You are on page 1of 8

JEP

Volume 1 | Nomor 1|Mei 2017


e-ISSN 2579-860X

PENGEMBANGAN MODEL REKONSTRUKSI PENDIDIKAN PADA BAHAN AJAR


SEL ELEKTROKIMIA BERBASIS GREEN CHEMISTRY

Eka Yusmaita1) Ahmad Mudzakir2) Hernani 3)


1)
Staf Pengajar Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Padang
2)
Staf Pengajar Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
3)
Staf Pengajar Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
ekayusmaita@gmail.com

ABSTRACT
This study aimed to analyze the construction of teaching materials which are relevant to daily
life using the theme of green batteries. The method used the model of educational reconstruction as a
framework. This model consisted of three components, which are: analysis of content structure, re-
search on teaching and learning, and development of learning settings. The discussion in this study
was focused only on the analysis of content structure which required three stages, they are: analysis of
literature, clarification of basic context, and modification of the text. First stage would produce indi-
cators and learning objectives for cognitive and affective domains, which were based on the content of
electrochemistry cells, the context of Li-ion batteries, and the scientific literacy. Second stage was the
elementarization process of elektrokimiaic cell content and Li-ion batteries context. Third stage was
the process of insertion and abolition of original text to become basic text. Validation through expert
judgments was conducted for indicators and learning objectives of cognitive and affective domains
based on the Standard of Competence, Basic Competence and competencies in PISA 2009.

Keywords : Model of Educational Reconstruction, Teaching Material, Electrochemistry Cell, Green Chemistry

PENDAHULUAN grasikan konsep green chemistry di dalam bahan


ajar. Berdasarkan studi pendahuluan pada salah
Berdasarkan kongres IUPAC (Tundo,
satu sekolah Adiwiyata di kota Bandung, dike-
2001) Green chemistry pada konteks saintifik
tahui bahwa bahan ajar yang berbasis green
adalah penerapan sejumlah kaidah fundamental
chemistry belum tersedia.
kimia untuk mengurangi pemakaian atau mem-
Proses penyusunan bahan ajar merupakan
produksi bahan kimia yang berbahaya. Green
proses yang tidak mudah dan sederhana. Penyu-
Chemistry bertujuan untuk mencegah atau men-
sunan bahan ajar membutuhkan proses penye-
gurangi bahaya polusi pada segala jalur timbul-
leksian dari berbagai sumber yang dapat terper-
nya polusi tersebut. Pada area pendidikan, green
caya dan kesediaan para pakar untuk mereview
chemistry muncul sebagai solusi dalam menja-
bahan ajar tersebut. Meskipun beberapa materi
wab kebutuhan ini (Cann, 2009). Masyarakat
ajar yang berhubungan dengan green chemistry
baru menyadari pentingnya melestarikan ling-
telah tersedia, namun sebagian besar materi ajar
kungan sekitar, setelah ada dampak/resiko yang
ini belum diterjemahkan dalam bahasa Indone-
muncul akibat pencemaran. Paradigma ini harus
sia. Untuk itu perlu pemikiran dan penelitian
segera dirubah. Sebagai generasi penerus bangsa
yang serius dan mendalam tentang penyusunan
kita harus mampu memberikan solusi yang cer-
bahan ajar ini agar dapat memenuhi kriteria
das sebelum resiko itu muncul akibat dari keti-
accessible bagi siswa.
dak pedulian kita terhadap lingkungan. Salah
Bahan ajar yang berkembang di Indonesia
satu caranya adalah melakukan suatu tindakan
cenderung menempatkan konten terlebih dahulu
preventif dengan meminimalisir resiko yang
dan diakhiri dengan aplikasi dari konten terse-
akan terjadi kedepannya melalui green chemi-
but. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Hol-
stry.
brook (2005) yang menyatakan bahwa sains ha-
Penerapan konsep green chemistry bi-
rus relevan dengan proses dan produk sehari-
asanya diterapkan di laboratorium, Meskipun
hari yang digunakan dalam masyarakat. Sebagai
demikian pengintegrasiannya tidak harus terfo-
sinkronisasinya, saat melakukan penyusunan
kus pada laboratorium (Klingshirn, 2009). Cann
bahan ajar yang relevan dengan kehidupan seha-
(2009) dalam penelitiannya memberikan reko-
ri-hari, maka disesuaikan dengan Science Tech-
mendasi kepada para pendidik untuk menginte-
71
Eka Yusmaita, Ahmad Mudzakir, Hernani 72

nology and Literacy (STL) yang memodifikasi 1. Konsep yang diujikan harus relevan dengan
tahapan-tahapan pembelajaran berdasarkan situasi kehidupan keseharian yang nyata.
proyek chemie in kontext dalam Nentwig et al 2. Konsep itu diperkirakan masih akan relevan
(2002). Tujuan singkronisasi ini adalah untuk sekurang-kurangnya untuk satu dasawarsa
mengembangkan kreatifitas siswa, siswa mampu ke depan.
untuk memecahkan masalah dan membuat kepu- 3. Konsep itu harus berkaitan dengan kompe-
tusan yang dapat meningkatkan mutu kehidupan tensi proses yaitu pengetahuan tidak hanya
(Holbrook. 2005) mengandalkan daya ingat siswa dan berkai-
Konsep Green chemistry menyediakan tan hanya dengan informasi tertentu.
peluang untuk mendidik generasi ke depan me- (Hayat dan Yusuf, 2010)
nuju sustainable society (Klingshirn, et al. Selama ini, penyajian bahan ajar khusus-
2009). Green chemistry berperan penting dalam nya pada konsep elektrokimia belum relevan
pembangunan berkelanjutan (sustainable dengan proses dan produk sehari-hari yang di-
development). Brundtland dalam (Holbrook, gunakan dalam masyarakat. Di samping itu,
2009) mendefinisikan pembangunan ber- contoh yang diberikan dari aplikasi sel elektro-
kelanjutan sebagai pembangunan yang kimia masih terlalu umum dan menyajikan con-
memenuhi kebutuhan sekarang tanpa meragukan toh-contoh dari baterai yang beracun (tidak ra-
kemampuan generasi mendatang untuk mah lingkungan). Oleh sebab itu dalam pen-
memenuhi kebutuhannya. Konsep pembangunan gembangan bahan ajar ini difokuskan untuk
berkelanjutan memberikan himbauan bahwa memperkenalkan kepada siswa mengenai inova-
pembangunan akan memungkinkan generasi si baterai yang ramah lingkungan, khususnya
sekarang meningkatkan kesejahteraan, tanpa baterai Li-ion. Siswa perlu mengetahui bahwa
mengurangi hak generasi masa depan untuk teknologi mutakir kekinian seputar baterai. Ber-
meningkatkan kesejahteraannya. ICASE (Inter- dasarkan uraian tersebut maka tujuan penelitian
national Council of Association for Science ini adalah mengembangkan model rekonstruksi
Education) mengemukakan bahwa literasi sains pendidikan pada bahan ajar sel elektrokimia
dan teknologi erat kaitannya dengan isu berbasis green chemistry.
pembangunan berkelanjutan (Holbrook, 2009).
METODE PENELITIAN
Terkait dengan kemampuan literasi sains peserta
didik, studi penilaian yang dilakukan oleh PISA Desain penelitian ini menggunakan Model
(Programme for International Student Assess- of Educational Reconstruction (MER) atau di
ment) mengungkapkan bahwa pembelajaran Indonesia dikenal dengan istilah Model
sains di Indonesia kurang berhasil meningkatkan Rekonstruksi pendidikan. Model ini dikembang-
kemampuan literasi sains peserta didik. kan oleh Reinders Duit, Harald Gropengiesser,
Kekecewaan terhadap hasil monitoring PISA Ulrich Kattman dan Michael Komorek sejak
tersebut tidak bisa didiamkan begitu saja, perlu tahun 1995 sampai sekarang. Tujuan utama pe-
adanya suatu gagasan yang mendasar dan rancangan MER adalah sebagai kerangka untuk
relevan. Rendahnya hasil PISA peserta didik penelitian dan pengembangan pendidikan sains.
Indonesia dan masalah lingkungan yang sering Disamping itu, MER juga dijadikan sebagai pe-
terjadi, merupakan tantangan masa depan dan tunjuk untuk perencanaan pengajaran sains pada
menjadi alasan mengapa perlu adanya praktek di sekolah (Duit, 2012:19). Salah satu
pembaharuan pada pengembangan kurikulum dari ide fundamental model ini adalah struktur
(Kemendikbud, 2012). Pada penelitian ini, konten untuk pengajaran tidak bisa diambil se-
pembaharuan itu dihubungkan dengan cara langsung dari struktur konten sains, tetapi
perancangan bahan ajar yang sesuai dengan secara khusus direkonstruksi dengan memperha-
kebutuhan siswa, yaitu bahan ajar yang tikan tujuan pembelajaran kognitif dan afektif
memenuhi kriteria accessible bagi siswa. siswa. Proses rekonstruksi terhadap bahan ajar
Salah satu materi kimia yang memiliki digambarkan melalui tiga komponen MER be-
potensi untuk dikembangkan melalui bahan ajar rupa (1) analisis struktur konten, (2) penelitian
berbasis green chemistry education adalah mengajar dan belajar, dan (3) pengembangan
konsep elektrokimia. Pemilihan konsep materi dan evaluasi pelajaran. Ketiga komponen ini
elektrokimia didasarkan pada pandangan PISA hubungannya yang saling berkaitan. (Duit, Ko-
terkait dengan beberapa prinsip pemilihan morek, & Wilbers, 1997; Komorek & Duit,
konten sains PISA, yakni: 2004; Stavrou, Duit, & Komorek, 2008).
JEP| Volume 1| Number 1| Mei 2017| Page 71-78
Eka Yusmaita, Ahmad Mudzakir, Hernani 73

Komponen pertama adalah analisis struk- 1. Kembali kepada tahapan kualitatif


tur konten. Tujuan dari analisis struktur konten Suatu eksplanasi pedagogi ataupun
adalah untuk mengklarifikasi konsepsi sains eksplanasi ilmiah, jika dipresentasikan dalam
yang spesifik dan struktur konten dari sudut bentuk data kuantitatif (angka-angka), hampir
pandang pendidikan. Komponen pertama ini selalu dalam keadaan yang lebih kompleks dan
dijabarkan lagi dalam dua proses, yaitu klarifi- sulit. Tetapi jika eksplanasi tersebut disajikan
kasi materi subjek dan analisis signifikansi pen- dalam bentuk kualitatif (kata-kata), maka orang
didikan. Klarifikasi materi subjek menggambar- akan lebih mudah memahami makna atau arti
kan analisis konten secara kualitatif terhadap dari ekplanasi tersebut. Sebagai contoh bagai-
buku teks yang berkualitas dan dari beberapa mana hasil percobaan (berupa data) untuk me-
publikasi artikel. Analisis signifikansi pendidi- nentukan kecepatan suatu reaksi disajikan dalam
kan menggambarkan kaidah tertentu terhadap bentuk tabel, yang jika orang membacanya perlu
standar pedagogik dan tujuan pembelajaran pengamatan dan interpretasi data untuk mema-
(Duit, 2007: 8). Analisis kritis dari konten sains hami arti data dalam tabel tersebut. Jika data
melalui pendidikan sains perlu dilakukan karena dalam tabel itu disajikan dalam bentuk kata-kata
buku teks universitas diperuntukkan untuk para yang sederhana, maka orang akan lebih mudah
pakar (contohnya ilmuwan, atau mahasiswa memahaminya.
yang menjadi ilmuwan). Bagi siswa di sekolah 2. Pengabaian
atau di tempat pembelajaran informal, penyajian Hasil berbagai temuan ilmiah, baik yang
konten secara ilmiah langsung dari buku teks dipresentasikan dalam ekplanasi ilmiah maupun
universitas merupakan hal yang tidak dapat di- eksplanasi pedagogik yang terdapat pada berba-
jangkau (accessible) dan kadang-kadang menye- gai buku, biasanya telah mengalami berbagai
satkan. Oleh karena itu diperlukan suatu tinda- pengabaian. Misalnya model atom Dalton yang
kan “penyederhanaan” (Duit, et al., 2012: 22). mengatakan bahwa “atom berbentuk seperti
Tindakan penyederhanaan penting bola pejal” merupakan hasil reduksi dari hasil
dilakukan karena masih banyak bahan ajar baik temuan-temuan para ahli sebelumnya yang san-
keluasannya maupun kedalamannya yang belum gat kompleks dan rumit. Akan tetapi agar
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa pemikirannya itu dapat dipahami oleh orang lain
sehingga tidak mudah untuk dipahami oleh maka Dalton menyampaikannya seperti kalimat
siswa. Anwar (2011:31) menawarkan suatu pen- sederhana di atas. Atas dasar keterbatasan yang
dekatan dalam melakukan tindakan penyederha- ada pada diri manusia, maka setiap penjelasan
naan bahan ajar, pendekatan ini disebut dengan konsep-konsep keilmuan hampir selalu telah
reduksi didaktik. Mereduksi secara didaktis mengalami pengabaian.
bahan ajar merupakan kegiatan yang terutama 3. Penggunaan penjelasan berupa gambar,
harus dilakukan oleh guru dalam mempersiap- simbol, sketsa, dan percobaan
kan pengajarannya yang terstruktur dengan baik, Gambar merupakan wakil dari benda
sehingga dapat membantu siswa di dalam yang sebenarnya, ketika kita tidak dapat
pengintegrasian informasi yang baru itu ke memperlihatkan benda yang sebenarnya.
dalam struktur kognitif siswa. Di samping itu Penjelasan verbal yang kita berikan kapada
aksi ini sangat penting dilaksanakan melihat orang lain akan lebih mudah difahami, jika
kenyataan bahwa beberapa materi pelajaran dibantu dengan penjelasan berupa gambar.
pada tingkat tertentu masih dirasakan terlalu Simbol digunakan jika benda atau
tinggi (sukar) sehingga siswa merasakan penjelasan yang harus disampaikan kurang
“overloaded”. Diharapkan dengan adanya praktis atau memerlukan penjelasan yang
reduksi terhadap bahan ajar didalam mem- panjang. Dengan simbol maka penjelasan yang
persiapkan kurikulum masa depan yang lebih panjang tersebut dapat diringkas sedemikian
berdasar pada pengalaman empiris dan rupa, sehingga kompleksitas penjelasan dapat
kebutuhan masyarakat, dapat mengatasi masalah dikurangi.
tersebut. Sketsa diperlukan untuk memberikan
Ada delapan cara untuk mereduksi tingkat penjelasan praktis yang kompleks, karena
kesulitan bahan ajar dengan Reduksi Didaktik penjelasan tersebut terdiri dari banyak
atau disingkat RD (Anwar, 2012: 17-19) : komponen yang saling berhubungan. Dengan
sketsa penjelasan tersebut dapat dibuat lebih
sederhana.
JEP| Volume 1| Number 1| Mei 2017| Page 71-78
Eka Yusmaita, Ahmad Mudzakir, Hernani 74

Percobaan (eksperimen) merupakan salah data-data yang kompleks dan rumit ini maka
satu kegiatan yang spesifik dimiliki oleh mata informasi yang terkandung akan lebih mudah
pelajaran IPA. Dengan eksperimen siswa dipahami oleh siswa.
dibantu untuk memahami produk IPA. Dengan 7. Partikularisasi
percobaan ini juga siswa dapat belajar dengan Suatu konsep yang kompleks dapat dibuat
melakukan (learning by doing), sehingga sederhana dengan partikularisasi. Partikularisasi
pemahaman siswa terhadap suatu konsep dapat adalah pemilahan informasi dari konsep yang
ditingkatkan. memiliki informasi yang banyak (kompleks)
4. Penggunaan analogi menjadi bagian-bagiannya yang lebih sederhana.
Ilmu kimia merupakan ilmu yang sarat Sebagai contoh, sebuat tabel periodik unsur-
dengan konsep-konsep yang sangat abstrak. unsur yang memuat banyak sekali informasi,
Untuk menjelaskan konsep yang abstrak tersebut akan lebih sederhana dan mudah dipelajari dan
dibutuhkan pendekatan yang mampu membuat difahami siswa, jika informasi tersebut dipilah-
yang abstrak tersebut menjadi relatif lebih pilah ke dalam setiap tabel periodik.
konkret. Salah satu cara untuk itu adalah dengan 8. Pengabaian perbedaan pernyataan konsep
penggunaan analogi. Analogi adalah pengi- Cara reduksi ini diperlukan karena banyak
baratan suatu yang sulit dipahami dengan istilah-istilah ilmiah yang pada kehidupan sehari
sesuatu yang mudah dipahami. Oleh sebab itu di hari banyak digunakan. Istilah-istilah ini begitu
dalam membuat analogi diharuskan analogi seringnya digunakan sehingga dipandang mudah
tersebut adalah apa yang pernah diketahui dan oleh siswa. Penggunaan kata “panas” misalnya
dikenal. Di dalam analogi, konsep yang akan seringkali maksudnya adalah kalor, kata “zat”
dianalogikan disebut dengan konsep target, digunakan untuk benda, dan sebagainya. Istilah-
sedangkan analoginya sendiri disebut konsep istilah ini masih boleh dipergunakan dalam
analogi. Antara konsep analogi dengan konsep pembelajaran selama hal itu tidak mengarah
target harus memiliki atribut yang hampir sama, pada miskonsepsi.
jika tidak, kesalahan konsep atau miskonsepsi Komponen kedua. Penelitian mengajar
dapat terjadi. Hal lain yang harus diperhatikan dan belajar mengidentifikasi bahwa proses klari-
dalam membuat analogi adalah bahwa konsep fikasi dan analisis dari konten sains pada satu
analogi harus lebih sederhana dari pada konsep sisi dan proses konstruksi terhadap struktur kon-
target. ten untuk pengajaran pada sisi yang lain mem-
5. Penggunaan tingkat perkembangan sejarah butuhkan dasar penelitian empiris pada menga-
Ilmu pengetahuan berkembang mulai dari jar dan belajar. Studi empiris terhadap pengatu-
konsep yang sederhana (saat itu tidak sederhana) ran belajar tertentu membutuhkan studi lebih
hingga ilmu pengetahuan yang saat ini lanjut dengan melakukan investigasi konsepsi
dipandang rumit. Penggunaan konsep-konsep pre-instructional siswa dan variabel afektif se-
yang sederhana (ilmu pengetahuan lama) akan perti ketertarikan, konsep diri, dan sikap (Duit,
membantu siswa di dalam memahami konsep- et al., 2012: 23)
konsep yang saat ini disebut modern. Komponen ketiga. Perancangan dan eva-
Penggunaan jenis reduksi ini, memerlukan luasi lingkungan pengajaran dan belajar kompo-
pembelajaran berkelanjutan, agar tidak terjadi nen ini terdiri dari merancang bahan ajar, aktivi-
miskonsepsi. tas pembelajaran dan sequence mengajar dan
6. Generalisasi pembelajaran. Rancangan pembelajaran yang
Berbagai hasil pemikiran dan penelitian mendukung kondisi lingkungan sekitar merupa-
seluruhnya ditulis dalam bentuk kesimpulan kan jantung pada komponen ini (Duit, et al.
(proses induksi) yang menggambarkan seluruh 2012: 23).
hasil pemikiran dan penelitian tersebut. Proses Instrumen penelitian yang digunakan
ini disebut sebagai generalisasi. Berbagai adalah lembar validasi pakar untuk menentukan
macam data yang dikumpulkan biasanya kelayakan materi bahan ajar. Validator yang
merupakan hal hal khusus yang jumlahnya terlibat adalah sebanyak 7 orang panelis yang
cukup banyak. Jika data-data yang cukup terdiri dari dosen dan guru kimia SMA.
banyak tersebut jika dipelajari oleh siswa, akan
kelihatan betapa kompleks dan rumitnya
informasi yang harus difahami oleh siswa dari
data tersebut. Dengan membuat generalisasi dari
JEP| Volume 1| Number 1| Mei 2017| Page 71-78
Eka Yusmaita, Ahmad Mudzakir, Hernani 75

Lembar validasi dalam penelitian ini meliputi: untuk mengetahui kedalaman dan keluasan ma-
a. Lembar validasi indikator dan tujuan teri subjek yang dikaji (Herlanti, et al., 2008: 3).
pembelajaran aspek kognitif melalui te- Analisis wacana merupakan tindakan
laah konteks, konten, dan kompetensi. yang dilakukan terhadap wacana teks dari ber-
b. Lembar validasi indikator dan tujuan pem- bagai sumber dalam rangka pengembangan ba-
belajaran aspek sikap sains terhadap sains han ajar, seperti penulisan buku teks, pengem-
melalui telaah konteks, konten, dan sikap. bangan media pembelajaran, penyusunan renca-
c. Lembar validasi rancangan bahan ajar sel na pembelajaran dan pembuatan soal-soal evalu-
elektrokimia berbasis green chemistry. asi/asesmen. Analisis tersebut dilakukan sebagai
langkah sistematis dalam mendalami sumber-
Proses validasi dilakukan dengan cara sumber bahan bacaan, baik berupa buku ajar
menghadirkan beberapa pakar yang sudah ber- atau deskripsi dari kegiatan pembelajaran terda-
pengalaman untuk menilai rancangan bahan ajar hulu. Dalam penulisan buku teks, analisis diper-
tersebut. Setiap pakar diminta untuk menilai lukan agar proses penulisan buku teks tersebut
kelayakan bahan ajar, sehingga selanjutnya da- dapat dilakukan secara efisien dan penyampaian
pat diketahui kelemahan dan kekuatan (Sugiyo- pengetahuan dapat terkendali dari segi konten
no. 2012: 302). Hasil validasi dari para pakar dan konteksnya.
kemudian dihitung dengan indeks Content valid- Buku teks mempunyai peranan penting
ity Ratio (CVR). karena dalam lingkungan membaca, fungsi guru
CVR merupakan indeks untuk seolah-olah diperankan oleh buku teks dalam
menyatakan keshahihan berdasarkan validasi isi bentuk tindakan wacana dengan target pengeta-
secara kuantitatif. Validasi isi berkenaan dengan huan materi-subyek dan diarahkan kepada
kevalidan suatu alat ukur dipandang dari segi isi pembaca untuk direspon berupa inteligibel (mu-
(content) materi pelajaran yang melibatkan para dah dijangkau karena konsisten dengan pengeta-
pakar keilmuan kimia untuk menilai. CVR huan yang telah dimiliki), plausibel (dipahami
ditentukan dengan menggunakan persamaan 1. karena dapat diterapkan secara terbatas pada
𝑛𝑒 – 𝑁/2 konten pengetahuan yang dihadapi), atau fruitful
CVR = ....................................... (1) (bernilai lebih dari pengetahuan yang sudah di-
𝑁/2
pahami karena ringkas dan berguna). Dalam
(Lawshe.1975: 576) lingkungan kelas, fungsi guru memfasilitasi
Keterangan : proses belajar siswa melalui tindakan wacana
ne : banyaknya pakar yang sepakat yang sedapat mungkin mudah diajarkan
N : banyaknya pakar yang memvalidasi (teachable) dan mudah dijangkau (accesible).
Setelah mengidentifikasi sub pertanyaan Analisis wacana dikembangkan sebagai kerang-
pada lembar validasi dengan menggunakan ka untuk mewadahi berbagai metodelogi yang
CVR, kemudian dihitunglah CVI (Content Va- digunakan untuk membentuk hubungan keter-
lidity index). Secara sederhana CVI merupakan gantungan antara pengajar, pembelajar, dan ma-
rata-rata dari nilai CVR untuk sub pertanyaan teri-subyek (buku).
yang dijawab Ya. Analisis wacana dalam pembuatan buku
Perolehan CVI diperoleh dengan menggunakan merupakan fasilitas untuk mengendalikan hu-
persamaan 2. bungan terhadap wacana teks dari berbagai
sumber dalam rangka pengembangan bahan ajar.
𝑪𝑽𝑹 Konstruksi pengetahuan sebagai interaksi antara
CVI = 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒖𝒃 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂𝒂𝒏 ...................(2) pengajar dan pembelajar menggunakan materi-
subyek (buku) sebagai media interaksi. Esensi
(Alahyari.2011:10) dari interaksi tersebut adalah tindakan wacana
berupa menginformasikan, mendalami, menga-
HASIL DAN PEMBAHASAN rahkan, dan membatasi. Tetapi sebagai interaksi,
Kualitas suatu materi subjek dapat dikaji tindakan wacana ini juga perlu dilihat dari segi
dengan mengemukakan analisis wacana. Anali- motif yang mengendalikannya agar memung-
sis wacana didefinisikan sebagai kajian yang kinkan pengungkapan sampai kepada menurun-
meneliti dan menganalisis bahasa yang diguna- kan struktur wacana dari proses mengkonstruksi
kan secara ilmiah. Analisis wacana digunakan tersebut.

JEP| Volume 1| Number 1| Mei 2017| Page 71-78


Eka Yusmaita, Ahmad Mudzakir, Hernani 76

Salah satu langkah yang dilakukan pada gundang rasa penasaran dan keingintahuan
analisis wacana adalah menyiapkan teks dasar. siswa.
Teks dasar dibuat dengan melakukan penghalu- 3. Tahap Elaborasi (Elaboration Phase). Pada
san terhadap teks sumber untuk memapankan tahap ini dilakukan eksplorasi,
dan menajamkan peran wacananya, melalui: pembentukan dan pemantapan konsep
1. penghapusan atau sampai pertanyaan pada tahap kuriositi
2. penyisipan kata atau frasa. dapat terjawab. Eksplorasi, pembentukan
Penghalusan teks dilakukan dalam rangka dan pemantapan konsep tersebut dapat
meningkatkan ketepatan dan kejelasan teks. Si- dilakukan dengan berbagai metode,
regar (Setiadi, et al. 2004) menjelaskan bahwa misalnya ceramah bermakna, diskusi dan
kriteria ketepatan merujuk pada peristilahan kegiatan praktikum, atau gabungan dari
yang tidak berlebihan (overstatement) atau ku- ketiganya. Melalui kegiatan inilah berbagai
rang memadai dalam mengukuhkan atau me- kemampuan siswa akan tergali lebih dalam,
nyangkal suatu kebenaran fenomena. Sedangkan baik aspek pengetahuan, keterampilan
kejelasan merujuk pada penggunaan tindakan proses maupun sikap dan nilai.
verbal sehubungan dengan predikat utama yang 4. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision
mengendalikan suatu proposisi. Making Phase). Pada tahap ini dilakukan
Penghalusan teks bertujuan untuk mem- pengambilan keputusan bersama dari per-
bantu pembaca, sesuai dengan karakter atau masalahan yang dimunculkan pada tahap
tingkat kemampuannya, dalam memaknai fungsi kuriositi. Dengan begitu, penyelesaian dari
wacana melalui pengendalian kalimat topik un- permasalahan yang muncul tersebut jelas
tuk memelihara pertautan antara satu kalimat dan benar-benar dapat dipahami oleh siswa
dengan kalimat lainnya pada suatu paragraf. tanpa ada keraguan.
Penghapusan teks dilakukan terhadap kata yang 5. Tahap Nexus (Nexus Phase). Pada tahap ini
diulang atau berlebihan tanpa mengurangi mak- dilakukan proses pengambilan intisari
na dari kalimat sebelumnya, sedangkan penyisi- (konsep dasar) dari materi yang dipelajari,
pan dilakukan dengan memasukan kata atau fra- kemudian mengaplikasikannya pada kon-
sa tertentu untuk memapankan maknanya. Agar teks yang lain (dekontekstualisasi), artinya
makna wacana dapat tetap terpelihara, maka masalah yang sama diberikan dalam kon-
dalam melakukan penghalusan teks sebaiknya teks yang berbeda dimana memerlukan
terlebih dahulu diidentifikasi tindakan eksplana- konsep pengetahuan yang sama untuk pe-
sinya pada tingkat paragraf. mecahannya. Tahap ini dilakukan agar
Dalam menyusun sekuensi wacana bahan pengetahuan yang diperoleh lebih aplikatif
ajar yang mengandung muatan literasi sains ma- dan bermakna di luar konteks
ka dilakukan modifikasi tahapan-tahapan pem- pembelajaran.
belajaran proyek Chemie im Kontext dalam Setelah mengacu pada teks sequence map
Nentwig, et al., (2002) dan penyisipan langkah yang telah dirancang d iatas dilakukanlah proses
seperti yang disarankan oleh Holbrook (2005). komposit konten-konteks. Secara umum, kom-
Sekuensi wacana bahan ajar diperoleh sebagai ponen yang terdapat pada sel elektrokimia den-
berikut ini. gan baterai Li-ion adalah sama yaitu terdiri atas
1. Tahap Kontak (Contact Phase). Pada tahap anoda, katoda dan elektrolit. Sehingga proses
ini dikemukakan isu-isu, masalah yang ada komposit konten sel elektrokimia dan konteks
di masyarakat atau menggali berbagai baterai Li-ion dilakukan berselang-seling. Proses
peristiwa yang terjadi di sekitar siswa dan komposit konten-konteks ini menghasilkan draft
mengaitkannya dengan materi yang akan bahan ajar sel elektrokimia berbasis green che-
dipelajari sehingga siswa menyadari mistry. Selanjutnya untuk mengetahui kelayakan
pentingnya memahami materi tersebut. terhadap bahan ajar tersebut dilakukan penilaian
Topik yang dibahas dapat bersumber dari oleh tujuh orang validator.
berita, artikel, atau pengalaman siswa Penilaian terhadap bahan ajar secara kese-
sendiri. luruhan meliputi lima poin penilaian, yaitu : (1)
2. Tahap Kuriositi (Curiosity Phase). Pada Ketepatan materi (konten dan konteks), (2)
tahap ini dikemukakan pertanyaan- Kesesuaian antara konten dan konteks, (3)
pertanyaan, dimana jawabannya membu- Kesesuaian materi dengan kurikulum (tujuan
tuhkan pengetahuan sains yang dapat men- pembelajaran), (4) Ketepatan ilustrasi
JEP| Volume 1| Number 1| Mei 2017| Page 71-78
Eka Yusmaita, Ahmad Mudzakir, Hernani 77

gambar/simbol/ sketsa/percobaan, dan (5) bahwa bahan ajar yang dihasilkan layak untuk
Kesesuaian materi dengan kemampuan siswa siswa dikelas.
SMA. Berdasarkan poin penilaian tersebut maka Analisis empiris melalui wawancara dika-
diperoleh CVI untuk bahan ajar ini adalah 0.86. tegorikan dalam dua bagian, yaitu pertanyaan
Interpretasi dari nilai CVI ini menandakan tentang pra-konsepsi siswa terhadap konsep
bahwa bahan ajar yang dihasilkan layak untuk green chemistry dan pertanyaan mengenai keter-
siswa SMA. tarikan dan sikap siswa terhadap isu green che-
Tujuan pembelajaran yang telah dite- mistry yang berkembang. Perolehan peningkatan
tapkan ditransformasi ke dalam langkah-langkah jawaban diperoleh ketika siswa ditanyakan
pembelajaran STL yang mengadopsi tahap- tentang sikap dan ketertarikannya terhadap sains
tahap pembelajaran berdasarkan proyek Chemie sedangkan pertanyaan tentang isu sosial sains
im Kontext dalam Nentwig et al. (2002) dan green chemistry menunjukkan bahwa hampir
Holbrook (2005. Tahapan itu meliputi: tahap seluruh siswa memiliki prakonsepsi yang salah,
kontak, kuriositi, elaborasi, decission making, sehingga konsep ini perlu dimunculkan dalam
nexus (dekontekstualisasi dan rekontekstualisa- bahan ajar.
si). Dengan menggunakan tahap-tahap pembela- Berdasarkan hasil analisis penulis terha-
jaran STL tersebut, diharapkan siswa dapat dap proses pengembangan bahan ajar sel elek-
mengembangkan proses berpikir mereka karena trokimia berbasis green chemistry ini, Selanjut-
dihadapkan pada permasalahan tentang bagai- nya dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk
mana baterai Li-ion dapat dijadikan sumber li- menggunakan bahan ajar ini dalam proses pem-
strik alternatif masa depan yang ekonomis dan belajaran seperti yang terdapat dalam skema
ramah lingkungan. Permasalahan tersebut dis- model rekonstruksi pendidikan yang ditawarkan
ajikan pada tahap kuriositi dan memerlukan ja- oleh Duit, et al., (2012). Shwartz, et al. (2006)
waban sebagai penyelesaian masalah pada tahap telah mengembangkan beberapa penilaian untuk
decission making. Langkah-langkah pembelaja- mengukur pencapaian literasi kimia siswa, diha-
ran STL tersebut dituangkan menjadi suatu peta rapkan dengan mengkolaborasikan bahan ajar
langkah-langkah penyusunan teks bahan ajar ini dengan model pembelajaran yang lain seba-
yang disebut sebagai text sequence map. Isu gai perlakuan pembelajaran dapat berkontribusi
lingkungan yang dimunculkan pada tahap kon- dalam pencapaian literasi kimia siswa pada level
tak meliputi:isu pencemaran lingkungan, lim- nominal, fungsional, dan konseptual
bah, suistainable development, baterai ramah
lingkungan dan baterai beracun. DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN Allahyari, T., Rangi, N.H., Khosravi, Y., and


Zayeri, F. 2011. Development and Eva-
Pengembangan bahan ajar sel
luating of A New Questionnaire for Rat-
elektrokimia menggunakan model rekonstruksi
ing of Cognitive Failures at Work.
pendidikan melalui 3 tahapan, yaitu :1). Analy-
IJOH.3:6-11.
sis of Content structure, 2). Empirical investiga-
Arikunto, S. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pen-
tion, and 3). Construction of instruction. Ketiga
didikan. Jakarta: Bumi Aksara.
komponen ini saling berkaitan membentuk
Cann, M. 2009. “Greening the Chemistry Lec-
hubungan cyclic yang dapat berulang
turer Curriculum: Now is the time to in-
(recursive). Penilaian terhadap bahan ajar seca-
fuse Existing Mainstream Textbooks with
ra keseluruhan meliputi lima poin penilaian, yai-
Green Chemistry”. Journal of American
tu : (1) Ketepatan materi (konten dan konteks),
Chemical Society. 93-100.
(2) Kesesuaian antara konten dan konteks, (3)
Duit, R.1995. A Model of Educational Recon-
Kesesuaian materi dengan kurikulum (tujuan
struction. San Fransisco : Paper of Re-
pembelajaran), (4) Ketepatan ilustrasi gambar/
search in Sains Teaching (NARST).
simbol/ sketsa/ percobaan, dan (5) Kesesuaian
Duit, R. 2007. Science educational research
materi dengan kemampuan siswa SMA. Ber-
internationally: Conception, Research
dasarkan poin penilaian tersebut maka diperoleh
method, Domain research. Eurasia jurnal
CVI untuk bahan ajar ini adalah 0.86.
of mathematics. ISSN:1305-8223.
Interpretasi dari nilai CVR ini menandakan

JEP| Volume 1| Number 1| Mei 2017| Page 71-78


Eka Yusmaita, Ahmad Mudzakir, Hernani 78

Duit, R., Gropengierber, H., Kattmann, U., Ko-


morek, M., Parchmann, I. 2012. The
Model of Eductional Reconstruction - A
Framework for Improving Teaching and
Learning Science. Science Research and
Practice in Europe. ISBN :978-94-6091-
900-8.
Hayat, B dan Yusuf, S.2010. Mutu Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Holbrook, J. 2009. “Meeting Challenges to Sus-
tainable Development through Science
and Technologi Education”. Journal of
science education international. 20, (1),
44-59.
Klingshirn, M, et al. 2009. “Integrating Green
Chemistry into the Introductory Chemi-
stry Curriculum”. Journal of American
Chemical Society. 79-91
Lawshe. 1975. A Quantitative Approach to Con-
tent Validity. Journal Personnel Psycolo-
gy. 28, 563-575.
OECD 2009. PISA 2009 Assessment Framework
Key competencies in reading, mathemat-
ics and science. [online].
Tersedia:http://
www.oecd.org/dataoecd/11/40/44455820.
pdf [10 September 2012].
Tundo 2001. Green Chemitry Education. Poster
presented at the IUPAC congress/General
Assembly.

JEP| Volume 1| Number 1| Mei 2017| Page 71-78

You might also like