You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur

maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang

frontal, temporal, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula.

Fraktur maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang

datangnya dari luar seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja , kecelakaan

akibat olahraga dan juga sebagai akibat dari tindakan kekerasan. Tujuan utama

perawatan fraktur maksilofasial adalah rehabilitasi penderita secara maksimal yaitu

penyembuhan tulang yang cepat, pengembalian fungsi okuler, fungsi pengunyah,

fungsi hidung, perbaikan fungsi bicara, mencapai susunan wajah dan gigi-geligi yang

memenuhi estetis serta memperbaiki oklusi dan mengurangi rasa sakit akibat adanya

mobilitas segmen tulang.

Fraktur multiple komplek adalah jenis fraktur yang sering terjadi pada kasus

kecelakaan yang mengenai daerah maksilo fasial. Dengan fraktur yang multiple pada

satu regio, tentu saja usaha untuk mereunion tulang yang telah mengalami fraktur

tersebut jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan fraktur tunggal pada satu regio.

Oleh karena itu, kami berusaha memaparkan tentang fraktur multiple komplek dan

cara perawatannya.

1
BAB II
ISI
Fraktur Multiple Komplek
Fraktur multiple komplek adalah fraktur yang terjadi pada beberapa bagian
secara bersamaan. Fraktura multipel yang sering terjadi ialah “triple frakture” yang
terjadi daripertengahan rahang bawah (mentum) dengan fraktur kedua leher prosessus
condyloideus yang terjadi bila pasien jatuh kuat pada daerah dagu, pada umumnya
terjadi karena tiba-tiba hilangnya kesadaran.
fraktura multipel yang sering terjadi ialah “triple frakture” yang terjadi
daripertengahan rahang bawah (mentum) dengan fraktur kedua leher prosessus
condyloideus yang terjadi bila pasien jatuh kuat pada daerah dagu, pada umumnya
terjadi karena tiba-tiba hilangnya kesadaran.

A.Etiologi
Kebanyakan fraktura yang terjadi pada rahang bawah disebabkan oleh karena trauma
langsung terhadap rahang.

B. Pemeriksaan Klinis
1. Pemeriksaan umum
kadang-kadang trauma ini juga menyebabkan injury pada daerah
tubuh lain seperti dapat terjadinya cerebral haemorrhage, rupturnya spleen,
rupturnya mesenteric arteries, haemothorax, rupturnya ginjal dan fraktur
tulang yang lain.
2. Pemeriksaan lokal fraktura mandibulla
Sebelum kita memeriksa daerah fraktur pada rahang bawah, maka
wajah harus dibersihkan dengan baik dengan air hangat untuk membuang
gumpalan darah, kotoran jalan dan lain-lain untuk dapat memeriksa sebaik-

2
baiknya jaringan yang laserasi atau echymosis. Rongga mulut diperiksa
apakah ada gigi yang patah, atau hilang. Juga diperiksa dari darah, diperiksa
apakah ada gigi palsu yang patah dan kalau ada yang patah apakah ada yang
masuk ke kerongkongan. Setelah pembersihan wajah dilakukan, lalu kepala
da leher diperiksa dengan hati-hati

2.1. Ekstra Oral


Inspeksi :
diatas daerah fraktura biasanya terjadi echymosis dan
pembengkakkan.

Palpasi:
Palpasi dengan hati-hati dengan ujung jari diatas regio condylar
kanan dan kiri dan dilanjutkan ke bawah sepanjang rahang bawah.

2.2. Intra Oral


a. Inspeksi :
Jika ada gigi yang patah atau gigi palsu, harus dikelurkan dari mulut.
Periksa apakah daerah sulcus bukalis dan lingualis terdapat echymosis atau
hematom. Kemudian periksa occlusal plane atau alveolar ridgenya. Gigi
yang fraktur, luksasi atau subluksasi dicatat. Jika ada bagian yang hilang
maka dibuatkan foto dada.
b. Palpasi :
Periksa pada daerah sulcus bukalis dan lingualis. Daerah yang diduga
fraktur diperiksa dengan ibu jari dan telunjuk

3
C.Tanda-tanda, simptom dan anatomi pembedahan dari fraktur
multiple komplek pada mandibula menurut sisi fraktur
Fraktur mandibula dapat dibagi menurut lokalisasi anatominya dalam 8 tipe
pokok yaitu :
A. Dento-alveolar
B. Condylar
C. Coronoid
D. Ramus
E. Angulus mandibula
F. Body (molar dan premolar area) corpus
G. Midline
H. Lateral ke midline dalam area insisivus

A. Fraktur dento alveolar


Dento-alveolar injury biasanya diikuti dengan hilangnya gigi, masuknya gigi
ke dalam rahang atau fraktur dari gigi dengan tanpa fraktur alveolar dan dapat
terjadi sendiri atau bersama dengan tipe fraktur rahang bawah lain.

Kerusakan gigi
Hal yang sering terjadi pada trauma rahang adalah kerusakan mahkota gigi
dengan atau tanpa terbukanya pulpa. Fraktur dari akar gigi dapat juga terjadi.
Subruksasi dari satu atau lebih gigi menjurus menjadi goyah dan pergeseran yang
menyebabkan gangguan pada oklusi.

4
Fraktur alveolar
Fraktur alveolar dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan gigi. Dapat
dalam bentuk yang remuk, tetapi umumnya dalam bentuk fragmen alveolar yang
sederhana.

5
Pemeriksaan klinis pada fraktur dento alveolar :
Inspeksi : Kemungkinan adanya lika pada bibir dan umumnya terjadi
oedema.
Palpasi : Palpasi yang hati-hati pada bibir digunakan untuk merasakan
apakah adab benda/gigi di dalam jaringan tersebut. Palpasi pada alveolus dapat
merasakan bentuk perubahan bentuk tulang-tulang.

B. Fraktur condylar
Merupakan salah satu fraktur yang sering terjadi pada rahang bawah. Fraktur
condylus dapat diklasifikasikan sebagai ”intra capsilar dan ekstra capsular” dan
unilateral atau bilateral. Fraktur intra capsular jarang terjadi, tetapi fraktur ekstra
capsular pada leher condylus sering dijumpai. Ekstra capsular fraktur dapat terjadi
dengan atau tanpa adanya dislokasi pada kepala condylus dan fragmen bagian atas
dapat mengalami pergesaran ke arah bukal atau lingual.

1. Fraktur condylar unilateral

#. Pemeriksaan ekstra oral


Inspeksi : terlihat adanya pembengkakan di sekitar persendian rahang
dan mungkin disertai dengan pendarahan dari kuping pada sisi yang
terkena.
Palpasi : Palpasi pada pasien yang mengalami luka baru, akan
memperlihatkan kelembutan pada daerah condylar.
#. Pemeriksaan intra oral
Inspeksi: akan terlihat penyimpangan oklusi ke arah sisi fraktur dan ini
terutama nyata terlihat bila pasien membuka mulutnya. Jika pergerakan
rahang bawah di coba ke lateral ke arah sisi fraktur, akan dapat
berhasil tanpa banyak gangguan. Tetapi gerakan terhadap sisi

6
lawannya hanya dapat sedikit saja dan terasa sakit. Pergerakan rahang
bawah ke depan adalah sedikit dan terasa sakit.

2. Fraktur condylar bilateral


Inspeksi : Pemeriksaan intra oral pada fraktur condylar bilateral dapat
dibagi dalam dua grup besar yakni :
1. oklusi tidak kacau (baik) tidak terjadi dislokasi
2. dengan anterior open bite
Perawatan yang khusus dan lama dibutuhkan untuk group open bite.
Dalam kedua variasi tersebut terdapat rasa sakit dan terbatasnya pembukaan
mulut pada percobaan gerakan lateral atau protrusi dari mandibula. Fraktur
condylar bilateral sering berhubungan dengan midline fraktur pada
mandibula dan area shympisis/mentalis pada mandibula harus diperiksa hati-
hati.

C. Fraktur Processus coronoideus


Merupakan fraktur yamg jarang terjadi, dan bila fragmen tersebut lepas
maka akan tertarik ke atas ke fossa infra temporalis oleh m. Temporalis. Processus
coronoideus kadang-kadang dapat patah selama operasi berlangsung misalnya
pada operasi kista yang besar pada ramus atau pengambilan gigi impaksi molar 3
mandibula dengan posisi yang menyimpang.

Hal ini sukar untuk diagnosa pada pemeriksaan klinis tetapi pada intra oral
mungkin terdapat ecchymosis pada daerah tersebut dan terasa lunak pada palpasi
di atas regio tersebut. Pada daerah tersebut mungkin terasa sakit dan terdapat
pergerakan yang minimal pada rahang bawah terutama pada pergerakan ke depan.

7
D. Fraktur Ramus Mandibularis
Fraktur yang terbatas pada regio ramus dapat dibagai 2 tipe:
1 Fraktur tunggal yang menyilang ramus.
Dapat juga dipandang sebagai ekstra kapsular kondilar, kepalanya
terletak di atas fragmen.
2. Comminuted Fraktur dari Ramus
Fragmen dari fraktur seperti ini biasanya tertahan diantara m.masseter
dan m.pterygoideus internus dan hanya sedikit perubahan letak yang terjadi,
kecuali oleh trauma yang keras.

Pemeriksaan klinis
Pada inspeksi extraoral dan intra oral kadang-kadang terjadi pembengkakan
dan ecchymosis. Palpasi pada daerah tersebut (ramus) terasa lunak, baik pada extra
dan intra oral. Pergerakan rahang bawah, menyebabkan rasa sakit pada daerah
tersebut dijumpai dis oklusi keterbatasan membuka mulut.

Pergeseran dari fragmen pada fraktur angulus dan corpus mandibula.


Pergeseran fragmen tulang ini tergantung pada sisi fraktur, arah garis fraktur
pada tulang dan tarikan pada perlekatan muskulus pada fragmen.

E. Fraktura Angulus Mandibularis


Sesudah fraktur leher condylus, maka fraktur angulus mandibula menduduki
posisi kedua, pada kasus-kasus fraktur rahang bawah. Pergeseran disini disebabkan
oleh tarikan pada m. Masseter dan m. Pterygoideus eksternus, besarnya pergeseran
tergantung arah pada garis fraktur yang melalui tulang. Jika arah garis fraktur
vertikal menyokong aksi yang tidak dihalang-halangi pada internal pterygoid,
fragmen posterior akan didorong kelingual dan jika arah garis fraktur horizontal
akan menyokong aksi yang tidak dihalangi m. Masseter dan pterygoideus externus
ke arah atas maka fragmen bagian posterior akan bergeser ke atas.

8
F. Fraktur badan mandibula (area molar dan premolar) corpus
Terjadinya pergeseran corpus mandibula dari fragmen dapat terjadi pada
unilateral fraktur dari rahang bawah pada daerah molar dan premolar. Serat-serat
milohyoid pada sisi lain pada garis fraktur sangat berperan dalam mengurangi
terjadinya pergeseran pada tipe fraktur ini.

G. Fraktur sympisis
Pada fraktur ini terjadi pergeseran yang minimal, dan tarikan m.geniohyoid
dan genioglossus cenderung untuk menekan ujung fraktur. Kadang-kadang
pergeseran tersebut sangat kecil sekali sehingga tidak kelihatan. Pada pasien yang
jatuh dengan dagu lebih dahulu maka kita harus curiga adanya fraktur pada garis
tengah rahang bawah dan condylar.

9
H. Lateral to midline in the incisor region
Trauma pertama akan menyebabkan terjadinya pergeseran. Daerah yang
sering terkena adalah daerah caninus. Disini sebagian akan terdesak dilingual.

Tanda-tanda dan symptom daripada fraktur angulus dan corpus mandibula


Inspeksi : terdapat perubahan bentuk yang jelas pada wajah dan terjadinya
extra dan intra oral oedema dengan atau tanpa laserasi jaringan lunak. Terjadinya
jaringan oklusi atau pergeseran alveolus pada pasien yang ompong.
Palpasi : terasa lembut pada regio fraktur dan pergerakan yang tidak biasa
terjadi pada penekanan yang perlahan-lahan menyilang sisi fraktur. Jika n.
Mandibularis terlibat maka terjadi parestesi pada bibir sebelah bawah pada
distribusi n. Mentalis.
Pergerakan : Pergerakan rahang bawah menyebabkan rasa sakit dan
terbatas.

10
Bilateral dan comminuted fraktur
1. Fraktur bilateral pada rahang bawah
Pada umunya pergeseran terlihat lebih nyata dan ini terutama terlihat pada
fraktur bilateral pada batang rahang bawah. Dalam keadaan seperti itu tarikan pada
otot-otot yang melekat pada genital tuberkel cenderung membawa fragmen ke
belakang yang dapat menyebabkan bahaya penekanan jalannya lobang pernapasan,
tetapi hal ini lebih sering terjadi pada comminuted fraktur pada area mentalis. Pada
beberapa kasus arah garis fraktur yang terjadi pada tulang, akan merintangi
pergeseran kearah belakang pada fragmen anterior dan akan terletak miring
disebabkan karena tarikan muskulus yang melekat pada genial tuberkel. Dan
sebagai akibatnya gigi rahang bawah akan berpindah ke depan dan pada waktu
menggigit berada disebalah depan insisivus atas.
2. Comminuted fraktur
Dapat terjadi karena trauma yang kuat atau oleh benda tajam mengenai
tulang serta peluru senjata. Communited fraktur pada arcus horizontalis
menyebabkan banyak terjadi pergeseran pada fragmen dan jika hal ini terjadi pada
daerah dagu maka terjadi pergeseran pada lidah yang menyebabkan gangguan
jalannya pernapasan.

Radiologi
Diperlukan macam/cara pengambilan seperti :
1. Oblique lateral kanan-kiri
2. Postero anterior
3. Peri apikal intra oral
4. Occlusal dan oblique occusal menyilang garis fraktur
5. T.M.J
6. Tomogram pada kepala condylar

11
Perawatan Pendahuluan
1. Pertolongan pertama
Pasien dengan tipe fraktur pendarahan bawah yang tidak berhubungan dengan
keadaan lebih serius yang lain pada bagian tubuh, jarang memerlukan
pertolongan pertama.
Disini jarang terjadi shock tidak terjadi pendarahan yang besar, tetapi kadang-
kadang dengan fraktur bilateral pada regio mentalis lidah cenderung tertarik
ke belakang, dan hal ini mengganggu pernapasan. Jadi harus di jaga agar lidah
tidak terjatuh ke belakang. Pemeriksaan mulut dilakukan dengan seksama dan
tiap bagian pada gigi palsu yang patah, gigi yang patah atau tulang, harus di
ambil agar jangan tertelan.
Untuk rasa sakit, pasien yang sadar umumnya dapat menjaga agar tidak
menggerakkan fragmen. Pemberian antibiotik diberikan secepat mungkin dan
kebersihan mulut harus di jaga.
2. Laserasi jaringan lunak
Jika terjadi laserasi, maka harus sudah di tutup dalam tempo 24 jam untuk
menghindari infeksi. Dan jika operasi untuk reduksi dan immobilisasi fraktur
ditunda, maka jaringan luka yang mengalami laserasi di jahit.
Cara membersihkan luka yang efektif adalah dengan bahan-bahan misalnya
desinfektan seperti savlon, betadine, atau perhydrol.
3. Makanan dan cairan
Diberikan makanan yang lunak, kadang-kadang dengan bantuan keteter,
cairan diberikan hingga pasien stabil dalam jumlah cairan yang memuaskan.
4. Sedasi/analgesik
Pasien dengan fraktur rahang bawah biasanya tidak merasa sakit sekali dan
pemberian sedasi tidak perlu dilakukan. Harus diingat pemakaian analgesik
kuat seperti morphine merupakan kontra-indikasi karena akan menekan

12
refleks batuk dan pusat pernapasan dan menghilangkan rasa sakit yang
tersembunyi (seperti rupturnya limpa atau peritonitis).
Juga merupakan suatu resiko pemberian sedatif berat /keras pada pasien
dengan fraktura rahang bawah yang hebat akan dapat menyebabkan kematian
karena obstruksi jalan pernafasan yang disebabkan karena lidah jatuh ke
belakang atau darah yang masuk ke dalam trakea.
5. Transportasi
Adalah penting, bahwa pasien dengan trauma maksilofasial yang hebat tidak
diletakkan terlentang. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi jalan pernapasan
dan mempercepat kematian pasien.
Hal ini terjadi terutama pada kasus ”communited mandibular fracture”. Pasien
seperti ini harus dibawa tergelatak dalam posisi miring dengan lidah jatuh ke
depan dan sekresi keluar dari mulut.
Sebaiknya suatu alat penghisap darah/saliva terdapat pada kendaraan tersebut.

PERAWATAN DEFINITIF PADA FRAKTURA RAMUS DAN ARKUS


MANDIBULA

Prinsip umum daripada perawatan fraktura rahang bawah tidak banyak


berbeda dengan fraktur dimana saja di dalam tubuh. Fragmen dikembalikan pada
posisi yang baik dan lakukan immobilisasi sehingga suatu waktu terjadi persatuan
tulang (bony union).

Reduksi (reposisi)
Reduksi sebaiknya dengan anastesi umum, dan dapt juga dengan anastesi
lokal atau sedatif + analgesik dengan morphine. Jika hanya terjadi pergeseran yang
minimal, kadang-kadang reduksi dlakukan tanpa anastesi.
Jika gigi terdapat di daerah fragmen maka reduksi secara perlahan-lahan dapat
dilakukan dengan ”elastic traction”. Untuk hal ini, cap splint atau kawat dipakai

13
untuk menyatukan dengan baik gigi-gigi pada rahang bawah dan rahang atas pada
daerah fragmen dan ” mandibular maxillary elastic traction” dipakaikan diantaranya.
Metode ini sangat populer, tetapi hal ini tidak terlalu efektif dilakukan dengan
anastesi umum.
Merupakan kenyataan jika gigi dikembalikan ke posisi normal maka fragmen tulang
akan bersambung dengan baik. Reduksi yang baik akan dapat dilakukan bila ada gigi,
tetapi hal ini akan lebih sulit pada pasien yang ompong,kecuali dengan open
reduction.

Reduksi terbuka

14
Adanya gigi pada garis fraktur
Jika suplai darah terhadap pulpa mengalami kerusakan sebagai akibat
daripada fraktur rahang bawah maka hal ini akan dapat menyebabkan matinya pulpa.
Infeksi dari apeks gigi ini terhadap garis fraktur akan mengakibatkan terhalangnya
penyembuhandaripada rfraktur atau bahkan akan terjadi non-union. Jadi kalau letak
gigi di garis fraktur adalah jelek, maka gigi tersebut dicabut saja.

Fiksasi & Immobilisasi (membuat tidak bergerak) istirahat


Setelah dilakukan reduksi yang tepat maka fragmen tersebut harus difiksasi &
immobilisasi selama lebih kurang 5 minggu (pada pasien dewasa dalam kesehatan
yang baik tanpa infeksi pada daerah fraktur). Penyatuan daripada fragmen terjadi
lebih cepat pada anak-anak dan immobilisasinya antara 3 minggu sampai 1 bulan.
Orang tua, dan kasus fraktur dengan infeksi, memerlukan waktu yang lebih panjang
untuk immobilisasinya yaitu lebih kurang 6-7 minggu lamanya.

Pemilihan teknik immobilisasi


Sesudah pemeriksaan keadaan umum dan pemeriksaan lokal pada fraktur
maka kita sudah dapat menetukan metode mana yang cocok dipakai.

Metode untuk fiksasi & immobilisasi fraktur rahang bawah :


1. Dental Wiring :
Dalam hal ini jika pasien masih mempunyai gigi yang lengkap dan baik.
Kawat yang sering dipakai ialah ”stainless-steel” dengan diameter: 0,35 mm
a. Direct wiring
Kawat dililitkan 2 kali pada gigi, kemudian baru diputar kedua ujungnya
hingga bersatu. Ujung putiran sebelah atas kemudian disatukan dengan
yang bawah. Demikianlah seterusnya untuk seluruh gigi yang dianggap
perlu.

15
16
b. Indirect

2. Arch bar
Bar yang dipakai adalah bar yang sudah disiapkan oleh pabrik. Banyak
macam-macamnya seperti yang dibuat oleh winter, Jalenko,Schuchardt dan
lain-lain. Bar ini ada yang kaku dan ada yang lunak bar diikatkan kegigi pada
rahang atas dan rahang bawah dengan kawat. Kemudian rahang atas dan
bawah dioklusikan dan diikat pula (inter maxillary wiring).

3. Siver-copper alloy cap splints

17
Disini kita harus lebih dahulu memeriksa model untuk cast. Pasien dicetak
lebih dahulu. Pada cetakan dibuat cap metal (oleh tekhniker) cap dibuat
sebaian lain pada fragmen sebelahnya. Untuk menghubungkannya dibuatkan
dengan memakai skrup. Untuk merapatkan rahang atas dan rahang bawah
dipakai karet traksi.
4. Extra-oral pin fixation
Cara ini jarang dipakai untuk perawatan tipe fraktur rahang bawah.
Yaitu menancapkan ke dalam fragmen stainless-steel pin (3mm) pada tiap sisi
fraktur. Kedua pin dihubungkan dengan suatu cross-bar dan dapat distel.
Dalam hal ini kadang-kadang mandibular-maxillary fixation masih
dibutuhkan. Elektric action dapat terjadi pada pin fixation dan hal ini dapat
menyebabkan terjadinya ring sequester pada tulang dan ulserasi pada kulit
dimana pin ditancapkan. Perwatan ini harus diliakukuan di rumah sakit. Bila
perewatan pada fraktur yang infeksi dengan cara transosseus wiring tidak
dapat dilakukan, maka cara extra oral pin fixation ini sangat menolong.
5. Bone plating
Dengan cara ini pasien dapat lebih senang terhadap makan dan
mengurangi masa perawatan. Kekurangannya pekerjaan dari luar dan tentunya
akan meninggalkan cacat atau jaringan perut dan kulit. Plat tersebut adalah
“vitallium metacarpal bone plate” yang panjangnya bermacam-macam dan
mempunyai 4 lobang dan vitallium skrup. Ada juga ostoeosynthese, bahkan
ada juga yang mempunyai kompressi. Merek osteo, Synthes dan lain-lain.
6. Trans fixation dengan steinmann pins atau kirschner wire
Perawatan fraktur pada daerah symphysis dapat juga dirawat dengan
cara ini yaitu dengan menanam Steinman pin atau Kirschner wire melalui
fragmen.
7. Modifikasi gunning-type splints
Tehnik ini dipakai jika pasientidak bergigi pada satu atau kedua
rahangnya.jika pasien ompong pada rahang atas atau rahang bawah maka

18
fiksasi dan immobilisasi dilakukan dengan gunning type splint dengan
pengikatan per alveolar wires pada rahang atas dan circumferensial pada
rahang bawah dan kemudian dihubungkan dengan mandibular-maxillary
fixation dengan karet traksi.

8. Tranosseus Wiring
Adalah suatu metode yang efektif untuk immobilisasi dan fiksasi
fraktur rahang bawah. Tulang dilobangi dengan bur pada kedua ujung dari
fragmen dan sesudah reduksi kita masukkan wires stailess-steeldengan
diameter 0,5 mm ke dalam lobang yang sudah dibuat, kemudian kedua
ujungnya diikat.
Cara ini sangat cocok untuk fraktur rahang bawah pada pasien yang
ompong. Yang perlu diperhatikan ialah tidak terjadi inflamasi pada fraktur
tersebut. Jika transosseus wire dimasukkanpada daerah yang infeksi akan
mengakibatkan resiko terjadinya nekrosis pada kedua ujung tulang. Metode
ini dapat dipakai untuk semua fraktur rahang bawah. (lihat gambar).

19
Perawatan pasca bedah
Perawatan pasca bedah pada fraktur rahang bawah dapat dibagi dalam 3 fase
yaitu :
1. “Immediate post operative phase”, bila pasien telah sadar dari nekrose.
2. “Inter mediate phase”, selama fixatie mandibula-maxillary dalam posisinya.
3. “Late post operative phase” termasuk pengambilan mandibular-maxillary
fixation, rehabilisasi gigitan, immobilisasi sendi rahang dan perawatan
selanjutnya.

Ad. 1. Immediate post operative phase


Pada suatu rumah sakit yang lengkap disediakan suatu “intensive care
unit” recovery room untuk merawat pasien yang yang dibawa dari kamar bedah
dan dijaga perawat-perawat yang sudah ahli. Pasien dijaga sampai sadar betul,
baru dipindahkan keruangannya kembali.
Jika mandibula-maxillary fixation yang dipakai, maka sebaiknya diletakan
alat-alat seperti tang pemotong kawat sehingga kalau perlu fiksasi dapat dibuka
pada kasus darurat. Demikian juga adanya suktor untuk mengambil cairan saliva
atau darah yang keluar. Disini harus dijaga benar-benar jalan udara agar tetap
lancar. Untuk itu lidah tidak boleh jatuh kebelakang dan juga penumpukan saliva
dan lain-lain.

20
Ad. 2. Intermediate postoperative phase
Perawatan disini ialah selalu memeriksa keadaan fiksasi apakah masih
kuat, dilihat apakah ada oedem yang hebat. Pasien dengan fraktura rahang bawah
akan merasa lebih enak dengan posisi duduk. Pencegahan infeksi pada daerah
fraktura dilakukan dengan pemberian antibiotic dan lain-lain selama 4 hari
kebersihan mulut harus dijaga, misal dengan memberikan obat-obat kumur.
Makanan pasien dapat diberikan dalam bentuk lunak atau cair.
Pengawasan Umum
Pasien dengan luka maxillo-facial dan dirawat di rumah sakit harus diperiksa
baik-baik setiap hari.
Fiksasi harus diperiksa apakah masih baik atau sudah longgar. Pembengkakan yang
bertambah di daerah sisi fraktur atau rasa sakit yang memuncak atau naiknya
temperatur tubuh haruslah mendapat perhatian kita. Pasien dengan fraktur rahang
bawah merasa lebih enak jika dalam keadaan posisi duduk dengan lurus kedepan.

Sedasi/Analgesik
Bila reduksi dan fiksasi diakukan dengan baik, maka rasa sakit akan terasa
sedikit sehingga analgesik jarang diberikan.
Pemberian analgetik kuat seperti morphin harus hati-hati karena menyebabkan
penekanan pusat pernafasan dan refleks batuk.

Pencegahan terhadap infeksi


Untuk mencegah terjadinya infeksi, pasien harus kita berikan anti biotika.
Karena mencegah lebih mudah daripada merawatnya.

Kebersihan rongga mulut

21
Kebersihan rongga mulut mempunyai peranan penting dalam pencegahan
infeksi pada garis fraktur. Pasien yang sadar kita suruh kumur-kumur. Setiap habis
makan dan sesudah mendapat perawatan, kawat, bar, harus digosok dengan gosok
gigi agar tetap bersih. Jika pasien tidak dapat melakukannya, maka perawat akan atau
harus membersihkannya.
Langsung sesudah operasi, saliva pasien cendrung menjadi kental dan keadaan
berlangsung sekitar 24 jam. Pada kedaan ini sebaiknya mulut selalu dibersihkan dan
bibir diolesi atau diminyaki dengan petrolueum jelly.

Makanan
Kalau pasien sadar, pasien dapat diberikan makan. Biasanya cairan atau
bubur. Apabila pasien tidak bisa menelan maka dipasang transnasal gastric tube
(sonde). Kalori yang dibutuhkan adalah sekitar 2000-2500kalori.
Pada pasien yang tidak sadar maka harus diperhatikan cara pemberian makanannya.

Keseimbangan cairan
Pada pasien penderita luka maxillo facial maka suatu daftar keseimbangan
cairan harus dibuat sampai suatu waktu yang memuaskan bahwa “fluid intake” yang
memadai dapat ditelan oleh pasien.
Kebutuhan normal perhari-hari adalah sekitar 3000ml dan out put sekitar 1500ml
yang keluar melalui kulit, keringat dan lai-lain. Sisanya 1500ml lagi keluar melalui
urine. Harus selalu dingat bahwa semua bentuk dari trauma dan operasi menyebabkan
suatu gangguan metabolisme yang kompleks, yang mana dapat langsung terjadi
sesuai dengan besar dan durasi dan trauma atau operasi pada pasien yang tidak bisa
menelan karena suatu fraktur rahang bawah yang hebat, maka dehidrasi dapat terjadi
dalam 24-48 jam, hal ini terutama pada pasien yang sudah tua.

22
“Parenteral fluid therapy” (pemberian cairan makanan secara parental)
Cairan diberikan secara intravenous drip. Selama masa dimana penderita
masih susah makan melalui sonde atau pipet. Kekurangan makan dan cairan dapat
dibantu dengan cairan ini sehingga penderita akan cepat stabil dalam kondisi
penyembuhannya. Selanjutnya makanan diberikan peroral melalui pipet yang disedot
diantara retro molar sehingga semua makanan harus jenis saring, demikian juga obat-
obatan semua digerus.

Pemeriksaan terhadap union dan pengambilan fiksasi


Terjadinya union daripada tulang diperiksa dengan cara menggerakan rahang
bawah dengan tangan kanan kiri ditambah dengan permeriksaan rontgent foto. Jika
sudah baik, fiksasi dapat dibuka. Kalau fiksasi dilakukan didalam tulang misal plat,
intraosseus wiring, maka benda tersebut dapat dibiarkan disitu untuk waktu yang
agak lama.

Penyesuaian oklusi
Penyusuaian/perbaikan kecil daripada oklusi kadang-kadang dibutuhkan.
Abnormalitas yang lebih besar dirawat dengan melakukan grinding daripada cuspis.

Mobilisasi sendi rahang


Sisanya pasien tidak mengalami kesulitn menggerakan sendi rahang sesudah
immobilisasi daripada rahang bawah. Jadi tidak dibutuhkan perawatan khusus. Tetapi
jika terjadi “intracapsular fracture” atau fraktur pada region kondilar, maka sebaiknya
perawatan dilakukan dengan plat, intraosseus wiring, agar pergerakan mandibula
masih bisa dilakukan.

23
Anestesi dan parastesi bibir bawah
Jika n. mandibularis terlibat maka dapat terjadi dalam bentuk neuraphatia (lesi
pada nervus yang menyebabkan paralyse) atau neurotmesis (kerusakan syarat) dan
untuk perbaikannya tergantung daripada berat ringannya kerusakan syarat.
Neurophatia biasanya sembuh sekitar 6 minggu, tetapi neurotmesis dapat mencapai
18 bulan. Pada kerusakan yang hebat penyembuhan kemungkinan tidak terjadi dan
pasien akan mengeluh akan adanya adanya perobahan terhadap rasa pada daerah
tersebut.
Kemungkinan hidupnya gigi yang rusak
Gigi yang terkena trauma pada waktu kecelakaan harus diobservasi apakah
masih hidup tau sudah mati karena pulpa yang sudah mati dapat mendatangkan
komplikasi yang terjadi kemudian.

Gingivitis
Pada keadaan dimana kebersihan mulut kurang dijaga maka dapat terjadi
gingivitis. Diajurkan menjaga kebersihan mulut selama perawatan misalnya
menggosok gigi dengan brush yang halus dan pemberian obat kumur.

Ad.3 Late post-operative phase


Periode immobilisasi tergantung dari kasus dan keadaannya. Pengambilan
atau pembukaan dari fiksasi dapat dilakukan tetapi sebelumnya lakukan testing
apakah terjadi union dari tulang.
Lalu lakukan penyesuaian oklusi. Pasien disuruh menggerakkan
persendiannya, yang mula-mula terasa kaku dan pasien harus selalu melatihnya
hingga normal.
Dilakukan pemeriksaan gigi yang rusak, apakah masih vital atau tidak.
Biasanya penderita mendapat gingivitis

24
BAB III
PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
Trauma dentoalveolar sering lebih dulu diketahui dan diatasi oleh
dokter gigi. Biasanya perwatan dasarnya adalah secara konservatif, misalnya
dengan splint, imobilisasi gigi-gigi yang goyang dan prosesus alveolaris yang
fraktur. Pencabutan dan intervensi terbuka apabila memungkinkan dihindari.
Diagnosis dan penatalaksanaan kebanyakan trauma fraktur multiple
komplek, meskipun parah tergantung pada prinsip-prinsip dasar. Mula-mula
dilakukan penelusura riwayat, kemudian pemeriksaan klinis dan radiografis,
dilanjutkan dengan penentuan rencana perawatan. Pada trauma

25
oromaksilofasial yang tidak sederhana (terkomplikasi) dapat direncanakan
tahapan-tahapan perawatan yang meliputi the outside-inside rule. Jika
kerusakan skeletal diperbaiaki lebih dulu, penyembuhan jaringan lunak tidak
mudah terganggu. Setelah semua prosedur oral telah selesai, dapat disiapkan
penutupan asepsis dari luka-luka pada wajah.
Tindakan bedah pada trauma fraktur multiple komplek perlu
mengharuskan elemen fraktur, khususnya yang bergigi, direposisi secara
akurat dan sedapat mungkin distabilkan untuk menghindarkan oklusi yang
tidak harmonis pasca bedah. Apa yang baik dilakukan pada tulang panjang,
juga berlaku bagi penutupan luka wajah. Tetapi apa yang baik pada penutupan
luka insisi abdominal tidak dapat diberlakukan jika kosmetik merupakan
tujuan utama.

III.2 SARAN
Penatalaksanaan trauma oromaksilofasial merupakan perawatan yang
penuh tantangan. Untuk dapat bekerja secara professional dibutuhkan latihan-
latihan dan pengalaman.
Perawatan untuk pasien dengan trauma oromaksilofasial yang baik
dapat dicapai dengan pendekatan tim, yakni melalui kerjasama yang baik dari
para spesialis dan subspesialis.
Daftar Pustaka

Arnus, Suprapti dkk, 1989. Ilmu Bedah Mulut. Cahaya Sukma: Medan
Pederson W, Gordon. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut.. EGC: Jakarta
www. PDGI % 20 Online.htm

26
www. Farmacia % 20 artikel.htm
www. Google.com

27

You might also like