You are on page 1of 11

ADVEN

Injil Masa Adven tahun A ini mengajak orang agar berjaga-jaga menunggu kedatangan
"Anak Manusia" pada akhir zaman (Mat 24:37-44). Apa maksudnya?

Ungkapan "Anak Manusia" dalam pembicaraan mengenai akhir zaman dalam Injil
Matius (juga dalam Injil Markus dan Lukas) menggemakan Dan 7:13, yakni Anak
Manusia yang datang menghadap Yang Mahakuasa untuk memperoleh anugerah atas
seluruh alam semesta. Dalam Kitab Daniel, Anak Manusia ini baru tampil setelah
kekuatan-kekuatan jahat yang mengungkung alam semesta punah. Begitulah, zaman
yang dikuasai kekuatan edan itu digantikan dengan zaman Anak Manusia. Siapakah
Anak Manusia ini? Bila dibaca dengan cermat, sosok Anak Manusia dalam Kitab Daniel
menggambarkan kemanusiaan baru yang sepenuhnya ada di hadirat ilahi dan bebas
dari pengaruh yang jahat. Bila Yesus digambarkan sebagai Anak Manusia dalam artian
ini, maka ia datang dengan kuasa dari Allah sendiri. Orang bisa tak peduli dan
mendiamkannya saja. Tapi akan tiba saatnya nanti mereka yang menganggapnya
sepele akan merasa ketinggalan kesempatan.

Oleh karena itu, amat tepatlah mengawali masa Adven ini dengan berusaha menyadari
bahwa Yang Mahakuasa itu sungguh hadir walau tidak selalu kelihatan jelas. Bukan
kehadiran yang diam dan jauh, melainkan yang bergerak mendekat. Pada saat Ia tiba,
dunia ini akan terpilah-pilah dengan sendirinya. Akan jelas siapa-siapa yang berpihak
kepadanya, akan jelas pula siapa yang tidak peduli akan kehadirannya yang kini masih
terselubung. Masa ini juga masa untuk berupaya memahami kemanusiaan baru yang
diperkenalkan Yesus serta mengupayakan agar hidup masyarakat terarah ke sana.
Dalam Injil Matius, kemanusiaan baru itu ditampilkan sebagai kenyataan Kerajaan
Surga.

Pengalaman kerap kali membuat orang berpikir bahwa dunia dan masyarakat ini
berjalan menurut hukum-hukum alam dan kesetujuan-kesetujuan dalam masyarakat.
Kita kerap berwacana mengenai kenyataan sosial agama dan kepercayaan, kenyataan
sosial pengetahuan, hukum-hukum alam evolusi manusia, tata jagat. Dan memang
perkembangan teknologi dan hidup masyarakat mengikuti dua macam kaidah tadi.
Tentu saja tidak disangkal bisa terjadi hal tak disangka-sangka, seperti bencana alam
atau kerusuhan. Tapi kejadian ini malah membuat orang semakin yakin bahwa
mekanisme hukum-hukum alam dan kehidupan sosial perlu semakin dikenali.
Perubahan tidak begitu saja terjadi. Ada sebab dan akibatnya. Semakin dimengerti
perubahan itu, semakin gampang dibuat perencanaan, perhitungan dan prediksi.
Kehidupan sehari-hari praktis berdasarkan pendirian ini.

Apa warta Yesus? Wartanya menyangkut kenyataan yang tidak sepenuhnya termasuk
dunia ini. Kerajaan Surga yang diwartakannya sudah ada tapi tak diketahui kapan
terwujud utuh. Tak ada yang tahu kapan. Artinya, Kerajaan Surga tidak mengikuti
mekanisme hukum alam dan kaidah-kaidah perkembangan masyarakat walaupun
berinteraksi dengannya dalam cara-cara yang tidak bakal sepenuhnya dapat dijelaskan.
Tidak banyak artinya berusaha mendeskripsikan "realitas sosial" Kerajaan Surga dan
apa "struktur"-nya, meskipun dapat dikatakan bila Kerajaan ini sungguh ada, ada pula
dampak sosialnya. Para teolog dan ahli ilmu sosial dapat bekerja sama mendalami
masalah ini.

Tak ada yang tahu kapan kemanusiaan baru itu terwujud sepenuhnya kecuali Bapa
sendiri, bahkan Anak Manusia yang akan datang itu tidak tahu saatnya (Mat 24:36).
Oleh karena itu, dinasihatkan dalam petikan hari ini agar orang selalu siap (Mat 24:42-
44). Dipakai panggilan "Bapa" dan bukan sebutan yang lain bagi Allah Yang
Mahakuasa justru karena sebutan itu dapat membuat orang merasa dekat pada
kerahiman dan belas kasihnya tanpa mengecilkan kewibawaanNya. Hendak
diungkapkan bahwa saat yang amat menentukan itu bergantung pada wibawa yang
dapat dialami sebagai yang rahim dan yang penuh belas kasih, bukan penghakiman
yang semata-mata menentukan ganjaran atau hukuman.

Dalam petikan ini dibicarakan tentang Nuh dan orang-orang pada zamannya (ay. 38-
39). Nuh dikasihi Allah dan Nuh berusaha membalasnya dengan menurutinya. Atas
suruhanNya ia membangun Bahtera, kawasan khusus yang terlindung dari kekuatan-
kekuatan penghancur yang akan segera datang. Dan jalan terbaik untuk selamat ialah
membiarkan diri dibimbing Allah sendiri. Jalan paling mudah menjauhkan diri ialah
menganggap sepi kasih Allah itu dan sibuk dengan urusan sendiri.

Orang-orang pada zaman Nuh merasa sudah aman. Tak butuh apa-apa lagi. Mereka
melihat yang dikerjakan Nuh, tetapi tidak peduli dan malah menganggapnya
mengerjakan yang aneh-aneh saja! Kan tak akan terjadi apa-apa yang luar biasa!
Semua bisa diperhitungkan, pikir orang-orang itu. Memang tak satu tindakan pun yang
disebutkan termasuk tindakan buruk: makan minum, kawin dan mengawinkan. Semua
ini kegiatan sehari-hari yang melangsungkan kehidupan manusia. Tetapi orang mudah
melupakan bahwa ada yang tak termasuk keseharian. Gerak gerik Yang Ilahi yang tak
dapat seluruhnya diperhitungkan. Ia tetap ada dalam wilayah yang keramat yang tak
tunduk pada hukum-hukum di dunia ini.

Bagaimana dengan gerak gerik kemanusiaan? Disebutkan dalam Mat 24:40-41, ada
dua lelaki yang menggarap tanah, ada dua perempuan yang menggiling gandum.
Bekerja di ladang dan menggiling gandum adalah dua kegiatan dari hari ke hari. Tetapi
keseharian ini dapat mengecoh. Yang kelihatan biasa-biasa itu tidak akan tetap sama.
Walaupun orang-orang itu mengerjakan yang sama persis, dikatakan satu akan diambil,
satu akan dibiarkan. Tidak ada ukuran apapun yang menjelaskan, baik ukuran alamiah
maupun ukuran kesetujuan-kesetujuan. Sering kesamaan luar membuat orang berpikir
bahwa bagi Yang Keramat juga demikian adanya, sama saja. Tetapi Yesus justru tidak
membenarkan anggapan seperti itu. Orang dinasihati agar peduli, hormat, berjaga-jaga
akan gerak-gerik Yang Keramat yang tak terduga-duga, dan jangan sekali-kali
menyepelekannya atau menganggap semua sudah beres.

Dalam tahun liturgi A ini perhatian akan dipusatkan pada Injil Matius. Injil ini ditulis
berdasarkan Injil Markus dan beberapa bahan baru. Kedua bahan itu disusun kembali
oleh Matius dalam bentuk lima kumpulan ajaran Yesus yang diselingi kisah mengenai
sang guru dan murid-muridnya. Secara ringkas, susunan Injil Matius demikian:

1-4: Bagian pengantar: silsilah Yesus, kelahirannya, pembaptisan, percobaan di padang


gurun, permulaan karyanya.
5-7: Kumpulan ke-I ajaran Yesus: Khotbah di Bukit, ini pegangan dasar bagi mereka
yang mau masuk dan hidup dalam Kerajaan Surga.
8-9: Pelbagai penyembuhan.
10: Kumpulan ke-II ajaran Yesus: pegangan bagi mereka yang mewartakan Kerajaan
Surga.
11-12: Orang Yahudi menolak Yohanes Pembaptis dan Yesus.
13: Kumpulan ke-III ajaran Yesus: tentang Kerajaan Surga lewat perumpamaan dan
penjelasannya. Inilah pusat Injil Matius.
14-17: Beberapa mukjizat, perselisihan dengan orang Farisi. Pengakuan Petrus dan
penampakan kemuliaan Yesus.
18: Kumpulan ke-IV ajaran Yesus: sikap-sikap yang diharapkan tumbuh dalam
kehidupan bersama para murid.
19-23: Perjalanan Yesus bersama murid-muridnya menuju ke Yerusalem dan
perbincangan di Bait Allah.
24-25: Kumpulan ke-V ajaran Yesus: pengajaran di Bukit Zaitun mengenai datangnya
Kerajaan Surga pada akhir zaman dan ajakan bersiap-siap.
26-28: Hari-hari terakhir Yesus bersama murid-muridnya, peristiwa-peristiwa dari
Getsemani sampai Golgota, wafat dan kebangkitannya, penampakannya di Galilea.

Begitulah Injil Matius menampilkan Yesus sebagai pribadi yang membawakan Kerajaan
Surga lewat tindakan dan ajarannya. Siapa saja yang menerimanya - bukan saja orang
Yahudi - akan menjadi bagian dari Israel baru, yakni bangsa terpilih baru, kemanusiaan
baru. Mereka inilah yang akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Untuk sementara
memang Kerajaan Surga belum kelihatan sepenuhnya, masih terselubung, walau jelas
sudah mulai ada. Akan tiba saatnya kewibawaan ilahi menampakkan kuasanya
seutuhnya. Saat itulah Kerajaan Surga tersingkap utuh dan orang yang siap akan ikut
serta di dalamnya. Warta ini tak perlu membuat orang menjadi waswas dan mulai
menghitung-hitung kapan hari akhir itu tiba. Orang dihimbau untuk menyelaraskan diri
dengan kehadiran ilahi yang belum sepenuhnya tersingkap itu. Nuh tidak
menyingkirinya, ia memasukinya. Itulah Bahteranya.

Bacaan Pertama Minggu Adven I/C.

Bacaan pertama bagi keempat hari Minggu Adven tahun C diambil dari Kitab Nabi
Yesaya, yakni 2:1-5; 11:1-10 35:1-6a dan 7:10-14. Kiranya bagian-bagian itu dipilih
untuk membantu orang menyongsong Natal dengan menyelami kebesaran Dia yang
sejak dahulu kala sedia hadir di dekat umat manusia dan mengajak siapa saja yang
mau mengenaliNya untuk mengarungi perjalanan kehidupan ini bersamaNya. Akan
jelas dari ayat-ayat yang dibacakan pada hari Minggu Adven I, yakni Yes 2:1-5,
menyampaikan nubuat mengenai datangnya zaman damai. Tetapi kedamaian itu
bukannya keadaan yang akan didatangkan dari begitu saja dari atas melainkan tempat
yang perlu dicari dan didatangi. Bagaimana penjelasannya?

Kota Yerusalem menjadi di tempat ziarah bagi semua orang Yahudi sendiri yang
berdiam di negeri Yudea, di Selatan dan di utara. Ada kepercayaan bahwa Tuhan
Yang Maha Kuasa memilih tempat itu sebagai tempatnya Ia dapat dimuliakan oleh
siapa saja. Itulah gunung keramatnya - sering disebut dengan nama puitisnya, yakni
Bukit Sion. Dan tempat dan kota itu menjadi kebanggaan nasional orang Yudea,
khususnya yang berdiam di Yerusalem. Juga secara turun-temurun, para pengelola
tempat suci itu erat berhubungan dengan kalangan istana.

Ada beberapa pujangga dan kaum terpelajar yang amat disegani baik di kalangan
istana maupun di kalangan para imam di tempat suci. Kaum pujangga ini membesarkan
hati, tapi juga mampu menantang dan memperingatkan para tokoh tadi. Di saat-saat
tertentu mereka juga mewakili serta memperjuangkan kepentingan orang banyak.
Mereka amat terpelajar dalam ajaran turun-temurun. Hal-hal sehari-hari dapat mereka
artikan dalam terang ajaran Taurat. Peran kelompok ini penting dalam masyarakat
Yahudi. Mereka menjadi "pembaca" gelagat zaman. Itulah para nabi dan kenabian di
Yerusalem. Yesaya ialah salah satu yang paling dikenal dari kalangan itu. Ucapan-
ucapannya diingat, dikumpulkan, ditulis dan disunting kembali para muridnya dan
diluaskan di sana sini, semasa hidupnya dan jauh setelah itu. Teks Yes 2:1-6 kali ini
mengalami perkembangan seperti ini. Bahkan ay. 2-6 bergema dalam Mi 4:1-2. Dalam
bacaan kali orang-orang Yerusalem, terutama kalangan istana dan tempat ibadat,
diajak memahami lebih mendalam kejadian yang sudah amat lazim, yakni ziarah
tahunan ke Yerusalem. Secara khusus disoroti keprihatinan mereka. Orang-orang di
Yerusalem bahkan dihimbau agar belajar dari keadaan mereka yang akan berziarah ke
kota suci mereka.

Dalam kesadaran religius para nabi Yerusalem, Yang Maha Kuasa yang berdiam di
kota Yerusalem itu sedemikian besar dan mengatasi batas-batas kebangsaan dan oleh
karena itu semua orang dari bangsa manapun boleh dan berhak datang kepadaNya.
Jangan Dia dianggap milik khusus umat, meski umat ini ialah bangsa khusus
pilihanNya. Justru sebaiknya, mereka diharapkan dapat peka menangkap hasrat-hasrat
rohani orang lain. Alangkah baiknya bila kekayaan rohani di Yerusalem semakin
terbuka sehingga siapa saja yang datang bisa mendapat bimbingan langsung dari Dia
dan menemukan jalan kebahagiaan.

Siapakah Dia yang bisa didatangi di Kota Sucinya itu? Ditegaskan dalam Yes 2:4
bahwa Dia akan menjadi "hakim" antara bangsa-bangsa. Dalam dunia PL, hakim bukan
sekadar pemimpin proses peradilan, tapi juga pemimpin masyarakat yang
berwewenang mendamaikan pertikaian yang dibawakan ke hadapannya dengan
wibawa dan kebijaksanaannya. Kiasan ini dikenakan kepada Dia yang berdiam di Bukit
Sion. Ia dapat mendamaikan pertikaian, Dia itu Tuhannya rekonsiliasi.

Bangsa-bangsa yang akan ke Bukit Sion menghadap Yang Maha Kuasa itu bukannya
datang untuk berwisata ria. Banyak yang memendam macam-macam keprihatinan,
termasuk rasa permusuhan satu sama lain. Ada pihak-pihak yang merasa diperlakukan
tak adil, ditekan oleh bangsa dan kelompok lain. Ada ganjalan. Komunikasi macet dan
menggumpallah konflik horisontal, begitulah istilah sekarang. Tindakan selanjutnya
ialah hunus pedang, arahkan tombak bersiaga maju perang untuk menentukan bukan
siapa benar siapa salah, tapi siapa yang lebih kuat. Ketegangan ini tercermin dalam
keprihatinan bagian kedua ay. 4.

Syukur dalam keadaan itu tidak semua pihak membiarkan diri hanyut. Ada upaya
bernalar - ada yang mulai mengajak mencari pemecahan. Dan inilah yang terbaca oleh
sang nabi. Ada harapan mendapatkan pemecahan dari pihak ketiga yang bisa
menolong. Coba kita kini baca kembali ay. 3 dengan gagasan tadi. Terungkap hasrat
orang dari mana saja yang mau datang ke Yerusalem: "Mari, kita naik ke gunung
Tuhan, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalanNya dan
supaya kita berjalan menempuhnya, sebab dari Bukit Sion akan keluar pengajaran (=
"Taurat dalam arti sebenarnya, bukan hukum belaka") dan firman Tuhan dari
Yerusalem." Terasa betapa luas dan luhur pemikiran penyair yang menulis ayat itu.
Lebih lagi, awal ay. 4 jelas-jelas mengatakan: "Ia - Tuhan - akan menjadi hakim antara
bangsa-bangsa, akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa." Dan bila terjadi
demikian maka perlengkapan yang tadinya bakal dipakai untuk saling menghancurkan
akan menjadi peralatan untuk mengelola bahan yang menunjang kehidupan: logam
pedang akan ditempa menjadi bajak untuk menggarap tanah, ujung tombak akan
beralih menjadi alat menuai buah!

Orang-orang yang tadinya siap berperang itu sendirilah yang akan mengubah mesin
perang menjadi alat-alat bercocok tanam, bukan Tuhan yang di Bukit Sion itu. Mereka
merasa memperoleh pengajaran dariNya akan nilai kehidupan. Inilah kebesaran Dia
yang ada di tempat suci itu: dapat mengubah manusia dari yang siap menjalankan
kekerasan menjadi yang mahir memelihara kehidupan dan tetap membiarkan manusia
sendiri yang mengujudkannya. Kedamaian bukan karena semua menyembah Yang
Ilahi dengan cara yang sama, melainkan karena masing-masing mendapat sesuatu dari
Yang Ilahi yang mereka kenal dan dengan demikian mereka berubah sikap dan
menindakkan hal-hal yang membangun. Ini warta bagi semua orang, juga bagi orang
zaman ini, di mana saja. Ini juga warta antar iman, bukan sekadar ajakan toleransi saja.
Ay. 5 mengakhiri petikan ini dengan seruan "Mari berjalan dalam terang Tuhan!" Ajakan
itu ditujukan kepada "keturunan Yakub", cara bicara Perjanjian Lama untuk
menyebut kelompok masyarakat yang merasa diri mendapat tugas menghadirkan
keilahian di dunia. Juga mereka dan semua orang yang percaya diajak mencari
pencerahan budi dan hati tadi dan menjalankannya dalam kehidupan. Masa Adven
ialah masa menantikan kedatangan dia yang dalam terang ini. Bacaan dari Mat 24:37-
44 yang diulas di bawah ini menyoroti kemanusiaan baru yang bisa diharapkan datang
itu. Rahmat tercurah dari atas, tapi orang diharap jeli dan peka menanggapinya dan
membiarkan diri kena pesona Dia yang di atas itu!

Pendalaman bacaan pertama (atau juga bacaan kedua) sebaiknya ditujukan untuk
menyiapkan suasana batin serta pengertian yang membuat warta Injil semakin terasa
dekat. Pendalaman seperti itu sebenarnya sudah mulai dalam proses pembentukan
Injil-Injil sendiri. Dulu dalam ibadat dikisahkan sebuah ingatan akan Yesus, lalu
diupayakan memahami bagaimana kejadian ini memberi makna kepada khazanah teks
turun-temurun mereka yang kita kenal sebagai Perjanjian Lama. Begitulah terkumpul
bagian-bagian Injil yang memuat rujukan langsung atau tak langsung ke sana. Dalam
perkembangan lebih lanjut, dibacakan juga secara terpisah petikan dari Perjanjian
Lama yang dipilih pemimpin ibadat setempat, kemudian juga diikuti bacaan surat atau
pengajaran tokoh-tokoh yang masih mengenal para rasul sendiri. Peringkat bacaan
seperti ini akhirnya terkumpul dan diolah dalam "lectionarium" atau peringkat bacaan
Hari Minggu dan hari biasa yang dikenal dalam Gereja Katolik sekarang. Dalam
hubungan dengan Injil hari Minggu Adven I/C (Mat 24:37-44) bisa dilihat bagaimana
warta kenabian PL tadi membantu menajamkan kepekaan orang menangkap gelagat
serta pertanda kehadiran Dia yang mendamaikan kemanusiaan dan membaruinya
Asal-mula Masa Adven
oleh: Romo William P. Saunders *

Masa Liturgi Adven menandai masa persiapan rohani umat beriman sebelum
Natal. Adven dimulai pada hari Minggu terdekat sebelum Pesta St. Andreas Rasul
(30 November). Masa Adven berlangsung selama empat hari Minggu dan empat
minggu persiapan, meskipun minggu terakhir Adven pada umumnya terpotong
dengan tibanya Hari Natal.

Masa Adven mengalami perkembangan dalam kehidupan rohani Gereja. Sejarah


asal-mula Adven sulit ditentukan dengan tepat. Dalam bentuk awalnya, yang
bermula dari Perancis, Masa Adven merupakan masa persiapan menyambut Hari
Raya Epifani, hari di mana para calon dibaptis menjadi warga Gereja; jadi
persiapan Adven amat mirip dengan Prapaskah dengan penekanan pada doa dan
puasa yang berlangsung selama tiga minggu dan kemudian diperpanjang
menjadi 40 hari. Pada tahun 380, Konsili lokal Saragossa, Spanyol menetapkan
tiga minggu masa puasa sebelum Epifani. Diilhami oleh peraturan Prapaskah,
Konsili lokal Macon, Perancis, pada tahun 581 menetapkan bahwa mulai tanggal
11 November (pesta St. Martinus dari Tours) hingga Hari Natal, umat beriman
berpuasa pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Lama-kelamaan, praktek serupa
menyebar ke Inggris. Di Roma, masa persiapan Adven belum ada hingga abad
keenam, dan dipandang sebagai masa persiapan menyambut Natal dengan ikatan
pantang puasa yang lebih ringan.

Gereja secara bertahap mulai lebih membakukan perayaan Adven. Buku Doa Misa
Gelasian, yang menurut tradisi diterbitkan oleh Paus St. Gelasius I (wafat thn
496), adalah yang pertama menerapkan Liturgi Adven selama lima Hari Minggu. Di
kemudian hari, Paus St. Gregorius I (wafat thn 604) memperkaya liturgi ini dengan
menyusun doa-doa, antifon, bacaan-bacaan dan tanggapan. Sekitar abad
kesembilan, Gereja menetapkan Minggu Adven Pertama sebagai awal tahun
penanggalan Gereja. Dan akhirnya, Paus St. Gregorius VII (wafat thn 1095)
mengurangi jumlah hari Minggu dalam Masa Adven menjadi empat.

Meskipun sejarah Adven agak “kurang jelas”, makna Masa Adven tetap terfokus
pada kedatangan Kristus (Adven berasal dari bahasa Latin “adventus”, artinya
“datang”). Katekismus Gereja Katolik menekankan makna ganda “kedatangan”
ini: “Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan
Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang
lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya
kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua” (no. 524).
Oleh sebab itu, di satu pihak, umat beriman merefleksikan kembali dan didorong
untuk merayakan kedatangan Kristus yang pertama ke dalam dunia ini. Kita
merenungkan kembali misteri inkarnasi yang agung ketika Kristus merendahkan
diri, mengambil rupa manusia, dan masuk dalam dimensi ruang dan waktu guna
membebaskan kita dari dosa. Di lain pihak, kita ingat dalam Syahadat bahwa
Kristus akan datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati dan kita
harus siap untuk bertemu dengannya.

Suatu cara yang baik dan saleh untuk membantu kita dalam masa persiapan
Adven adalah dengan memasang Lingkaran Adven. Lingkaran Adven merupakan
suatu lingkaran, tanpa awal dan akhir: jadi kita diajak untuk merenungkan
bagaimana kehidupan kita, di sini dan sekarang ini, ikut ambil bagian dalam
rencana keselamatan Allah yang kekal dan bagaimana kita berharap dapat dapat
ikut ambil bagian dalam kehidupan kekal di kerajaan surga. Lingkaran Adven
terbuat dari tumbuh-tumbuhan segar, sebab Kristus datang guna memberi kita
hidup baru melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Tiga batang lilin
berwarna ungu melambangkan tobat, persiapan dan kurban; sebatang lilin
berwarna merah muda melambangkan hal yang sama, tetapi dengan menekankan
Minggu Adven Ketiga, Minggu Gaudate, saat kita bersukacita karena persiapan
kita sekarang sudah mendekati akhir. Terang itu sendiri melambangkan Kristus,
yang datang ke dalam dunia untuk menghalau kuasa gelap kejahatan dan
menunjukkan kepada kita jalan kebenaran. Gerak maju penyalaan lilin setiap hari
menunjukkan semakin bertambahnya kesiapan kita untuk berjumpa dengan
Kristus. Setiap keluarga sebaiknya memasang satu Lingkaran Adven,
menyalakannya saat santap malam bersama dan memanjatkan doa-doa khusus.
Kebiasaan ini akan membantu setiap keluarga untuk memfokuskan diri pada
makna Natal yang sebenarnya.

Secara keseluruhan, selama Masa Adven kita berjuang untuk menggenapi apa
yang kita daraskan dalam doa pembukaan Misa Minggu Adven Pertama: “Bapa di
surga… tambahkanlah kerinduan kami akan Kristus, Juruselamat kami, dan
berilah kami kekuatan untuk bertumbuh dalam kasih, agar fajar kedatangan-Nya
membuat kami bersukacita atas kehadiran-Nya dan menyambut terang
kebenaran-Nya

You might also like