You are on page 1of 22

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM ANALISIS BIOMEDIK DAN FORENSIK


“Penentuan Natrium Dengan Menggunakan Flame Atomic-
Emission Spectroscopy”

Naomi Fenty 260110160036 Alat, Bahan


Prinsip, Prosedur
Data Pengamatan,
Ira Maya 260110160037 Tujuan, Teori Dasar
Editor
Felia Rizka Sudrajat 260110160038 Perhitungan
Hilallya Maurizka D. 260110160039 Pembahasan
Idzni Rusydina E.Y 260110160040 Pembahasan

Kelas A 2016
Senin, 13.00-16.00

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
I. Tujuan
1.1 Menentukan kadar natrium dalam urin dengan menggunakan Flame Atomic
Emission Spectroscopy (AES).

II. Prinsip
2.1 Spektroskopi Emisi Atom
Prinsip pemerikasaan spektrofometer emisi atom adalah sampel yang
diencerkan dengan cairan pengencer yang berisi litium atau cesium, kemudian
dihisap dan dibakar pada nyala gas propan. Ion natrium, kalium, litium, atau
sesium bila mengalami pemanasan akan memancarkan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu (natrium berwarna kuning dengan panjang
gelombang 589 nm, kalium berwarna ungu dengan panjang gelombang 768
nm, litium 671 nm dan sesium 825 nm. Pancaran cahaya akibat pemanasan
ion dipisahkan dengan filter dan dibawa ke detector sinar (Mahesh Kumar G
et al, 2014).

2.2 Eksitasi Elektron


Proses perpindaha electron dari tingkat energi rendah ke tingkat energi yang
lebih tinggi sehingga menyebabkan penyerapan energi tanpa mengakibatkan
ionisasi (Muchtaridi dan Justiana, 2007).

III. Reaksi
-

IV. Teori Dasar


Elektrolit merupakan senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi
partikel yang bemuatan (ion) positif atau negatif. Ion bemuatan positif disebut
kation dan ion bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut
sebagai elektronetralitas (Rismawati & Ferwati, 2012). Sebagian besar proses
metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit
yang tidak normal dapat menyebabkan gangguan. Pemeliharaan homeostatis
cairan tubuh adalah penting bagi kelangsungan hidup semua organisme.
Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi bebeapa kompartemen ciaran tubuh
manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor yaitu natrium, kalium,
klorida dan bikarbonat (Scott et al., 2006).
Kation utama cairan ekstrasel adalah natrium. Khas makanan sehari-hari
mengandung 130-280 mmol (8-15 g) natrium klorida. Persyaratan tubuh selama
12 mmol per hari, sehingga kelebihannya adalah diekskresikan oleh ginjal dalam
urin (Amrutkar, 2013). Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel
ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk
natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan
tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi
natrium. Pemasukan dan pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq
(Darwis et al., 2008).
Adapun gangguan keseimbangan natrium adalah bila konsentrasi natrium
plasma dalam tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai
normal (135-145 mEq/L) dan hipernatremia bila konsentrasi natrium plasma
meningkat di atas normal (O’Callaghan, 2009). Gangguan ketidakseimbangan
natrium dan cairan tubuh tersebut dapat menyebabkan berbagai penyakit, salah
satunya penyakit neurologis pada orang dewasa. Kekurangan natrium dari ginjal
atau saluran pencernaan dapat menyebabkan diuresis, tetapi menghasilkan volume
plasma yang rendah sehingga menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron untuk menstimulasi penyerapan kembali natrium dan retensi air.
Perubahan keseimbangan natrium dan air sangat berefek pada otak dan sistem
saraf pusat (SSP) dan perilaku sel otak dalam menanggapi perubahan osmolaritas
plasma (Tisdall et al, 2006). Sedangkan kelebihan kadar natrium atau
hipernatrimea menimbulkan gejala non spesifik seperti anoreksia, lemah otot,
gelisah, mual, dan muntah (Reynolds et al, 2006).
Pemeriksaan dapat dilakukan pada sampel whole blood, plasma, serum,
urine, keringat, feses, dan cairan tubuh. Sampel serum, plasma atau urine dapat
disimpan pada refrigerator dalam tabung tertutup pada suhu 20C-80C dan
dihangatkan kembali pada suhu ruangan (150C -300C) sebelum diperiksa (Scott
et al., 2006).
Natrium yang tidak digunakan lagi oleh tubuh atau tidak diserap kembali
oleh ginjal dikeluarkan melalui urin, sehingga kadar natrium dapat diukur dari
sampel urin pagi hari (puasa) (Martin et al, 2011). Nilai rujukan kadar natrium
pada urin anak dan dewasa ialah 40-220mmol/24 jam (Reilly and Perazella, 2007).
Penentuan konsentrasi natrium dalam urin dapat dilakukan dengan menggunakan
spektroskopi emisi atom. Spektrum emisi yang diperoleh memiliki karakteristik
dari setiap atom, seperti natrium (589 nm) dan kalium (766 nm), atau molekul,
seperti kalsium hidroksida (554 dan 622 nm) (Neel et al, 2014).
Penentuan kadar Natrium yang dilakukan dengan menggunakan metode
Flame Emmission Spectrometry (FES) dimana untuk sumber pengeksitasi atom
suatu unsur diperlukan suatu sumber energi kalor yang mampu mengeksitasikan
elektron di orbital paling luar dari atom tersebut ke tingkat energi atom yang lebih
tinggi. Pada spektrometri Emisi nyala, sumber pengeksitasinya adalah nyala api
gas, tetapi kelemahan dari nyala api ini adalah energi kalor yang dihasilkannya
relatif rendah (Karl, 1993).
Spektroskopi emisi atom (AES) merupakan metode analisis yang
menggunakan intensitas cahaya dari pancaran api, plasma, busur, atau percikan
dengan panjang gelombang tertentu yang bertujuan untuk menentukan jumlah
elemen dalam sampel (Mahesh Kumar G et al, 2014).
Atom spektrometri serapan atau AES merupakan metode yang
dikembangkan dari pengamatan penetapan hukum ketiga Kirchhoff: “Garis gelap
atau garis penyerapan spektrum dapat terlihat jika sumber spektrum kontinu
dipandang balik gas dingin di bawah tekanan”. Pada saat sampel dimasukkan ke
dalam api, hanya beberapa atom yang tereksitasi atau memiliki energi tinggi (teori
ini menurut persamaan Boltzmann) dan sebagian atom lainnya ada pada keadaan
dasar serta mampu menyerap energi. Jika lampu energi yang disediakan sebagai
spektrum lanjutan, maka keadaan dasar pada atom selektif akan menyerap lamda
cahaya yang sesuai dengan interval energi yang dibutuhkan yang bertujuan untuk
memindahkan elektron dari energi yang rendah ke energi yang lebih tinggi.
Panjang gelombang cahaya kembali pada keadaan dasar (Andrew W. Lyon et al,
2006).
Prinsip dasar dari analisa Atomic Emission Spectrometer (AES) ini yaitu:
Apabila atom suatu unsur ditempatkan dalam suatu sumber energi kalor (sumber
pengeksitasi), maka elektron di orbital paling luar atom tersebut yang tadinya
dalam keadaan dasar atau groud state akan tereksitasi ketingkat-tingkat energi
elektron yang lebih tinggi. Karena keadaan tereksitasi itu merupakan keadaan
yang sangat tidak stabil maka elektron yang tereksitasi itu secepatnya akan
kembali ke tingkat energi semula yaitu ke keadaan dasarnya (ground state)
(Anshori, 2005).
Berikut merupakan keuntungan dari (AES) serapan atom spektrometri yaitu
sebagian besar atom di dalam nyala api tetap pada keadaan dasar tereksitasi serta
mampu cahaya penyerapan, sehingga metode AES ini menjadi 100 kali lipat lebih
sensitif dibandingkan spektrometri emisi nyala (Andrew W. Lyon et al, 2006).
Elektroda yang biasa digunakan untuk berbagai bentuk AES adalah grafit. Grafit
merupakan pilihan yang baik untuk bahan elektroda karena konduktif. Logam
yang digunakan sebagai elektroda akan dpakai selama pemakaian dan logam yang
dipakai tentunya tidak boleh mengganggu proses. Analisis kualitatif dilakukan
dengan membandingkan panjang gelombang garis intens dari sampel elemen telah
diketahui. Pada umumnya setidaknya ada tiga baris intens sampel yang harus
cocok dengan elemen sudah diketahui untuk menyimpulkan bahwa sampel
mengandung elemen-elemen tersebut (Khopkar, 1990).

V. Alat dan Bahan


4.1 Alat
a. Botol
b. Labu ukur
c. Pipet volume
d. Vial polietilen
e. Wadah plastik kecil
f. Flame atomic emission spectroscopy
4.2 Bahan
a. Air suling
b. Air deionisasi
c. Natrium klorida baku
d. Sampel urin

VI. Prosedur
6.1 Pembuatan Larutan Stok Natrium Baku 100 ppm
Dengan tepat (hingga 0,1 mg) ditimbang 63,586 g NaCl baku dengan
wadah plastic. Dipindahkan ke dalam labu ukur 25 mL yang telah dibilas
dengan air deionisasi. Ditambahkan 10 mL air deionisasi ke labu dan kocok
hingga larut, kemudian ditambahkan hingga tanda batas.

6.2 Pembuatan Larutan Baku Kalibrasi


Digunakan air deionisasi sebagai blanko. Dipipet masing-masing 1, 2, 4,
8, dan 16 mL larutan NaCl baku 100 ppm ke masing-masing lima labu ukur
100 mL. ditambahkan air deionisasi hingga tanda batas, lalu kocok hingga
homogen.

6.3 Penentuan Natrium dalam Urin


Disiapkan alat AES dengan menyalakan flame, menstabilkan flame
fotometer, dan dilakukan pengukuran awal selama 15 menit dengan air
deionisasi untuk memastikan alat telah stabil. Dibilas peralatan yang
digunakan dengan air suling, kemudian dengan air deionisasi. Diisi vial
polietilen dengan air deionisasi (blanko), larutan baku (1, 2, 4, 8, 16 ppm Na),
serta larutan sampel dan dialirkan air deionisasi hingga pembacaan meter
stabil (30-90 detik).
Digunakan tombol blanko untuk mengatur pembacaan meter hingga
0,00. dialirkan larutan baku tertinggi (16 ppm) hingga pembacaan meter stabil.
Digunakan tombol fine sensitivity untuk mengatur pembacaan hingga 50.
Diulangi dua tahap prosedur kalibrasi dengan air deionisasi dan larutan baku
5 ppm beberapa kali hingga didapatkan keduanya stabil pada 0,00 dan 50.
Dialirkan blanko, lima larutan baku, dan sampel. Melakukan tiga pengulangan
pembacaan dari setiap larutan hingga pembacaan meter satu kali stabil.
Kalibrasi kedua dilakukan dengan ditempatkan sampel di antara dua
larutan baku yang yang pembacaannya sesuai dengan sampel. Diulang
keseluruhan proses kalibrasi dan tiga pengulangan pembacaan sebanyak
minimal 1 atau 2 kali. Setelah selesai, dimasukkan air deionisasi untuk
dibersihkan aspirator atau burner, dibersihkan area kerja sampai tuntas, dan
diberi tahu tenaga ahli bahwa instrumen tersebut siap untuk dimatikan. Dibilas
semua gelas dan plastik yang disediakan untuk percobaan dengan air
deionisasi.

VII. Data Pengamatan


No. Prosedur Hasil Foto
1. Pembuatan Larutan
Stok Natrium Baku 100
ppm
- Dengan tepat (hingga - Didapatkan NaCl
0,1 mg) menimbang baku sebesar 63,586
63,586 g NaCl baku mg.
dengan wadah plastik
- Memindahkan ke - Didapatkan serbuk
dalam labu ukur 25 NaCl didalam labu
mL yang telah dibilas ukuur 25 ml yang
dengan air deionisasi telah dibilas.
- Menambahkan 10 mL - Didapatkan larutan
air deionisasi ke labu baku NaCl 100ppm
dan kocok hingga sebanyak 25ml.
larut, kemudian
menambahkan hingga
tanda batas.
2. Pembuatan Larutan
Baku Kalibrasi
- Menggunakan air - Didapatkan air
deionisasi sebagai deionisasi sebagai
blanko. blanko.

- Memipet masing- - Didapatkan variasi


masing 1, 2, 4, 8, dan konsentrasi larutan
16 mL larutan NaCl baku NaCl dengan
baku 100 ppm ke konsentrasi 1 ppm,
masing-masing lima 2ppm, 4ppm , 8ppm,
labu ukur 100 mL. 16ppm masing-
masing sebanyak
25ml.
- Menambahkan air - Didapatkan larutan
deionisasi hingga baku yang homogen.
tanda batas, lalu kocok
hingga homogen.
3. Penentuan Natrium
dalam Urin
- Menyiapkan alat AES - Didaptkan alat AES
dengan menyalakan telah stabil nyala api
flame, menstabilkan nya dan telah stabil
flame fotometer, dan dengan aquades.
melakukan
pengukuran awal
selama 15 menit
dengan air deionisasi
untuk memastikan alat
telah stabil.
- Membilas peralatan - Didapatkan alat-alat
yang digunakan yang telah di bilass
dengan air suling, dengan aquades.
kemudian dengan air
deionisasi
- Mengisi vial polietilen - Didapatkan larutan
dengan air deionisasi baku NaCl dengan
(blanko), larutan baku variassi konsentrasi
(1, 2, 4, 8, 16 ppm 12,5 ppm , 25ppm , 50
Na), serta larutan ppm , dan 100 ppm.
sampel dan
meletakkannya dalam
tempat plastik.
Sebelumnya setiap
vial dibilas dengan 1-2
mL larutan masing-
masing minimal 3
kali.
- Mengalirkan air - Didaptkan pembacaan
deionisasi hingga meter stabil
pembacaan meter menunjukkan angka
stabil (30-90 detik). 0,00 untuk blanko ,
Menggunakan tombol serta pembacaan
blanko untuk meter pada
mengatur pembacaan konsentrasi tertinggi
meter hingga 0,00. (100 ppm)stabil pada
(10)
angka 10,00.
- Mengalirkan larutan
baku tertinggi (16
ppm) hingga
pembacaan meter
stabil. Menggunakan
tombol fine sensitivity
untuk mengatur
pembacaan hingga 50.
- Mengulangi dua tahap - Didaptkan pembacaan
prosedur kalibrasi meter stabil setelah
dengan air deionisasi pengulangan kalibrasi.
dan larutan baku 5
ppm beberapa kali
hingga didapatkan
keduanya stabil pada
0,00 dan 50.
- Mengalirkan blanko, - Didaptkan hasil
lima larutan baku, dan pembacaan meter
sampel. Melakukan pada larutan baku
tiga pengulangan NaCl dengan dengan
pembacaan dari setiap sinyaal emisi 3 ; 3,5 ;
larutan hingga 6 ; 10.
pembacaan meter satu (3)
kali stabil.

(10)
- Kalibrasi kedua - Didapatkan hassil
dilakukan dengan pembacaan meter
menempatkan sampel stabil pada kalibrasi ke
di antara dua larutan dua.
baku yang yang
pembacaannya sesuai
dengan sampel.
- Mengulang - Didapatkan
keseluruhan proses pembacaan hasil
kalibrasi dan tiga pengulangan.
pengulangan
pembacaan sebanyak
minimal 1 atau 2 kali.

- Setelah selesai, - Didapatkan aspirator


memasukkan air telah bersih setelah di
deionisasi untuk alirkan aquades dan
membersihkan meja bersih.
aspirator atau burner,
membersihkan area
kerja sampai tuntas,
dan memberi tahu
tenaga ahli bahwa
instrumen tersebut
siap untuk dimatikan.
- Membilas semua - Didapatkan alat-alat
gelas dan plastik yang praktikum dalam
disediakan untuk keadan bersih.
percobaan dengan air
deionisasi.
VIII. Perhitungan
7.1 Pembuatan Larutan Baku NaCl 10.000 ppm dalam 25 ml
𝑀𝑟 𝑁𝑎𝐶𝑙
mg = x konsentrasi (ppm) x volume (L)
𝐴𝑟 𝑁𝑎
58,5
= x 10.000 x 0,1
23

= 2543 mg = 2,543 gram

7.2 Pengenceran Larutan Baku NaCl 10.000 ppm ke 1.000 ppm


V1 . ppm1 = V2. ppm2
V1 . 10.000 = 25 . 1000
= 2,5 ml

7.3 Pembuatan Variasi Konsentrasi Larutan Baku NaCl


1. Dari 1.000 ppm ke 100 ppm
V1 . ppm1 = V2. ppm2
V1 . 1.000 = 25 . 100
= 2,5 ml
2. Dari 100 ppm ke 50 ppm
V1 . ppm1 = V2. ppm2
V1 . 100 = 10. 50
= 5 ml
3. Dari 100 ppm ke 25 ppm
V1 . ppm1 = V2. ppm2
V1 . 100 = 10. 25
= 2,5 ml
4. Dari 100 ppm ke 12,5 ppm
V1 . ppm1 = V2. ppm2
V1 . 100 = 10. 12,5
= 1,25 ml
7.4 Kurva Baku Larutan NaCl
Konsentrasi (ppm) Sinyal Emisi (E)
12,5 3
25 3,5
50 6
100 10

Kadar Natrium Dalam Urin


12
Sinyal Emisi (E)

10 y = 0.0824x + 1.7609
R² = 0.9948
8
6
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)

7.5 Pengenceran Sampel Urin (200 x)


1
5.000 ppm = 200 x 1.000.000
𝑚𝐿
5.000 ppm = x 1.000.000
25
5.000 𝑥 25
mL = 1.000.000

= 0,125 ml
= 125 µl
25
Faktor pengenceran (fp) = 0,125 = 200
7.6 Konversi Nilai Rujukan Natrium Dalam Urin (40 – 220 mmol/L)
1. 40 mmol
40 mmol = 0,04 mol
𝑔𝑟𝑎𝑚
mol = 𝐴𝑟
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,04 mol = 23

Gram = 0,92 gram


0,92 𝑔
0,04 mol = 1000 𝑚𝑙 = 92 mg/dL

2. 220 mmol
220 mmol = 0,22 mol
𝑔𝑟𝑎𝑚
mol = 𝐴𝑟
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,22 mol = 23

Gram = 5,06 gram


5,06 𝑔
0,22 mol = 1000 𝑚𝑙 = 506 mg/dL

Nilai rujukan natrium dalam urin = 92 – 506 mg/dL

7.7 Penetapan Kadar Natrium Dalam Sampel Urin


NPM Sinyal Emisi
037 5
039 4
040 3

1. NPM 037
y = 0,0824x + 1,7609
5 = 0,0824x + 1,7609
5−1,7609
X= = 39,309 ppm
0,0824

x. fp = 39,309 x 200 = 7861 ppm


7861
%kadar = 1.000.000 x 100% = 0,786%
39,309
%kadar = x 100% = 0,786% (tanpa fp)
5000
0,786 𝑔
0,786% = = 786 mg/dL
100 𝑚𝑙

2. NPM 039
y = 0,0824x + 1,7609
4 = 0,0824x + 1,7609
4−1,7609
X= = 27,173 ppm
0,0824

x. fp = 27,173 x 200 = 5434 ppm

5434
%kadar = 1.000.000 x 100% = 0,543%
27,173
%kadar = x 100% = 0,543% (tanpa fp)
5000
0,543 𝑔
0,543% = = 543 mg/dL
100 𝑚𝑙

3. NPM 040
y = 0,0824x + 1,7609
3 = 0,0824x + 1,7609
3−1,7609
X= = 15,037 ppm
0,0824

x. fp = 15,037 x 200 = 3007 ppm

3007
%kadar = 1.000.000 x 100% = 0,3 %
15,037
%kadar = x 100% = 0,3 % (tanpa fp)
5000
0,3 𝑔
0,3 % = 100 𝑚𝑙 = 300 mg/dL
IX. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penentuan kadar natrium dalam sampel urin
dengan menggunakan instrume FES (Flame-Emission Spectroscopy). Tujuan
dilakukannya pengujian ini adalah untuk mengetahui dan menentukan kadar
kalium serta natrium yang terkandung di dalam sampel urin menggunakan FES
(Flame-Emission Spectroscopy).
Atomic Emission Spectroscopy (AES) adalah suatu metode pengukuran
yang digunakan dalam analisis logam baik secara kualitatif maupun kuantitatif,
khususnya logam yang mudah tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi pada
suhu api yang relatif rendah (misalnya Na, K, Rb, Cs, Ca, Ba, Cu) yang didasarkan
pada pemancaran sinar atau emisi sinar pada panjang gelombang yang
karakteristik untuk menganalisa suatu unsur. Untuk pengukuran kualitatif, diukur
sinar yang dipancarkan memiliki energi tertentu dan spesifik untuk suatu unsur,
sedangkan untuk pengukuran kuantitatif yang diukur adalah intensitas sinar
dimana intensitas sinar sebanding dengan konsentrasi unsur.
Prinsip dari analisa AES ini adalah apabila atom suatu unsur ditempatkan
dalam suatu sumber energi kalor (sumber pengeksitasi), maka elektron di orbital
paling luar atom tersebut yang tadinya dalam keadaan dasar atau ‘ground state’
akan tereksitasi ke tingkat-tingkat energi elektron yang lebih tinggi. Pada saat
tereksitasi ini, elektron menjadi tidak stabil sehingga elektron akan berusaha
kembali ke tingkat energi dasar, ketika inilah kelebihan energi yang dimiliki saat
masih dalam keadaan tereksitasi akan diemisi berupa emisi sinar dengan panjang
gelombang yang khas dalam hal ini sampel yang digunakan adalah natrium
sehingga akan memancarkan nyala berwarna kuning pada panjang gelombang
589-589,6 nm.
Metode Flame Atomic Emission Spectroscopy untuk sumber pengeksitasi
atom suatu unsur diperlukan suatu sumber energi kalor yang mampu
mengeksitasikan elektron di orbital paling luar dari atom tersebut ke tingkat energi
atom yang lebih tinggi. Pada AES, sumber pengeksitasinya adalah nyala api gas,
tetapi kelemahan dari nyala api ini adalah energi kalor yang dihasilkannya relatif
rendah. Misalnya campuran gas Acetilen dan O2 murni hanya akan menghasilkan
suhu sekitar 3000oC (Karl Slickers, 1993).
Dalam Flame Atomic Emission Spectroscopy (AES), larutan sampel diubah
menjadi bentuk aerosol halus dan diperkenalkan ke dalam flame dan akan
mengalami disolvasi, penguapan, dan diatomisasi yang akan berjalan dengan cepat.
Kemudian, atom dan molekul dinaikkan ke keadaan tereksitasi melalui tumbukan
termal dengan konstituen gas nyala. Setelah kembalinya ke keadaan yang lebih
rendah atau dasar elektronik, atom dan molekul yang tereksitasi memancarkan
radiasi karakteristik dari komponen sampel. Radiasi yang dipancarkan melewati
monokromator yang mengisolasi panjang gelombang tertentu digunakan untuk
analisis yang diinginkan. Photodetector mengukur daya radiasi dari radiasi yang
dipilih, yang kemudian diperkuat dan dikirim ke perangkat pembacaan, meter,
perekam, atau sistem mikro (Broekaert, 2005).
Dilakukannya analisis natrium dalam urin yaitu karena natrium merupakan
kation terbanyak dalam cairan ekstrasel yang berfungsi dalam menjaga
keseimbangan cairan tubuh, merangsang kerja saraf serta mendukung metabolisme
tubuh. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam
yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan
natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan
ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara
natrium yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang
berasal dari diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan
pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit. Pemasukan
dan pengeluaran natrium perhari pada umumnya mencapai 48-144 mEq.
Ketidakseimbangan natrium dalam tubuh dapat mengakibatkan hiponatremia
dimana terjadi penurunan kadar natrium klorida dalam cairan ekstrasel atau
penambahan air berlebih dalam cairan ekstrasel sebaliknya dapat juga terjadi
hipernatremia yang disebabkan oleh peningkatan natrium plasma karena
kehilangan air dan larutan ekstrasel. Oleh karena itu, dilakukan penetapan kadar
natrium dalam urin pada praktikum kali ini untuk mengetahui dan menentukan
kadar natrium masih dalam batasan normal atau termasuk ke dalam hiponatremia
juga hypernatremia.
Pada analisis natrium dalam darah ini, langkah pertama yang dilakukan
dilakukan adalah pembersihan alat-alat gelas yang akan digunakan untuk
praktikum dengan menggunakan air deionisasi. Hal ini bertujuan agar pada saat
percobaan tidak terpapar partikel-partikel yang dapat mengganggu percobaan
penentuan kadar dan digunakan air deionisasi karena air deionisasi merupakan air
yang sudah dihilangkan pengotor-pengotor yang bermuatannya. Kemudian,
langkah selanjutnya adalah pembuatan larutan baku NaCl 10000 ppm, dengan
melarutkan 2,543 gr dadihlam 25 mL aquades. Natrium klorida bersifat mudah
larut dalam air sehingga dapat langsung dilarutkan. Air yang seharusnya
digunakan adalah air deionisasi karena tidak mengandung ion-ion, terutama ion
natrium serta kalium yang dapat mengganggu analisis. Namun, karena tidak
tersedia saat praktikum maka digunakan aquadest. Larutan baku NaCl 10000 ppm
diencerkan menjadi 1000 ppm dengan mengambil 2,5 mL dari larutan baku dan
diencerkan pada 25 mL aquadest. Selanjutnya, larutan baku dibuat dengan berbagi
konsentrasi yaitu 12,5 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan 100 ppm dengan
pengenceran.Variasi konsentrasi larutan baku ini digunakan untuk membuat kurva
kalibrasi yang bertujuan untuk melihat hubungan linearitas antara konsentrasi
larutan baku dengan sinyal emisi yang didapatkan serta hasil persamaan yang
diperoleh dari kurva kalibrasi ini dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi
natrium dalam sampel urin.
Selanjutnya dilakukan pembacaan meter pada flame atomic emission
spectroscopy, dengan dialiri blanko yaitu aquadest hingga menunjukkan angka
0,00 dan dialiri larutan baku NaCl dengan konsentrasi tertinggi yaitu 100 ppm
dengan hasil pembacaan meter stabil pada angka 10,00.
Larutan baku NaCl dengan variasi konsentrasi ditentukan intensitas
natriumnya dengan menggunakan flame atomic emission spectroscopy. Sebelum
pengukuran intensitas natrium dalam variasi konsentrasi larutan baku, selang yang
berada pada flame atomic emission spectroscopy dicelupkan ke dalam larutan
blanko yang hanya berisi aquadest, tujuannya untuk mengkalibrasi agar
pembacaan menunjukkan angka nol.
Persamaan matematis yang didapat dari hasil kurva kalibrasi adalah y =
0,0824x + 1,7609 dengan nilai regresi 0,994. Nilai regresi linier ini menunjukkan
kekuatan hubungan antara dua variabel. Jika nilai regresi linier mendekati -1 atau
+1 maka hubungan kedua variabel dalam hal ini sinyal emisi dan konsentrasi
semakin kuat.
Setelah penentuan kurva baku, selanjutnya dilakukan analisis natrium
dalam sampel urin. Sampel urin diambil sebanyak 125 µl, kemudian diencerkan
dalam aquadest hingga volume 25 ml, kemudian diukur intensitasnya
menggunakan flame atomic emission spectroscopy. Pengenceran yang dilakukan
pada larutan sampel urin bertujuan agar intensitas natrium dapat terbaca dalam
alat, karna jika intensitas natrium dalam larutan terlalu tinggi, pembacaan
intensitas akan melebihi kemampuan pengukuran flame atomic emission
spectroscopy. Mekanisme dari alat ini adalah sampel urin yang telah dialiri
melalui selang pertama-tama akan mengenai gas inert dan membentuk aerosol.
Dalam instrumen tersebut terdapat aliran gas yang akan membawa aerosol
tersebut ke nyala api yang menyebabkan aerosol tersebut berubah menjadi uap
atom, proses ini disebut atomisasi. Hasil dari atomisasi adalah atom-atom yang
memiliki elektron yang akan tereksitasi ke upper state. Pada saat elektron kembali
ke ground state, elektron tersebut akan menghasilkan cahaya (energi) yang
memiliki panjang gelombang tertentu yang dapat dideteksi oleh detektor. Emisi
cahaya yang dimiliki oleh natrium adalah warna kuning dengan panjang
gelombang spesifik yaitu 589 nm.
Hasil pembacaan meter pada sampel urin kelompok 8 memberikan sinyal
emisi untuk responden no. 37, 39, 40 yaitu 5, 4 dan 3. Hasil emisi tersebut
kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan matematis yang didapat dari
kurva kalibrasi dan didapatkan kadar natrium pada masing-masing sampel untuk
responden no. 37, 39 dan 40 yaitu 789 mg/dL, 543 mg/dL dan 300 mg/dL.
Bedasarkan nilai rujukan natrium dalam urin yaitu 92-506 mg/dL, maka dapat
disimpulkan bahwa hanya sampel no.40 dengan kadar 300 mg/dL yang masuk ke
dalam batasan normal atau nilai rujukan dan dua sampel lainnya tidak masuk ke
dalam batasan normal. Hal ini dapat disebabkan karena penggantian air deionisasi
menjadi aquadest sehingga terdapat pengotor berupa ion yang dapat mengganggu
proses analisi. Sehingga hal ini mengganggu analisis dan dapat membuat kadar
natrium pada sampel menjadi bertambah.

X. Simpulan
Dapat menentukan kadar natrium dalam urin dengan flame atomic emission
spectroscopy dengan hasil 789 mg/dL, 543 mg/dL dan 300 mg/dL, dimana hanya
1 hasil kadar Na dalam urin yang memenuhi nilai rujukan Na dalam urin, yaitu
92–506 mg/dL.
DAFTAR PUSTAKA

Andrew W. Lyon et al. 2006. Flame Atomic Emisson Spectrometry and Atomic
Absorption Spectrometry. Encyclopedia of Medical Devices and
Instrumentation, Second Edition.
Anshori JA. 2005. Spektrometri Serapan Atom. Pelatihan Instrumentasi Analisa
Kimia. Universitas Padjajaran.
Broekaert, J.A.C. 2005. Analytical Atomic Spectrometry with Flames and Plasmas.
Darmstadt: Wiley-VCH.
Darwis, D., Moenajat, Y., Nur, B.M. & Madjid, A.S., 2008. Gangguan
Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam Basa, Fisiologi, Patofisiologi,
Diagnosis dan Tata Laksana ed ke 2. Jakarta: FK-UI.

Karl, S., 1993. Automatic Atomic Emission-Spectroscopy. German: Brühlsche


Universitätsdruckerei.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Mahesh Kumar G et al, 2014. Inductively Coupled Plasma Atomic Emission
Spectroscopy: An Overview. IJPRA. Vol. 4 (8): 470477.
Martin, J. et al. 2011. Urinary Sodium and Potassium Excretion and Risk of
Cardiovascular Events. JAMA. 2011;306 (20):2229-2238.
doi:10.1001/jama.2011.1729.
Muchtaridi dan Justiana, S. 2007. Kimia. Bandung: Quadra.
Neel, Bastien at al. 2014. Camping Burner-Based Flame Emission Spectrometer
for Classroom Demonstrations. J. Chem. Educ. 2014, 91, 1655−1660
dx.doi.org/10.1021/ed4008149.
O’Callaghan, C., 2009. Glance Sistem Ginjal, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Reilly R.F and Perazella M.A. 2007. In: Lange AcidBase Fluids and Electrolytes.
USA: McGraw Hill Companies Inc.
Reynolds, Rebecca, et al. 2006. Disorders of sodium balance. BMJ. 2006 Mar 25;
332(7543): 702–705.
Rismawati, Y. & Ferwati, I., 2012. Fisiologi dan Ganggua Keseimbangan Natrium,
Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas, 1, p.2.
Scott, M.G., LeGrys, V.A. & Klutts, J., 2006. Electrochemistry and Chemical
Sensors and Electrolytes and Blood Gases' In: Tietz Text Book of Clinical
Chemistry and Molecular Diagnostics, 4th Ed. Vol 1. Philadelphia: Elsevier
Saunders In.
Slickers, Karl. 1993. Automatic AtomicEmission-Spectroscopy. German: Brühlsche
Universitätsdruckerei.
Tisdall, Martin, et al. 2006. Disturbances of sodium in critically ill adult neurologic
patients. J Neurosurg Anesthesiol. 2006 Jan; 18(1): 57–63.

You might also like