You are on page 1of 24

APRESIASI SASTRA NOVEL TERRE DES HOMMES KARYA ANTOINE DE

SAINT-EXUPÉRY

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Apréciation Litterature


Disusun oleh:
Adityas Bella Ocktaviana
2311415027
Sastra Perancis

1
I. Pengantar

Apresiasi Karya Sastra adalah pembelajaran sastra. Menurut Roestam Effendi


dkk (1998), “Apreasisi adalah kegiatan mengakrabi karya sastra secara sungguh-
sungguh. Di dalam mengakrabi tersebut terjadi proses pengenalan, pemahaman,
penghayatan, penikmatan, dan setelah itu penerapan.” Pengenalan terhadap karya
sastra dapat dilakukan melalui membaca, mendengar, dan menonton. Kesungguhan
dalam kegiatan tersebut akan menuju tingkat pemahaman. Pemahaman terhadap
karya sastra akan membuat penghayatan. Indikator yang dapat dilihat setelah
menghayati karya sastra adalah jika bacaan, dengaran, atau tontonan sedih ia akan
ikut sedih, jika gembira ia ikut gembira, begitu seterusnya. Hal itu terjadi seolah-
olah ia melihat, mendengar, dan merasakan dari yang dibacanya. Ia benar-benar
terlibat dengan karya sastra yang digeluti atau diakrabinya.

Antoine de Saint-Exupéry lahir di Lyon, Perancis, 29 Juni 1900 – meninggal di


Marseilles, Perancis, 31 Juli 1944 pada umur 44 tahun merupakan seorang penulis
dan pilot berkebangsaan Perancis. Dia menjadi terkenal saat menuliskan karya Le
Petit Prince (Sang Pangeran Kecil). Pada 31 Juli 1944, dia hilang dalam
penerbangan di Mediterania.

Antoine-Marie-Roger de Saint-Exupery, lahir di Lyon, Prancis, dari sebuah


keluarga bangsawan, merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan dari
Marie de Fonscolombe dan Count Jean de Saint Exupéry, seorang broker asuransi
yang meninggal sebelum anaknya keempatnya lahir.

Setelah gagal dalam ujian akhir sekolah, Saint-Exupéry memasuki École des
Beaux-Arts untuk belajar arsitektur. Pada tahun 1921, ia masuk militer dan
tergabung dalam Resimen ke-2 Chasseurs (kavaleri ringan), dan kemudian dikirim
ke Strasbourg untuk dilatih sebagai pilot. Tahun berikutnya, ia memperoleh
lisensinya dan ditawarkan untuk dipindah ke angkatan udara.

2
Mengikuti keinginan dari keluarga tunangannya (novelis Louise Leveque de
Vilmorin) ia menetap di Paris dan bekerja di kantor. Namun pada akhirnya
pasangan itu memutuskan pertunangan. Tahun 1926 ia bergabung dengan
Latecoere (nantinya berganti nama menjadi Aeropostale) sebagai salah satu
penerbang pelopor yang membuka jalur pos menuju koloni-koloni Afrika dan
Amerika Selatan. Ia diangkat menjadi kepala lapangan terbang di Cape Juby,
Maroko, di mana salah satu tugasnya adalah menyelamatkan pilot yang terdampar
dari sncaman suku pemberontak. Di pos ini, ia menulis "Southern Mail" (Courrier
Sud, 1929).

Naskah "Night Flight" (Vol de Nuit) yang membawakannya penghargaan Prix


Femina, ditulis saat ia bertugas sebagai direktur Aeroposta Argentina. Pada tahun
1931, ia menikahi Consuelo Suncin, wanita Salvador yang ditemuinya ketika
bertugas di Argentina. Exupery jatuh di gurun Libya pada 30 Januari 1935, nyaris
mati kehausan selama tiga hari. Kisah bertahan hidupnya dituangkan dalam "Wind,
Sand and Stars" (Terre des Hommes, 1939). Pada Perang Dunia II ia bergabung
dalam skuadron pengintai samapi menyerahnya Prancis pada musim panas 1940. Ia
hidup dalam pengasingan di Amerika antara tahun 1941-1943. Di sana ia menulis
"Letter to A Hostage" (Lettre a un Otage) dan "The Little Prince" (Le Petit Prince),
setelah sebelumnya menulis "Flight to Arras" (Pilote de Guerre, 1942) yang masuk
dalam bestseller Amerika selama 6 bulan.

Sekembalinya di Prancis, Exupery membujuk komandan tentara Sekutu di


Mediterania agar mengizinkannya terbang lagi. Ia terbang ke Borgo di Corsica pada
31 Juli 1944 dan tak pernah kembali lagi.
Bumi Manusia ini menceritakan bagaimana Saint-Exupéry memandang bumi
dari sudut pandangnya sebagai penerbang. Dia melihat banyak hal yang tak dilihat
banyak orang; bagaimana kecilnya seorang raja yang hanya melihat jalanan lurus
di negerinya yang sejatinya penuh kelokan bila dilihat dari langit, apa arti
persahabatan bagi orang-orang yang pertemuan dan perpisahannya tidak dapat
diprediksi, bagaimana makna menjadi seorang manusia, apa arti kebahagiaan sejati,

3
dan masih banyak lagi mutiara yang terpendam di antara alunan kalimat-kalimatnya
yang sarat makna.

4
II. Pembahasan
A. Pendekatan Dalam Mengapresiasi Karya Sastra
Pendekatan sebagai suatu prinsip dasar atau landasan yang digunakan oleh
seseorang sewaktu mengapresiasi karya sastra dapat bermacam-macam.
Keanekaragaman pendekatan yang digunakan itu dalam hal ini lebih banyak
ditentukan oleh tujuan dan apa yang akan di apresiasi lewat teks sastra yang
dibacanya, kelangsungan apresiasi itu terproses lewat kegiatan bagaimana, dan
landasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi. Pemilihan dan penentuan
pendekatan tersebut tentu sangat ditentukan oleh tujuan pengapresiasi itu sendiri.
Bertolak dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi, pembaca dapat
menggunakan sejumlah pendekatan meliputi pendekatan parafratis, pendekatan
emotif, pendekatan analitis, pendekatan historis, pendekatan sosiopsikologis, dan
pendekatan dikdatis.
Uraian tentang pengertian setiap jenis pendekatan tersebut, prinsip dasar
yang melatarbelakanginya serta gambaran penerapannya dalam kegiatan apresiasi
sastra dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pendekatan Parafratis
Pendekatan parafratis adalah startegi pemahaman kandungan makna dalam
suatu cipta sastra dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan
pengarang dengan menggunakan kata-kata maupun kalimat yang berbeda dengan
kata-kata dan kalimat yang digunakan pengarangnnya. Tujuan akhir dari
pendekaran parafratis itu adalah untuk menyederhanakan pemakaian kata atau
kalimat seorang pengarang sehingga pembaca lebih mudah memahami kandungan
makna yang terdapat dalam suatu cipta sastra.
Prinsip dasar dari penerapan pendekatan parafratis oada hakikatnya
berangkat dari pemikiran bahwa gagasan yang sama dapat disampaikan lewat
bentuk yang berbeda, simbol-simbol yang bersifat konotatif dalam suatu cipta sastra
dapat diganti dengan lambang atau bentuk lain yang tidak mengandung ketaksaan
makna, kalimat-kalimat atau baris dalam suatu cipta sastra mengalami pelepasan
dapat dikembalikan lagi kepada bentuk dasarnya, pengubahan suatu cipta sastra
baik dalam hal kata maupun kalimat yang semula simbolik dan eliptis menjadi suatu

5
bentuk kebahasaan yang tidak lagi konotatif akan mempermudah upaya sesorang
untuk memahami kandungan makna dalam suatu bacaan, dan pengungkapan
kembali suatu gagasan yang sama dengan menggunakan media atau bentuk yang
tidak sama oleh seorang pembaca akan mempertajam pemahaman gagasan yang
diperoleh dari pembaca itu sendiri.
Dari prinsip dasar pada butir 5 itu dapat disimpilkan juga bahwa penerapan
pendekatan parafratis selain untuk mempermudah upaya pemahaman makna suatu
bacaan, juga digunakan untuk mempertajam, memperluas dan melengkapi
pemahaman makna yang diperoleh pembaca itu sendiri. Sebab itu, dalam
pelaknsanaannya nanti, pendekatan parafratis ini, selain dapat dilaksanakan pada
awal kegiatan mengapresiasi sastra, juga dapat dilaksanakan setelah kegiatan
apresiasi berlangsung.
2. Pendekatan Emotif
Pendekatan emotif dalam mengapresiasi sastra adalah suatu pendekatan
yang berusaha menemukan unsur-unsur yang mengajuk emosi atau perasaan
pembaca. Ajukan emosi itu dapat berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk
maupun ajukan emosi yang berhubungan dengan isi atau gagasan yang lucu dan
menarik.
Prinsip-prinsip dasar yang melatarbelakangi adanya pendekatan emotif ini
adalah pandangan bahwa cipta sastra merupakan bagian dari karya seni yang hadir
diahadapan masyarakat pembaca untuk dinikmati sehingga mampu memberikan
hiburan dan kesenangan. Dan dengan pendekatan emotif inilah diharapkan
pembaca mampu menemukan unsur-unsur keindahan maupun kelucuan yang
terdapat dalam suatu karya sastra.
Sebab itulah dalam pelaksanaannya pendekatan emotif ini pembaca akan
dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tentang ada kah unsur-unsur keindahan
dalam cipta sastra yang akan dibaca, bagaimana cara pengarang menampilkan
keindahan itu, dan bagaimana wujud keindahan itu sendiri setelah digambarkan
pengarangnya, bagaimana cara pembaca menemukan keindahan itu, serta berapa
banyak keindahan itu dapat ditemukan.

6
Selain berhubungan dengan masalah keindahan yang lebih lanjut akan
berhubungan dengan masalah gaya bahasa seperti metafor, simile, maupun
penaraan setting yang mampu menghasilkan panorama yang menarik. Penikmatan
keindahan itu juga dapat berhubungan dengan penyampaian cerita, peristiwa,
maupun gagasan tertentu yang lucu dan menarik sehingga mampu memberikan
hiburan dan kesenangan kepada pembaca.
Untuk menemukan dan menikmati cipta sastra yang mengandung kelucuan,
anda tentunya juga harus memilih cipta sastra yang termasuk dalam ragam-ragam
tertentu. Ragam itu misalnya humor, satirik, sarkasme, maupun ragam komedi.
3. Pendekatan Analitis
Pendekatan analitis merupakan suatu pendekatan yang berusaha memahami
gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengimajikan ide-idenya,
sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasan, elemen intrinsik dan
mekanisme hubungan dari setiap elemen intrinsik itu sehingga mampu membangun
adanyan keselarasan dan kesatuan dalam rangkan membangun totalitas bentuk
maupun totalitas makna.
Penerapan pendekatan analitis itu pada dasarnya akan menolong pembaca
dalam upaya mengenal unsur-unsur intrinsik sastra yang secara aktual telah berada
dalam suatu cipta sastra dan bukan dalam rumusan-rumusan atau definisi yang
terdapat dalam kajian teori sastra. Selain itu, pembaca juga dapat memahami
bagaimana fungsi setiap elemen cipta sastra dalam rangka membandung
keseluruhannya. Dengan kata lain, pendekatan analitis ini adalah suatu pendekatan
yang bertujuan menyusun sintetis lewat analisis. Lewat penerapan pendekatan ini
diharapkan pembaca pada umumnya menyadari bahwa cipta sastra itu pada
dasarnya diwujudkan lewat kegiatan yang serius dan terencana sehingga
tertanamkanlah rasa penghargaan atau sikap yang baik terhadap karya sastra.
Dalam kehadiran pendekatan analitis ini, prinsip dasar yang
melatarbelakanginya adalah anggapa bahwa cipta sastra itu dibentuk oleh elemen-
elemen tertentu, setiap elemen dalam cipta sastra memiliki fungsi tertentu dan
senantiasa memiliki hubungan antara yang satu dengan lainnya meskipun
karakteristik masing-masing berbeda, dari adanya ciri karakteristik setiap elemen

7
itu, maka antara elemen yang satu dengan elemen yang lain, pada awalnya dapat
dibahas secara terpisah meskipun pada akhirnya setiap elemen itu harus dilengkapi
sebagai suatu kesatuan.
Dalam pelaksanaannya, penerapan pendekatan analitis ini diawali dengan
kegiatan membaca teks secara keseluruhan. Setelah itu, pembaca menampilkan
beberapa pertyanyaan yang berhubungan dengan unsur-unsur intrinsik yang
membandung cipta sastra yang dibacanya. Setelah itu, pembaca kembali membaca
ulang sambil berusaha menganilis setiap unsur yang telah ditetapkannya. Dari hasil
analisis setiap unsur itu, pembaca lebih lanjut berusaha memahami bagaimana
mekanisme hubungan. Lewat analisis mekanisme hubungan ini lebih lanjut
pembaca menganlisis bagaimana fungsi setiap elemen itu dalam rangka
mewujudkan suatu cipta sastra.
Kegiatan mengapresiasi sastra dengan menerapkan pendekatan analitis ini
dapat dianggap sebagai suatu kerja yang bersifat saintifik karena dalam menerapkan
pendekatan itu pembaca harus berangkat dari landasan teori tertentu, bersikap
objektif dan harus mewujudkan hasil analisis yang tepat, sistematis, dan diakui
kebenarannya oleh umum.
4. Pendekatan Historis
Pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan pada
pemahaman tentang biografi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan yang
melatarbelakangi terwujudnya cipta sastra yang di baca, serta tentang bagaimana
perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada
umumnya dari zaman ke zaman.
Prinsip dasar yang melatarbelakangi lahirnya pendekatan historis ini adalah
anggapan bahwa cipta sastra bagaimanapun juga merupakan bagian dari zamannya.
Selain itu, pemahaman terhadap biografi pengarang juga sangat penting dalam
upaya memahami kandungan makna dalam suatu cipta sastra. Sebab itulah telaah
makna suatu teks dalam pendekatan sosiosemantik sangat mengutamakan konteks,
baik konteks sosio-budaya, situasi zaman maupun konteks kehidupan
pengarangnnya sendiri.
5. Pendekatan Sosiopsikologis

8
Pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha
memahami latarbelakang kehidupan sosial-budayanya, kehidupan masyarakat
maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan
kehidupannya ataupun zamannya pada saat cipta sastra itu diwujudkan. Dalam
pelaksanaannya pendekatan ini memang sering tumpang tindih dengan pendekatan
historis. Dalam pendekatan sosiopsikologis apresiator berusaha memahami
bagaimana kehidupan sosial masyarakat pada masa itu, bagaimana sikap pengarang
terhadap lingkungannya, serta bagaimana hubungan antara cipta sastra itu dengan
zamannya.
6. Pendekatan Didaktis
Pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan
dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap
kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu
terwujud dalam suatu dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis
sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan
rohaniah pembaca
Dalam pelaksanaanya, penggunaan pendekatan didaktis diawali dengan
upaya pemahaman satuan-satuan pokok pikiran yang terdapat dalam suatu cipta
sastra. Satuan pokok pikiran itu pada dasarnya disarikan dari paparan gagasan
pengarang, baik berupa tuntutan ekspresif, komentar, dialog, lakuanm maupun
deskripsi peristiwa dari pengarang atau penyairnya. Dalam penerapan pendekatan
didaktis ini, sebagai pembimbing kegiatan berpikirnya, pembaca dapat berangkat
dari pola berpikir, misalnya jika malin kundang itu akhirnya matu karena durhaka
kepada ibunya, maka dalam hidupnya, manusia itu harus bersifat baik kepada orang
tua.

9
B. Apresiasi Novel Terre des Hommes

1. Pendekatan Parafratis
<< J’imaginais cet immense piège blanc étalé, là, sous mes pieds. Au-dessous ne
régnaient, comme on eût pu le croire, ni l’agitation des hommes, ni le tumulte, ni
le vivant charroi des villes, mais un silence plus absolu encore, une paix plus
définitive. Cette glu blanche devenait pour moi la frontière entre le réel et l’irréel,
entre le connu et l’inconnaissable. Et je devinais déjà qu’un spectacle n’a point de
sens, sinon à travers une culture, une civilisation, un métier. Les montagnards
connaissaient aussi les mers de nuages. Ils n’y découvraient cependant pas ce
rideau fabuleux.>>
Dia, sitokoh aku membayangkan perangkap raksasa membentang putih tepat di
bawah kakiku, yang dimaksud raksasa membentang putih adalah bentangan awan
yang ada di langit ketika dia melakukan penerbangan tentunya terdapat bentangan
awan yang ada di bawah pesawatnya. Di bawah sana yang nerajai bukanlah
keributan manusia, kebingaran, bukan pula gerobak kota-kota yang ramai seperti
yang mungkin diduga orang, melainkan keheningan yang mutlak, kedamaian yang
abadi. Gumpalan awan putih baginya itu merupakan perbatasan antara yang nyata
dan tidak nyata, antara yang dikenal dan yang tak dapat dikenal. Dan dia sudah
menduga bahwa suatu tontona tidak akan bermakna kecuali melalui suatu budaya,
suatu peradaban, suatu usaha. Orang gunung tahu juga tentang lautan awan. Tapi di
situ mereka tidak menemukan tirai yang luar biasa indah. Dan ini hanya bisa
didapatkan ketika seseorang melakukan penerbangan.

<< J’étais fier de coudoyer ces inconnus avec mon secret au cœur. Ils m’ignoraient,
ces barbares, mais leurs soucis, mais leurs élans, c’est à moi qu’ils les confieraient
au lever du jour avec la charge des sacs postaux. >>
Si tokoh aku merasa bangga menyimpan rahasia di hati ketika bersinggungan
dengan orang-orang tak dikenal itu. Mereka tidak tahu bahwa dia adalah pilot yang
akan membawa mereka terbang. Orang-orang tak berbudaya itu tak mengenalnya,
tetapi pada waktu fajar menyingsing, kepadanyalah(tokoh aku) akan mereka

10
percayakan rasa khawatir mereka dan semangat mereka dalam bentuk kantung-
kantung pos. Bahwa pada keesokan harinya mereka yang berpapasan tidak
mengenal, tanpa menyapa dengan sang pilot itu akan mengandalkannya sebagai
pilot mereka.

<<À quoi, dans le fond de l’omnibus, il fut répondu simplement : « Non. » Nous
attendîmes la suite mais aucun mot ne vint. Et à mesure que les secondes tombaient,
il devenait plus évident que ce « non » ne serait suivi d’aucun autre mot, que ce «
non » était sans appel, que Lécrivain non seulement n’avait pas atterri à
Casablanca, mais que jamais il n’atterrirait plus nulle part. >>
Dari sudut bus yang terdengar hanya jawaban “Tidak!” mereka semua yang di
situ menunggu kelanjutannya, tetapi tak sepatah kata pun terdengar. Dan denga
berlalunya detik-detik, bahwa “tidak” yang tidak diikuti dengan kata lain itu,
“tidak” yang tanpa pengulangan itu, yaitu tidak yang mampunyai makna bahwa
bukan hanya Lécrivain tidak mendarat di Casablanca, tetapi dia tidak akan
mendarat lagi dimanapun. dia telah mengalami kecelakaan yang menyebabkannya
meninggal.

2. Pendekatan Emotif
<< Quand un camarade meurt ainsi, sa mort paraît encore un acte qui est dans
l’ordre du métier, et, tout d’abord, blesse peutêtre moins qu’une autre mort. Certes
il s’est éloigné celui-là, ayant subi sa dernière mutation d’escale, mais sa présence
ne nous manque pas encore en profondeur comme pourrait nous manquer le
pain.>>
Cerita di bagian ini mulai menguras emosi pembaca. Disini sang tokoh utama
kehilangan sahabatnya. Sahabat yang selalu bersama, dan kebetulan sahabat
tersebut sama-sama bekerja dipenerbangan. Sebelum terbang, mereka biasa
meminum kopi terlebih dahulu, berbincang, dan bertukar pikiran. Dan tanpa diduga
sebelumnya, sahabat tersebut mengalami kecelakaan saat melakukan penerbangan,
dan dia meninggal saat melakukan pekerjaannya tersebut.

11
<< Et, brusquement, nous éprouvâmes une sensation de rotation, un choc qui
projeta encore par la fenêtre nos cigarettes, pulvérisant l’aile droite, puis rien. Rien
qu’une immobilité glacée.>>
Pesawat yang kala itu dikendarai oleh tokoh aku didampingi oleh temannya,
Prévort, jatuh di tengah gurun pasir, sayap kanan dari pesawat itu luluh lantak.
Suatu kejadian yang menegangkan, di tengah malam ketika sedang mengendarai
pesawat, tiba-tiba pesawat itu jatuh di tengah gurun yang sepi. Hanya ada dua orang
di pesawat itu.

<< Aussi absurde que cela me paraisse, il me semble aujourd’hui que, faute
d’aucune indication qui pût peser sur notre choix, j’ai choisi cette direction pour
la seule raison qu’elle avait sauvé mon ami Guillaumet dans les Andes, où je l’ai
tant cherché. Elle était devenue, pour moi, confusément, la direction de la vie.>>

Beberapa waktu setelah pesawat itu terjatuh, kedua awak pesawat tersebut
selamat, yaitu tokoh aku dan Preévert. Namun, malangnya di tempat dimana
pesawat jatuh sangatlah sepi tak berpenghuni. Seakan-akan itu berada di suatu
planet asing. Tidak ada sumber air, tidak ada makanan, tidak ada tumbuh-tumbuhan
di sekitar tempat tersebut yang ada hanyalah pasir dan batu. Kala itu keadaan
semakin absurd karena tidak ada satupun petunjuk yang dapat dipertimbangkan
untuk menentukan pilihan, lalu si tokoh aku mengambil arah yang sama dipilihnya
oleh Guillaumet pada saat pesawatnya jatuh di pegunungan Alpen. Betapa
menegangkan keadaan pada saat itu karena hanya mengandalkan insting untuk
menemukan arah kehidupan, dan untuk survive dengan meminum embun saja
setiap paginya. Sedangkan untuk bisa pergi berjalan dari tempat itu butuh tenaga
karena tempat itu adalah gurun.

<< C’est un miracle… Il marche vers nous sur le sable, comme un dieu sur la
mer…
L’Arabe nous a simplement regardés. Il a pressé, des mains, sur nos épaules, et
nous lui avons obéi. Nous nous sommes étendus. Il n’y a plus ici ni races, ni

12
langages, ni divisions… Il y a ce nomade pauvre qui a posé sur nos épaules des
mains d’archange.>>
Setelah beberapa hari mereka terjebak di gurun. Datanglah sebuah kejaiban, dua
orang arab menghampirinya untuk memberikan air dan menyelamatkannya. Setelah
sebelumnya, mereka sering berhalusinasi, bertemu dengan danau yang setelah
didekati semakin jauh danau itu, itu karena fatamorgana. Mereka juga sering
melihat orang arab berjubah hitam yang mereka kira adalah seseorang yang sedang
melakukan perjalanan di gurun itu, namun ketika dipanggil tidak menjawab, dan
ketika didekati ternyata itu bukanlah orang namun hanya sebuah batu. Itu semua
terjadi karena mereka berhalusinasi akibat efek kekurangan cairan dan asupan
makanan selama mereka terjebak di gurun. Dan hingga pada akhirnya mereka
ditemukan oleh orang arabdan diselamatkannya.

3. Pendekatan Analitis

<< Et brusquement Toulouse surgit, Toulouse, tête de ligne, perdue là-bas à quatre
mille kilomètres. Toulouse s’installa d’emblée parmi nous et, sans préambule : «
Appareil que pilotez n’est-il pas le F… (J’ai oublié l’immatriculation.) — Oui. —
Alors disposez encore de deux heures essence. Réservoir de cet appareil n’est pas
un réservoir standard. Cap sur Cisneros. »>>
Latar dari kisah yang ada di novel ini salah satunya yaitu berada di kota
Toulouse, Perancis. Dimana Perancis itu sendiri merupakan negara asal dari tokoh
aku dan dia pernah melayani penerbangan di jalur Toulouse-Dakar.

<< On survole de loin en loin, sur la côte du Sahara entre Cap Juby et Cisneros,
des plateaux en forme de troncs de cône dont la largeur varie de quelques centaines
de pas à une trentaine de kilomètres.>>
Latar peristiwa yang ada di novel ini juga terdapat di Afrika, karena pada
kutipan di atas menunjukan tempat disamping sahara, sedangkan gurun sahara
merupakan salah sau gurun di Afrika.

13
<< On ne reconstruit pas ces amitiés-là. Il est vain, si l’on plante un chêne,
d’espérer s’abriter bientôt sous son feuillage. >>
<<... j’affronterai, avant deux heures, les dragons noirs et les crêtes couronnées
d’une chevelure d’éclairs bleus, où, la nuit venue, délivré, je lirai mon chemin dans
les astres.>>
Dalam novel ini, pengarang menyajikan karyanya dengan bebrapa kalimat
puitis, dan ada beberapa yang menggunakan pengandaian, seperti contohnya pada
kutipan di atas yaitu, “Sia-sia belaka, jika kita menanam pohon beringin dan kita
berharap segera dapat berlindung di bawah rimbunan dedaunnya.” Ini hanya salah
satu contohnya saja, dalam novel ini ada beberapa kalimat pengandaian. Dan juga
terdapat beberapa kalimat yang menggunakan kata-kata yang begitu puitis, seperti
contohnya, “Aku akan menghadapi naga-naga hitam dan puncak-puncak yang
dimahkotai untaian petir biru atau, setelah terbebas dengan datangnya malam, aku
akan membaca jalan yang kulalui dalam gugusan bintang”.

<<J’étais le premier à faire ruisseler, d’une main dans l’autre, comme un or


précieux, cette poussière de coquillages. Le premier à troubler ce silence. Sur cette
sorte de banquise polaire qui, de toute éternité, n’avait pas formé un seul brin
d’herbe, j’étais, comme une semence apportée par les vents, le premier témoignage
de la vie.>>
Pada kutipan di atas, pengarang menunjukkan pengandaian dengan kata-kata
yang puitis yaitu “Akulah orang pertama yang mengguyurkan, dari satu tangan ke
tangan lain, seperti emas berharga, debu kerang-kerangan itu. Akulah orang
pertama yang mengganggu keheningan ini, di atas tumpukanyang seprti kutub dan
di sepanjang masa tidak pernah menumbuhkan sejumput rumput pun, aku
merupakan bibit yang terbawa angin, saksi pertama kehidupan.”

14
4. Pendekatan Historis
<<C’était en 1926. Je venais d’entrer comme jeune pilote de ligne à la société
Latécoère qui assura, avant l’Aéropostale, puis Air France, la liaison Toulouse-
Dakar.>>
Dalam novel ini, tema yang dikemukakan oleh Antoine yaitu tentang
penerbangan. Karena pada tahun 1926, sesuai dengan kutipan diatas, dia bergabung
kembali ke dunia penerbangan pada tahun tersebut karena penerbangan merupakan
cinta pertamanya. Awalnya dia memilih menjadi pilot selama wajib militer dan
melakukan penerbangan di Perancis dan Afrika Utarasampai tugasnya usai pada
tahun 1923. Merasa tidak cocok menjalani kehidupan sipil dan patah hati akibat
kegagalan hubungannya dengan penulis Louise de Vilmoorin. Dan dia beralih ke
cinta pertamanya yaitu dunia penerbangan.

<<Ah ! je te dois bien une page. Quand je rentrais de mes premiers voyages,
Mademoiselle, je te retrouvais l’aiguille à la main, noyée jusqu’aux genoux dans
tes surplis blancs, et chaque année un peu plus ridée, un peu plus blanchie,
préparant toujours de tes mains ces draps sans plis pour nos sommeils, ces nappes
sans coutures pour nos dîners, ces fêtes de cristaux et de lumière.>>
Terbang dan menulis merupakan elemen tak terpisahkan dalam gairah
kreativitasnya. Kecintaannya pada dunia menulis tidak terpadamkankan dimanapun
dia berada. Dalam kutipan di atas, dia bicra pada diri sendiri bahwa dia akan
menulis tentang kisahnya ketika berkunjung kerumah bibinya, menceritakan
kebiasaan-kebiasaan bibinya, dan kebiasaannya ketika di rumah bibinya.

5. Pendekatan Sosiopsikologis
<< Et de son fermier. Et de sa fermière. Et ce couple prenait, perdu dans l’espace,
à quinze cents kilomètres de nous, une importance démesurée. Bien installés sur le
versant de leur montagne, pareils à des gardiens de phare, ils étaient prêts, sous
leurs étoiles, à porter secours à des hommes.
Nous tirions ainsi de leur oubli, de leur inconcevable éloignement, des détails
ignorés de tous les géographes du monde.>>

15
Pada kutipan di atas, pengarang memandang bahwa pemerintahan di negaranya
hanya memperhatikan kehidupan di kota. Mereka melupakan kehidupan yang ada
di penjuru negaranya. Pemerintah melupakan kehidupan mereka para petani yang
tinggal di lereng gunung. Seperti penduduk yang tidak di anggap.

<< Il surgit enfin au coin de la rue, ce véhicule d’autrefois, qui répandait un bruit
de ferraille, et j’eus droit, comme les camarades, à mon tour, à me serrer sur la
banquette, entre le douanier mal réveillé et quelques bureaucrates. Cet omnibus
sentait le renfermé, l’administration poussiéreuse, le vieux bureau où la vie d’un
homme s’enlise. Il stoppait tous les cinq cents mètres pour charger un secrétaire
de plus, un douanier de plus, un inspecteur.>>
Pada kutipan di atas, pengarang mencoba memperlihatkan sebagian potret
kehidupan masyarakat kota di wilayahnya. Dimana setiap pagi, banyak orang-orang
yang akan bekerja bergerombolan menuju ke halte bus untuk berdesak-desakan
mencari tempat duduknya agar tidak terlambat masuk kerja. Bus itu berbau apek,
disini menimbulkan kesan bus tempo dulu. Karena latar waktu pada novel ini
sekitar pada tahun 1920-an.

<< Ses courtisans, afin de l’abuser, dressèrent sur son chemin quelques heureux
décors et payèrent des figurants pour y danser. Hors du mince fil conducteur, elle
n’entrevît rien de son royaume, et ne sut point qu’au large des campagnes ceux qui
mouraient de faim la maudissaient. >>
Pada kutipan di atas, pengarang menggambarkan kehidupan pemerintahan pada
masa itu. Pemerintahan melakukan pembangunan jalan dengan mewah di wilayah
kota saja. Hanya untuk pencitraan. Sedangakan di wilayah pedesaan para rakyat
kelaparan mengutuknya. Pemerintah lebih memilih untuk mendekor kota dari pada
melirik rakyat-rakyat desa yang miskin.

16
6. Pendekatan Dedaktis
<< Dès lors, nous nous sentîmes perdus dans l’espace interplanétaire, parmi cent
planètes inaccessibles, à la recherche de la seule planète véritable, de la nôtre, de
celle qui, seule, contenait nos paysages familiers, nos maisons amies, nos
tendresses.>>
Ketika tokoh aku sedang melakukan perjalanan di ruang angkasa, dia melihat
planet yang dia huni yaitu bumi. Disitu dia merasa rindu akan kehidupannya di
bumi. Memang benar bahwa kemanapun kita pergi, sejauh apapun kaki kita
melangkah, entah itu untuk sebuah perjalanan pencapaian mimpi atau apapun, tetap
saja rumah adalah tempat terindah untuk kembali. Pelukan terhangat hanya ada
pada pelukan keluarga yang menanti di rumah. Ada pepatah mengatakan bahwa
“Apapun alasanmu berjalan, kemanapun hati ingin melangkah, PERGILAH untuk
kembali PULANG."

<< Ainsi la joie de vivre se ramassait-elle pour moi dans cette première gorgée
parfumée et brûlante, dans ce mélange de lait, de café et de blé, par où l’on
communie avec les pâturages calmes, les plantations exotiques et les moissons, par
où l’on communie avec toute la terre. Parmi tant d’étoiles il n’en était qu’une qui
composât, pour se mettre à notre portée, ce bol odorant du repas de l’aube.>>
Pada kutipan di atas pengarang menceritakan ketika dia dan kawannya sedang
mengunjungi sebuah kafe. Di situ dia menemukan kebahagiaan yang sederhana.
Dia mengatakan “Demikian kegembiraan hidup menyatu dalam aroma dan
panasnya tegukan pertama, dalam campuran susu, kopi, dan gandum. Melalui
semua itu, kami berkomunikasi dengan ladang gembala yang tenang, perkebunan
eksotis, dan panen, yang mengantar kami berkomuni dengan seluruh bumi.”
Kalimat yang cukup puitis untuk mengungkapkan kebahagiaan sederhana yang dia
alami. Dan itu benar, kebahagiaan tidak dapat disejajarkan dengan kemewahan.
Terkadang kebahagiaan muncul dengan cara-cara yang sangat sederhana. Bahagia
itu sederhana. Jadi kita harus pintar-pintar menemukan kebahagiaan dalam
kesederhanaan. Jangan menuntut kemewahan untuk menciptakan sebuah

17
kebahagiaan. Karena sejatinya, kebahagiaan itu muncul ketika kita bersyukur. Dan
sebaliknya, kebahagiaan akan hilang ketika kita lupa bersyukur.

<<Les camarades, la vie peut-être nous en écarte, nous empêche d’y beaucoup
penser, mais ils sont quelque part, on ne sait trop où, silencieux et oubliés, mais
tellement fidèles ! Et si nous croisons leur chemin, ils nous secouent par les épaules
avec de belles flambées de joie ! Bien sûr, nous avons l’habitude d’attendre>>
Seiring berjalannya waktu, semakin bertambah kesibukan yang dimiliki oleh
seseorang. Bertemu dengan orang-orang baru, dan menjauhkan dari orang-orang
yang pernah dekat. Seperti halnya teman. Kehidupan telah memisahkan tokoh aku
dengan temannya, mencegahnya untuk memikirkan mereka, tetapi mereka ada di
suatu tempatentah dimana, diam dan terlupakan, tetapi begitu setia! Dan manakala
mereka saling berpapasan di jalan, temannya mengguncangkan bahunya dengan
luapan kegembiraan. Pepatah mengatakan bahwa teman sejati tidak akan pernah
mati. Walaupun jarak memisahkan, namun ketika bertemu kembali, rasanya tidak
akan berubah, nyaman dan bahagia. Teman sejati merupakan salah satu harga yang
berharga.

<<Chaque progrès nous a chassés un peu plus loin hors d’habitudes que nous
avions à peine acquises, et nous sommes véritablement des émigrants qui n’ont pas
fondé encore leur patrie.>>
Setiap kemajuan telah mengusir kita agak lebih jauh dari kebiasaan-kebiasaan
yang belum mantap kita miliki dan kita benar-benar merupakan emigran yang
belum sempat membentuk tanah air. Setiap kemajuan teknologi, terkadang
membuat kita lupa akan pencarian jati diri kita yang sesungguhnya. Karena
perubahan jaman bergerak dengan cepat. Maka, kita semua harus bisa menyiapkan
untuk hal itu, menyiapkan mental untuk hal-hal baru yang akan datang selanjutnya.
Jangan biarkan kita tumbuh menjadi orang yang lemah yang tidak mempunyai
pendirian dalam menghadapi perkembangan jaman tersebut.

18
<< Mais quand il buta, au détour d’une rue, sur un groupe d’enfants qui jouaient,
il s’arrêta. C’était ici. Il les regarda en silence. Puis, s’étant écarté vers les
échoppes juives, il revint les bras chargés de présents. Abdallah s’irritait :
« Imbécile, garde ton argent ! »
Mais Bark n’écoutait plus. Gravement, il fit signe à chacun. Et les petites mains se
tendirent vers les jouets et les bracelets et les babouches cousues d’or. Et chaque
enfant, quand il tenait bien son trésor, fuyait, sauvage. >>
Bark, merupakan seorang budak yang dibeli untuk di bebaskan oleh tokoh aku.
Ketika dia akan dibebaskan untuk kembali ke negerinya, tokoh aku dan teman-
temannya memberikan uang 1000 francs untuk bekal Bark. Namun ketika Bark
sedang di tengah perjalanan untuk kembali, di suatu daerah ketika dia sedang jalan
banyak kerumunan anak kecil. Kemudian Bark menawarkan apa yang anak kecil
itu cari. Dan Bark pun membelikan apa yang diinginkan anak kecil itu, kemudian
menyusul anak-anak kecil lainnya. Teman Bark mengingatkan bahwa uang itu
untuk bekalnya, namun Bark tidak mendengarkannya. Bagi Bark melihat anak-anak
itu tersenyum adalah suatu kebebasan, suatu kebahagiaan.
Kebahagiaan adalah ketika kita dapat bermanfaat bagi orang lain. Kebahagiaan
adalah ketika kita bisa membuat orang lain bahagia pula.

<< Prévot, dans les débris, a découvert une orange miraculeuse. Nous nous la
partageons. J’en suis bouleversé, et cependant c’est peu de chose quand il nous
faudrait vingt litres d’eau.
Couché près de notre feu nocturne je regarde ce fruit lumineux et je me dis : « Les
hommes ne savent pas ce qu’est une orange… » Je me dis aussi : « Nous sommes
condamnés et encore une fois cette certitude ne me frustre pas de mon plaisir. Cette
demi-orange que je serre dans la main m’apporte une des plus grandes joies de ma
vie… » Je m’allonge sur le dos, je suce mon fruit, je compte les étoiles filantes. Me
voici, pour une minute, infiniment heureux.>>
Jangan pernah menyia-nyiakan apa yang kita miliki hari ini, entah itu besar atau
hal sepele. Karena suatu hari nanti itu pasti akan berguna. Dan jangan pernah
membuang-buang makanan, karena di luar sana banyak orang yang membutuhkan

19
makanan. Jadi setidaknya kita harus menghargai makanan itu. Seperti halnya pada
kutipan di atas. Ketika tokoh aku dan temannya terdampar di gurun yang sangat
sepi. Tidak ada sumber air, dan tidak ada makanan tersisa, lalu temannya
menemukan sebuah jeruk dikala mereka membutuhkan 2 liter air untuk diminum,
dan kebahagiaan mereka kala itu memuncak karena dapat memakan sebuah jeruk
yang di bagi dua., yang setidaknya dapat mengurangi dahaga mereka.

20
III. Simpulan
Terre Des Hommes merupakan karya dari Antoine de Saint-Exupery yang
berisikan semi-biografi berisi perjalanan hidup sang penulis beserta renungan-
renungan tentang hakikat kehidupan. Melalui kisah ini kita akan mengenal sosok
beliau yang bukan sekedar penulis tetapi juga seorang ‘aviator’ saat menjalani rute
pengiriman pos udara sepanjang jalur Afrika hingga Amerika Selatan.
Di dalam novel ini Saint-Exupery menyajikan bacaan yang berisi renungan
untuk kita semua sebagai manusia. Apresiasi sastra yang dilakukan terhadap novel
ini menggunakan enam pendekatan yaitu pendekatan parafratis, pendekatan
emotif, pendekatan analitis, pendekatan historis, pendekatan sosiopsikologis, dan
pendekatan didaktis.

21
IV. Sinopsis Novel Terre des Hommes
“Bumi mengajarkan kepada kita tentang diri kita jauh lebih banyak daripada
semua buku di dunia ini, karena ia menantang kita. Manusia menemukan
dirinya manakala ia harus mengukur kekuatannya sendiri ketika menghadapi
suatu hambatan. Namun, untuk mencapainya ia memerlukan alat.”
Cerita berawal ketika Exupery, penulis cerita ini, masuk sebagai penerbang
muda yang mengantarkan paket pos dari Perancis ke Afrika dan ke Amerika
Selatan. Peraturan di perusahaan itu melarang para pilot untuk mengarungi
lautan awan di atas zona yang bergunung-gunung. Pilot yang pesawatnya
mogok bisa tersungkur ke dalam gumpalan awan-awan dan mungkin saja
membentur puncak gunung.
Dalam perjalanan karirnya sebagai penerbang Exupery melihat dan
merasakan kehilangan teman seprofesi ketika menjalankan tugas. Ia juga pernah
terdampar di gurun pasir bersama kawan-kawannya.
Pengalaman Exupery dalam menjalani kehidupannya sebagai pilot
memberikan renungan-renungan kecil yang sangat bermakna. Ia melukiskan
pertemanan yang dijalinnya dengan kawan seprofesi seperti ini.
Para penerbang itu menyebar di seluruh dunia. Mereka tidak selalu bertemu.
Ketika bertemu mereka akan bertegur sapa kemudian berpisah. Dan ketika
bertemu kembali setelah beberapa tahun mereka akan melanjutkan cerita yang
pernah terputus dahulu, saling mengikatkan diri kembali kepada kenangan
lama. “Bumi terasa gersang sekaligus kaya. Kaya dengan taman rahasianya,
tersembunyi, susah dicapai, tetapi profesi selalu mengantar kami kembali ke
situ, hari ini atau nanti.”
Tetapi terkadang mereka kehilangan teman. “Tak akan pernah ada yang
dapat menggantikan seorang teman yang hilang. Tak ada yang lebih berharga
daripada begitu banyak kenangan yang dapat dibagi bersama, begitu banyak
jam sulit yang dialami bersama, begitu banyak perselisihan, perdamaian dan
perubahan emosi.”

22
Di tengah bahaya, mereka yang semula tertutup dalam kesendirian masing-
masing menyadari bahwa mereka bagian dari sebuah komunitas yang sama,
yang mendekatkan diri mereka satu sama lain.
Melalui pesawat terbangnya pula Exupery memperhatikan lekuk liku
lapisan bumi, tempat kedudukan cadas, pasir, dan garam, tempat di mana
kehidupan tumbuh dan berkembang. Begitulah ia membaca kembali sejarah
manusia.
Maka, dalam artian yang lebih luas Exupery mempertanyakan untuk apa
manusia membenci? “Kita semua bernasib sama, berada di planet yang sama,
dan merupakan awak kapal yang sama. Dan jika ada baiknya kalau budaya-
budaya bertentangan agar tercipta sintesis yang baru, sungguh mengerikan jika
budaya-budaya itu saling mencaplok. Mengingat bahwa untuk membebaskan
kita dari keadaan seperti itu, kita cukup saling membantu untuk menyadari
sebuah tujuan yang akan mengikat kita satu sama lain.”
Buku ini sarat dengan renungan mengenai diri kita sebagai manusia, dengan
pemikiran yang terkadang tampak sederhana sekaligus kompleks.

23
Daftar Pustaka

Saint-Exupéry, Antoine de. 1939. Terre des Hommes.


Saint-Exupéry, Antoine de. 1939. Terre des Hommes(terjemahan oleh Ida Sundari
Husen) Bumi Manusia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Aminuddin. 2015. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru
Algensindo.
https://id.wikipedia.org/wiki/Antoine_de_Saint-Exup%C3%A9ry

24

You might also like