Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Kelompok 2:
1. Anjar Satria Wibawa 180070300011037
2. Devi Fatmawati 1800703000110
3. Musaffa Ridhani 180070300011023
4. Nadhirotul F. Evy S. 180070300011032
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
Kelompok 2:
1. Anjar Satria Wibawa 180070300011037
2. Devi Fatmawati 1800703000110
3. Musaffa Ridhani 180070300011023
4. Nadhirotul F. Evy S. 180070300011032
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Seminar Jurnal Departemen Maternitas dengan judul “Perbedaan
efektifitas povidone iodine dengan air rebusan daun binahong terhadap penyembuhan luka
perineum pada ibu post partum di BPM wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten Lampung
Selatan”. Ketertarikan penulis akan topik ini didasari pada fakta bahwa penyembuhan luka
perineum setelah tindakan episiotomi menimbulkan nyeri dan kadang penyembuhan luka
berlangsung lama. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Sri Sukawati, AMd.Keb, selaku preceptor klinik Departemen Maternitas Puskesmas
Dau yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mendapatkan ilmu baru
dan meningkatkan kemampuan keperawatan maternitas di Poli Kesehatan Ibu dan
Anak PKM Dau.
2. Ns. Nurul Evi,S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat selaku preceptor akademik Departemen
Maternitas Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
3. Pihak-pihak yang secara tidak langsung membantu proses penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan Departemen Maternitas ini masih kurang
sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang
membangun bagi penulis, sehingga dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan
masyarakat secara umum.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
JUDUL i
HALAMANPENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 RumusanMasalah 3
1.3 TujuanPenelitian 3
1.3.1 TujuanUmum 3
1.3.2 TujuanKhusus 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.4.1 Manfaat Teoritis 3
1.4.2 Manfaat Praktis 4
BAB 3 PEMBAHASAN 14
3.1 Judul 14
3.2 Pengarang 14
3.3 Tahun 14
3.4 Metode 14
3.5 Partisipan 12
3.6 Prosedur Penelitian
13
3.7 Hasil jurnal 15
3.8 pembahasan Penelitian 16
3.9 kesimpulan Jurnal 16
iv
BAB5PENUTUP 20
5.1 Kesimpulan 20
5.2 Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
v
BAB I
PENDAHULUAN
6
7
BAB II
KAJIAN TEORI
2. Penyebab
a. Faktor Maternal
1) Partus presipitatus
Tetania uteri adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak
ada relaksasi rahim. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang
dapat menyebabkan persalinan di atas kendaraan, di kamar mandi, dan tidak sempat
dilakukan pertolongan. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas pada
serviks, vagina dan perineum, dan pada bayi dapat terjadi perdarahan intrakranial.
Pada presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan
cepat (Mochtar, 1998).
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat
dan tidak terkendali (JNPK-KR, 2007). Akibat dari partus presipitatus antara lain
terjadinya robekan perineum bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan
perdarahan pasca persalinan, cedera kepala bayi dan depresi bayi (Stenchever &
Sorensen, 1995, Saifuddin, 2008).
muka dan dagu yang mempunyai ukuran panjang akan mempengaruhi perineum.
Kepala lahir hendaknya pada akhir kontraksi agar kekuatan tidak terlalu kuat (Ibrahim,
1996).
4) Primipara
Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai teregang.
Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus yang pada
mulanya berbentuk bulat, kemudian berbentuk “D”. Yang tampak dalam anus adalah
dinding depan rektum. Perineum bila tidak ditahan, akan robek (= ruptura perinei),
terutama pada primigravida. Perineum ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya
dengan kain kasa steril (Saifuddin, 2007). Robekan perineum terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya
(Saifuddin, 2007).
6) Varises Vulva
Wanita hamil sering mengeluh tentang pelebaran pembuluh darah, yang
terjadi pada tungkai, vagina, vulva, dan terjadi wasir. Selain kelihatan kurang baik,
pelebaran pembuluh darah ini dapat merupakan sumber perdarahan potensial pada
waktu hamil maupun saat persalinan. Kesulitan yang mungkin dijumpai adalah saat
persalinan dengan varises vulva yang besar sehingga saat episiotomi dapat terjadi
perdarahan (Manuaba, 1998).
9
b. Faktor Janin
1) Janin Besar
Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Persalinan dengan
berat badan janin besar dapat menyebabkan terjadinya laserasi perineum (Mochtar,
1998). Berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi perineum.
Bayi yang mempunyai berat badan yang besar dapat menimbulkan penyulit dalam
persalinan diantaranya adalah partus lama, partus macet dan distosia bahu (Jones,
2001). Sebelum bersalin hendaknya ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri agar dapat
diketahui Tafsiran Berat Badan Janin dan dapat diantisipasi adanya persalinan
patologis yang disebabkan bayi besar seperti ruptura uteri, ruptura jalan lahir, partus
lama, distosia bahu, dan kematian janin akibat cedera persalinan (Saifuddin, 2007).
2) Presentasi defleksi
Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi puncak kepala
dan presentasi dahi. Presentasi puncak kepala bagian terbawah adalah puncak
kepala, pada pemeriksaan dalam teraba Ubun-ubun Besar (UUB) yang paling
rendah, dan UUB sudah berputar ke depan. Menurut statistik hal ini terjadi pada 1%
dari seluruh persalinan. Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah partus yang lama
atau robekan jalan lahir yang lebih luas (Mochtar, 1998).
10
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dahi, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala. Mekanisme
persalinan kepala memasuki panggul biasanya dengan dahi melintang, atau miring.
Pada waktu putaran paksi, dahi memutar ke depan. Maxilla (fossa canina) sebagai
hipomoklion berada di bawah simpisis, kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan
belakang kepala melewati perineum, lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu di
bawah simpisis. Hal ini mengakibatkan partus menjadi lama dan lebih sulit, bisa
terjadi robekan yang berat dan ruptura uteri (Mochtar, 1998).
3) Presentasi bokong
Presentasi bokong atau letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang
(membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar,
1998). Persalinan dengan penyulit seperti sungsang merupakan indikasi untuk
melakukan episiotomi (Saifuddin, 2007).
4) Distosia bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan yang memerlukan tambahan manuver obstetrik
karena jika dilakukan dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak
berhasil untuk melahirkan bayi (Cunningham, 2005).
Persalinan dengan distosia bahu sering terjadi kerusakan pada traktus genitalis
bawah seperti laserasi perineum (Jones, 2001).
Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala Mencegah laserasi yaitu
dengan kerjasama yang baik antara penolong terutama saat kepala crowning (
pembukaan 5-6 cm di vulva) serta kelahiran kepala yang terkendali dan perlahan
memberikan waktu pada vagina dan perineum untuk mengadakan penyesuaian
untuk mengurangi robekan (Hidayat & Sujiyatini, 2010).
Saat kepala janin sampai di dasar panggul, vulva mulai terbuka, rambut kepala
kelihatan. Setiap his kepala lebih maju, anus terbuka, perineum meregang. Penolong
harus menahan perineum dengan tangan kanan beralaskan kain kasa atau kain
doek steril, supaya tidak terjadi robekan perineum (Mochtar, 1998).
3) Anjuran posisi meneran
Penolong persalinan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi meneran
dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila posisi yang dipilih ibu tidak
efektif (Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009). Adapun macam-macam posisi
meneran adalah :
a) Duduk atau setengah duduk
Dengan posisi ini penolong persalinan lebih leluasa dalam membentu kelahiran
kepala janin serta lebih leluasa untuk dapat memperhatikan perineum.
b) Merangkak
Posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada punggung,
mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum
berkurang.
c) Jongkok atau berdiri
Posisi jongkok atau berdidi memudahkan penurunan kepala janin, memperluas
panggul sebesar dua puluh delapan persen lebih besar pada pintu bawah panggul,
memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko terjadinya laserasi
(perlukaan jalan lahir).
d) Berbaring miring kekiri
Posisi berbaring miring kekiri dapat mengurangi penekanan pada vena cava inferior
sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia, karena suplay oksigen
tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu yang mengalami kecapekan
dan dapat mencegah terjadinya laserasi / robekan jalan lahir.
e) Hindari posisi terlentang
Pada posisi terlentang dapat menyebabkan :
Hipotensi dapat beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suplay oksigen
dalam sirkulasi uteroplacenta sehingga dapat menyebabkan hipoksia bagi
janin.
Rasa nyeri yang bertambah.
12
4) Episiotomi
Penyembuhan luka pada perineum akan lebih sempurna bila pinggirnya lurus dan
otot-otot mudah dijahit. Pada persalinan spontan sering terjadi robekan perineum
yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan menghambat
penyembuhan perineum sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga untuk
melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi pada perineum pada saat
kepala janin tampak dari luar dan mulai meregangkan perineum (Saifuddin, 2007).
Tindakan episiotomi pada masa lalu dilakukan secara rutin terutama pada primipara.
Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala janin, mencegah
kerusakan pada sfingter ani serta lebih mudah untuk menjahitnya. Kenyataannya
tindakan episiotomi dapat menyebabkan peningkatan jumlah kehilangan darah ibu,
bertambah dalam luka perineum, meningkatkan kerusakan pada spinter ani dan
peningkatan rasa nyeri pada hari pertama postpartum (Sumarah, Widyastuti &
Wiyati, 2009).
Indikasi episiotomi
Menurut Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009, indikasi episiotomi adalah :
a. Gawat janin.
b. Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi bokong, distosia
bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacum.
c. Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina.
d. Perineum kaku dan pendek.
e. Adanya ruptur yang membakat pada perineum.
f. Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin. Dianjurkan untuk
melakukan episiotomi pada pada
g. primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini
dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali
kedalam vagina (Saifuddin, 2007).
13
Episiotomi dilakukan bila perineum sudah menipis dan kepala janin tidak masuk lagi
dalam vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau menggunting perineum. Ada tiga
arah irisan diantaranya medialis, medio-lateralis dan lateralis. Tujuan episiotomi
adalah supaya tidak terjadi robekan perineum yang tidak teratur (Mochtar, 1998).
Menurut Tshikalange (2005). ekstrak air akar binahong dengan dosis 50 mg/ml
memiliki daya hambat terhadap bakteri gram‒positif (B.pumilus,B.subtilis dan S.aureus)
serta pada bakteri gram‒negatif (Enterobacter cloacae, E.coli, Klebsiella pneumonia,
Serratia marcescens, dan Enterobacter aerogenes) pada dosis 60 mg/ml, tetapi tidak
pada bakteri B.sereus. Rachmawati (2007) telah melakukan skrining fitokimia daun
15
a. Flavonoid
Senyawa‒senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian
tumbuhan tinggi, seperti bunga, daun, ranting, buah, kayu, kulit kayu, dan
akar. Sebagian besar flavonoid ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana
unit flavonoid terikat pada satu gula. Flavonoid dapat ditemukan sebagai
mono-, di-, atau triglikosida, dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil
dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan
16
b. Saponin
Berdasarkan struktur kimianya, saponin dikelompokkan menjadi
tiga kelas utama yaitu kelas streroid, kelas steroid alkaloid, dan kelas
triterpenoid (Wallace et al., 2002). Saponin sebagian besar terkandung
dalam tanaman, namun saponin juga terkandung dalam beberapa jenis
hewan seperti sea cucumber. Saponin yang terkandung dalam tanaman
banyak ditemukan pada bagian akar, umbi, kulit pohon, biji dan buah.
Mayoritas saponin yang terdapat di alam terutama pada tumbuhan jenis
saponin triterpen. Saponin terdapat pada berbagai spesies tanaman, baik
tanaman liar maupun tanaman budidaya. Saponin juga banyak ditemukan
dalam tanaman yang digunakan sebagai hijauan pakan ternak ruminansia
dan jenis tanaman lain yang berpotensi sebagai macam spesies Sapindus
(Wina et al., 2005).
17
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL
3.1 Judul
Perbedaan efektifitas povidone iodine dengan air rebusan daun binahong terhadap
penyembuhan luka perineum pada ibu post partum di BPM wilayah kerja dinas
kesehatan kabupaten Lampung Selatan
3.2 Pengarang
Riyanti Imron, Risneni (Poltekkes Tanjungkarang)
3.3 Tahun
2018
3.4 Metode
Rancangan penelitian yang digunakan adalah True Experimental post test only
Design. Dikatakan true experimental (eksperimen yang sebenarnya/betul-betul)
karena dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang
mempengaruhi jalannya eksperimen. Jenis penelitian Analitik dengan Statistik
Deskriptif dan bivariat dengan Statistik Inferensial menggunakan uji T independen,
proses pengolahan data menggunakan SPSS.
3.5 Partisipan
Responden sejumlah 80 ibu Post Partum dengan laserasi. Kelompok 1 sejumlah 40
orang, di beri intervensi povidone iodine dan kelompok 2 sejumlah 40 orang di beri
intervensi air rebusan daun binahong.
3.6 Prosedur
sebanyak 50 gram dimasukkan dalam air yang mendidih selama 15 menit hingga
tersisa air rebusan sebanyak 2 gelas saja (400 ml). Air rebusan tersebut didiamkan
hingga suhu mencapai 35-40⁰C (hangat-hangat kuku), selanjutnya disaring sehingga
hanya tersisa airnya saja, dan digunakan untuk membersihkan daerah kewanitaan
sampai habis. Air rebusan daun binahong yang sudah dipakai hanya sekali pakai
saja, dan diganti dengan daun binahong yang baru setiap kali akan digunakan untuk
membersihkan perineum.
Penerapan air rebusan daun binahong pada ibu postpartum
Air rebusan daun binahong diberikan pada ibu postpartum yang mempunyai
luka laserasi di daerah perineum (yang ada jahitan luka). Cara penggunaannya
adalah air rebusan tersebut dipakai untuk cebok atau membersihkan daerah
kewanitaan (perineum) setiap hari sebanyak 2 kali, yaitu pada waktu pagi dan sore
hari. Cara menggunakan air rebusan daun binahong untuk membersihkan area
perineum dengan membasahi perineum dari arah depan ke belakang. Air rebusan
ini diberikan sebagai pembilas, setelah ibu membersihkan area perineum. Area
perineum yang terlah dibersihkan, selanjutnya dikeringkan menggunakan handuk
kecil, dengan cara di tekan-tekan ringan, dan tidak diusapkan pada daerah
perineum, karena dikhawatirkan akan merusak jahitan luka yang belum kering
secara sempurna. Tindakan ini dilakukan mulai hari ke-2 sampai hari ke-7 post
partum.
B. Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil penelitian rata – rata lamanya perawatan dengan
menggunakan Povidone Iodine 8,2750 (8 hari) dengan standar deviasi 0.96044,
sedangkan lama perawatan dengan rebusan air daun binahong rata –rata 4.8750 (5
hari) dengan standar deviasi 4.8750. Hasil uji statistik dengan T Test diperoleh Uji
beda T test p value = 0,000.< 0,05 sehingga H0 di tolak artinya, bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara penyembuhan luka perineum dengan
menggunakan Povidone iodine dan air rebusan daun Binahong terhadap
penyembuhan luka perineum pada ibu postpartum di PMB Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2017. Sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa perawatan luka
perineum dengan menggunakan air rebusan binahong lebih cepat kering di
bandingkan dengan menggunakan povidone iodine.
3.8 Pembahasan
Hasil uji statistik dengan T Test diperoleh Uji beda T test p value = 0,000.<
0,05 sehingga H0 di tolak artinya, bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
penyembuhan luka perineum dengan menggunakan Povidone iodine dan air rebusan
daun Binahong di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2017. Hasil penelitian Nurul
dan Anisa (2007), menyebutkan bahwa dalam simplisia daun binahong terkandung
senyawa saponin, alkaloid, dan polifenol. Saponin berfungsi sebagai pembersih dan
mampu memacu pembentukan kolagen I, yang merupakan sebuah protein yang
berperan dalam proses penyembuhan luka. Sebagai obat luka, binahong
menagdung beberapa kandungan kimia yaitu flvonoid, asam oleanolik, protein,
saponin, dan asam askorbat. Kandungan asam askorbat pada tanaman ini penting
untuk mengaktifkan enzim prolil hodroksilasi yang menunjang tahap hidroksilasi
dalam pembentukan kolagen, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan
luka (susetya, 2012).
Hasil penelitian Ns. Kartika Wijayanti, M.Kep dan Dr. Heni Setyowati Esti
Rahayu, S.Kp.,M.Kes dengan judul Efektifitas Air Rebusan Daun Binahong Terhadap
Penyembuhan Luka Perineum Di Rumah Bersalin Aesya Grabag Kabupaten
Magelang tahun 2016 di dapatkan hasil setelah diberikan intervensi air rebusan daun
binahong, repsonden dengan penyembuhan luka perineum kategori sedang
berjumlah 2 orang (9.1%) dan penyembuhan luka perineuam kategori baik berjumlah
20 orang (90.9%). Responden yang diberikan intervensi bethadine, penyembuhan
luka perineum kategori sedang berjumlah 12 orang (54.5%) dan penyembuhan luka
kategori baik berjumlah 10 orang (45.5%) dengan p value = 0,021 yang artinya
bahwa ada perbedaan penyembuhan luka perineum yang bermakna setelah
21
diberikan intervensi air rebusan daun binahong dan bethadine. Persentasi reponden
yang mengalami penyembuhan luka perineum pada kelompok binahong, lebih baik
daripada kelompok bethadine.
Penelitian lain juga mendukung hal tersebut dilakukan oleh Oriza (2015),
yang menyatakan bahwa ekstrak daun binahong dapat memperecepat
penyembuhan luka sayat pada tikus putih dengan dosis efeltif yaitu konsentrasi 30%,
dibandingkan dengan povidone iodine. Penelitian lain dilakukan oleh Firzanah
(2015), yang menyatakan bahwa ada pengaruh mengkonsumsi air rebusan daun
binahong terhadap penyembuhan luka perineum pada ibu nifas.
Kandungan metabolit sekunder dari tumbuhan dapat digunakan untuk
mengobati berbagai penyakit. Dari hasil uji fitokimia sebelumnya menunjukkan
bahwa pada ekstrak daun binahong positif mengandung senyawa aktif saponin,
flavonoid, steroid, terpenoid, fenol, dan alkaloid (Astuti, 2012). Polifenol dan saponin
berfungsi sebagai anti bakteri (Wardani, 2012). Ekstrak etanol daun binahong juga
memiliki kapasitas sebagai antioksidan (Selawa, 2013). Pemberian daun binahong
pada luka membantu penyembuhan luka dengan pembentukan jaringan granulasi
yang lebih banyak dan reepitalisasi terjadi lebih cepat dibandingkan dengan luka
yang tidak diberi daun binahong (Ariani, 2013). Saponin merupakan senyawa
glikosida triterpenoida ataupun glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif
permukaan dan bersifat sperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan
kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Pola
glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan
gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukoronat (Harborne,
1996). Berdasar struktur kimianya, saponin di kelompokkan menjadi 3 kelas utama
yaitu kelas steroid, kelas steroid alkaloid, dan kelas triterpenoid ( Wallace et al.,
2002).
Povidone Iodine merupakan substansi kimia polivinilpirolidon (juga dikenal
sebagai Povidone dan PVP) dan Iodine elemental.
3.9 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dan membandingkan dengan teori maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa semakin responden secara rutin melakukan perawatan
luka jahitan perineum dengan menggunakan air rebusan daun binahong lebih cepat
penyembuhan luka perineum di bandingkan dengan povidone iodine. Hal ini di
sebabkan karena dalam tumbuhan binahong sangat baik untuk revitalisasi kulit,
memberi stamina ekstra, melancarkan peredaran darah, mengatasi pembengkakan
dan pembekuan darah, memulihkan kondisi lemah, dan menyembuhkan luka.
22
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti menganjurkan pada ibu bersalin yang
mengalami luka jahitan /laserasi jalan lahir derajat I dan II dapat melakukan
perawatan luka dengan menggunakan rebusan air binahong sebagai antiseptic
terhadap perawatan non farmaka untuk penyembuhan luka perineum sehingga
penyembuhan luka perineum akan lebih cepat dan lebih baik lagi.
23
BAB IV
PENERAPAN JURNAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DAU
tumbuh di iklim tropis seperti di Indonesia dan pemeliharaannya juga gampang. Hal ini bisa
menjadi referensi bagi ibu – ibu di wilayah kerja Puskesmas Dau untuk menjadikannya
sebagai tanaman obat yang harus ada di pekarangan rumah / TOGA (Tanaman Obat
Keluarga).
Langkah - langkah penerapan air rebusan daun binahong pada perawatan luka
episotomy sama dengan SOP vulva hygene pada ibu nifas pada umumnya. Adapun langkah
– langkah membuat air rebusan daun binahong sebagai berikut :
PERALATAN :
1. 50 gr daun binahong
2. Air 800 ml atau 4 gelas
3. Handuk bersih
4. Panci yang terbuat dari tanah liat
5. Kompor gas
6. Saringan
7. Gelas atau botol
PELAKSANAAN :
1. Daun binahong dicuci menggunakan air mengalir
2. Rebus daun binahong dengan 4 gelas air (800 ml) selama 15 menit
3. Tunggu mendidih sampai tersisa air 2 gelas (400 ml)
4. Setelah mendidih diamkan hingga suhunya mencapai 35 – 40oC ( hangat – hangat kuku)
5. Kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam botol ( satu botol untuk sekali pakai)
6. Pergunakan untuk vulva hygiene.
25
DAFTAR PUSTAKA
Surjantini R.R.S.H dan Siregar S. Efektifitas Air Rebusan Simplisia Daun Binahong
(Anredera cordifolia (tenore) streen)Untuk Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu
Nifas Di Klinik Murniati Kecamatan Kota Kisaran Barat. Jurnal Penelitian Kesehatan
suara Forikes, 2018, Vol. 9, No. 3 : 170 – 175.
Susetya D. 2012. Khasiat dan Manfaat Daun Ajaib Binahong Cetakan I. Yogyakarta :
Pustaka Baru Press.
Imron R dan Risneni. Perbedaan Efektifitas Povidone Iodine Dengan Air Rebusan Daun
Binahong Terhadap Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Post Partum Di BPM
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2017. SAKAI
SAMBAYAN-Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2018, Vol. 2, No. 2 : 61 – 68.