You are on page 1of 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Halusinasi adalah persepsi sensoris palsu yang tidak disertai dengan
stimuli eksternal yang nyata.1
Halusinasi merupakan kasus yang paling banyak terjadi pada orang
dengan gangguan jiwa yakni sekitar 70% kasus skizofrenia diantaranya
mengalami halusinasi sehingga dapat berakibat fatal karena beriko tinggi untuk
merugikan dan merusak diri pasien sendiri, orang lain di sekitarnya dan juga
lingkungannya.2
Halusinasi terbagi atas beberapa tipe tergantung dari jenis pancaindera
pasien yang terlibat baik melalui indera pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecap, dan peraba.3 Jika individu yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengindentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima pancaindera, sedangkan pada orang dengan halusinasi mempersepsikan
suatu stimulus pancaindera walaupun stimulus tersebut tidak ada.2
Halusinasi dapat berupa suara-suara ataupun gambaran-gambaran, tetapi
yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang
mempengaruhi tingkah laku orang tersebut, sehingga menghasilkan respon
tertentu seperti: bicara sendiri, bertengkar, adanya respon lain yang
membahayakan, dan orang tersebut dapat bersikap mendengarkan suara halusinasi
tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara
atau pada benda mati.2

HALUSINASI Page 1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Halusinasi


Halusinasi adalah persepsi sensoris palsu yang tidak disertai dengan
stimuli eksternal yang nyata; mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi
waham tentang pengalaman halusinasi.1 Halusinasi adalah persepsi atau
tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan stimulus eksternal yang nyata:
menghayati gejala-gejala yang dikhayalkan sebagai hal yang nyata.4 Halusinasi
merupakan penginderaan tanpa sumber rangsang eksternal. Hal ini dibedakan dari
distorsi atau ilusi yang merupakan tanggapan salah dari rangsang yang nyata ada.
Pasien merasakan halusinasi sebagai sesuatu yang amat nyata, paling tidak untuk
suatu saat tertentu.3

2.2 Etiologi Halusinasi


Etiologi Halusinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis
Gangguan perkembangan fungsi otak dan susunan saraf pusat dapat
menimbulkan gangguan realitas. Gejala yang mungkin muncul adalah
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku
menarik diri.2
b. Faktor psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan pasien sangat memperngaruhi
respon psikologis pasien. Sikap atau kejadian yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
kekerasan dalam kehidupan pasien, mudah kecewa, putus asa,
kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping dekstruksi.2

HALUSINASI Page 2
c. Faktor sosial budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya
(peperangan atau kerusuhan) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress. Isolasi sosial pada yang lanjut usia, cacat, sakit kronis, dan
tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.2
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, pasien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan.2

2.3 Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang neurobiologis. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif.
Jika individu yang sehat persepsinya akurat, mampu mengindentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
pancaindera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan),
pasien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun
sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah
respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Pasien
mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca
indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.2

HALUSINASI Page 3
Rentang respon halusinasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini2:

Adaptif Maladaptif

-Pikiran logis -Kadang pikiran terganggu -Gangguan proses


pikir/delusi
-Persepsi akurat -Ilusi -Halusinasi
-Emosi konsisten -Emosi berlebihan/kurang -Tidak mampu
dengan pengalaman mengalami emosi
-Perilaku sesuai -Perilaku yang tidak biasa -Perilaku tidak
terorganisir
-Hubungan sosial -Menarik diri -Isolasi sosial
positif

2.4 Klasifikasi dari Halusinasi


Klasifikasi halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Halusinasi Hipnagogik: persepsi sensoris palsu yang terjadi saat akan
tertidur; biasanya dianggap sebagai fenoma yang non patologis.1,4
2. Halusinasi Hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat terbangun
dari tidur; biasanya dianggap tidak patologis.1,4
3. Halusinasi Dengar (Auditoris): persepsi bunyi yang palsu, biasanya
suara tetapi juga bunyi-bunyi yang lain, seperti musik; merupakan
halusinasi yang paling sering pada gangguan psikiatri.1,4
4. Halusinasi Visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra
yang berbentuk (contoh: orang) dan citra tidak berbentuk (contoh: kilatan
cahaya) paling sering pada gangguan organik.1,4
5. Halusinasi Cium (olfaktorius): persepsi membau yang palsu; paling
sering pada gangguan organik.1,4

HALUSINASI Page 4
6. Halusinasi Kecap (Gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu
seperti rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh
kejang; paling sering pada gangguan organik.1,4
7. Halusinasi Raba (Taktil; Haptik): persepsi palsu tentang perabaan atau
sensasi permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom
limb), sensasi adanya gerakan pada atau dibawah kulit (kesemutan).1,4
8. Halusinasi Somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di
dalam atau terhadap tubuh, paling sering berasal dari visceral (halusinasi
kenestetik).1,4
9. Halusinasi Liliput: persepsi yang palsu dimana benda-benda tampak
lebih kecil ukurannya (mikropsia).1,4
10. Halusinasi yang sejalan dengan mood (Mood-Congruent
Hallucination): Halusinasi dimana isi halusinasi adalah konsisten dengan
mood yang tertekan atau manik (contoh: pasien yang mengalami depresi
mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien adalah orang jahat;
seorang pasien manik mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien
memiliki harga diri, kekuatan dan pengetahuan yang tinggi).1
11. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (Mood-Incongruent
Hallucination): halusinasi dimana isinya tidak konsisten dengan mood
yang tertekan atau manik (contoh: pada depresi, halusinasi tidak
melibatkan tema-tema tersebut seperti rasa bersalah, penghukuman yang
layak diterima atau ketidakmampuan; pada mania, halusinasi tidak
mengandung tema-tema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang
tinggi).1
12. Halusinosis: halusinasi, paling sering adalah halusinasi dengar, yang
berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronis dan terjadi dalam
sensorium yang jernih, berbeda dengan delirium tremens (DTs), yaitu
halusinasi yang terjadi dalam konteksa sensorium yang berkabut.1
13. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain
(contoh; suatu sensasi audiotoris yang disertai atau dicetuskan oleh suatu
sensasi visual; suatu bunyi dialami sebagai dilihat, atau suatu penglihatan
dialami sebagai di dengar).1

HALUSINASI Page 5
14. Trailing Fenomenon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-
obat halusinogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan
citra yang terpisah dan tidak kontinu.1

2.5 Gambaran Klinis Halusinasi


Halusinasi berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas
seperti halusinasi pendengaran, penglihatan, somatik, penciuman atau pengecapan
yang dapat dibedakan dengan jelas. Lamanya, situasi saat terjadinya, dan
interpretasi dari arti halusinasi itu amat penting. Pengalaman halusinasi dan
interpretasi waham (anggapan salah yang kokoh dipertahankan) dari halusinasi itu
perlu diperhatikan. Halusinasi sering terjadi dalam beberapa indera secara
multipel dan sering berhubungan dengan waham dan penilaian yang salah.3
Halusinasi muncul sebagai suatu proses panjang yang berkaitan erat
dengan kepribadian seseorang. Oleh karena itu, halusinasi selalu dipengaruhi oleh
pengalaman-pengalaman psikologis seseorang. Misalnya rasa ketakutan dapat
memunculkan halusinasi penglihatan tentang binatang-binatang yang menakutkan
sedangkan halusinasi bau hanya berkaitan dengan aspek moral dimana bau harum
terkait dengan moralitas baik, sedangkan bau anyir/busuk terkait dengan moralitas
buruk. Halusinasi juga sering terjadi dalam beberapa indera secara multiple dan
sering berhubungan dengan waham dan penilaian yang salah.2
Halusinasi perlu dibedakan dari ilusi.Ilusi merupakan persepsi dengan
dasar yang kuat pada rangsangan luar, tetapi salah interpretasinya. Sering timbul
dalam keadaan emosi meninggi, sebagai contohnya orang yang berjalan di jalan
sendirian di malam hari, merasa agak takut dan mengelirukan bayangan bagi
gambaran manusia.2

2.6 Diagnosis Halusinasi


Halusinasi merupakan gejala psikotik; keberadaannya memerlukan suatu
diagnosis sebelum pengobatan dapat diberikan. Halusinasi visual, olfaktorik, dan
gustatorik yang paling sering dijumpai pada gangguan organik (contoh: epilepsi
temporalis). Halusinasi taktil berupa kutu yang merayap diatas atau di bawah
kulit (formikasi) sering dijumpai pada keadaan intoksikasi kokain, keadaan putus

HALUSINASI Page 6
alkohol dan hipnotika-sedatif. Halusinasi yang timbul hanya pada saat pasien tidur
(hipnogogik) atau saat terbangun dari tidur (hipnopompik) biasanya tidak
dianggap patologik.3
Perilaku halusinasi konsisten dengan hasil-hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa orang-orang cenderung mengalami halusinasi lebih sering
pada saat sedang tidak mengerjakan apa-apa atau dalam keadaan terhalangi dari
input-input sensorik.2
Intoksikasi dengan halusinogenika, kokain, amfetamin, atau stimulansia
lain dapat menyebabkan halusinasi, demikian juga peristiwa putus zat alkohol,
dan hipnotika-sedatif. Banyak medikasi lain dapat menyebabkan timbulnya
halusinasi sebangian efek samping. Kondisi gangguan organik seperti epilepsi
sering berkaitan dengan halusinasi juga.Delirium juga dapat disertai oleh
halusinasi sebagai gambaran klinis. Obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit Parkinson (contohnya: L-dopa) dapat menyebabkan halusinasi.3
Halusinasi juga merupakan gejala dari beberapa gangguan psikiatrik,
seperti skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan skizoafektif, mania,
depresi psikotik, gangguan kepribadian ambang, psikosis reaktif sejenak, dan
gangguan psikotik yang disengaja (induced psychotic disorder). Pada beberapa
budaya, dalam keadaan yang tidak biasa, halusinasi tertentu dianggap normal,
contohnya mendengar suara atau melihat banyangan dari seseorang yang telah
meninggal yang amat dicintainya terutama saat dukacita dan berkabung. Tetapi,
biasanya pasien sadar bahwa itu semua merupakan halusinasi yang tidak berdasar
pada kenyataan. Tetapi pada beberapa orang berpura-pura berhalusinasi dalam
keadaan tertentu demi keuntungan sekunder (contohnya untuk menghindari dari
hukuman dan tuntutan tertentu).3

2.7 Diagnosis Banding Halusinasi


Diagnosa banding dari pada gangguan persepsi halusinasi adalah sebagai
berikut:
Psikiatrik, antara lain:
a. Skizofrenia
b. Gangguan skizoafektif

HALUSINASI Page 7
c. Mania dengan psikosis
d. Depresi berat dengan psikosis
e. Penggunaan alkohol dan obat yang salah, misalnya obat yang bersifat
halusinogenik-LSD magic mushroom
f. Delirium hebat ( gawat darurat media/intoksikasi alkohol akut). 2
Medis, antara lain:
a. Epilepsi, misalnya lobus temporalis
b. Space-occupying lesion
c. Delirium gangguan metabolik, misalnya gagal hati
d. Infeksi—ensefalitis
e. Trauma kepala.2

2.8 Penatalaksanaan Halusinasi


 Pemeriksaan psikiatri lengkap
 Singkirkan gangguan organik
 Obat antipsikosis untuk psikosis
Penggolongan Antipsikosis:
1.Obat Anti-Psikosis tipikal (Typical Anti Psychotics)
a.Phenothiazine
- Rantai Aliphatic : Chlorpromazine, Levomepromazine
- Rantai Piperazine : Perphenazine, Trifluoperazine
- Rantai Piperidine : Thioridazine
b.Butyrophenone : Haloperidol
c.Diphenyl-butyl piperidine : Pimozide
2.Obat Anti-Psikosis Atipikal (Atipical Anti Psychotics)
a.Benzamide : Sulpiride
b. Dibenzodiazepine : Clozapine, Olanzapine, Quetiapine
c.Benzisaxazole : Risperidone
 Obat antipsikosis baru akan bekerja dalam 10-14 hari, namun sementara
itu dapat menyebabkan sedasi. Pasien memerlukan rawat inap dan
pemantauan.2

HALUSINASI Page 8
 Halusinasi yang diduga dapat diatasi secara mudah dan cepat (misalnya,
halusinosis halusinogenik atau timbul karena dukacita dan berkabung)
dapat diobati dengan benzodiazepin. Penenangan pasien agitatif dapat
dilaksanakan dengan benzodiazepin dan antipsikotika, keduanya dapat
mengatasi secara cepat gangguan perilakunya.3
 Antidepresiva, litium (Eskalith, Priadel, Teralithe) dan antikonvulsiva
biasanya tidak diberikan dalam UGD tetapi harus diberikan bila pasien
sebelumnya memang sudah menggunakan obat itu, karena khasiatnya
baru timbul setelah penggunaan beberapa saat minimal 2-3 minggu dan
sesuai dengan kepatuhan.3

HALUSINASI Page 9
BAB 3

KESIMPULAN

Halusinasi adalah persepsi sensoris palsu yang tidak disertai dengan


stimuli eksternal yang nyata. Halusinasi juga muncul sebagai suatu proses panjang
yang berkaitan erat dengan kepribadian seseorang, karena itu halusinasi selalu
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis seseorang.
Halusinasi merupakan kasus yang paling banyak terjadi pada orang
dengan gangguan jiwa yakni sekitar 70% kasus skizofrenia diantaranya
mengalami halusinasi sehingga dapat berakibat fatal karena beriko tinggi untuk
merugikan dan merusak diri pasien sendiri, orang lain di sekitarnya dan juga
lingkungannya.
Halusinasi terbagi atas beberapa tipe tergantung dari jenis pancaindera
pasien yang terlibat baik melalui indera pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecap, dan peraba
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang neurobiologist.Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif.Jika individu yang sehat persepsinya akurat, mampu mengindentifikasi
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
pancaindera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan),
pasien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun
sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.

HALUSINASI Page 10
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock. Gangguan Persepsi. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta:


Bina Rupa Aksara. 2010. 476-477.
2. Marlindawani, Jenny dkk. Gangguan Persepsi. Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU
Press.2008. 80-102.
3. Kaplan, Sadock. Halusinasi. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Pocket
Handbook of Emergency Psychiatric Medice). Jakarta : WidyaMedika.1998.
267-275
4. Dharmono, Suryo. Tanda dan Gejala Klinis Psikiatri. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2010. 60-70

HALUSINASI Page 11

You might also like