You are on page 1of 25

MAKALAH SEMINAR JURNAL

PERBEDAAN EFEKTIFITAS POVIDONE IODINE DENGAN AIR REBUSAN


DAUN BINAHONG TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA
IBU POST PARTUM DI BPM WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Maternitas


Di Puskesmas Dau Malang

Oleh :
Kelompok 2:
1. Anjar Satria Wibawa 180070300011037
2. Devi Fatmawati 1800703000110
3. Musaffa Ridhani 180070300011023
4. Nadhirotul F. Evy S. 180070300011032

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH SEMINAR JURNAL


PERBEDAAN EFEKTIFITAS POVIDONE IODINE DENGAN AIR REBUSAN DAUN
BINAHONG TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU POST PARTUM
DI BPM WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
TAHUN 2017

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Maternitas


Di Puskesmas Dau Malang

Oleh :
Kelompok 2:
1. Anjar Satria Wibawa 180070300011037
2. Devi Fatmawati 1800703000110
3. Musaffa Ridhani 180070300011023
4. Nadhirotul F. Evy S. 180070300011032

Telah diperiksa kelengkapannya pada :


Hari : Jumat
Tanggal : 5 April 2019

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik

Ns. Nurul Evi, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat Sri Sukawati, AMd.Keb


NIP. 196605071988032013

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Seminar Jurnal Departemen Maternitas dengan judul “Perbedaan
efektifitas povidone iodine dengan air rebusan daun binahong terhadap penyembuhan luka
perineum pada ibu post partum di BPM wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten Lampung
Selatan”. Ketertarikan penulis akan topik ini didasari pada fakta bahwa penyembuhan luka
perineum setelah tindakan episiotomi menimbulkan nyeri dan kadang penyembuhan luka
berlangsung lama. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Sri Sukawati, AMd.Keb, selaku preceptor klinik Departemen Maternitas Puskesmas
Dau yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mendapatkan ilmu baru
dan meningkatkan kemampuan keperawatan maternitas di Poli Kesehatan Ibu dan
Anak PKM Dau.
2. Ns. Nurul Evi,S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat selaku preceptor akademik Departemen
Maternitas Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
3. Pihak-pihak yang secara tidak langsung membantu proses penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan Departemen Maternitas ini masih kurang
sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang
membangun bagi penulis, sehingga dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan
masyarakat secara umum.

Malang, 1 April 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

JUDUL i
HALAMANPENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 RumusanMasalah 3
1.3 TujuanPenelitian 3
1.3.1 TujuanUmum 3
1.3.2 TujuanKhusus 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.4.1 Manfaat Teoritis 3
1.4.2 Manfaat Praktis 4

BAB 2 KAJIAN TEORI 5


2.1 Laserasi Perineum 5
2.2 Daun Binahong 8
2.3 jahe 11

BAB 3 PEMBAHASAN 14
3.1 Judul 14
3.2 Pengarang 14
3.3 Tahun 14
3.4 Metode 14
3.5 Partisipan 12
3.6 Prosedur Penelitian
13
3.7 Hasil jurnal 15
3.8 pembahasan Penelitian 16
3.9 kesimpulan Jurnal 16

BAB 4 PEMBAHASAN MINI RISET 17


4.1 Pembahasan Jurnal 17
4.2 Kelebihan dan Kekeurangan Jurnal 18
4.3 Aplikasi Jurnal Di Indonesia 18

iv
BAB5PENUTUP 20
5.1 Kesimpulan 20
5.2 Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN 29

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Akademis

1.4.2 Bagi Praktisi

6
7

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Laserasi Perineum


1. Pengertian
Perineum adalah jaringan antara vestibulum vulva dan anus dan panjang kira-kira 4 cm
(Maimunah, 2005). Sedangkan menurut kamus Dorland perineum adalah daerah antara
kedua belah paha, antara vulva dan anus. Perineum terletak antara vulva dan anus,
panjangnya rata-rata 4 cm (Saifuddin, 2007). Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi
pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 1998).

2. Penyebab
a. Faktor Maternal
1) Partus presipitatus
Tetania uteri adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak
ada relaksasi rahim. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang
dapat menyebabkan persalinan di atas kendaraan, di kamar mandi, dan tidak sempat
dilakukan pertolongan. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas pada
serviks, vagina dan perineum, dan pada bayi dapat terjadi perdarahan intrakranial.
Pada presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan
cepat (Mochtar, 1998).
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat
dan tidak terkendali (JNPK-KR, 2007). Akibat dari partus presipitatus antara lain
terjadinya robekan perineum bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan
perdarahan pasca persalinan, cedera kepala bayi dan depresi bayi (Stenchever &
Sorensen, 1995, Saifuddin, 2008).

2) Mengejan terlalu kuat


Pada saat persalinan diperlukan tenaga/power dari ibu bentuk dorongan
meneran. Dorongan meneran tersebut muncul bersamaan dengan munculnya his
atau kontraksi rahim. His yang bagus dapat memebuka jalan lahir dengan cepat,
namun hal ini dipengaruhi cara ibu mengejan, artinya jika hisnya bagus tetapi ibu
menerannya tidak kuat maka tidak akan terjadi pembukaan jalan lahir. Sedangkan jika
ibu mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala yang merupakan diameter terbesar
janin maka akan menyebabkan laserasi perineum. Bila kepala telah mulai lahir, ibu
diminta bernafas panjang, untuk menghindarkan tenaga mengejan karena sinciput,
8

muka dan dagu yang mempunyai ukuran panjang akan mempengaruhi perineum.
Kepala lahir hendaknya pada akhir kontraksi agar kekuatan tidak terlalu kuat (Ibrahim,
1996).

3) Perineum yang rapuh dan oedema


Pada proses persalinan jika terjadi oedema pada perineum maka perlu
dihindarkan persalinan pervaginam karena dapat dipastikan akan terjadi laserasi
perineum (Manuaba, 1998).

4) Primipara
Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai teregang.
Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus yang pada
mulanya berbentuk bulat, kemudian berbentuk “D”. Yang tampak dalam anus adalah
dinding depan rektum. Perineum bila tidak ditahan, akan robek (= ruptura perinei),
terutama pada primigravida. Perineum ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya
dengan kain kasa steril (Saifuddin, 2007). Robekan perineum terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya
(Saifuddin, 2007).

5) Kesempitan pintu bawah panggul


Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri atas
segi tiga depan dan segi tiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni
distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa, maka
sudut arcus pubis mengecil (kurang dari 800). Agar supaya dalam hal ini kepala janin
dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah
panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang persalinan
pervaginam dapat dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum
(Saifuddin, 2007).

6) Varises Vulva
Wanita hamil sering mengeluh tentang pelebaran pembuluh darah, yang
terjadi pada tungkai, vagina, vulva, dan terjadi wasir. Selain kelihatan kurang baik,
pelebaran pembuluh darah ini dapat merupakan sumber perdarahan potensial pada
waktu hamil maupun saat persalinan. Kesulitan yang mungkin dijumpai adalah saat
persalinan dengan varises vulva yang besar sehingga saat episiotomi dapat terjadi
perdarahan (Manuaba, 1998).
9

7) Kelenturan jalan lahir


Perineum, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam proses
persalinan. Apabila perineum cukup lunak dan elastis, maka lahirnya kepala tidak
mengalami kesukaran. Biasanya perineum robek dan paling sering terjadi ruptura
perinei tingkat II dan tingkat III (Saifuddin, 2007). Perineum yang kaku menghambat
persalinan kala II yang meningkatkan risiko kematian bagi janin, dan menyebabkan
kerusakan-kerusakan jalan lahir yang luas. Keadaan demikian dapat dijumpai pada
primigravida yang umumnya lebih dari 35 tahun, yang lazim disebut primi tua
(Saifuddin, 2007).
Jalan lahir akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau rajin
bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat melenturkan jalan lahir dan
otot-otot sekitarnya (Sinsin, 2008). Senam kegel yang dilakukan pada saat hamil
memiliki manfaat yaitu dapat membuat elastisitas perineum (Nursalam, 2010). Selain
itu dapat memudahkan kelahiran bayi tanpa banya merobek jalan lahir (tanpa atau
sedikit “jahitan”) (Widianti & Proverawati, 2010).

b. Faktor Janin
1) Janin Besar
Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Persalinan dengan
berat badan janin besar dapat menyebabkan terjadinya laserasi perineum (Mochtar,
1998). Berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi perineum.
Bayi yang mempunyai berat badan yang besar dapat menimbulkan penyulit dalam
persalinan diantaranya adalah partus lama, partus macet dan distosia bahu (Jones,
2001). Sebelum bersalin hendaknya ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri agar dapat
diketahui Tafsiran Berat Badan Janin dan dapat diantisipasi adanya persalinan
patologis yang disebabkan bayi besar seperti ruptura uteri, ruptura jalan lahir, partus
lama, distosia bahu, dan kematian janin akibat cedera persalinan (Saifuddin, 2007).

2) Presentasi defleksi
Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi puncak kepala
dan presentasi dahi. Presentasi puncak kepala bagian terbawah adalah puncak
kepala, pada pemeriksaan dalam teraba Ubun-ubun Besar (UUB) yang paling
rendah, dan UUB sudah berputar ke depan. Menurut statistik hal ini terjadi pada 1%
dari seluruh persalinan. Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah partus yang lama
atau robekan jalan lahir yang lebih luas (Mochtar, 1998).
10

Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dahi, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala. Mekanisme
persalinan kepala memasuki panggul biasanya dengan dahi melintang, atau miring.
Pada waktu putaran paksi, dahi memutar ke depan. Maxilla (fossa canina) sebagai
hipomoklion berada di bawah simpisis, kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan
belakang kepala melewati perineum, lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu di
bawah simpisis. Hal ini mengakibatkan partus menjadi lama dan lebih sulit, bisa
terjadi robekan yang berat dan ruptura uteri (Mochtar, 1998).

3) Presentasi bokong
Presentasi bokong atau letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang
(membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar,
1998). Persalinan dengan penyulit seperti sungsang merupakan indikasi untuk
melakukan episiotomi (Saifuddin, 2007).

4) Distosia bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan yang memerlukan tambahan manuver obstetrik
karena jika dilakukan dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak
berhasil untuk melahirkan bayi (Cunningham, 2005).
Persalinan dengan distosia bahu sering terjadi kerusakan pada traktus genitalis
bawah seperti laserasi perineum (Jones, 2001).

5) Kelainan kongenital seperti Hidrosefalus


Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak sehingga
kepala janin menjadi besar serta ubun-ubun menjadi lebar. Jumlah cairan bisa
mencapai 1,5 liter bahkan ada yang sampai 5 liter. Sering dijumpai kelainan seperti
spinabifida dan cacat bawaan lain pada janin (Mochtar, 1998). Persalinan dengan
kelainan hidrosefalus dianjurkan untuk dilakukan persalinan perabdominan untuk
menghindari adanya cedera jalan lahir beserta cedera pada janin (Jones, 2001).

c. Faktor Penolong Persalinan


1) Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi
yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses tergantung dari
kemampuan penolong dalam menghadapi proses persalinan (Sujiyatmi, dkk., 2011)
11

Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala Mencegah laserasi yaitu
dengan kerjasama yang baik antara penolong terutama saat kepala crowning (
pembukaan 5-6 cm di vulva) serta kelahiran kepala yang terkendali dan perlahan
memberikan waktu pada vagina dan perineum untuk mengadakan penyesuaian
untuk mengurangi robekan (Hidayat & Sujiyatini, 2010).
Saat kepala janin sampai di dasar panggul, vulva mulai terbuka, rambut kepala
kelihatan. Setiap his kepala lebih maju, anus terbuka, perineum meregang. Penolong
harus menahan perineum dengan tangan kanan beralaskan kain kasa atau kain
doek steril, supaya tidak terjadi robekan perineum (Mochtar, 1998).
3) Anjuran posisi meneran
Penolong persalinan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi meneran
dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila posisi yang dipilih ibu tidak
efektif (Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009). Adapun macam-macam posisi
meneran adalah :
a) Duduk atau setengah duduk
Dengan posisi ini penolong persalinan lebih leluasa dalam membentu kelahiran
kepala janin serta lebih leluasa untuk dapat memperhatikan perineum.
b) Merangkak
Posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada punggung,
mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum
berkurang.
c) Jongkok atau berdiri
Posisi jongkok atau berdidi memudahkan penurunan kepala janin, memperluas
panggul sebesar dua puluh delapan persen lebih besar pada pintu bawah panggul,
memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko terjadinya laserasi
(perlukaan jalan lahir).
d) Berbaring miring kekiri
Posisi berbaring miring kekiri dapat mengurangi penekanan pada vena cava inferior
sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia, karena suplay oksigen
tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu yang mengalami kecapekan
dan dapat mencegah terjadinya laserasi / robekan jalan lahir.
e) Hindari posisi terlentang
Pada posisi terlentang dapat menyebabkan :
 Hipotensi dapat beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suplay oksigen
dalam sirkulasi uteroplacenta sehingga dapat menyebabkan hipoksia bagi
janin.
 Rasa nyeri yang bertambah.
12

 Kemajuan persalinan bertambah lama.


 Ibu mengalami gangguan untuk bernafas.
 Buang air kecil terganggu.
 Mobilisasi ibu kurang bebas.
 Ibu kurang semangat.
 Resiko laserasi jalan lahir bertambah.
 Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.

4) Episiotomi
Penyembuhan luka pada perineum akan lebih sempurna bila pinggirnya lurus dan
otot-otot mudah dijahit. Pada persalinan spontan sering terjadi robekan perineum
yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan menghambat
penyembuhan perineum sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga untuk
melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi pada perineum pada saat
kepala janin tampak dari luar dan mulai meregangkan perineum (Saifuddin, 2007).
Tindakan episiotomi pada masa lalu dilakukan secara rutin terutama pada primipara.
Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala janin, mencegah
kerusakan pada sfingter ani serta lebih mudah untuk menjahitnya. Kenyataannya
tindakan episiotomi dapat menyebabkan peningkatan jumlah kehilangan darah ibu,
bertambah dalam luka perineum, meningkatkan kerusakan pada spinter ani dan
peningkatan rasa nyeri pada hari pertama postpartum (Sumarah, Widyastuti &
Wiyati, 2009).

Indikasi episiotomi
Menurut Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009, indikasi episiotomi adalah :
a. Gawat janin.
b. Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi bokong, distosia
bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacum.
c. Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina.
d. Perineum kaku dan pendek.
e. Adanya ruptur yang membakat pada perineum.
f. Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin. Dianjurkan untuk
melakukan episiotomi pada pada
g. primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini
dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali
kedalam vagina (Saifuddin, 2007).
13

Episiotomi dilakukan bila perineum sudah menipis dan kepala janin tidak masuk lagi
dalam vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau menggunting perineum. Ada tiga
arah irisan diantaranya medialis, medio-lateralis dan lateralis. Tujuan episiotomi
adalah supaya tidak terjadi robekan perineum yang tidak teratur (Mochtar, 1998).

Derajat Laserasi perineum


Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan, yaitu sebagai berikut :
a. Derajat I : luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura posterior
tanpa mengenai kulit perineum. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan
dan posisi luka baik.
b. Derajat II : robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum. Jahit menggunakan
teknik penjahitan laserasi perineum.
c. Derajat III : robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum hingga otot sfingter ani.
d. Derajat IV : robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum, otot sfingter ani sampai ke dinding depan
rektum. Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke fasilitas
rujukan (Siswosudarmo & Emilia, 2008, JNPK-KR, 2008).

2.2 Daun Binahong


2.2.1 Deskripsi Tanaman
Binahong merupakan kelompok tumbuhan menjalar, berumur panjang (perenial),
bisa mencapai panjang ± 5 m. Batang binahong bersifat lunak, berbentuk silindris, saling
membelit, berwarna merah, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang
melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun binahong
berjenis tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau,
bentuk jantung (cordata), panjang 5–10 cm, lebar 3–7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung
runcing, permukaan licin, bisa dimakan. Binahong mempunyai jenis bunga majemuk
berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem
keputih-putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5–1 cm dan
berbau harum. Akarnya berbentuk rimpang dan berdaging lunak (Pink, 2004).
14

Gambar 3. Daun Binahong (Deane, 2012)

Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) termasuk dalam famili


Basellaceae merupakan salah satu tanaman obat yang mempunyai potensi besar ke
depan untuk diteliti, karena dari tanaman ini masih banyak yang perlu digali sebagai
bahan fitofarmaka. Tanaman ini sebenarnya berasal dari Cina dan menyebar ke Asia
Tenggara. Di negara Eropa maupun Amerika, tanaman ini cukup dikenal, tetapi para ahli
di sana belum tertarik untuk meneliti serius dan mendalam, padahal beragam khasiat
sebagai obat telah diakui (Manoi, 2009).

2. Manfaat dan Kandungan


Dalam pengobatan, bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari akar,
batang, daun, dan bunga maupun umbi yang menempel pada ketiak daun. Tanaman ini
dikenal dengan sebutan Madeira Vine dipercaya memiliki kandungan antioksidan tinggi
dan antivirus. Tanaman ini masih diteliti meski dalam lingkup terbatas. Percobaan pada
tikus yang disuntik dengan bahan ekstrak dari binahong dapat meningkatkan daya tahan
tubuh, peningkatan agresivitas tikus dan tidak mudah sakit. Beberapa penyakit yang
dapat disembuhkan dengan menggunakan tanaman ini adalah: kerusakan ginjal,
diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, stroke wasir, rhematik, pemulihan
pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan
khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah,
sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas
tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati,
meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Manoi, 2009).

Menurut Tshikalange (2005). ekstrak air akar binahong dengan dosis 50 mg/ml
memiliki daya hambat terhadap bakteri gram‒positif (B.pumilus,B.subtilis dan S.aureus)
serta pada bakteri gram‒negatif (Enterobacter cloacae, E.coli, Klebsiella pneumonia,
Serratia marcescens, dan Enterobacter aerogenes) pada dosis 60 mg/ml, tetapi tidak
pada bakteri B.sereus. Rachmawati (2007) telah melakukan skrining fitokimia daun
15

binahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis) dengan melakukan maserasi terhadap


serbuk kering daun dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol didapatkan
kandungan kimia berupa saponin triterpenoid, flavanoiod dan minyak atsiri.

Rochani (2009) melakukan ekstraksi dengan cara maserasi daun binahong


dengan menggunakan pelarut petroleum eter, etil asetat dan etanol setelah dilakukan uji
tabung ditemukan kandungan alkaloid, saponin dan flavanoid, sedangkan pada analisisa
kromatografi lapis tipis ditemukan senyawa alkaloid, saponin dan flavonoid. Setiaji
(2009) telah melakukan ekstraksi pada rhizome binahong dengan pelarut etil asetat,
petroleum eter, dan etanol 70% di dapatkan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid dan
polifenol. Pada ekstrak dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 2 % dapat
membunuh bakteri Staphylococcus aureus. Selain itu juga dijelaskan Uchida (2003)
bahwa di dalam daun binahong terdapat aktifitas antioksidan, asam askorbat dan total
fenol yang cukup tinggi.

Tabel 1. Analisis senyawa fitokimia pada tanaman binahong

Sumber: Astuti, 2013

a. Flavonoid
Senyawa‒senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian
tumbuhan tinggi, seperti bunga, daun, ranting, buah, kayu, kulit kayu, dan
akar. Sebagian besar flavonoid ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana
unit flavonoid terikat pada satu gula. Flavonoid dapat ditemukan sebagai
mono-, di-, atau triglikosida, dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil
dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan
16

hanya sedikit larut dalam pelarut-pelarut organik seperti eter, benzene,


klorofom dan aseton (Waji et al., 2009).

Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari


15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6
(dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon) (10, 11). Keberadaan
cincin aromatik menyebabkan pitanya terserap kuat pada daerah panjang
UV-vis (Sriningsih dkk., 2012).

Senyawa – senyawa flavonoid terdiri atas bebrapa jenis,


bergantung pada tingkat oksidasi dan rantai propana dan system 1,3-
diarilpropan (Waji dkk., 2009). Berdasarkan penelitian Selawa dkk (2013),
Jenis flavonoid yang diperoleh dari hasil isolasi dan identifikasi serbuk
segar dan serbuk kering ekstrak etanol daun binahong ialah flavonol.
Flavonoid total pada sampel segar daun binahong diperoleh dengan cara
memasukan nilai absorbansi pada kurva standar kuersetin dengan
persamaan kurva yaitu y = 0,0278x – 0,0022 sehingga hasil dari besar
flavonoid pada sampel segar daun binahong yaitu sebesar 11,23 mg/kg.
Kandungan flavonoid pada sampel segar lebih besar, karena pada proses
preparasi sampel segar tidak mengalami pemanasan. Hal tersebut
dikarenakan proses pemanasan dapat membuat kadar dari senyawa
flavonoid berkurang. Proses pemanasan ini dapat mengakibatkan
penurunan kadar total flavonoid sebesar 15–78 %.

b. Saponin
Berdasarkan struktur kimianya, saponin dikelompokkan menjadi
tiga kelas utama yaitu kelas streroid, kelas steroid alkaloid, dan kelas
triterpenoid (Wallace et al., 2002). Saponin sebagian besar terkandung
dalam tanaman, namun saponin juga terkandung dalam beberapa jenis
hewan seperti sea cucumber. Saponin yang terkandung dalam tanaman
banyak ditemukan pada bagian akar, umbi, kulit pohon, biji dan buah.
Mayoritas saponin yang terdapat di alam terutama pada tumbuhan jenis
saponin triterpen. Saponin terdapat pada berbagai spesies tanaman, baik
tanaman liar maupun tanaman budidaya. Saponin juga banyak ditemukan
dalam tanaman yang digunakan sebagai hijauan pakan ternak ruminansia
dan jenis tanaman lain yang berpotensi sebagai macam spesies Sapindus
(Wina et al., 2005).
17

Berdasarkan penelitian Astuti (2013), kandungan senyawa saponin


secara kuantitaitf dalam tanaman binahong menunjuka hasil presentase
saponin dari tiap 20 mg sampel kering terdapat pada daun dan akar
tanaman yaitu dengan jumlah sebesar (28,14 ± 0,22) untuk daun, Batang
(3,65 ± 011) dan akar (43,15 ± 0,10).

2.3 Povidone Iodine


Povidone iodine ialah suatu iodovor dengan polivinil pirolidon berwarna coklat gelap
dan timbul bau yang tidak menguntungkan (Ganiswara, 2003). Povidone iodine merupakan
agen antimikroba yang efektif dalam desinfeksi dan pembersihan kulit baik pra- maupun
pascaoperasi, dalam penatalaksanaan luka traumatik (Morison, 2003).
Povidone iodine bersifat bakteriostatik dengan kadar 640 μg/ml dan bersifat
bakterisidal pada kadar 960 μg/ml. 10% povidone iodine mengandung 1% iodium yang
dapat membunuh bakteri dalam 1 menit Mekanisme kerja povidone iodine dimulai setelah
kontak langsung dengan jaringan dengan melepaskan elemen iodine yang akan
menghambat metabolisme enzim bakteri sehingga mengganggu multiplikasi bakteri yang
mengakibatkan bakteri menjadi lemah. Penggunaan iodine berlebih dapat menghambat
proses granulasi luka (Gunawan, 2007).
18

BAB III

PEMBAHASAN JURNAL

3.1 Judul
Perbedaan efektifitas povidone iodine dengan air rebusan daun binahong terhadap
penyembuhan luka perineum pada ibu post partum di BPM wilayah kerja dinas
kesehatan kabupaten Lampung Selatan

3.2 Pengarang
Riyanti Imron, Risneni (Poltekkes Tanjungkarang)

3.3 Tahun
2018

3.4 Metode
Rancangan penelitian yang digunakan adalah True Experimental post test only
Design. Dikatakan true experimental (eksperimen yang sebenarnya/betul-betul)
karena dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang
mempengaruhi jalannya eksperimen. Jenis penelitian Analitik dengan Statistik
Deskriptif dan bivariat dengan Statistik Inferensial menggunakan uji T independen,
proses pengolahan data menggunakan SPSS.

3.5 Partisipan
Responden sejumlah 80 ibu Post Partum dengan laserasi. Kelompok 1 sejumlah 40
orang, di beri intervensi povidone iodine dan kelompok 2 sejumlah 40 orang di beri
intervensi air rebusan daun binahong.

3.6 Prosedur

 Pembuatan air rebusan daun binahong

Daun binahong yang akan digunakan diperoleh dari lingkungan warga.


Daun binahong tua (warna hijau gelap) diambil sebanyak 50 gram, kemudian daun
yang sudah dikumpulkan, dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan
melakukan pencucian menggunakan air mengalir. Sediaan yang akan dibuat adalah
sediaan infusa, yaitu dengan cara merebus daun binahong dalam air mendidih
selama 15 menit dan ditutup selama proses perebusan. Jumlah air yang digunakan
untuk merebus yaitu 4 gelas air (800 ml) yang dididihkan kemudian daun binahong
19

sebanyak 50 gram dimasukkan dalam air yang mendidih selama 15 menit hingga
tersisa air rebusan sebanyak 2 gelas saja (400 ml). Air rebusan tersebut didiamkan
hingga suhu mencapai 35-40⁰C (hangat-hangat kuku), selanjutnya disaring sehingga
hanya tersisa airnya saja, dan digunakan untuk membersihkan daerah kewanitaan
sampai habis. Air rebusan daun binahong yang sudah dipakai hanya sekali pakai
saja, dan diganti dengan daun binahong yang baru setiap kali akan digunakan untuk
membersihkan perineum.
 Penerapan air rebusan daun binahong pada ibu postpartum

Air rebusan daun binahong diberikan pada ibu postpartum yang mempunyai
luka laserasi di daerah perineum (yang ada jahitan luka). Cara penggunaannya
adalah air rebusan tersebut dipakai untuk cebok atau membersihkan daerah
kewanitaan (perineum) setiap hari sebanyak 2 kali, yaitu pada waktu pagi dan sore
hari. Cara menggunakan air rebusan daun binahong untuk membersihkan area
perineum dengan membasahi perineum dari arah depan ke belakang. Air rebusan
ini diberikan sebagai pembilas, setelah ibu membersihkan area perineum. Area
perineum yang terlah dibersihkan, selanjutnya dikeringkan menggunakan handuk
kecil, dengan cara di tekan-tekan ringan, dan tidak diusapkan pada daerah
perineum, karena dikhawatirkan akan merusak jahitan luka yang belum kering
secara sempurna. Tindakan ini dilakukan mulai hari ke-2 sampai hari ke-7 post
partum.

3.7 Hasil Penelitian


A. Hasil Analisis Univariat
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 40 responden yang di
berikan perawatan luka perineum dengan povidone iodine yang terbanyak adalah
ibu postpartum dengan lama penyembuhan luka selama 7 hari yaitu 38 responden
(95 %). Hasil analisis di dapatkan rata - rata lamanya penyembuhan luka dengan
mengguna kan Povidone Iodine adalah 8,2750 hari (8 hari.). Lama penyembuhan
paling cepat 5 hari dan yang paling lama 10 hari.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 40 responden yang di berikan
perawatan luka perineum dengan rebusan daun Binahong yang terbanyak adalah ibu
postpartum dengan lamanya penyembuhan luka selama 5 hari dengan luka kering
sebanyak 20 responden (50 %). Hasil analisis di dapatkan rata-rata lamanya
penyembuhan luka dengan menggunkan air rebusan binahong adalah 4,8750 hari (5
hari). Lama penyembuhan paling cepat 3 hari dan yang paling lama 8 hari.
20

B. Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil penelitian rata – rata lamanya perawatan dengan
menggunakan Povidone Iodine 8,2750 (8 hari) dengan standar deviasi 0.96044,
sedangkan lama perawatan dengan rebusan air daun binahong rata –rata 4.8750 (5
hari) dengan standar deviasi 4.8750. Hasil uji statistik dengan T Test diperoleh Uji
beda T test p value = 0,000.< 0,05 sehingga H0 di tolak artinya, bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara penyembuhan luka perineum dengan
menggunakan Povidone iodine dan air rebusan daun Binahong terhadap
penyembuhan luka perineum pada ibu postpartum di PMB Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2017. Sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa perawatan luka
perineum dengan menggunakan air rebusan binahong lebih cepat kering di
bandingkan dengan menggunakan povidone iodine.

3.8 Pembahasan
Hasil uji statistik dengan T Test diperoleh Uji beda T test p value = 0,000.<
0,05 sehingga H0 di tolak artinya, bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
penyembuhan luka perineum dengan menggunakan Povidone iodine dan air rebusan
daun Binahong di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2017. Hasil penelitian Nurul
dan Anisa (2007), menyebutkan bahwa dalam simplisia daun binahong terkandung
senyawa saponin, alkaloid, dan polifenol. Saponin berfungsi sebagai pembersih dan
mampu memacu pembentukan kolagen I, yang merupakan sebuah protein yang
berperan dalam proses penyembuhan luka. Sebagai obat luka, binahong
menagdung beberapa kandungan kimia yaitu flvonoid, asam oleanolik, protein,
saponin, dan asam askorbat. Kandungan asam askorbat pada tanaman ini penting
untuk mengaktifkan enzim prolil hodroksilasi yang menunjang tahap hidroksilasi
dalam pembentukan kolagen, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan
luka (susetya, 2012).
Hasil penelitian Ns. Kartika Wijayanti, M.Kep dan Dr. Heni Setyowati Esti
Rahayu, S.Kp.,M.Kes dengan judul Efektifitas Air Rebusan Daun Binahong Terhadap
Penyembuhan Luka Perineum Di Rumah Bersalin Aesya Grabag Kabupaten
Magelang tahun 2016 di dapatkan hasil setelah diberikan intervensi air rebusan daun
binahong, repsonden dengan penyembuhan luka perineum kategori sedang
berjumlah 2 orang (9.1%) dan penyembuhan luka perineuam kategori baik berjumlah
20 orang (90.9%). Responden yang diberikan intervensi bethadine, penyembuhan
luka perineum kategori sedang berjumlah 12 orang (54.5%) dan penyembuhan luka
kategori baik berjumlah 10 orang (45.5%) dengan p value = 0,021 yang artinya
bahwa ada perbedaan penyembuhan luka perineum yang bermakna setelah
21

diberikan intervensi air rebusan daun binahong dan bethadine. Persentasi reponden
yang mengalami penyembuhan luka perineum pada kelompok binahong, lebih baik
daripada kelompok bethadine.
Penelitian lain juga mendukung hal tersebut dilakukan oleh Oriza (2015),
yang menyatakan bahwa ekstrak daun binahong dapat memperecepat
penyembuhan luka sayat pada tikus putih dengan dosis efeltif yaitu konsentrasi 30%,
dibandingkan dengan povidone iodine. Penelitian lain dilakukan oleh Firzanah
(2015), yang menyatakan bahwa ada pengaruh mengkonsumsi air rebusan daun
binahong terhadap penyembuhan luka perineum pada ibu nifas.
Kandungan metabolit sekunder dari tumbuhan dapat digunakan untuk
mengobati berbagai penyakit. Dari hasil uji fitokimia sebelumnya menunjukkan
bahwa pada ekstrak daun binahong positif mengandung senyawa aktif saponin,
flavonoid, steroid, terpenoid, fenol, dan alkaloid (Astuti, 2012). Polifenol dan saponin
berfungsi sebagai anti bakteri (Wardani, 2012). Ekstrak etanol daun binahong juga
memiliki kapasitas sebagai antioksidan (Selawa, 2013). Pemberian daun binahong
pada luka membantu penyembuhan luka dengan pembentukan jaringan granulasi
yang lebih banyak dan reepitalisasi terjadi lebih cepat dibandingkan dengan luka
yang tidak diberi daun binahong (Ariani, 2013). Saponin merupakan senyawa
glikosida triterpenoida ataupun glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif
permukaan dan bersifat sperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan
kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Pola
glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan
gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukoronat (Harborne,
1996). Berdasar struktur kimianya, saponin di kelompokkan menjadi 3 kelas utama
yaitu kelas steroid, kelas steroid alkaloid, dan kelas triterpenoid ( Wallace et al.,
2002).
Povidone Iodine merupakan substansi kimia polivinilpirolidon (juga dikenal
sebagai Povidone dan PVP) dan Iodine elemental.

3.9 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dan membandingkan dengan teori maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa semakin responden secara rutin melakukan perawatan
luka jahitan perineum dengan menggunakan air rebusan daun binahong lebih cepat
penyembuhan luka perineum di bandingkan dengan povidone iodine. Hal ini di
sebabkan karena dalam tumbuhan binahong sangat baik untuk revitalisasi kulit,
memberi stamina ekstra, melancarkan peredaran darah, mengatasi pembengkakan
dan pembekuan darah, memulihkan kondisi lemah, dan menyembuhkan luka.
22

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti menganjurkan pada ibu bersalin yang
mengalami luka jahitan /laserasi jalan lahir derajat I dan II dapat melakukan
perawatan luka dengan menggunakan rebusan air binahong sebagai antiseptic
terhadap perawatan non farmaka untuk penyembuhan luka perineum sehingga
penyembuhan luka perineum akan lebih cepat dan lebih baik lagi.
23

BAB IV
PENERAPAN JURNAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DAU

Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (tenore) steen) merupakan tanaman yang


sudah lama ada di Indonesia, akan tetapi masyarakat Indonesia pada waktu itu belum begitu
mengenalnya sebagai tanaman obat. Sekarang begitu banyak jurnal – jurnal penelitian yang
membahas manfaat daun binahong. Manfaat daun binahong diantaranya untuk mengurangi
gejala batuk/ muntah darah, penyakit paru – paru, diabetes, sesak nafas, darah rendah,
gatal/eksim, ambien berdarah, mimisan, luka pasca operasi, luka pasca persalinan, menjaga
stamina tubuh, dan lain – lain ( Surjantini, 2018). Dalam sharing jurnal ini peneliti mencoba
berbagi pengetahuan mengenai manfaat daun binahong untuk penyembuhan luka pasca
persalinan seperti luka pada perineum yang pada beberapa ibu dilakukan episiotomy
berdasarkan telaah beberapa jurnal, yang nantinya semoga bisa diterapkan di wilayah kerja
Puskesmas Dau Kabupaten Malang.
Begitu banyaknya manfaat yang terkandung dikarenakan daun binahong banyak
mengandung senyawa seperti saponin, alkaloid, flovanoid, asam askorbat dan polifenol.
Sebagaimana diketahui kandungan saponin berfungsi sebagai pembersih dan mampu
memacu pembentukan kolagen I yang merupakan sebuah protein yang berperan dalam
proses penyembuhan luka. Kandungan asam askorbat pada daun binahong berfungsi untuk
mengaktifkan enzim prolil hidroksilase yang menunjang tahap hidroksilasi dalam
pembentukan kolagen, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka
(Susetya,2012).
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa proses penyembuhan luka episiotomy
dengan menggunakan air rebusan daun binahong justru lebih cepat daripada yang
menggunakan povidone iodine atau betadin. Sebagaimana hasil penelitian Imron dan
Risneni (2018) yang mengatakan bahwa semakin rutin responden melakukan perawatan
luka jahitan perineum dengan menggunakan air rebusan daun binahong lebih cepat
penyembuhan luka perineum dibandingkan dengan povidone iodine. Begitu pula dengan
penelitian Ns. Kartika Wijayanti, M.Kep dan Dr. Heni setyowati Asti Rahayu, S.Kp.,
M.Kes(2016) mengungkapkan bahwa persentase responden mengalami penyembuhan luka
perineum pada kelompok binahong lebih baik daripada kelompok betadine. Penelitian
sejalan juga dilakukan oleh Miladiyah (2012) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol daun
binahong mampu menyembuhkan luka lebih baik daripada povidone iodine pada kulit
kelinci.
Selain dari segi kandungan daun binahong yang kaya akan manfaat, penerapan air
rebusan daun binahong untuk percepatan proses penyembuhan luka episiotomy juga dinilai
sangat mudah, praktis dan ekonomis untuk kalangan ibu – ibu. Apalagi tanaman ini mudah
24

tumbuh di iklim tropis seperti di Indonesia dan pemeliharaannya juga gampang. Hal ini bisa
menjadi referensi bagi ibu – ibu di wilayah kerja Puskesmas Dau untuk menjadikannya
sebagai tanaman obat yang harus ada di pekarangan rumah / TOGA (Tanaman Obat
Keluarga).
Langkah - langkah penerapan air rebusan daun binahong pada perawatan luka
episotomy sama dengan SOP vulva hygene pada ibu nifas pada umumnya. Adapun langkah
– langkah membuat air rebusan daun binahong sebagai berikut :
PERALATAN :
1. 50 gr daun binahong
2. Air 800 ml atau 4 gelas
3. Handuk bersih
4. Panci yang terbuat dari tanah liat
5. Kompor gas
6. Saringan
7. Gelas atau botol
PELAKSANAAN :
1. Daun binahong dicuci menggunakan air mengalir
2. Rebus daun binahong dengan 4 gelas air (800 ml) selama 15 menit
3. Tunggu mendidih sampai tersisa air 2 gelas (400 ml)
4. Setelah mendidih diamkan hingga suhunya mencapai 35 – 40oC ( hangat – hangat kuku)
5. Kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam botol ( satu botol untuk sekali pakai)
6. Pergunakan untuk vulva hygiene.
25

DAFTAR PUSTAKA

Surjantini R.R.S.H dan Siregar S. Efektifitas Air Rebusan Simplisia Daun Binahong
(Anredera cordifolia (tenore) streen)Untuk Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu
Nifas Di Klinik Murniati Kecamatan Kota Kisaran Barat. Jurnal Penelitian Kesehatan
suara Forikes, 2018, Vol. 9, No. 3 : 170 – 175.

Susetya D. 2012. Khasiat dan Manfaat Daun Ajaib Binahong Cetakan I. Yogyakarta :
Pustaka Baru Press.

Imron R dan Risneni. Perbedaan Efektifitas Povidone Iodine Dengan Air Rebusan Daun
Binahong Terhadap Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Post Partum Di BPM
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2017. SAKAI
SAMBAYAN-Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2018, Vol. 2, No. 2 : 61 – 68.

You might also like