You are on page 1of 12

PERANCANGAN SUBMERGED BIOFILTER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR:

STUDI NITRIFIKASI DAN DENITRIFIKASI


DESIGNING SUBMERGED BIOFILTER FOR WASTEWATER TREATMENT:
NITRIFICATION AND DENITRIFICATION STUDY

Arysca Wisnu Satria1, dan Agus Prasetya2


1InstitutTeknologi Sumatera
2Universitas Gadjah Mada
Email : arysca.wisnu@itera.ac.id

ABSTRACT

Submerged biofilter is a biological waste treatment plant which utilizing microorganisms grown in a packing
medium. The advantages of submerged biofilter are easy to use and low energy consumption so the operational cost is
cheaper. In this study, bioball is used as packing medium with wastewater containing ammonia, nitrate and phosphat
pollutant.
This study aims to determine the operational parameters of submerged biofilter and to develop a model that can
be use to estimate the rate of elimination of each pollutants using nitrification and denitrification. The experiments were
conducted with draining the wastewater in a cylindrical bio-filter column. At first, microorganism was grown for two weeks
with residence time of one day. Furthermore, the wastewater removals are conducted with HLR variation of 0.44; 0.74; 1.11;
1.66; 2.21 m3/m2/day. Samplings are performed in various height of column, i.e. 0.15; 0.3; 0.45; and 0.9 m. Then the effluent
from each point is analyzed using UV-Vis Spectrophotometer.
The results showed that the optimum all pollutants removal were obtained in column height of 60 cm. The
operational parameters for scale-up application are 0.74 m3/m2/day for ammonia and phosphat removals, and 1.11
m3/m2/day for nitrate removal. While the removal percentage of ammonia, nitrate and phosphat from three conditions are
99.27%, 84.91% and 71.80% respectively. The changes of HLR will give an effect on substrate reduction rate (SRR),
microorganism’s growth rate, Monod saturation constant, and the percentage of substrate removal. The model developed
based on efficiency factors presented a good approach to represent the concentration of ammonia and phosphat effluent
at various HLR and the height of column.

Keywords : Nitrification, Denitrification, HLR, Submerged Biofilter

ABSTRAK

Submerged biofilter adalah suatu alat pengolah limbah secara biologi dengan memanfaatkan mikroorganisme
yang ditumbuhkan dalam media packing di dalamnya. Kelebihan penggunaan submerged biofilter adalah pengelolaannya
yang mudah dan konsumsi energi yang rendah sehingga biaya operasionalnya murah. Pada penelitian ini digunakan bioball
sebagai media packing dengan limbah cair mengandung polutan amonia nitrat, dan fosfat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter operasional submerged biofilter dan mengembangkan
model yang dapat mengestimasi laju penyisihan setiap polutan menggunakan reaktor nitrifikasi dan denitrifikasi. Percobaan
dilakukan dengan mengalirkan limbah pada sebuah kolom biofilter berbentuk silinder. Pada mulanya mikroorganisme
ditumbuhkan dengan mengalirkan limbah selama dua minggu dengan waktu tinggal cairan satu hari. Selanjutnya dilakukan
penyisihan limbah dengan variasi HLR sebesar 0,44; 0,74; 1,11; 1,66; 2,21 m3/m2/hari. Pengambilan sampel dilakukan pada
berbagai variasi tinggi kolom, yaitu 0,15; 0,3; 0,45; dan 0,9 m. Effluent dari setiap titik kemudian dianalisis menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi kolom yang menghasilkan penurunan optimum dari limbah tersebut
adalah 60 cm. Parameter operasional untuk aplikasi scale up adalah 0,74 m3/m2/hari untuk penyisihan amonia dan fosfat,
dan 1,11 m3/m2/hari untuk penyisihan nitrat. Persentase removal amonia, nitrat dan fosfat dari ketiga kondisi tersebut
berturut-turut sebesar 99,27%; 84,91%; dan 71,80%. Perubahan HLR berpengaruh terhadap SRR, laju pertumbuhan
mikroorganisme, konstanta kejenuhan Monod, dan persentase substrat removal. Model yang dikembangkan berdasarkan
faktor efisiensi memberikan hasil yang cukup baik untuk merepresentasikan besarnya konsentrasi effluent amonia dan
nitrat pada berbagai variasi HLR dan tinggi kolom.

Kata Kunci : Nitrikasi, Denitrifikasi, HLR, Submerged Biofilter

1. PENDAHULUAN

Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap
menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang memiliki mobilitas cukup tinggi mengakibatkan limbah jenis
ini dengan mudah mencemari lingkungan, khususnya perairan. Menurut Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, menjelasakan bahwa tidak diperkenankan membuang limbah
cair ke dalam perairan atau tanah, kecuali mendapat izin tertulis dari bupati/wali kota terkait dan berdasarkan hasil
pengkajian.
Limbah cair yang berasal dari industri umumnya mengandung senyawa kimia, logam berat, bahan berbahaya dan
beracun (B3), serta berbagai senyawa organik dalam konsentrasi yang tinggi. Untuk limbah cair dari pemukiman penduduk
(domestik) komponen terbesarnya berupa padatan, baik dalam bentuk terlarut (dissolved solid) atau tersuspensi

75
(suspended solid). Padatan ini mengandung zat-zat organik, seperti: karbohidrat, protein, lemak dan minyak, maupun zat
anorganik, yang berupa: kalsium, klorida, besi dan lain-lain.
Limbah organik yang biasanya tersusun oleh karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral
lainnya yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan yang terendap, koloid, tersuspensi maupun terlarut. Nitrogen
dan fosfor (nutrien perairan) merupakan dua jenis bahan pencemar yang sering menjadi perhatian karena pada kadar
tertentu justru menimbulkan dampak yang kurang baik bagi beberapa makhluk hidup. Nitrogen dan fosfor dalam limbah
cair biasanya berada dalam bentuk amonia, nitrat dan fosfat. Kadar ketiga pencermar ini jika berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya pertumbuhan algae yang cepat di perairan (algae bloom) sehingga berakibat menggeser
keseimbangan ekosistem. Kandungan amonia yang tinggi dalam perairan dapat juga bersifat racun bagi organisme yang
ada di perairan.
Penanganan limbah cair pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara fisik, kimia maupun biologi. Pengolahan
limbah secara fisik dan kimia biasanya memerlukan biaya yang relatif cukup mahal dan kadang masih menimbulkan masalah
baru dari hasil pengolahan. Adapun pengolahan secara biologi sering digunakan sebagai alternatif cara yang paling efektif
dan murah karena karena hasilnya tidak memerlukan perlakuan (treatment) khusus.
Salah satu teknik pengolahan limbah secara biologi yang memanfaatkan kemampuan mikroorganisme adalah
submerged biofilter. Submerged biofilter merupakan alat pengolahan limbah cair dengan menggunakan mikroorganisme
yang ditumbuhkan dalam suatu media biakan (attached culture) dan cairan yang diolah tersebut dilewatkan melintasi
media tersebut secara kontinyu (Rittman and McCarty, 2001, Chaudhary et. all., 2003, dan Kumar et. all., 2013).

1.1 Limbah Cair

Penyumbang kontaminan yang dapat menimbulkan ancaman besar pada lingkungan akuatik adalah air kotor,
nutrien berlebih, senyawa organik sintesis, sampah, plastik, logam, hidrokarbon/minyak, dan hidrokarbon polisiklik
aromatik. Nitrogen dan fosfor (nutrien) penting untuk mempertahankan ekosistem perairan namun jika kandungannya
berlebihan akibat aktivitas manusia, akan merusak lingkungan perairan. Ketika nutrien tersebut, terutama nitrogen, berada
dalam perairan dalam konsentrasi lebih tinggi dari pada nilai normal, akan merangsang pertumbuhan tanaman air. Dalam
kondisi tertentu tanaman tersebut dapat membunuh organisme air lainnya yang menggunakan oksigen terlarut dalam air
yang dibutuhkan untuk bernafas.
Menurut Dombrowski (2007) rata-rata konsentrasi NH4-N dan total N di dalam limbah cair domestik masing-
masing berkisar antara 44,5-75,9 mg/l dan 74,5-103,5 mg/l. Sementara itu, menurut Wang (2016), air yang mengandung P
> 0,015 mg/L dan N 0,165 mg/L, yang tersedia secara biologi dapat menyebabkan eutrofikasi.

1.2 Pengolahan Limbah Cair Secara Biologi

Semua air limbah yang mengandung bahan organik dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolah sekunder,
pengolahan secara biologi dapat diterapkan karena merupakan pengolahan yang murah, efisien dan lebih ramah
lingkungan.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini telah berkembang berbagai cara pengolahan biologi dengan segala
modifikasinya. Secara umum, reaktor pengolah limbah secara biologi dapat dibedakan menjadi dua (Grady, 1999 dan
Metcalf and Eddy, 2003)., yaitu:
a. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor)
Di dalam reaktor ini, mikroorganime tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif
merupakan reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain:
oxidation ditch dan kontak stabilisasi. Kolam oksida dan lagoon, baik yang diaerasi maupun tidak, juga termasuk dalam
reaktor jenis ini.
b. Reaktor pertumbuhan melekat (attached growth reactor)
Di dalam reaktor pertumbuhan melekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk
lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain: Trickling
filter, cakram biologi, filter terendam, dan reaktor fluidisasi.

1.3 Submerged Biofilter

Submerged biofilter merupakan suatu reaktor biologis pertumbuhan melekat-tercelup (submerged attached
growth bioreactor [SAGB]) yang menggunakan granular packing, dapat berupa kerikil, plastik atau bahan padat lainnya,
dimana limbah cair dilewatkan melintasi media tersebut secara kontinyu dan selalu dalam kondisi tercelup. Adanya packing
tersebut menyebabkan mikroorganisme tumbuh dan melekat atau membentuk lapisan tipis (biofilm) pada permukaan
packing (Said dan Ruliasih, 2005 dan Uzoigwe et. all., 2015).
Penggunaan media packing selain berfungsi sebagai filter untuk menyisihkan bahan yang tersuspensi juga untuk
pengolahan secara biologis bahan organik di dalam limbah cair. Pemanfaatan utama dari reaktor bed biologis ini dapat
sebagai secondary treatment (carbon removal atau simultaneous carbon and nitrogen removal) dan tertiary treatment
(nitrifikasi dan postdenitrifikasi) (Bryers, 2000 dan Jiang et. all. , 2016).
Proses pengolahan limbah cair dengan sistem biofilter dapat dilakukan secara aerobik, anaerobik atau gabungan
proses anaerob-aerob. Proses aerobik dilakukan dalam kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah, dan
proses anaerobik dilakukan tanpa adanya oksigen dalam reaktor air limbah.
Proses kombinasi aerob-anaerob biasanya digunakan untuk menyisihkan (removal) kandungan nitrogen di dalam
air limbah. Untuk removal nitrogen, pada kondisi aerobik terjadi proses nitrifikasi, yaitu amonium diubah menjadi nitrat
(NH4+  NO3-) dan pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi anoxic, yaitu nitrat yang terbentuk diubah menjadi
gas nitrogen (NO3-  N2) (Sopiah dan Titiresmi, 2006 dan Mehmet Kır, 2009).

76
Cara yang dilakukan untuk mengolah limbah dengan kandungan fosfat adalah melalui mekanisme enhance
biological phosphorous removal (EBPR). Presipitasi fosfat dan pembuangannya dari limbah cair terjadi karena aktivitas
mikrobia dalam tanki aerasi. Pada tahap awal tanki aerasi, aktivitas mikrobia menyebabkan pH turun sehingga melarutkan
komponen fosfat. Pada akhir tanki aerasi, tejadi peningkatan pH yang menyebabkan presipitasi fosfat dan penggabungan
komponen fosfat ke dalam endapan. Proses ini terjadi dalam lapisan biofilm bersamaan degan proses denitrifikasi senyawa
nitrogen (Rezaa and Cuencab, 2016).

1.4 Modeling Transport pada Submerged Biofilter

Pendekatan model transfer massa yang terjadi di dalam biofilter mengikuti model yang dikembangkan oleh Grady
(Wang, 2009), yaitu flux substrat masuk dan keluar permukaan cairan-biofilm harus sebanding/sama dengan kecepatan
pemanfaatan substrat secara keseluruhan per unit dari luas penampang biofilter. Adanya perbedaan kecepatan konsumsi
substrat tiap titik pada permukaan biofilm dengan konsumsi substrat pada keseluruhan permukaan biofilm, maka harus
ada faktor keefektifan yang merupakan faktor koreksi rata-rata, yang menggambarkan bahwa persamaan transfer massa
tersebut mewakili persamaan transfer masa keseluruhan pada permukaan biofilm. Faktor koreksi tersebut dinamakan
faktor keefektifan dengan simbol ηe, dan memiliki nilai 0,1 – 1 (tanpa satuan).

F, SS0
Xb= 0
x0
x
Δx x + Δx

F, SSe Xe

Gambar 1 Aliran substrat pada biofilter

Persamaan neraca massa substrat pada fase cair pada elemen volume biofilter Gambar 1 adalah :

{R. of input} – {R. of output} – {R. of degradation by attached and suspended biomass} = {R. of accumulation}
𝑞 𝑆 𝑞 𝑆
𝐹. 𝑆𝑆𝑎 |𝑥 − 𝐹. 𝑆𝑆𝑎 |𝑥+𝛥𝑥 − 𝜂𝑒 ( 𝐻 . 𝑆𝑎 ) . 𝑋𝑏 . 𝑎𝑠. 𝐴𝑐. 𝛥𝑥. 𝐿𝑓 − ( 𝐻 . 𝑆𝑎 ) . 𝑓𝑎𝑐 . 𝛥𝑥. 𝐴𝑐. 𝑌𝑥/𝑠 (𝑆𝑆0 − 𝑆𝑆𝑎 ) = 0 … (1)
𝐾𝑠 + 𝑆𝑆𝑎 𝐾𝑠 + 𝑆𝑆𝑎
dS𝑆𝑎 𝑞𝐻 . 𝑆𝑆𝑎 𝑎𝑠.𝐴𝑐 𝑞𝐻 . 𝑆𝑆𝑎 𝑓 .𝐴𝑐
= − 𝜂𝑒 ( )( ) 𝑋𝑏 . 𝐿𝑓 − ( ) ( 𝑎𝑐 ) 𝑌𝑥/𝑠 (𝑆𝑆0 − 𝑆𝑆𝑎 ) … (2)
dx 𝐾𝑠 + 𝑆𝑆𝑎 𝐹 𝐾𝑠 + 𝑆𝑆𝑎 𝐹

pada: x = 0, maka SSa = SS0; x = L, maka SSa = SSe

Dari penjabaran persamaan diferensial di atas (pers. 2.2) selanjutnya diperoleh hubungan antara konsentrasi
limbah keluar biofilter (SSe) terhadap panjang/tinggi media (L) (pers. 2.3). Persamaan (2.2), term ketiga adalah degradasi
substrat oleh attached biomass, Adapun term keempat adalah degradasi oleh suspended biomass. Nilai qH dan KS dicari
dengan cara regresi dari data-data yang diperoleh pada penelitian.

(Y.SS0 +X)qH .SSo


SSe = … (3)
L L
Y.qH .SSo (1- exp )+ (Y.SS0 +X)qH exp
Ks 1 Ks 1
( + ) ( + )
(Y.SS0 +X)qH Y.qH (Y.SS0 +X)qH Y.qH

dengan:

𝑎𝑠.𝐴𝑐
𝑋=( 𝐹
) 𝜂𝑒 . 𝑋𝑏 . 𝐿𝑓 ... (4)
𝑓𝑎𝑐 .𝐴𝑐
𝑌 = ( 𝐹 ) 𝑌𝑥/𝑠 … (5)
𝐹 = 𝐻𝐿𝑅 . 𝐴𝑐 ... (6)
Sementara itu, nilai YX/S dihitung dengan metode yang dikembangkan oleh Sumadi dkk (2010), yaitu nilai X b adalah (0,42 –
0,53) Sse, sehingga:
𝑋𝑏
𝑌𝑋⁄𝑆 = 𝑆𝑆0 −𝑆𝑆𝑒
… (7)

77
Dari data qH dapat diketahui kecepatan suatu mikroorganisme membelah diri menjadi dua kali lipat dari jumlah
mula-mula (doubling time), yaitu :
ln 2
𝑡𝐷 = 𝑞𝐻
… (8)

2. METODE

2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah simulasi mengandung amonia, dan nitrat yang
dibuat dengan melarutkan larutan NH4OH PA 25%, HNO3 PA 65% dan H3PO4 PA 85%. Selain itu, juga ditambahkan metanol
99,8% sebagai sumber karbon. Sementara untuk media packing bioball dibeli dari pasaran.
2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rangkaian alat penelitian (Gambar 2), blower udara, alat
analisis UV-Vis Spektrofotometer Shimadzu, gelas ukur 50 mL, stopwatch, dan botol sampel plastik.
2.3 Prosedur Penelitian
a. Percobaan pengembangbiakan mikroorganisme (seeding)
Proses seeding di reaktor aerob (reaktor R) dilakukan dengan menggunakan limbah simulasi yang mengandung
amonia (larutan amonium hidroksida), sedang pada reaktor anaerob (reaktor A) menggunakan limbah simulasi dari
campuran larutan asam nitrat dan asam fosfat. Konsentrasi yang digunakan sama dengan konsentrasi limbah simulasi
yang akan diturunkan, yaitu 60 mg/l untuk amonia dan nitrat, dan 30 mg/l untuk fosfat. Proses seeding masing-masing
reaktor dijalankan selama dua minggu, dengan waktu tinggal (HRT) satu hari.

Tangki Penampung
Limbah
Tangki Penampung
Limbah

Reaktor Aerob
1

50 mm
Reaktor Anaerob
1

50 mm

R
b 600 mm 700 mm

Bioball
A
c 600 mm 700 mm
c
Bioball

b
d
Pipa D = 0.5 in
50 mm

a
Selang
Reaktor pipa 5 in
Blower 50 mm
Pipa D = 0.5 in
Reaktor pipa 5 in

(a)
(b)
Gambar 2. Rangkaian alat penelitian (a) removal amonia dan (b)removal nitrat-fosfat

b. Penurunan kadar amonia, nitrat dan fosfat


Dalam reaktor aerob akan memvariasi kecepatan beban hidraulik (HLR) limbah cair mengandung amonia pada
panjang packing/panjang reaktor masing-masing 15, 30, 45 dan 60 cm untuk menurunkan kadar amonia melalui proses
nitrifikasi. Diharapkan pada proses ini, amonia terlarut (amonium) terkonversi menjadi nitrat. Konsentrasi mula-mula
limbah amonia 60 mg/l dan waktu penahanan cairan yang digunakan, yaitu 30, 18, 12, 8, dan 4 jam (variasi HLR : 0,44;
0,74; 1,11; 1,66; dan 2,21 m3/m2/hari). Masing-masing HLR akan diulang sebanyak tiga kali sampai terlihat polanya
steady.
Bersamaan dengan proses di atas juga dilakukan penyisihan nitrat melalui proses denitrifikasi dan fosfat melalui
presipitasi oleh mikrobia pada rangkaian alat kedua dengan perlakuan yang sama dengan percobaan removal amonia.
Konsetrasi limbah nitrat dan fosfat mula-mula berturut-turut adalah 60 mg/l dan 30 mg/L. Diharapkan dengan
percobaan ini dapat diketahui kehandalan reaktor anaerob untuk menyisihkan nitrat. Untuk menjaga pertumbuhan
bakteri pada reaktor anaerob juga ditambahkan sumber karbon tambahan, yaitu metanol.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil penurunan konsentrasi masing-masing jenis limbah pada berbagai variasi panjang kolom dan HRL
dinyatakan pada Gambar 3. Dari grafik tersebut terlihat bahwa proses penyisihan limbah amonia nitrat dan fosfat berhasil
karena konsentrasi effluent lebih rendah dari nilai baku mutu lingkungan untuk limbah cair sesuai Peraturan Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2010, yaitu amonia 1 mg/l, nitrat 20 mg/l dan fosfat 5 mg/l. Untuk limbah
amonia dan fosfat, pada panjang kolom 60 cm dan nilai HLR di atas 0,74 m3/m2/hari menunjukkan konsentrasi effluent
berturut-turut sebesar 1,19 mg/l dan 6,68 mg/l yang berarti masih di atas nilai baku mutu. Hal ini menjadi dasar parameter
operasional HLR untuk keamanan pembuangan limbah amonia dan fosfat ke lingkungan.
Dari tersebut terlihat bahwa penurunan konsentrasi amonia yang cukup drastis pada 15 cm pertama panjang
kolom. Data ini mengindikasikan bahwa bakteri nitrifikasi pendegradasi amonia terkonsentrasi lebih banyak pada daerah
tersebut. Hal ini disebabkan karena dalam sistem aerob, pertumbuhan mikroorganisme sangat ditentukan oleh suplai
oksigen. Semakin banyak oksigen yang dimasukkan ke dalam reaktor semakin banyak pula mikroorganisme yang tumbuh
sehingga semakin banyak limbah yang dapat tersisihkan/terkonversi. Dalam desain reaktor, cara oksigen dimasukkan ke
dalam reaktor juga mempengaruhi profil penurunan konsentrasi limbah.

78
70,00

Konsentrasi amonia (mg/L)


60,00
50,00
40,00 HLR 1
HLR 2
30,00
HLR 3
20,00
HLR 4
10,00 HLR 5
0,00
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Panjang kolom (m)

(a) Removal Amonia

70,00
Konsentrasi nitrat (mg/L)

60,00
50,00
40,00 HLR 1
HLR 2
30,00
HLR 3
20,00
HLR 4
10,00 HLR 5
0,00
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Panjang kolom (m)

(b) Removal Nitrat

(c) Removal Fosfat

Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi effluent rata-rata terhadap panjang kolom untuk masing-masing HLR

Keterangan: a. HLR 1 = 0,44 m3/m2/hari d. HLR 4 = 1,66 m3/m2/hari


b. HLR 2 = 0,74 m3/m2/hari e. HLR 5 = 2,21 m3/m2/hari
c. HLR 3 = 1,11 m3/m2/hari

Untuk grafik penurunan limbah nitrat dan fosfat tampak lebih smooth jika dibanding dengan limbah amonia. Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri denitrifikasi pendegradasi nitrat tersebar merata dalam reaktor.

79
3.1 Pengaruh Hydraulic Loading Rate (HLR)

a. Pengaruh HLR terhadap SRR


Hubungan antara HLR dengan SRR untuk amonia (nitrification reduction rate [NRR]) dan nitrat (denitrification
reduction rate [DRR]) pada berbagai panjang kolom tersaji pada Gambar 4. Dari grafik tersebut menunjukkan bahwa
kecepatan degradasi substrat oleh mikroorganisme dipengaruhi oleh kecepatan beban hidraulik air limbah yang masuk ke
dalam biofilter. Semakin besar nilai HLR semakin besar pula kecepatan pengurangan substrat amonia nitrat maupun fosfat.
Untuk limbah amonia, pada panjang reaktor 60 cm, hubungan antara NRR dan HLR konsisten linear. Ini menunjukkan bahwa
penambahan HLR belum mengakibatkan kejenuhan nilai NRR (stationer phase). Adapun pada limbah nitrat dan fosfat,
untuk HLR 1,66 m3/m2/hari menunjukkan kondisi pertumbuhan mikroorganime yang tumbuh di dalam biofilter telah
memasuki fase stasioner. Bahkan untuk limbah fosfat, peningkatan nilai HLR di atas 1,66 m3/m2/hari justru mengurangi
kecepatan degradasi limbah. Hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme yang tumbuh di dalam sistem biofilm mengalami
sloughing.
Sloughing adalah peristiwa terlepasnya koloni mikroorganisme yang menempel pada media tumbuh sebagai
akibat terlalu derasnya aliran substrat yang masuk ke dalam reaktor. Peristiwa seperti ini sangat dihindari dalam proses
pengolahan limbah. Hal ini akan mengurangi atau bahkan bila terlalu deras dapat membuang mikroorganisme yang tumbuh
dalam reaktor. Oleh karena itu, dalam penentuan operasional reaktor, parameter ini perlu dicari untuk mengetahui batasan
optimal dalam mendegrasi limbah.

0,2500

0,2000
NRR (kgNH3/m3.hari)

0,1500 L = 0,15 m
L = 0,30 m
0,1000 L = 0,45 m
L = 0,60 m
0,0500

0,0000
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
HLR (m3/m2.hari)

(a) Removal Amonia

0,1600
0,1400
DRR (kgNO3/m3.hari)

0,1200
0,1000 L = 0,15 m
0,0800 L = 0,3 m
L = 0,45 m
0,0600
L = 0,6 m
0,0400
0,0200
0,0000
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
HLR (m3/m2.hari)

(b) Removal Nitrat

80
(c) Removal Fosfat

Gambar 4. Hubungan antara NRR/DRR terhadap HLR pada berbagai variasi panjang kolom

b. Pengaruh HLR terhadap Presentase substrat tersisihkan


Hubungan antara HLR dengan presentase substrat removal untuk amonia dan nitrat pada berbagai panjang kolom
tersaji pada Gambar 5.

100,00

80,00
% removal amonia

60,00 L = 0,15 m
L = 0,3 m
40,00 L = 0,45 m
L = 0,6 m
20,00

0,00
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
HLR (m3/m2.hari)

(a) Removal Amonia

100,00

80,00
% removal nitrat

60,00 L = 0,15 m
L = 0,3 m
40,00
L = 0,45 m

20,00 L = 0,6 m

0,00
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
HLR (m3/m2.hari)

(b) Removal Nitrat

81
100,00

80,00
% removal fosfat
60,00 L = 0,15 m
L = 0,3 m
40,00
L = 0,45 m

20,00 L = 0,6 m

0,00
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
HLR (m3/m2/hari)

(c) Removal Fosfat

Gambar 5. Hubungan antara pesentase removal rata-rata terhadap HLR pada berbagai variasi panjang kolom

Dari gambar tersebut, terlihat bahwa reaktor yang baik untuk penyisihan limbah amonia adalah pada panjang 45
cm dan 60 cm. Pengujian terhadap variasi HLR sampai dengan 2,21 m3/m2/hari masih bisa menyisihkan polutan di atas 80%.
Adapun untuk reaktor dengan panjang 15 cm dan 30 cm, menunjukkan adanya penurunan kemampuan menyisihkan
amonia setelah HLR-nya melebihi 1,11 m3/m2/hari. Hal ini sesuai dengan prinsip konversi limbah yang terjadi di sepanjang
kolom reaktor. Reaktor yang lebih panjang memiliki kemampuan menyisihkan limbah lebih baik. Khusus untuk limbah cair
yang mengandung nitrat dan fosfat, terlihat bahwa efisiensi penyisihan nitrat lebih kecil dibanding dengan limbah amonia.
Untuk reaktor dengan panjang 15 cm dan 30 cm terlihat bahwa efisiensi penyisihan nitrat dan fosfat maksimal berturut-
turut hanya sampai dengan 60% dan 40%. Dari grafik tersebut juga terlihat bahwa desain terbaik untuk menyisihkan nitrat
adalah reaktor dengan panjang kolom 60 cm

c. Pengaruh HLR terhadap Kecepatan pertumbuhan (qH)

Nilai rata-rata qH untuk reaksi removal amonia dan nitrat yang digambarkan pengaruhnya dari HLR tersaji pada
Gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa semakin besar nilai HLR, semakin besar pula kecepatan pertumbuhan
mikroorganismenya. Nilai yang semakin besar ini menunjukkan bahwa mikroorganisme dalam mengkonsumsi substrat
mengikuti suplai aliran limbah yang dimasukkan ke dalam reaktor. Untuk limbah amonia terlihat bahwa grafiknya masih
cukup linier. Hal ini berarti pada HLR tertinggi, mikroorganisme yang tumbuh masih bisa mengkonsumsi substrat secara
optimal.

700,00

600,00

500,00
qH (hari-1)

400,00

300,00

200,00

100,00

0,00
0 0,5 1 1,5 2 2,5
HLR (m3/m2.hari)

(a) Removal Amonia

82
140,00

120,00

100,00
qH (hari-1)

80,00

60,00

40,00

20,00

0,00
0 0,5 1 (m3/m2.hari)
HLR 1,5 2 2,5

(b) Removal Nitrat

30,00

25,00

20,00
qH (hari-1)

15,00

10,00

5,00

0,00
0 0,5 1 (m3/m2/hari)
HLR 1,5 2 2,5

(c) Removal Fosfat

Gambar 6. Hubungan antara kecepatan pertumbuhan mikroorganisme terhadap HLR untuk removal amonia dan nitrat

Berbeda untuk limbah nitrat dan fosfat, setelah melebihi HLR 1,11 m3/m2/hari kurva yang tergambar mengalami
pengurangan nilai kecepatan pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mikroorganisme dalam
mengkonsumsi limbah nitrat telah mencapai nilai maksimalnya.

3.2 Evaluasi Parameter Neraca Massa

Hasil perhitungan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme (qH) terangkum di dalam Tabel 1. Secara
perbandingan terlihat bahwa kecepatan pertumbuhan mikroorganisme untuk removal amonia memiliki nilai yang lebih
besar dari pada proses removal nitrat dan fosfat. Perbedaan ini wajar/sesuai karena secara prinsip reaksi removal amonia
lebih cepat jika dibandingkan dengan reaksi removal nitrat. Perbedaan kondisi lingkungan menjadi penyebab adanya
perbendaan nilai ini. Kondisi lingkungan yang membutuhkan oksigen (aerob) pada proses penyisihan amonia akan
mengakibatkan mikroba tumbuh dengan cepat sehingga pada akhirnya reaksinya berjalan lebih cepat. Berbeda dengan
proses removal nitrat dan fosfat yang berada dalam kondisi anaerob sehingga nilai qH cenderung lebih kecil.

Tabel 1. Tabel perbandingan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme untuk limbah amonia


dan nitrat pada berbagai HLR

HLR qH (hari-1)
(m3/m2/hari) Removal amonia Removal nitrat Removal fosfat
0,44 434,78 56,50 18,12
0,74 476,19 74,63 22,08
1,11 526,32 108,70 27,32
1,66 625,00 112,36 27,55
2,21 666,67 119,05 27,93

Parameter selanjutnya yang dievaluasi adalah kejenuhan mikroorganisme terhadap substrat (KS). Nilai KS pada
berbagai variasi panjang kolom terhadap HLR untuk amonia dan nitrat berturut-turut disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

83
Tabel 2. Data nilai KS rata-rata penyisihan amonia pada setiap variasi HRL dan panjang kolom

HLR Ks (kg/m3)
(m3/m2/hari) 0,15 m 0,3 m 0,45 m 0,6 m
0,44 0,654 0,262 0,102 0,003
0,74 0,395 0,170 0,084 0,008
1,11 0,315 0,144 0,074 0,009
1,66 0,347 0,200 0,082 0,012
2,21 0,581 0,331 0,089 0,017

Tabel 3. Data nilai KS rata-rata penyisihan nitrat pada setiap variasi HRL dan panjang kolom

HLR Ks (kg/m3)
(m3/m2/hari) 0,15 m 0,3 m 0,45 m 0,6 m
0,44 0,229 0,099 0,059 0,007
0,74 0,285 0,126 0,057 0,037
1,11 0,440 0,147 0,045 0,031
1,66 0,484 0,204 0,052 0,027
2,21 0,405 0,154 0,050 0,033

Tabel 4. Data nilai KS rata-rata penyisihan fosfat pada setiap variasi HRL dan panjang kolom

HLR Ks (kg/m3)
(m3/m2/hari) 0,15 m 0,3 m 0,45 m 0,6 m
0,44 0,047 0,029 0,016 0,007
0,74 0,119 0,035 0,012 0,005
1,11 0,105 0,024 0,013 0,008
1,66 0,064 0,024 0,008 0,004
2,21 0,095 0,036 0,012 0,008

KS merupakan konstanta kejenuhan Monod yang menunjukkan afinitas mikroba terhadap substrat. Nilai K S
merupakan konsentrasi substrat pada saat qH = 0,5 qHmax dan besarnya dipengaruhi oleh jenis substrat dan mikroorganisme.
Dari ketiga jenis limbah tersebut nilai KS memiliki kecenderungan meningkat dengan meningkatnya HLR serta
berkurangnya panjang pipa. Ini menunjukkan bahwa aliran substrat yang besar akan memperbesar batasan kejenuhan
mikroorganisme terhadap substrat sehingga pertumbuhan mikroorganisme akan terpacu lebih cepat. Jika dibandingkan
antara ketiga jenis limbah tersebut, terlihat bahwa limbah amonia memiliki batas nilai KS yang lebih besar dibanding dengan
limbah nitrat dan fosfat. Hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme yang digunakan untuk mengurai amonia memiliki
kecendurungan untuk tumbuh lebih cepat jika dibanding dengan mikroorganisme pengurai nitrat ataupun fosfat.

3.3 Presentase Removal Limbah

Nilai qH, dan KS yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai presentase masing-masing limbah
tersisihkan (hitung) dengan menggunakan persamaan (3). Hasil presentase limbah tersisihkan selanjutnya dibandingkan
dengan nilai presentase limbah percobaan (data). Ketiga hasil tersebut disajikan pada Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9.
100,00
90,00
Presentase removal amonia

80,00 data L4
70,00 data L3
60,00 data L2
50,00 data L1
40,00 hitung L4
30,00 hitung L3
20,00 hitung L2

10,00 hitung L1

0,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
HLR (m3/m2.hari)

Gambar 7. Hubungan antara Presentase removal amonia model dan percobaan terhadap HLR

84
100,00
90,00
80,00 data L4
Presentase removal nitrat

70,00 data L3
60,00 data L2
50,00 data L1
40,00 hitung L4
30,00 hitung L3
20,00 hitung L2
10,00 hitung L1
0,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
HLR (m3/m2.hari)

Gambar 8. Hubungan antara Presentase removal nitrat model dan percobaan terhadap HLR

100,00
90,00
80,00 data L4
Presentase removal fosfat

70,00 data L3
60,00 data L2
50,00 data L1
40,00 hitung L4
30,00 hitung L3
20,00 hitung L2
10,00 hitung L1
0,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
HLR (m3/m2/hari)

Gambar 9. Hubungan antara Presentase removal fosfat model dan percobaan terhadap HLR

Dari ketiga profil tersebut, seberapa pun besarnya kecepatan beban hidraulik yang terumpankan ke dalam
reaktor, selama mikroorganisme masih mengalami pertumbuhan yang optimal sampai fase stasioner, presentase substrat
yang tersisihkan cenderung turun. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa presentase penurunan kadar amonia dan nitrat
tertinggi terjadi pada HLR 0,44 m3/m2/hari. Perolehan presentase penurunan untuk limbah amonia adalah 99,75% dan pada
model memberikan nilai 99,12%. Untuk limbah nitrat, presentasenya adalah 93,3% dan pada model memberikan nilai
86,86%. Sedangkan untuk limbah fosfat, model yang dikembangkan tidak bisa merepresentasikan besarnya efluent dari
proses removal substrat. Hal ini sesuai dengan dasar yang pengembangan model yang disusun dari degradasi substrat oleh
attached biomass dan suspended biomass. Pada removal fosfat, penyisihan substrat melalui presipitasi mikrobial yang
didominasi oleh suspended biomass, sehingga model yang dikembangkan kurang cocok untuk digunakan dalam proses ini.

4. KESIMPULAN

Limbah cair mengandung amonia, nitrat dan fosfat dapat diolah/diturunkan konsentrasinya dengan
menggunakan submerged biofilter. Desain paling baik yang teruji menggunakan reaktor dengan panjang 60 cm. Kecepatan
beban hidraulik terbaik untuk menyisihkan amonia dan fosfat sesuai baku mutu adalah 0,74 m3/m2/hari dan diperoleh
presentase removal berturut-turut sebesar 99,27% dan 71,80%. Adapun untuk limbah nitrat sesuai parameter kecepatan
pertumbuhan mikroorganisme adalah 1,11 m3/m2/hari dengan presentase removal sebesar 84,91%, sehingga proses
nitrifikasi dapat diintegrasikan dengan proses denitrifikasi dengan rasio HLR 1,5 kali.
Perubahan nilai HLR dan SLR akan berpengaruh terhadap perubahan SRR, yield (Y X/S), kecepatan pertumbuhan
mikroorganisme (qH), konstanta kejenuhan Monod (KS) dan presentase removal substrat. Model transfer massa yang
dikembangkan berdasarkan faktor efisiensi dapat memverifikasi cukup baik untuk merepresentasi besarnya konsentrasi
effluent amonia dan nitrat pada berbagai variasi HLR dan panjang reaktor.

85
5. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Ir. Agus Prasetya, M.Eng., Sc., Ph.D., yang telah memberikan arahan
dan bimbingan selama penelitian berlangsung sampai dengan penulisan ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

Bryers, J. D., (2000). Biofilms II Process Analysis and Applications. Jhon Wiley and Sons, Inc. New York. p 159-206
Chaudhary, D.S., Vigneswaran, S., Ngo, H.H., Shim, W. G., and Moon, H., (2003). Biofilter in Water and Wastewater
Treatment, Korean J. Chem. Eng., 20(6), 1054-1065
Dombrowski, E.M., Wiesmann, U., and Choi, I.S., (2007). Fundamental of Biological Wastewater Treatment. Weinheim:
Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA p 223-262.
Grady, J.C.P., Daigger, G.T., and Lim, H.C., (1999). Biological Wastewater Treatment Second Edition. New York: Marcell
Dekker Inc., p 949-983.
Jiang, Y., Wang, H., Shang Y., Yang K., (2016). Simultaneous Removal of Aniline, Nitrogen and Phosphorus in Aniline-
Containing Wastewater Treatment by Using Sequencing Batch Reactor, Bioresource Technology 207, 422–429
Mehmet Kır, (2009). Nitrification Performance of a Submerged Biofilter in a Laboratory Scale Size of the Recirculating
Shrimp System, Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 9: 209-214
Metcalf and Eddy, (2003). Waste Water Engineering: Treatment, Disposal and Reuse”, 4th ed., McGraw Hill Book Co., New
York. p 307-549
Kumar, K.V., Sridevi, V., Harsha, N., Lakshmi, M.V.V. C., and Rani, K., (2013). Biofiltration and Its Application in Treatment of
Air and Water Pollutants-A Review, International Journal of Application or Innovation in Engineering &
Management, Vol. 2 (9)
Rittman, B.E, and McCarty, P.L., (2001). Environmental Biotechnology: Principles and Application. McGraw Hill International
Ed., New York.
Rezaa, M. and Cuencab, M.A., (2016). Simultaneous Biological Removal of Nitrogen and Phosphorus in A Vertical Bioreactor,
Journal of Environmental Chemical Engineering 4 130–136
Said, N.I. dan Ruliasih, (2005). Tinjauan Aspek Teknis Pemilihan Media Biofilter untuk Pengolahan Air Limbah. Jurnal Air
Indonesia Vol. 1, No. 3: 272-281.
Sopiah, N., dan Titiresmi, (2006). Teknologi Biofilter untuk Pengolahan Limbah Amonia, Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 7 (2),
173-179
Sumadi, Nurlistyorini, dan Nur’aini, (2010). Prosedur Operasional Laboratorium, Artikel, Balai Laboratorium Kesehatan
(BLK), Yogyakarta, Hal 13-15.
Wang, Q., and Chen Q., (2016). Simultaneous Denitrification and Denitrifying Phosphorus Removal in A Full-Scale Anoxic–
Oxic Process without Internal Recycle Treating Low Strength Wastewater, Journal of Environmental Science 39
175–183
Wang, R. et.all., (2009). Nitritation Performance and Biofilm Development of Co- and Counter-Diffusion Biofilm Reactors:
Modeling and Experimental Comparison. Journal of the International Water Association 43, 2699–2709
Uzoigwe, L.O., Maduakolam, S.C. and Nkwocha, T.U., (2015). Design and Construction of Biofilter for the Recirculation of
Fish Pond Using Locally Sourced Materials, Journal of Agriculture and Environmental Management. Vol. 4(1), 27-
38.

TANYA JAWAB

1. Dr. Ing. Sudarno, ST, MSC (Prodi Teknik Lingkungan, UNDIP)


Apakah reaktor tersebut menyisihkan amonium dan nitrat sekaligus? DO nya terukur atau tidak?
Jawaban :
Terpisah. DO diset 4

2. Ir. Ahmad Gusyairi (BPPT)


Dalam pemaparan disebut bahwa aerob untuk nitrifikasi dan anaerob utk denitrifikasi. Sementara denitrifikasi
seharusnya anoxic
Jawaban :
Pengertian anoxic adalah tidak adanya oksigen, sedangkan anaerob adalah tidak adanya akseptor elektron (nitrat, sulfat
atau oksigen). Jadi pembahasan untuk proses denitrifikasi yang benar memang proses anoxic.

86

You might also like