Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
HALUSINASI Page 1
BAB 2
PEMBAHASAN
HALUSINASI Page 2
c. Faktor sosial budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya
(peperangan atau kerusuhan) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress. Isolasi sosial pada yang lanjut usia, cacat, sakit kronis, dan
tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.2
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, pasien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan.2
HALUSINASI Page 3
Rentang respon halusinasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini2:
Adaptif Maladaptif
HALUSINASI Page 4
6. Halusinasi Kecap (Gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu
seperti rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh
kejang; paling sering pada gangguan organik.1,4
7. Halusinasi Raba (Taktil; Haptik): persepsi palsu tentang perabaan atau
sensasi permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom
limb), sensasi adanya gerakan pada atau dibawah kulit (kesemutan).1,4
8. Halusinasi Somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di
dalam atau terhadap tubuh, paling sering berasal dari visceral (halusinasi
kenestetik).1,4
9. Halusinasi Liliput: persepsi yang palsu dimana benda-benda tampak
lebih kecil ukurannya (mikropsia).1,4
10. Halusinasi yang sejalan dengan mood (Mood-Congruent
Hallucination): Halusinasi dimana isi halusinasi adalah konsisten dengan
mood yang tertekan atau manik (contoh: pasien yang mengalami depresi
mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien adalah orang jahat;
seorang pasien manik mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien
memiliki harga diri, kekuatan dan pengetahuan yang tinggi).1
11. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (Mood-Incongruent
Hallucination): halusinasi dimana isinya tidak konsisten dengan mood
yang tertekan atau manik (contoh: pada depresi, halusinasi tidak
melibatkan tema-tema tersebut seperti rasa bersalah, penghukuman yang
layak diterima atau ketidakmampuan; pada mania, halusinasi tidak
mengandung tema-tema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang
tinggi).1
12. Halusinosis: halusinasi, paling sering adalah halusinasi dengar, yang
berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronis dan terjadi dalam
sensorium yang jernih, berbeda dengan delirium tremens (DTs), yaitu
halusinasi yang terjadi dalam konteksa sensorium yang berkabut.1
13. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain
(contoh; suatu sensasi audiotoris yang disertai atau dicetuskan oleh suatu
sensasi visual; suatu bunyi dialami sebagai dilihat, atau suatu penglihatan
dialami sebagai di dengar).1
HALUSINASI Page 5
14. Trailing Fenomenon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-
obat halusinogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan
citra yang terpisah dan tidak kontinu.1
HALUSINASI Page 6
alkohol dan hipnotika-sedatif. Halusinasi yang timbul hanya pada saat pasien tidur
(hipnogogik) atau saat terbangun dari tidur (hipnopompik) biasanya tidak
dianggap patologik.3
Perilaku halusinasi konsisten dengan hasil-hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa orang-orang cenderung mengalami halusinasi lebih sering
pada saat sedang tidak mengerjakan apa-apa atau dalam keadaan terhalangi dari
input-input sensorik.2
Intoksikasi dengan halusinogenika, kokain, amfetamin, atau stimulansia
lain dapat menyebabkan halusinasi, demikian juga peristiwa putus zat alkohol,
dan hipnotika-sedatif. Banyak medikasi lain dapat menyebabkan timbulnya
halusinasi sebangian efek samping. Kondisi gangguan organik seperti epilepsi
sering berkaitan dengan halusinasi juga.Delirium juga dapat disertai oleh
halusinasi sebagai gambaran klinis. Obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit Parkinson (contohnya: L-dopa) dapat menyebabkan halusinasi.3
Halusinasi juga merupakan gejala dari beberapa gangguan psikiatrik,
seperti skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan skizoafektif, mania,
depresi psikotik, gangguan kepribadian ambang, psikosis reaktif sejenak, dan
gangguan psikotik yang disengaja (induced psychotic disorder). Pada beberapa
budaya, dalam keadaan yang tidak biasa, halusinasi tertentu dianggap normal,
contohnya mendengar suara atau melihat banyangan dari seseorang yang telah
meninggal yang amat dicintainya terutama saat dukacita dan berkabung. Tetapi,
biasanya pasien sadar bahwa itu semua merupakan halusinasi yang tidak berdasar
pada kenyataan. Tetapi pada beberapa orang berpura-pura berhalusinasi dalam
keadaan tertentu demi keuntungan sekunder (contohnya untuk menghindari dari
hukuman dan tuntutan tertentu).3
HALUSINASI Page 7
c. Mania dengan psikosis
d. Depresi berat dengan psikosis
e. Penggunaan alkohol dan obat yang salah, misalnya obat yang bersifat
halusinogenik-LSD magic mushroom
f. Delirium hebat ( gawat darurat media/intoksikasi alkohol akut). 2
Medis, antara lain:
a. Epilepsi, misalnya lobus temporalis
b. Space-occupying lesion
c. Delirium gangguan metabolik, misalnya gagal hati
d. Infeksi—ensefalitis
e. Trauma kepala.2
HALUSINASI Page 8
Halusinasi yang diduga dapat diatasi secara mudah dan cepat (misalnya,
halusinosis halusinogenik atau timbul karena dukacita dan berkabung)
dapat diobati dengan benzodiazepin. Penenangan pasien agitatif dapat
dilaksanakan dengan benzodiazepin dan antipsikotika, keduanya dapat
mengatasi secara cepat gangguan perilakunya.3
Antidepresiva, litium (Eskalith, Priadel, Teralithe) dan antikonvulsiva
biasanya tidak diberikan dalam UGD tetapi harus diberikan bila pasien
sebelumnya memang sudah menggunakan obat itu, karena khasiatnya
baru timbul setelah penggunaan beberapa saat minimal 2-3 minggu dan
sesuai dengan kepatuhan.3
HALUSINASI Page 9
BAB 3
KESIMPULAN
HALUSINASI Page 10
DAFTAR PUSTAKA
HALUSINASI Page 11