus disubklasifikasikan ke dalam
investasi proaktif dan defensive. Investasi proaktif dirancang untuk meningkatkan
pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan itu sendiri. Investasi defensive
dirancang untuk meniadakan pertumbuhan dan profitablitas pesaing.
3. Mempertahankan dan Mentransfer Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif haruslah spesifik perusahaan,dapat ditrasnfer dan
cukup kuat untuk mengganti kerugian perusahaan yang timbul dari kerugian
potensial akibat beroperasi diluar negeri (risiko pertukaran valuta asing, risiko
politik, dan meningkatkan biaya agensi). Beberapa keunggulan kompetitif yang
dapat dinikmati oleh MNE adalah :
1.) Cakupan dan Skala Ekonomi
2.) Keahlian manjerial dan pemasaran
3.) Teknologi maju
4.) Kekuatan keuangan
5.) Produk yang terdiferensiasi
6.) Daya saing pasar asal ( Dalam Negeri)

4. Paradigma OLI dan Internasionalisasi


Paradigma OLI adalah suatu usaha untuk menciptakan kerangka kerja
keseluruhanuntuk menjelaskan mengapa sejumlah MNE mengandalkan FDI
(penanaman modal asing) daripada melayani pasar asing melalui berbagai modus
alternative seperti lisensi, aliansi strategi, kontrak manajemen, dan mengekspor.
Paradigma OLI (OLI paradigm) menyatakan bahwa perusahaan pertama-
tama harus memilik keunggulan kompetitif di pasar asalnya – “O” atau owner
specific –yang dapat ditransfer ke luar negeri jika perusahaan ingin sukses dalam
investasi asing langsung. Kedua, perusahaan harus ditarik oleh karakterist spesifik
pasar asing – “L” atau location-speetic -- yang memampukan perusahaan untuk
mengeksploits keunggulan kompetitifnya di pasar tersebut. Ketiga, perusahaan
akan menjaga posisi kompetitifnya dengan berusaha mengendalikan seluruh
rantai nilai di dalam industrinya -- "I” atau internalization. Usaha ini
mengantarkan perusahaan ke FDI alih-alih lisensi atau alih daya.
Penanaman Modal Asing Langsung (FDI) mempunyai eskternalitas positif
seperti masuknya stable inflow of foreign capital, peningkatan kesempatan kerja,
peningkatan pendapatan nasional, perbaikan neraca pembayaran, dan transfer
teknologi dan managerial skill dari perusahaan multinasional. Eksternalitas positif
tersebut merupakan tujuan utama kebijakan pemerintah dalam menarik FDI.
Pendekatan “The OLI Framework” yang dikemukakan oleh Dunning
(1977, 1981, 1988) mengembangkan suatu pendekatan eklektik dengan
memadukan 3 (tiga) teori utama PMA (FDI), yaitu: Teori Organisasi Industrial,
Teori Internalisasi, dan Teori Lokasi. Terdapat 3 (tiga) kondisi yang harus
dipenuhi jika suatu perusahaan melakukan Penanaman Modal Asing, yaitu:

1. Perusahaan harus memiliki beberapa keunggulan kepemilikan dibandingkan


perusahaan lain.
2. Harus lebih menguntungkan dengan memanfaatkan sendiri keunggulan-
keunggulan tersebut daripada menjual atau meyewakan ke perusahaan lain.

Page | 4
3. Harus lebih menguntungkan dengan menggunakan keunggulan tersebut dalam
kombinasi dengan paling tidak beberapa input (faktor) yang berlokasi di luar
negeri.

The OLI Framework yang dikemukakan oleh Dunning diatas memiliki


beberapa kelemahan antara lain tidak dapat menjelaskan lebih jauh eksistensi
perusahaan asing (MNCs), khususnya mengenai perkembangannya terhadap FDI.
Oleh karenanya dibutuhkan model empiris yang dapat mendukung argumen ini
dengan membandingkan data dengan teori yang ada.

5. Memutuskan Dimana Akan Berinvestasi


Pendekatan perilaku terhadap analisis keputusan FDI telah di kembangkan
lebih lanjut oleh pihak yang disebut sebagai para ekonom Aliran Swedia (The
Internatioalization of The Firm : Four Swedidh Case Studies dan The
Internatioalization of The Firm : A Model Of Knowledge Development and
Increasing Foreign Market Commitments, Journal of Management Studies).
Menyatakan berdasarkan proses internasionalisasi dari sejumlah MNE Swedia
yang di amati bahwa perusahaan – perusahaan itu cenderung melakukan investasi
untuk pertama kalinya di negara – negara yang tidak jauh secara psikis. Jarak
psikis yang dekat berarti negara – negara dengan lingkungan budaya, hukum,
institusional yang serupa dengan Swedia. Jarak Psikis memainkan peran dalam
menentukan tahapan FDI serta reinvestasi kelak. Contohnya untuk negara
Indonesia seperti : Contoh 'klasik' FDI semacam ini misalnya adalah perusahaan-
perusahaan pertambangan Kanada yang membuka tambang di Indonesia atau
perusahaan minyak sawit Malaysia yang mengambil alih perkebunan-perkebunan
sawit di Indonesia. Cargill, Exxon, BP, Heidelberg Cement, Newmont, Rio Tinto
dan Freeport McMoRan, dan INCO semuanya memiliki investasi langsung di
Indonesia. Namun demikian, kebanyakan FDI di Indonesia ada di sektor
manufaktur di Jawa, bukan sumber daya alam di daerah-daerah.
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dalam
laporannya yang bertajuk World Investment Report 2018, menunjukkan bahwa
Indonesia tampil sebagai negara dengan kenaikan FDI yang signifikan di kawasan
negara berkembang Asia secara keseluruhan. Arus masuk investasi asing ke
Nusantara tumbuh hampir lima kali lipat menjadi US$23 miliar pada tahun lalu,
membawa Indonesia ke peringkat 16 negara penerima FDI terbesar di dunia dari
sebelumnya berada di peringkat ke-47. Adapun rebound tersebut berangkat dari
basis sangat rendah di level US$4 miliar untuk FDI pada 2016.
UNCTAD memberikan contoh dengan akuisisi yang dilakukan Alibaba
Group terhadap PT Tokopedia, salah satu tiga besar perusahaan e-commerce di
Indonesia, sebesar US$1 miliar. Selain Alibaba, perusahaan China yang lain,
Sinochem, juga ikut membeli aset dalam jumlah besar di Indonesia.(Sumber :
Kabar24.com)

6. Bagaimana Berinvestasi Di Luar Negeri : Modus Keterlibatan Asing


a. Mengekespor Versus Produksi Luar Negeri
Ada beberapa keuntungan yang membatasi aktivitas perusahaan
dalam mengeskpor. Mengeskpor tidak memliki resiko unik yang dihadapi oleh
FDI, Joint Venture, aliansi strategis, dan melisensikan, risiko politik juga
minimal. Biaya agensi, seperti memantau dan mengevaluasi unit asing, dapat

Page | 5
dihindarkan. Jumlah awal dan akhir investasi biasanya lebih rendah dari
modus keterlibatan asing lainnya. Namun, resiko valuta asing tetap ada.
Ada juga kelemahannya, perusahaan tidak mampu menginternalisasi
dan mengeksploitasi riset dan pengembangannya sama efektif pada FDI.
Perusahaan juga menanggung risiko kehilangan pasar kepada peniru dan
pesaing global yang mungkin lebih efisien dalam biaya produksi dan distribusi
di luar negeri.
b. Melisensikan dan Kontrak Manajemen Versus Pengendalian Aset Luar Negeri
Melisensikan (licensing) merupakan metode yang popular bagi
perusahaan – perusahaan domestic untuk mendapatkan keuntungan dari pasar
asing tanpa perlu mengeluarkan dana yang cukup besar. Karena biasanya
produsen asing dimiiki sepenuhnya oleh lokal, risiko politi pun dapat
diminimalkan.
Kekurangan utama lisensi adalah fee lisensi cenderung lebih rendah
daripada keuntungan FDI, meskipun pengembaliannya terhadap investasi
marjinal mungkin lebih tinggi. Kekurangan lain mencakup :
 Kemingkinan hilangnya kendali kualitas
 Munculnya persaingan potensial di pasar negara ke tiga
 Kemungkinan perbaikan teknologi oleh penerima lisensi lokal, yang
kemudian memasukkan pasar negara perusahaan asli
 Kemungkinan hilangnya peluang memasuki pasar lisensi itu kelak dengan
FDI
 Risiko teknologi itu akan di curi
 Biaya agensi tinggi
Kontrak manajemen serupa dengan lisensi dalam hal menyediakan
suatu arus kas dari sumber tanpa investasi asing atau paparan yang signifikan.
Kontrak manajemen mungkin mengurangi risiko politik karena mudah sekali
merepatriasi para manager.
c. Joint Venture Versus Perusahaan yang Dimiliki Secara Penuh
Joint venture (Usaha Patungan) didefinisikan sebagai berbagi
kepemilikan dalam suatu bisnis asing. Sebuah unit bisnis asing yang
sebagiannya dimiliki oleh perusahaan induk biasanya disebut sebagai foreign
affillate (afiliat asing).sebuah unit bisnis asing dengan bagian kepemilikan
50% atau lebih (dan oleh karenanya dikendalikan) oleh perusahaan induk
biasanya disebut dengan foreign subsdiary (anak perusahaan asing).
Beberapa manfaat melakukan joint venture adalah:
– Pembatasan resiko
– Pembiayaan
– Menghemat tenaga
– Rentabilitas
– Kemungkinan optimasi know-how
– Kemungkinan pembetasan kongkruensi (saling ketergantungan)
Meskipun dengan adanya kelebihan joint venture, namun joint
venture tidak selazim anak perusahaan diluar negeri yang dimiliki 100% oleh
MNE takut campur tangan mitra lokla dalam beberapa bidang keputusan kritis
tertentu. Maka ada beberapa konflik potensial yang paling penting adalah :
– Kesalahan dalam menentukan sekutu atau mitra maka akan meningkatkan
resiko politik yang dihadapi.

Page | 6
– Adanya harga transfer produk atau komponen akan menimbulkan konflik
kepentingan antara kedua belah pihak.
– Dapat terjadi perbedaan padangan antar sekutu atau mitra lokal dengan
perusahaan.
d. Greenfield Investment Versus Akuisi
Greenfield investment adalah mendirikan produksi fasilitas jasa yang
dimulai dari bawah atau ke atas yaitu dari lahan kosong (green field).
Sebaliknya, akuisisi lintas batas (cross-border acquisition) didefinisikan
sebagai pembelian perusahaan atau fasilitas berbasis diluar negeri yang sudah
ada.
Dalam suatu bentuk aliansi strategi lintas batas, dua perusahaan sling
mempertukarkan saham kepemilikan. Suatu aliansi strategi dapat berupa
pertahanan pengambilalihan bila tujuan utama nya adalah menempatkan
sebagian sahamnya ditangan yang stabil dan bersahabat. Dalam suatu aliansi
strategi yang lebih komperhensif, selain mempertukarkan saham, mitra – mitra
itu membangun sebuah joint venture tersendiri untuk mengembangkan dan
memproduksi suatu produk atau jasa.

B. CONTOH KASUS YANG TERJADI DI INDONESIA


KASUS PT.INDOSAT
Menerima surat resmi dari negara lain (G to G atau government to government)
adalah salah satu indikasi adanya ketidakpercayaan negara lain terhadap proses hukum
yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Indosat (yang mayoritas sahamnya dimiliki
Qatar) saat ini sedang dikasuskan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait
dugaan penyalahgunaan frekuensi 3G yang melibatkan Indosat dan anak usahanya
Indosat Mega Media (IM2). Sebuah tuduhan yang banyak dibantah oleh berbagai pihak.
Bantahan paling keras dilakukan Masyarakat Telekomunikasi (MasTel) yang
menyatakan bahwa penggunaan frekuensi Indosat oleh IM2 sama sekali tidak melanggar
peraturan.
Menkominfo Tifatul Sembiring juga telah mengirimkan surat ke Presiden SBY
ditembuskan kepada Presiden SBY, Wakil Presiden Boediono, Menkopolhukam, Menko
Perekonomian, Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), terkait kasus yang membelit
Indosat dan IM2. Dalam surat bernomor T684/M.KOMINFO/KU.O4.01/11/2012
tersebut ditegaskan bahwa kerjasama Indosat dan IM2 terkait penyelanggaraan internet
3G di frekuensi 2,1 GHz tidak melanggar aturan.
Padahal dalam UU Telekomunikasi No. 3/1999 Pasal 44 dinyatakan masalah
penyalahgunaan frekuensi diselidiki oleh PPNS Kemenkominfo. Sedangkan di Pasal 36
UU Kejaksaan juga ditegaskan, jaksa harus menghormati instansi lain dalam
melaksanakan kewenangannya.
Bila antar lembaga pemerintah sendiri sudah tidak ada saling percaya terhadap
lembaga pemerintah lainnya, ini preseden buruk bagi negara ini. Wajar bila Qatar
meragukan Indonesia mampu menangani kasus ini dengan baik.
Hingga kini, tidak jelas apa alasan Kejagung seolah memperlambat proses
penanganan kasus IM2. Bahkan untuk tersangka-tersangka yang telah ditetapkan pun
Kejagung masih merahasiakan bukti-bukti yang menunjukkan keterlibatan mereka dalam

Page | 7
kasus ini. Jika bukti sudah ada, kenapa tidak langsung disidangkan agar jelas ‘bersalah
atau tidak’-nya.
Situasi ini jelas membuat industri telekomunikasi berada dalam ketidakpastian
hukum. Jika IM2 & Indosat dinyatakan bersalah, maka seluruh penyedia layanan internet
se-Indonesia juga bisa dinyatakan bersalah. Sebab kerjasama yang perusahaan-
perusahaan ini lakukan untuk menjalankan bisnisnya sama persis dengan perjanjian
bisnis antara Indosat dengan IM2.
Jika diteruskan, efek jangka panjangnya adalah perusahaan-perusahaan asing akan
malas untuk berinvestasi di Indonesia.

ANALISA KASUS PT.INDOSAT:


Kepastian hukum merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung peningkatan
kegiatan FDI di Indonesia. Dalam konteks perdagangan bebas, kepastian hukum dalam
kegiatan FDI merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Hal ini dilatarbelakangi
oleh kenyataan bahwa kebijakan investasi suatu negara dapat mempengaruhi
perdagangan, terutama pada era globalisasi perdagangan dan investasi. Kegiatan
investasi akan mendorong peningkatan aktivitas perdagangan, dan sebaliknya
perdagangan akan mendorong investasi lebih lanjut.8)
Apabila dicermati lebih seksama, ketidakpastian hukum yang dikeluhkan investor
asing tersebut, disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Berlakunya otonomi daerah. Dengan diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah digantikan dengan UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka daerah dapat melaksanakan
otonomi sendiri. Sesuai dengan ketentuan undang-undang tersebut bahwa
penanaman modal merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib
dilaksanakan oleh daerah. Hal ini menyebabkan banyak daerah kabupaten atau kota
yang menerbitkan peraturan daerah untuk mengatur investasi, sehingga terjadi
tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta
antara pemerintah daerah yang satu dengan pemerintah daerah lainnya. Pada
gilirannya, keadaan tersebut justeru membingungkan investor asing karena tidak ada
kepastian hukum.
b. Tidak konsistennya penegakan hukum. Dalam beberapa hal, ketidakpastian hukum
yang dikeluhkan investor asing disebabkan oleh tidak konsistennya penegakan
hukum di Indonesia. Hal ini tampak jelas dalam kasus PT. Asuransi Jiwa Manulife
Indonesia (PT. AJMI). Duta Besar Perancis untuk Indonesia, Herve Ladseus
mengatakan, kasus PT. AJMI merupakan suatu preseden buruk terhadap iklim
investasi di Indonesia, sehingga investor asing akan semakin enggan
menginvestasikan modalnya di Indonesia.
c. Lambannya pemerintah melakukan reformasi hukum investasi. Hal ini didasarkan
pada kenyataan bahwa pemerintah belum melakukan harmonisasi hukum yang
komprehensif terhadap peraturan perundang-undangan investasi dengan perjanjian-
perjanjian internasional di bidang investasi. Sebagai contoh: sampai saat ini,
Indonesia masih membedakan investasi domestik dan investasi asing, padahal
Indonesia merupakan negara anggota WTO yang harus melaksanakan Agreement on
Trade-Related Investment Measures (Perjanjian TRIMs). Keadaan ini menimbulkan
rasa skeptis di kalangan investor asing mengenai komitmen pemerintah Indonesia
untuk melaksanakan aturan-aturan hukum internasional yang telah disepakati.

Page | 8
Faktor lain yang menyebabkan tidak adanya kepastian hukum dalam
penyelenggaraan kegiatan investasi di Indonesia adalah, terbitnya peraturan perundang-
undangan yang tidak mendukung kegiatan dunia usaha. Sebagai contoh adalah,
Keputusan Menaker Nomor 150 Tahun 2000. Daya saing Indonesia untuk menarik
investor asing semakin berkurang dengan terbitnya Kepmenaker Nomor 150 Tahun 2000
tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang
Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian di Perusahaan.
Hal yang menjadi masalah dalam Kepmenaker tersebut adalah, menyangkut
kewajiban perusahaan untuk memberikan pesangon dan penghargaan bagi pekerja yang
mengundurkan diri. Jika diimplementasikan, ketentuan tersebut sangat merugikan dunia
usaha karena perusahaan harus membayar uang penghargaan jasa kepada pekerja yang
mengundurkan diri. Masalah perburuhan ini dianggap sebagai salah satu penyebab
ketidakpastian iklim investasi. Investor tidak akan masuk ke Indonesia apabila ketentuan
perburuhan tidak jelas dan sangat membebani dunia usaha. Apabila Kepmenaker tersebut
tidak direvisi, maka tidak akan ada investor yang berminat untuk menanamkan modal di
Indonesia.
Pasca berlakunya otonomi daerah, keadaan hukum investasi di Indonesia dapat
dikatakan sangat “memprihatinkan”. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa
berdasarkan UU Pemerintahan Daerah, penanaman modal merupakan salah satu bidang
pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten atau kota. Dalam praktik
investasi pasca-otonomi daerah, banyak terjadi konflik kewenangan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah kabupaten atau kota serta konflik kewenangan antar-
pemerintah daerah yang merugikan investor asing. Di satu pihak, penyerahan
kewenangan untuk menangani investasi kepada daerah merupakan langkah positif dalam
rangka mewujudkan otonomi daerah. Namun di lain pihak, hal tersebut justeru
menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor asing. Investor asing mengeluhkan
munculnya gejala tindakan sewenang-wenang pemerintah daerah, antara lain dalam hal
pengaturan izin lokasi investasi. Di samping masalah tersebut, investor juga
mengeluhkan banyaknya pungutan pajak yang harus dibayar dan tumpang tindihnya
regulasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Bahkan sejumlah investor menilai,
pemerintah daerah bertindak sewenang-wenang hanya karena merasa lebih berhak
menentukan siapa yang boleh mendapat izin lokasi.
Banyak faktor yang menimbulkan masalah ketidakpastian hukum dalam
penyelenggaraan investasi pasca-otonomi daerah. Salah satunya adalah karena tidak
adanya kepastian hukum mengenai pengaturan kewenangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah serta kewenangan antar-pemerintah daerah dalam hal penanganan
investasi asing. Sampai saat ini, dalam beberapa hal, antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah terjadi tarik-menarik kewenangan dalam penanganan investasi asing.
Hal ini disebabkan oleh, antara lain, pemerintah pusat belum menerbitkan peraturan yang
jelas dan komprehensif mengenai kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam hal penanganan investasi asing.
Belum adanya pengaturan yang jelas dan komprehensif dalam hal penanganan
investasi asing, menyebabkan investor “bingung,” karena tidak adanya kepastian hukum
sebagai akibat terjadinya konflik kewenangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, serta konflik kewenangan antar-pemerintah daerah dalam
penanganan investasi asing. Selain menyebabkan tidak jelasnya penanganan kegiatan
investasi asing, otonomi daerah juga telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam hal

Page | 9
pungutan pajak dan sejenisnya terhadap investor asing. Di satu pihak, investor asing
harus membayar pajak kepada pemerintah pusat, dan di lain pihak harus membayar
beberapa jenis pungutan baru kepada pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah
yang pada dasarnya bertentangan dengan undang-undang mengenai perpajakan. Hal ini
dikeluhkan investor asing karena akan mengurangi keuntungan yang telah diprediksikan
sebelumnya. Lebih dari itu, pungutan-pungutan baru yang dilakukan pemerintah daerah,
tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Masalah ketidakpastian hukum yang dikeluhkan
investor pasca-otonomi daerah, dipertegas oleh hasil penelitian Komite Pemantauan
Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Hasil penelitian KPPOD menunjukkan, 42%
dari total jawaban responden (kalangan dunia usaha) menyatakan, kepastian hukum
masih rendah. KPPOD melihat masalah ketidakpastian hukum tersebut dari dua aspek,
yaitu terjadi ketidaktetapan peraturan, sehingga “membingungkan” dunia usaha dan
terjadinya ketidakkonsistenan dalam penegakan peraturan.13).
Fakta mengenai tidak adanya kepastian hukum yang dikeluhkan investor asing
semakin nyata dalam konteks penegakan hukum di Indonesia. Hasil survei Political and
Economic Risk Consultancy Ltd., menunjukkan bahwa Indonesia paling buruk dalam
skor sistem hukum di Asia. Indonesia berada pada posisi teratas dengan skor hampir
mencapai angka 10. Tidak adanya kepastian hukum, menyebabkan investor asing merasa
tidak nyaman untuk menginvestasikan dananya di Indonesia.

Page | 10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat kami ambil adalah bahwa Investasi asing sendiri
mempunyai peranan yang penting untuk mendukung pertumbuhan maupun
perkembangan perekonomian. Ketidaksepurnaan dalam pasar negara untuk
produksi, faktor produksi dan asset keuangan yang diterjemahkan sebagai
peluang perusahaan Multinasional untuk melakukan investasi. Agar dapat
melakukan investasi diluar negeri, perusahaan harus memiliki keunggulan
kompetitif yang berasal dari skala dan cakupan ekonomi yang muncul dari
ukuran yang besar, keahlian manajerial dan pemasaran, teknologi yang unggul,
kekuatan keuangan, produk yang terdiferensiasi,dan daya saing pasar dari negara
asal.
Untuk dapat menarik banyak investor untuk menanamkan modalnya di
suatu negara, pihak negara juga harus dapat memberikan dukungan seperti akses
yang mudah baik administratif dan transportasi, maupun kerjasama yang baik
antara pihak investor dan pemerintah Indonesia serta masyarakat.

B. STANDING POSITION
Investasi asing dapat mendorong perekonomian sehingga dapat
berdampak positif bagi pertumbuhan perekonomian jika investasi tersebut
digunakan untuk membuka lapangan kerja dan investasi dibidang pembangunan
yang pada akhirnya dapat mendorong suatu perekonomian, sedangkan
menghambat pertumbuhan atau yang akan berdampak buruk pada perekonomian
apabila investasi asing tersebut tidak dipergunakan secara maksimal karena
masih kurangnya fungsi pengawasan dan integritas atas penanggung jawab
investasi itu sendiri. Itulah yang akan mengakibatkan investasi tersebut dapat
bermanfaat atau tidak pada perekonomian.

Page | 11
DAFTAR PUSTAKA

Eiteman David K. Manajemen keuangan multinasioal. Edisi Kesebelas, Jilid Kedua.


Erlangga : 2002

https://ekonomi.bisnis.com/read/20180606/9/803910/fdi-naik-signifikan-indonesia-
raih-peringkat-16-negara-penerima-fdi-terbesar-dunia-

Page | 12

You might also like