Professional Documents
Culture Documents
Kelas A 2016
Senin, 13.00-16.00
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
I. Tujuan
1.1 Menentukan kadar natrium dalam urin dengan menggunakan Flame Atomic
Emission Spectroscopy (AES).
II. Prinsip
2.1 Spektroskopi Emisi Atom
Prinsip pemerikasaan spektrofometer emisi atom adalah sampel yang
diencerkan dengan cairan pengencer yang berisi litium atau cesium, kemudian
dihisap dan dibakar pada nyala gas propan. Ion natrium, kalium, litium, atau
sesium bila mengalami pemanasan akan memancarkan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu (natrium berwarna kuning dengan panjang
gelombang 589 nm, kalium berwarna ungu dengan panjang gelombang 768
nm, litium 671 nm dan sesium 825 nm. Pancaran cahaya akibat pemanasan
ion dipisahkan dengan filter dan dibawa ke detector sinar (Mahesh Kumar G
et al, 2014).
III. Reaksi
-
VI. Prosedur
6.1 Pembuatan Larutan Stok Natrium Baku 100 ppm
Dengan tepat (hingga 0,1 mg) ditimbang 63,586 g NaCl baku dengan
wadah plastic. Dipindahkan ke dalam labu ukur 25 mL yang telah dibilas
dengan air deionisasi. Ditambahkan 10 mL air deionisasi ke labu dan kocok
hingga larut, kemudian ditambahkan hingga tanda batas.
(10)
- Kalibrasi kedua - Didapatkan hassil
dilakukan dengan pembacaan meter
menempatkan sampel stabil pada kalibrasi ke
di antara dua larutan dua.
baku yang yang
pembacaannya sesuai
dengan sampel.
- Mengulang - Didapatkan
keseluruhan proses pembacaan hasil
kalibrasi dan tiga pengulangan.
pengulangan
pembacaan sebanyak
minimal 1 atau 2 kali.
10 y = 0.0824x + 1.7609
R² = 0.9948
8
6
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)
= 0,125 ml
= 125 µl
25
Faktor pengenceran (fp) = 0,125 = 200
7.6 Konversi Nilai Rujukan Natrium Dalam Urin (40 – 220 mmol/L)
1. 40 mmol
40 mmol = 0,04 mol
𝑔𝑟𝑎𝑚
mol = 𝐴𝑟
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,04 mol = 23
2. 220 mmol
220 mmol = 0,22 mol
𝑔𝑟𝑎𝑚
mol = 𝐴𝑟
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,22 mol = 23
1. NPM 037
y = 0,0824x + 1,7609
5 = 0,0824x + 1,7609
5−1,7609
X= = 39,309 ppm
0,0824
2. NPM 039
y = 0,0824x + 1,7609
4 = 0,0824x + 1,7609
4−1,7609
X= = 27,173 ppm
0,0824
5434
%kadar = 1.000.000 x 100% = 0,543%
27,173
%kadar = x 100% = 0,543% (tanpa fp)
5000
0,543 𝑔
0,543% = = 543 mg/dL
100 𝑚𝑙
3. NPM 040
y = 0,0824x + 1,7609
3 = 0,0824x + 1,7609
3−1,7609
X= = 15,037 ppm
0,0824
3007
%kadar = 1.000.000 x 100% = 0,3 %
15,037
%kadar = x 100% = 0,3 % (tanpa fp)
5000
0,3 𝑔
0,3 % = 100 𝑚𝑙 = 300 mg/dL
IX. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penentuan kadar natrium dalam sampel urin
dengan menggunakan instrume FES (Flame-Emission Spectroscopy). Tujuan
dilakukannya pengujian ini adalah untuk mengetahui dan menentukan kadar
kalium serta natrium yang terkandung di dalam sampel urin menggunakan FES
(Flame-Emission Spectroscopy).
Atomic Emission Spectroscopy (AES) adalah suatu metode pengukuran
yang digunakan dalam analisis logam baik secara kualitatif maupun kuantitatif,
khususnya logam yang mudah tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi pada
suhu api yang relatif rendah (misalnya Na, K, Rb, Cs, Ca, Ba, Cu) yang didasarkan
pada pemancaran sinar atau emisi sinar pada panjang gelombang yang
karakteristik untuk menganalisa suatu unsur. Untuk pengukuran kualitatif, diukur
sinar yang dipancarkan memiliki energi tertentu dan spesifik untuk suatu unsur,
sedangkan untuk pengukuran kuantitatif yang diukur adalah intensitas sinar
dimana intensitas sinar sebanding dengan konsentrasi unsur.
Prinsip dari analisa AES ini adalah apabila atom suatu unsur ditempatkan
dalam suatu sumber energi kalor (sumber pengeksitasi), maka elektron di orbital
paling luar atom tersebut yang tadinya dalam keadaan dasar atau ‘ground state’
akan tereksitasi ke tingkat-tingkat energi elektron yang lebih tinggi. Pada saat
tereksitasi ini, elektron menjadi tidak stabil sehingga elektron akan berusaha
kembali ke tingkat energi dasar, ketika inilah kelebihan energi yang dimiliki saat
masih dalam keadaan tereksitasi akan diemisi berupa emisi sinar dengan panjang
gelombang yang khas dalam hal ini sampel yang digunakan adalah natrium
sehingga akan memancarkan nyala berwarna kuning pada panjang gelombang
589-589,6 nm.
Metode Flame Atomic Emission Spectroscopy untuk sumber pengeksitasi
atom suatu unsur diperlukan suatu sumber energi kalor yang mampu
mengeksitasikan elektron di orbital paling luar dari atom tersebut ke tingkat energi
atom yang lebih tinggi. Pada AES, sumber pengeksitasinya adalah nyala api gas,
tetapi kelemahan dari nyala api ini adalah energi kalor yang dihasilkannya relatif
rendah. Misalnya campuran gas Acetilen dan O2 murni hanya akan menghasilkan
suhu sekitar 3000oC (Karl Slickers, 1993).
Dalam Flame Atomic Emission Spectroscopy (AES), larutan sampel diubah
menjadi bentuk aerosol halus dan diperkenalkan ke dalam flame dan akan
mengalami disolvasi, penguapan, dan diatomisasi yang akan berjalan dengan cepat.
Kemudian, atom dan molekul dinaikkan ke keadaan tereksitasi melalui tumbukan
termal dengan konstituen gas nyala. Setelah kembalinya ke keadaan yang lebih
rendah atau dasar elektronik, atom dan molekul yang tereksitasi memancarkan
radiasi karakteristik dari komponen sampel. Radiasi yang dipancarkan melewati
monokromator yang mengisolasi panjang gelombang tertentu digunakan untuk
analisis yang diinginkan. Photodetector mengukur daya radiasi dari radiasi yang
dipilih, yang kemudian diperkuat dan dikirim ke perangkat pembacaan, meter,
perekam, atau sistem mikro (Broekaert, 2005).
Dilakukannya analisis natrium dalam urin yaitu karena natrium merupakan
kation terbanyak dalam cairan ekstrasel yang berfungsi dalam menjaga
keseimbangan cairan tubuh, merangsang kerja saraf serta mendukung metabolisme
tubuh. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam
yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan
natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan
ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara
natrium yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang
berasal dari diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan
pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit. Pemasukan
dan pengeluaran natrium perhari pada umumnya mencapai 48-144 mEq.
Ketidakseimbangan natrium dalam tubuh dapat mengakibatkan hiponatremia
dimana terjadi penurunan kadar natrium klorida dalam cairan ekstrasel atau
penambahan air berlebih dalam cairan ekstrasel sebaliknya dapat juga terjadi
hipernatremia yang disebabkan oleh peningkatan natrium plasma karena
kehilangan air dan larutan ekstrasel. Oleh karena itu, dilakukan penetapan kadar
natrium dalam urin pada praktikum kali ini untuk mengetahui dan menentukan
kadar natrium masih dalam batasan normal atau termasuk ke dalam hiponatremia
juga hypernatremia.
Pada analisis natrium dalam darah ini, langkah pertama yang dilakukan
dilakukan adalah pembersihan alat-alat gelas yang akan digunakan untuk
praktikum dengan menggunakan air deionisasi. Hal ini bertujuan agar pada saat
percobaan tidak terpapar partikel-partikel yang dapat mengganggu percobaan
penentuan kadar dan digunakan air deionisasi karena air deionisasi merupakan air
yang sudah dihilangkan pengotor-pengotor yang bermuatannya. Kemudian,
langkah selanjutnya adalah pembuatan larutan baku NaCl 10000 ppm, dengan
melarutkan 2,543 gr dadihlam 25 mL aquades. Natrium klorida bersifat mudah
larut dalam air sehingga dapat langsung dilarutkan. Air yang seharusnya
digunakan adalah air deionisasi karena tidak mengandung ion-ion, terutama ion
natrium serta kalium yang dapat mengganggu analisis. Namun, karena tidak
tersedia saat praktikum maka digunakan aquadest. Larutan baku NaCl 10000 ppm
diencerkan menjadi 1000 ppm dengan mengambil 2,5 mL dari larutan baku dan
diencerkan pada 25 mL aquadest. Selanjutnya, larutan baku dibuat dengan berbagi
konsentrasi yaitu 12,5 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan 100 ppm dengan
pengenceran.Variasi konsentrasi larutan baku ini digunakan untuk membuat kurva
kalibrasi yang bertujuan untuk melihat hubungan linearitas antara konsentrasi
larutan baku dengan sinyal emisi yang didapatkan serta hasil persamaan yang
diperoleh dari kurva kalibrasi ini dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi
natrium dalam sampel urin.
Selanjutnya dilakukan pembacaan meter pada flame atomic emission
spectroscopy, dengan dialiri blanko yaitu aquadest hingga menunjukkan angka
0,00 dan dialiri larutan baku NaCl dengan konsentrasi tertinggi yaitu 100 ppm
dengan hasil pembacaan meter stabil pada angka 10,00.
Larutan baku NaCl dengan variasi konsentrasi ditentukan intensitas
natriumnya dengan menggunakan flame atomic emission spectroscopy. Sebelum
pengukuran intensitas natrium dalam variasi konsentrasi larutan baku, selang yang
berada pada flame atomic emission spectroscopy dicelupkan ke dalam larutan
blanko yang hanya berisi aquadest, tujuannya untuk mengkalibrasi agar
pembacaan menunjukkan angka nol.
Persamaan matematis yang didapat dari hasil kurva kalibrasi adalah y =
0,0824x + 1,7609 dengan nilai regresi 0,994. Nilai regresi linier ini menunjukkan
kekuatan hubungan antara dua variabel. Jika nilai regresi linier mendekati -1 atau
+1 maka hubungan kedua variabel dalam hal ini sinyal emisi dan konsentrasi
semakin kuat.
Setelah penentuan kurva baku, selanjutnya dilakukan analisis natrium
dalam sampel urin. Sampel urin diambil sebanyak 125 µl, kemudian diencerkan
dalam aquadest hingga volume 25 ml, kemudian diukur intensitasnya
menggunakan flame atomic emission spectroscopy. Pengenceran yang dilakukan
pada larutan sampel urin bertujuan agar intensitas natrium dapat terbaca dalam
alat, karna jika intensitas natrium dalam larutan terlalu tinggi, pembacaan
intensitas akan melebihi kemampuan pengukuran flame atomic emission
spectroscopy. Mekanisme dari alat ini adalah sampel urin yang telah dialiri
melalui selang pertama-tama akan mengenai gas inert dan membentuk aerosol.
Dalam instrumen tersebut terdapat aliran gas yang akan membawa aerosol
tersebut ke nyala api yang menyebabkan aerosol tersebut berubah menjadi uap
atom, proses ini disebut atomisasi. Hasil dari atomisasi adalah atom-atom yang
memiliki elektron yang akan tereksitasi ke upper state. Pada saat elektron kembali
ke ground state, elektron tersebut akan menghasilkan cahaya (energi) yang
memiliki panjang gelombang tertentu yang dapat dideteksi oleh detektor. Emisi
cahaya yang dimiliki oleh natrium adalah warna kuning dengan panjang
gelombang spesifik yaitu 589 nm.
Hasil pembacaan meter pada sampel urin kelompok 8 memberikan sinyal
emisi untuk responden no. 37, 39, 40 yaitu 5, 4 dan 3. Hasil emisi tersebut
kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan matematis yang didapat dari
kurva kalibrasi dan didapatkan kadar natrium pada masing-masing sampel untuk
responden no. 37, 39 dan 40 yaitu 789 mg/dL, 543 mg/dL dan 300 mg/dL.
Bedasarkan nilai rujukan natrium dalam urin yaitu 92-506 mg/dL, maka dapat
disimpulkan bahwa hanya sampel no.40 dengan kadar 300 mg/dL yang masuk ke
dalam batasan normal atau nilai rujukan dan dua sampel lainnya tidak masuk ke
dalam batasan normal. Hal ini dapat disebabkan karena penggantian air deionisasi
menjadi aquadest sehingga terdapat pengotor berupa ion yang dapat mengganggu
proses analisi. Sehingga hal ini mengganggu analisis dan dapat membuat kadar
natrium pada sampel menjadi bertambah.
X. Simpulan
Dapat menentukan kadar natrium dalam urin dengan flame atomic emission
spectroscopy dengan hasil 789 mg/dL, 543 mg/dL dan 300 mg/dL, dimana hanya
1 hasil kadar Na dalam urin yang memenuhi nilai rujukan Na dalam urin, yaitu
92–506 mg/dL.
DAFTAR PUSTAKA
Andrew W. Lyon et al. 2006. Flame Atomic Emisson Spectrometry and Atomic
Absorption Spectrometry. Encyclopedia of Medical Devices and
Instrumentation, Second Edition.
Anshori JA. 2005. Spektrometri Serapan Atom. Pelatihan Instrumentasi Analisa
Kimia. Universitas Padjajaran.
Broekaert, J.A.C. 2005. Analytical Atomic Spectrometry with Flames and Plasmas.
Darmstadt: Wiley-VCH.
Darwis, D., Moenajat, Y., Nur, B.M. & Madjid, A.S., 2008. Gangguan
Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam Basa, Fisiologi, Patofisiologi,
Diagnosis dan Tata Laksana ed ke 2. Jakarta: FK-UI.