Professional Documents
Culture Documents
Tulalit
Karena Hidup nggak selalu bisa dipahami
Theresia Roelen
Tulalit
Publisher
Nulis Buku
E-mail:
tere7880@yahoo.com
Twitter:
@nonieroelen
Desain Sampul:
Ayudya Ariana
Tulalit│2
Theresia Roelen
Tulalit │3
Theresia Roelen
Tulalit│4
Theresia Roelen
Tulalit │5
Theresia Roelen
Tulalit│6
Theresia Roelen
Tulalit │7
Theresia Roelen
Tulalit│8
Theresia Roelen
Tulalit │9
Theresia Roelen
***
Siang itu sehabis pulang sekolah dan maen basket, Ario
dan Surya pulang bareng. Meskipun dulu kepala Ario
pernah kesambit bola basket, dia nggak lantas kapok.
Tapi karena tubuhnya yang gempal dan kurang lincah jadi
Ario nggak pernah kebagian bola untuk dimasukkan ke
ring. Walaupun begitu Ario tetep seneng. Yang penting
dia bisa lari-lari ngitarin lapangan basket sekalian bakar
kalori.
“Yo, lu laper nggak?” tanya Surya. Sahabat sehidup
semati Ario ini punya wajah lumayan ganteng meskipun
nggak seganteng Lee Min Ho, artis Korea itu. Tapi paling
nggak badannya tinggi dan atletis karena dia suka maen
basket.
“Laperlah, Sur. Udah siang kan sekarang. Udah
waktunya makan.”
“Lu nggak dijemput kan hari ini? Makan gado-gado
dulu yuk, Yo. Abis itu lu gue anterin pulang," ajak Surya.
“Ayo.” Ario nggak pernah nolak kalo diajak makan.
Apalagi kalo pake kabel alias kagak beli. Tapi kalo sama
Surya sih nggak ada istilah 'kabel' buat Ario soalnya duit
Surya juga pas-pasan. Yang ada malahan Surya suka
numpang makan di rumah Ario.
Gado-gado Mak Ratih terkenal enak di sekitar
kompleks sekolah itu. Bahkan sekarang pembelinya
Tulalit│10
Theresia Roelen
Tulalit │11
Theresia Roelen
Tulalit│12
Theresia Roelen
“Sur, Sur, gue rasa lu yang tulalit deh. Gue kan hanya
mastiin aja kalo Mak Ratih itu nggak hanya jualan gado-
gado doang. Siapa tau sekarang dia udah diversifikasi
produk. Nggak salah kan gue?” tanya Ario dengan nada
agak tinggi. Dia kesel juga dibilang tulalit sama Surya
tadi.
Asal tau aja ya, meskipun Ario tulalit, tapi dia ini
punya kosa kata yang banyak. Rupanya sisa-sisa
kejeniusannya dulu masih ada yang nyangkut di otaknya.
Mendengar nada suara Ario meninggi, yang
sebenarnya jarang banget dia bisa kayak gitu, Surya
memilih diam dan mengalah. Mak Ratih pun melanjutkan
nguleknya meskipun masih rada mangkel sama Ario gara-
gara keselek. Ario pun memilih pulang daripada makan.
Lagian kan Mak Ratih nggak jual soto ayam.
“Yo! Yo! Lu mau kemana?” tanya Surya.
“Ngukur jalan!” jawab Ario ketus.
“Ngukur jalan gimana, Yo?” tanya Surya.
“Nah, nah, sekarang gue mau tanya sama lu. Siapa
yang tulalit? Lu atau gue? Masak ngukur jalan aja nggak
ngerti. Apa harus gue jelasin!" kata Ario.
Lalu dia pergi ninggalin Surya yang masih bengong
menatap kepergiannya.
***
Surya bengang-bengong aja di meja makan. Dia nggak
menyentuh makan malamnya. Ibu bingung. Tumben
anaknya nggak menyentuh makanan kesukaannya. Dan
kalau dilihat dari wajahnya, Surya kelihatan sedih. Ibu
mikir jangan-jangan Surya baru putus sama pacarnya.
Tapi ibu meralat pikirannya sendiri. Setau ibu, Surya kan
Tulalit │13
Theresia Roelen
Tulalit│14
Theresia Roelen
Tulalit │15
Theresia Roelen
Tulalit│16
Theresia Roelen
Tulalit │17
Theresia Roelen
Tulalit│18
Theresia Roelen
Tulalit │19
Theresia Roelen
Tulalit│20