You are on page 1of 32

REFERAT

HEMATURIA

Pembimbing:
dr. A.R. Herda Pratama, Sp.U

Disusun oleh:
Zulinda Amelia
030.14.206

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD KARAWANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE
1 OKTOBER – 7 DESEMBER 2018
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL


“HEMATURIA”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat untuk


menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Bedah di Rumah
Sakit Umum Daerah Karawang periode 1 Oktober-7 Desember 2018

Karawang, Oktober 2018

dr. A.R. Herda Pratama, Sp.U

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerah serta
hikmah-Nya kepada penulis atas kesempatanya yang telah diberikan. Terima
kasih juga kepada dr. A.R. Herda Pratama, Sp.U selaku pembimibing atas waktu,
pengarahan, masukan serta berbagai ilmu yang telah diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul Hematuria sebagai salah satu syarat
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah di RSUD Karawang
periode 1 Oktober-7 Desember 2018
Tugas ini di tulis berdasarkan acuan dari berbagai sumber yang ada.
Tentunya dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang
tidak dapat dihindari. Oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan
referat ini sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca terutama dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam.

Karawang, Oktober 2018


Penulis

Zulinda Amelia

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 1
2.1 Anatomi sistem urogenital ............................................................................. 3
2.2 Definisi hematuria .......................................................................................... 10
2.3 Klasifikasi hematuria ..................................................................................... 10
2.4 Prevalensi hematuria ...................................................................................... 11
2.5 Etiologi dan faktor risiko hematuria .............................................................. 11
2.6 Patogensis hematuria...................................................................................... 14
2.7 Penegakan diagnosis hematuria ..................................................................... 15
2.8 Tatalaksana hematuria .................................................................................... 22
2.9 Komplikasi hematuria .................................................................................... 25
2.10 Diagnosis banding hematuria ........................................................................ 25

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................ 26


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Hematuria merupakan kondisi abnormal yang ditandai oleh adanya


eritrosit di dalam air kemih. Morfologi eritrosit tersebut dapat normal atau
abnormal, yang dapat berasal dari berbagai lokasi di saluran kemih, mulai dari
membran basal glomerulus hingga uretra distal. Hematuria dibedakan menjadi
hematuria makroskopis dan mikroskopis. Bila kondisi hematuria menyebabkan
warna air kemih berubah menjadi merah atau cokelat keruh, maka disebut
makroskopis. Bila hematuria tidak mengubah warna air kemih dan terdeteksi
secara mikroskopik atau dengan carik celup air kemih, maka disebut mikroskopis.
Pada hematuria mikroskopis, ditemukan lebih dari tiga eritrosit per lapang
pandang besar.1
Urin merupakan zat sisa metabolisme yang dibentuk oleh ginjal melalui
tiga proses, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.Urin
telah digunakan sebagai alat diagnostik yang utama sejak zaman dahulu, namun
sekarang ini urin digunakan untuk mendiagnosis kondisi tertentu. Pemeriksaan
urin atau urinalisis terdiri dari tiga jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan
makroskopik, mikroskopik, dan kimia urin. Untuk menilai eritrosit dalam urin
digunakan pemeriksaan kimia urin dengan metode carik celup (dipstick) dan
melalui pemeriksaan sedimen menggunakan mikroskop.2
Darah yang ditemukan didalam urinbaik hematuria maskroskopis
ataupun mikroskopis merupakan tanda yang cukup serius terhadap kelainan pada
saluran kemih, Penyebab hematuria yang lebih umum termasuk infeksi saluran
kemih, urolitiasis, trauma, penyakit parenkim ginjal, dan keganasan. Keganasan
primer yang paling umum terkait dengan hematuria adalah karsinoma sel ginjal,
karsinoma sel urothelial, karsinoma prostat, dan, lebih jarang,karsinoma sel
skuamosa. Karsinoma sel ginjal menyumbang 92% dari semua neoplasma ginjal
dengan karsinoma urothelial mewakili 7% dari keganasan saluran kemih bagian
atas. Kematian lesi urothelial terjadi di kandung kemih tetapi lesi sinkron terjadi
pada 2% lesi ginjal urothelial dan 9% lesi ureter. Hampir sekitar 4% hematuria

1
miksroskopis dan sekitar 40% hematuria makroskopis terdiagnosis menderita
keganasan.3,4,5 Oleh sebab itu penting dilakukan penegakan diagnosis secepat
mungkin guna mengetahui penyebab hematuria dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunnjang yang baik sehungga dapat
melakukakan penatalaksanaan yang tepat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi sistem urogenital6

Gambar 1. Topografi organ saluran kemih6

GINJAL
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-
struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan
meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung
pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada
autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5
cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120 - 170
gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.

Struktur di sekitar ginjal


Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak
perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula
adrenal / supra-renal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersamasama ginjal

3
dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Fasia ini berfungsi
sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta
mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia
Gerota dapat pula berfungsi sebagi barier dalam meng-hambat penyebaran infeksi
atau meng-hambat metastasis tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Di luar fasia
Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak
pararenal (Gambar 2).

Gambar 2. Struktur sekitar ginjal6


Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal
serta tulang rusuk ke XI dan XII sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh
organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan
duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas,
jejeunum, dan kolon.

Struktur Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula
ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medula
banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal
yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan
duktus kolegentes (Gambar 3). Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme
tubuh difiltrasi (disaring) di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa
zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsobsi dan zat-zat hasil sisa

4
metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak
kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urine 1-2
liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem
pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalises
ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis
renalis (Gambar 3). Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan
dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan
urine sampai ke ureter..

Gambar 3. Ren6
Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan
cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui
vena renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal
adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan
cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu
cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang
dilayaninya.

5
Fungsi Ginjal
Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal
berfungsi juga dalam (1) mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan
ADH (anti diuretic hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh, (2) mengatur
metabolisme ion kalsium dan vitamin D, (3) menghasilkan beberapa hormon,
antara lain: eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin
yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormone prostaglandin.

URETER
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa
panjangnya kurang lebih 20 cm. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh
sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat
melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke buli-
buli. Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi
kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan untuk
mendorong/mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu
dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan
irama peristaltik ureter.
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara anatomis
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di
tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal
seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain
adalah: (1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter
junction, (2) tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan (3) pada
saat ureter masuk ke buli-buli. Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan
berada di dalam otot buli-buli (intramural); keadaan ini dapat mencegah terjadinya
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada saat
bulibuli berkontraksi. Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan,
ureter dibagi menjadi dua bagian yaitu: ureter pars abdominalis, yaitu yang berada
dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka, dan ureter pars pelvika, yaitu

6
mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli. Di samping
itu secara radiologis ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu (1) ureter 1/3 proksimal
mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum, (2) ureter 1/3 medial mulai
dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah sakrum, dan (3) ureter 1/3 distal
mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.

Gambar 4. Pembagian posisi ureter secara radiologis. 6


BULI-BULI
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor
yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah
merupakan otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa
buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa
pada pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara
ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut
trigonum buli-buli. Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan,
yaitu (1) permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua
permukaan inferiolateral, dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior
merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli. Buli-buli berfungsi
menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra
dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli-buli
mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang
lebih adalah 300 – 450 ml; sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut
formula dari Koff adalah:

7
Kapasitas buli-buli = {Umur (tahun) + 2} ´ 30 ml
Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada
saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Buli-
buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan
menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis
segmen sakral S2-4.. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor,
terbukanya leher bulibuli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses
miksi.

URETRA
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli
melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam
menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna
yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna
yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna
terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat
buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot
bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan
keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada
saat menahan kencing.
Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa
kurang lebih 23- 25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan
hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada
pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh
kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di bagian posterior lumen uretra
prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan
distal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas
deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan
verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus
prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.

8
Gambar 5. A. Uretra pria, B. uretra prostatika6

Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus


spongiosum penis. Seperti diperlihatkan pada gambar 5, uretra anterior terdiri atas
(1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra
eksterna. Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang
berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam
diafragma urogenitalis dan bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre
yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm. Berada di
bawah simfisispubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra
bermuara kelenjar periuretra,di antaranya adalah kelenjar Skene. Kurang lebih
sepertiga medial uretra, terdapat sfingteruretra eksterna yang terdiri atas otot
bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonusotot Levator ani berfungsi
mempertahankan agar urine tetap berada di dalam buli-buli pada saat perasaan
ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra
akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna

9
2.2 Definisi hematuria
Hematuria adalah keadaan abnormal dengan ditemukannya sel darah merah
dalam urin. Ada dua macam hematuria, yaitu hematuria mikroskopis dan
hematuria maksroskopis (gross hematuria). mikroskopik yaitu urin secara visual
tidak berwarna merah tapi pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan lebih dari 3
sel darah merah perlapang pandang besar, makroskopik adalah secara visual urin
terlihat berwarna merah.3

2.3 Klasifikasi hematuria


2.3.1 klasifikasi berdasarkan jenis hematuria
Darah dalam urin diklasifikasikan sebagai visible hematuria (VH) atau
hematuria makroskopis dan non visible hematuria (NVH) atau hematuria
mikroskopis. VH, juga disebut hematuria kasar atau kotor, menggambarkan
urin yang berwarna merah jambu atau merah. NVH juga disebut hematuria
mikroskopik atau hematuria positif dipstick. Hematuria diklasifikasikan
menjadi NVH simtomatik (s-NVH) jika pasien juga memiliki gejala saluran
kemih bawah, mis. frekuensi kencing, urgensi, atau disuria. Jika terdeteksi
secara tidak sengaja selama skrining pasien yang tidak memiliki gejala
kencing, diklasifikasikan menjadi NVH asimtomatik (a-NVH).
Tes dipstik urin dianggap cukup untuk diagnosis NVH. Urin harus
dikumpulkan dalam wadah kering yang bersih dan pengujian dipstick
dilakukan dalam waktu 2 jam setelah void. Orang biasanya membawa sampel
urin dalam berbagai wadah — misalnya. botol, toples selai dll yang dapat
mengurangi keakuratan hasil dipstick. Tes dipstik urin dianggap positif jika
ada 1+ atau lebih, apakah hasilnya hemolisis (rusak sel darah merah) atau
non-hemolisis (sel darah merah utuh). Positivitas untuk jejak darah dianggap
sebagai hasil negatif Hematuria signifikan diklasifikasikan sebagai salah satu
episode tunggal VH, s-NVH atau NVH pada dua dari tiga tes dipstick.8
2.3.2 Klasifikasi berdasarkan penyebabnya
Berdasarkan penyebabnya hematuri dapat di bagi dua yaitu hematuri
glomerular dan non-glomerular. Hematuri glomerular umumnya timbul dari

10
ginjal yang biasanya disebabkan oleh IgA nefropathy, Thin glomerular
basement membrane disease, Hereditary nephritis. non-glomerular dapat
dibagi lagi oleh letak nya dapat pad saluran kemih bagian atas (ginjal dan
uretra) yang biasanya disebabkan oleh Urolithiasis, Pyelonephritis, Renal cell
cancer, Transitional cell carcinoma, Urinary obstruction, Benign hematuria.
Dan saluran kemih bawah (vesica urinaria dan uretra) yang disebabkan
Bacterial cystitis, BPH, Strenuous exercise ("marathon runner's hematuria").9

2.4 Prevalensi hematuria


Sel darah merah dapat ditemukan di urin orang yang sehat. Sekitar 70% dari
semua orang yang diteliti untuk NVH tidak menemukan kelainan. Studi skrining
di Inggris menunjukkan bahwa insidens a-NVH pada populasi pria dewasa adalah
sekitar 2,5%, meningkat dengan usia hingga 22% pada pria di atas 60 tahun.8
Prevalensi hematuria mikroskopis pada populasi umum berkisar antara 0,19%
hingga 16,1%, 2 dari 6 penelitian menunjukkan prevalensi yang lebih rendah di
antara pria. Variasi dalam prevalensi adalah karena heterogenitas populasi yang
diteliti. Transien mikroskopis hematuria dapat terjadi pada 6% hingga 39% dari
populasi yang diteliti, tetapi mikroskopis persisten hematuria pada 3 atau lebih
urinalisis berurutan lebih jarang terjadi, dan terlihat dalam 0,5% sampai 2% dari
populasi yang diteliti.10

2.5 Etiologi dan faktor resiko hematuria


Pemeriksaan dipstik pada populasi dijumpai 16% dengan hematuria
asimptomatik. Adanya hematuria bisa disebabkan oleh membranous nephropathy,
IgA nephropathy, non-IgA mesangio proliferative glomerulonephritis, focal
glomerulosclerosis dan kelainan ringan glomerulus. Hematuria bisa juga
disebabkan oleh penyakit neoplasma atau non neoplasma maupun adanya trauma
(termasuk batu) pada ginjal atau traktua urinarius. Hematuria jika dijumpai setelah
lari marathon disebabkan oleh perdarahan mukosa kandung kemih.7 Warna urin
pada gross hematuria biasanya dapat menggambarkan lokasi perdarahannya.
Warna yang agak merah jambu biasanya menggambarkan jumlah darah merah

11
yang jauh lebih kecil, dan jarang disebabkan oleh kelainan glomerulus. Pada
kelainan glomerulus, biasanya urin akan berwarna seperti ‘teh’ atau ‘coca cola’,
atau coklat kehitaman atau merah kecoklatan dan tanpa bekuan darah. Penderita
dengan warna urin yang merah cerah atau merah terang, biasanya
menggambarkan kelainan pada pembuluh darah atau pada saluran kemih bagian
bawah.Warna urin yang muncul pada saat awal atau akhir berkemih juga bisa
menunjukkan lokasi lesi. Penderita yang melaporkan urin yang berdarah pada saat
awal berkemih menunjukkan adanya lesi pada uretra (urtetritis) dan penderita
yang melaporkan adanya urin yang berdarah pada saat akhir berkemih biasanya
menunjukkan adanya lesi pada kandung kemih (sistitis).11
Enam belas penelitian mengamati penyebab hematuria asimtomatik.
Mendasari penyebab ditemukan pada 32% hingga 100% dari populasi yang
diteliti, cukup signifikan penyakit (batu, peradangan, dan kelainan anatomi)
tercatat pada 3,4% 27%, dan penyakit yang sangat signifikan (keganasan) tercatat
pada 0% hingga 26% dari populasi. Studi ini dilakukan secara heterogen dalam
usia pasien dan jenis kelamin, dan kelompok pasien adalah rujukan atau berbasis
populasi. Dalam 6 penelitian itu berdasarkan populasi, prevalensi penyakit sedang
atau sangat signifikanlebih rendah, pada 0,6% menjadi 16,1%. Lebih dari 60%
kasus hematuria penyakit dasar yang paling penting adalah keganasan. Dalam
populasi perawatan primer, sekitar 5% dari pasien dengan hematuria mikroskopis
akan memiliki saluran kemih keganasan, terutama pada kandung kemih atau
prostat. Keganasan saluran kemih lebih banyak pada pria, dengan kejadian dua
kali lipat dari wanita, bahkan jika salah satu tidak termasuk kanker prostat.10
Secara khusus, gross hematuria berhubungan dengan keganasan saluran
kemih di hingga 22% dari kasus, sehingga pemeriksaan urologi penuh dengan
cystoscopy dan pencitraan saluran kemih atas diperlukan pada pasien-pasien ini.
Yang paling umum Penyebab nonmalignant dari hematuria ekstrarenal adalah
infeksi, seperti sistitis, prostatitis, dan uretritis. Mengenai penyebab ginjal
hematuria mikroskopis, penyebab paling umum dari isolasi glomerular hematuria
(tanpa proteinuria yang signifikan) adalah nefropati IgA, diikuti oleh penyakit
membran basal tipis, nefritis herediter (Alport syndrome), dan glomerulonefritis

12
fokal ringan penyebab lainnya. Penyebab ginjal umum lainnya dari nonglomerular
hematuria termasuk batu ginjal, pielonefritis, penyakit ginjal polikistik, dan
karsinoma sel ginjal.10 Faktor resiko yang dapat menyebabkan hematuria
diantaranya riwayat keluarga penyakit ginjal, prostat membesar yang biasanya
terjadi pada pria usia 50 atau lebih tua, penyakit batu kemih, obat-obatan tertentu
termasuk aspirin dan penghilang rasa sakit lainnya, pengencer darah, dan
antibiotik, olahraga berat seperti lari jarak jauh dan infeksi bakteri atau virus baru-
baru ini.

Tabel 1. Etiologi Hematuria10

Gambar 6. Etiologi hematuria.

13
2.6 Patogenesis hematuria

Gambar 7. Patogenesis hematuria glomerular12

Adanya sel darah merah dismorfik dengan bentuk yang irregular pada urine
merupakan gejala patognomonik dari glomerular hematuria dan merupakan
indikasi adanya sel darah merah yang keluar dari kapiler glomerulus ke dalam
saluran kemih. Bagaimanapun, glomerular hematuria merupakan penanda bahwa
terjadi disfungsi atau kerusakan dari glomerular filtration barrier (GFB). GFB
yang rapuh dan mudah rupture dapat menyebabkan perdarahan glomerular.
Beberapa faktor dapat berkontribusi pada proses ini, seperti: (1) perubahan
genetik pada komponen GFB sehingga mengakibatkan rapuh dan mudah ruptur
(2) deposisi molekul toxic pada GFB dan (3) peningkatan respons inflamasi yang
disebabkan oleh penyakit autoimun, infeksi atau glomerulonephritis primer. GFB
memiliki struktur yang kompleks dengan konstituen dan jenis sel yang berbeda,
yang memudahkan permeabilitas air, zat terlarut plasma berukuran kecil dan
menengah, tetapi memiliki selektivitas yang sangat khusus untuk protein dan
molekul yang lebih besar sesuai dengan ukuran dan berat molekul.
GFB memiliki lima komponen utama: (1) dari sisi pembuluh darah, lapisan
permukaan endotel, jaringan glikosaminoglikan kompleks yang meliputi lapisan
endotel serta fenestrasi; (2) sel endotel; (3) GBM; (4) podocytes "celah
diafragma"; dan (5) di sisi kemih, ruang subpodocyte, daerah yang dipisahkan

14
antara sel tubuh podosit dan kaki. Selanjutnya, sel mesangial juga secara tidak
langsung memberikan kontribusi untuk struktur GFB yang mengatur dan
mendukung aliran darah dan struktur kapiler glomerulus, serta mengendalikan
turnover mesangial matriks. Menurut lokalisasi dan histopatologinya gangguan
hematuria dapat diklasifikasikan menjadi: (1) cedera Sel endotel glomerulus dan
lapisan permukaan; (2) gangguan GBM primer dan sekunder; (3) Penyakit dengan
deposisi mesangial; (4) Penyakit dengan deposisi subendothelial dan
subepithelial; (5) Gangguan terkait Podocyte; dan (6) Miscellaneous.12

2.7 Penegakan diagnosis hematuria


Clinical History
Riwayat klinis dapat mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan membantu
menyingkirkan kemungkinan hematuria. Hal-hal berikut harus dipertimbangkan
ketika menilai kondisi:

- Pada titik mana selama kekosongan darah muncul? Darah pada awal
aliran, misalnya, akan menunjukkan penyebab prostat atau uretra,
sedangkan darah pada celana dalam pada wanita bisa memiliki penyebab
ginekologi
- Gejala, misalnya nyeri, demam, urgensi frekuensi kemih, yang bisa
menunjukkan infeksi saluran kemih atau kemungkinan batu ginjal
- Kehadiran bekuan darah; ini akan menjadi kesimpulan dari darah yang
terlihat dalam urin (urin merah dengan gumpalan dalam adalah hematuria
sebagai lawan diwarnai oleh penyebab lain, dan kadang-kadang pasien
menggambarkan setelah melewati pembekuan hanya tanpa perubahan
warna urin mereka)
- Latihan baru-baru ini, khususnya berlari
- Diet / makanan yang bisa mengubah warna urin, mis. beetroot (Tabel 2)
- Obat-obatan yang dapat mengubah warna urin, misalnya, proklorperazin
(Tabel 2)
- Identifikasi faktor risiko untuk keganasan urologi, mis. riwayat merokok.

15
Tabel 2. Hal yang dapat membuat urin menjadi berwarna merah8

Karakteristik suatu hematuria dapat dipakai sebagai pedoman untuk


memperkirakan lokasi penyakit primernya, yaitu apakah warna merah terjadi pada
awal miksi, semua proses miksi, atau pada akhir miksi (Tabel 3). Kualitas warna
urine dapat juga menolong menentukan penyebab hematuria. Darah baru yang
berasal dari buli-buli, prostat, dan uretra berwarna merah segar sedangkan darah
lama atau yang berasal dari glomerulus berwarna lebih coklat dengan bentuk
seperti cacing (vermiform). Nyeri yang menyertai hematuria dapat berasal dari
nyeri di saluran kemih bagian atas berupa kolik atau gejala iritasi dari saluran
kemih bagian bawah berupa disuria atau stranguria.6

Tabel 3. Porsi hematuria pada saat miksi6

Pemeriksaan fisik
Dalam menyelesaikan pemeriksaan fisik umum, perhatian harus difokuskan
pada saluran genitourinari dan tanda-tanda harus dicari yang berhubungan dengan
keluhan hematuria. Periksa sisi-sisi dengan inspeksi, palpasi, dan perkusi. Adakah

16
ecchymosis itu mungkin mengindikasikan perdarahan retroperitoneal (atau yang
bisa mengindikasikan trauma)? Apakah pasien tender lebih dari satu atau kedua
sisi? Jika demikian, itu bisa menunjukkan batu, infeksi, obstruksi ginjal, dan/atau
peradangan. Adakah massa yang teraba (yang bisa menjadi tanda kista, tumor,
hidronefrosis berat, atau phlegmon)? Pemeriksaan perut akan merupakan
kelanjutan dari pemeriksaan panggul, tetapi di samping pemeriksaan, palpasi, dan
perkusi juga harus ada auskultasi. Bruit dapat menunjukkan proses vaskular
berkaitan dengan perdarahan (yaitu, aneurisme atau malformasi arteriovenosa).
Perubahan dalam suara usus mungkin petunjuk nonspesifik yang berkaitan dengan
proses inflamasi yang menyebabkan ileus (atau massa yang menyebabkan
obstruksi usus). Perut bagian bawah yang lebih rendah (supra-pubik) Massa yang
membosankan untuk perkusi menunjukkan kandung kemih yang buncit.14
Pemeriksaan kelamin laki-laki harus mencakup pencabutan kulit khatan
pada orang yang tidak disunat, penyebaran lembut meatus uretra (untuk mencari
polip atau kondiloma),palpasi penis dan uretra, pemeriksaan testikel untuk massa,
hernia, pembengkakan,nyeri tekan, varikokel, atau patologi lainnya, dan
pemeriksaan colok dubur untuk memeriksa prostat dan rektum untuk kelainan.
Kelembutan dan bogginess dari prostat mungkin berhubungan dengan prostatitis
akut, sedangkan prostat yang keras dan tidak teratur dapat menunjukkan kanker
prostat. Pemeriksaan genital wanita harus mencakup pemeriksaan panggul
lengkap. Periksa genitalia eksternal untuk lesi. Laserasi bisa menunjukkan
serangan seksual. Itu meatus uretra mungkin mengandung caruncle atau tumor.
Gunakan spekulum untuk memeriksa serviks dan saluran vagina. Lakukan palpasi
uterus dan kandung kemih dan rasakan adanya massa pelvis atau kelembutan
selama pemeriksaan bimanual. Pemeriksaan dubur mungkin juga mengungkapkan
tumor retroperitoneal membentuk massa "shelf-like" yang teraba di anterior
dinding rektum proksimal (dekat dengan refleksi peritoneum).14

17
Pemeriksaan penunjang
Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat mengarahkan kepada hematuria yang
disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler. Pada pemeriksaan pH
urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi organisme pemecah urea di
dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang sangat asam mungkin
berhubungan dengan batu asam urat. Sitologi urine diperlukan untuk mencari
kemungkinan adanya keganasan sel-sel urotelialurin Dipstik cukup sensitif untuk
mendeteksi 1 hingga 2 sel darah merah per bidang daya tinggi. Karena
sensitivitasnya yang tinggi, tes dipstik urin umumnya cukup untuk untuk
pemeriksaan hematuria. Namun, karena spesifisitas variabelnya, tes celupan
positif seharusnya diverifikasi dengan mikroskopi urine.6,10
Evaluasi mikroskopis urin tidak hanya mengkonfirmasi hematuria tetapi
juga membantu membedakan perdarahan glomerulus dari nonglomerular. Dalam
hematuria glomerulus, Sel darah merah terpapar dengan perubahan besar pada pH
dan tekanan osmotik saat mereka melewatinya tubulus ginjal, membuat mereka
dismorfik. Pada hematuria nonglomerular, sel darah merah cenderung dalam
bentuk homogen dan normal. Kehadiran proteinuria 2+ atau lebih besar dengan
dipstick juga menunjukkan hematuria glomerulus, karena hematuria saja tidak
menghasilkan ekskresi protein besar seperti itu. Pembekuan darah tidak terjasi
pada hematuria glomerulus, karena adanya aktivator plasminogen urokinase dan
jaringan di filtrat glomerulus. 10

Biopsi
Biopsi. Prosedur abiopsyisa yang melibatkan pengambilan sepotong
jaringan ginjal untuk diperiksa dengan mikroskop. Biopsi dilakukan di rumah
sakit dengan sedasi ringan dan anestesi lokal. Penyedia layanan kesehatan
menggunakan teknik pencitraan seperti pemindaian ultrasound atau tomografi
terkomputerisasi (CT) untuk memandu jarum biopsi ke ginjal. Jaringan ginjal
adalah ahli patologi yang diperiksa oleh dokter hewan — seorang dokter yang ahli

18
dalam mendiagnosis penyakit. Tes ini membantu mendiagnosis jenis penyakit
ginjal yang menyebabkan hematuria.17

Sistoskopi
Cystoscopy. Prosedur cystoscopyisa yang menggunakan instrumen tubelike
untuk melihat ke dalam uretra dan kandung kemih. Sistoskopi dapat digunakan
untuk mencari sel-sel kanker di kandung kemih, terutama jika sel-sel kanker
ditemukan dengan urinalisis.17

Imaging test
Tes pencitraan ginjal. Pyelogram intravena (IVP) adalah xray saluran
kemih. Pewarna khusus, yang disebut media kontras, disuntikkan ke pembuluh
darah di lengan orang itu, berjalan melalui tubuh ke ginjal, dan membuat urin
terlihat pada x ray. Media kontras juga menunjukkan adanya sumbatan di saluran
kemih. Ketika massa kecil ditemukan dengan IVP, tes pencitraan lain, seperti
ultrasound, CT scan, atau magnetic resonance imaging (MRI), dapat digunakan
untuk mempelajari lebih lanjut massa. Tes pencitraan dapat menunjukkan tumor,
ginjal atau batu kandung kemih, prostat membesar, atau penyumbatan lainnya dari
aliran normal urin. Pemeriksaan USG berguna untuk melihat adanya massa yang
solid atau kistus, adanya batu non opak, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan
untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar.17,6

19
Gambar 8. Flowchart for diagnosing microhematuria.13

20
Gambar 9. Flowchart for Initial Diagnosis of Gross Hematuria.13

21
Gambar 10. Evaluasi pasirn dengan hematuria asimptomatik.3

2.8 Tatalaksana hematuria


Tatalaksana awal untuk hematuria dilakukan secara asimtomatik, setelah itu baru
dilakukan penatalksanaan sesuai penyebab hematuria tersebut. Jika terdapat gumpalan
darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine, dicoba dilakukan kateterisasi dan
pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini

22
tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi bekuan darah
transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi eksanguinasi
yang menyebabkan anemia, harus difikirkan pemberian transfusi darah. Demikian juga
jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika. Setelah hematuria dapat ditanggulangi,
tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan
masalah primer penyebab hematuria.6

Gambar 11. Adult hematuria workup algorithm.15

23
A

B.
Gambar 12. A. Algorithm for the diagnosis and management of incidentally
discovered microscopic hematuria, B. Common Risk Factors for Urinary Tract
Malignancy in Patients with Microscopic Hematuria.16

24
2.9 Komplikasi hematuria
Bekuan darah dapat menyumbat saluran kemih sehingga menyebabkan retensi
urin. Urin menjadi stagnan dalam buli serta merupakan media yang cocok untuk
bakteri hidup dan menyebabkan infeksi. Bila hematuria berlangsung lama terlebih
bila terjadi gross hematuria maka bisa menyebabkan anemia.18

2.10 Diagnosis banding hematuria 17,19


- Hypercalciuria
- IgA nephropathy
- Henoch-Schönlein purpura
- Hemolytic uremic syndrome
- Postinfectious glomerulonephritis
- Systemic lupus erythematosus
- benign prostatichyperplasia
- Urinary tract infection (UTI), cystitis (bladder infection), or pyelonephritis
(kidneyinfection)
- bladder or kidney stones
- cancers of the urinary tract (kidney,bladder,prostate)
- Trauma urinary tract

25
BAB III
KESIMPULAN
Hematuria merupakan kondisi abnormal yang ditandai oleh adanya
eritrosit di dalam air kemih. Morfologi eritrosit tersebut dapat normal atau
abnormal, yang dapat berasal dari berbagai lokasi di saluran kemih, mulai dari
membran basal glomerulus hingga uretra distal. Hematuria dibedakan menjadi
hematuria makroskopis dan mikroskopis. Bila kondisi hematuria menyebabkan
warna air kemih berubah menjadi merah atau cokelat keruh, maka disebut
makroskopis. Bila hematuria tidak mengubah warna air kemih dan terdeteksi
secara mikroskopik atau dengan carik celup air kemih, maka disebut mikroskopis.
Pada hematuria mikroskopis, ditemukan lebih dari tiga eritrosit per lapang
pandang besar.
Adanya hematuria bisa disebabkan oleh membranous nephropathy, IgA
nephropathy, non-IgA mesangio proliferative glomerulonephritis, focal
glomerulosclerosis dan kelainan ringan glomerulus. Hematuria bisa juga
disebabkan oleh penyakit neoplasma atau non neoplasma maupun adanya trauma
(termasuk batu) pada ginjal atau traktua urinarius. Hematuria jika dijumpai setelah
lari marathon disebabkan oleh perdarahan mukosa kandung kemih.
Mendiagnosis hematuri harus melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang yang baik. Tatalaksana awal untuk hematuria dilakukan secara
asimtomatik, contohnya Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang
menimbulkan retensi urine, dicoba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli
dengan memakai cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil,
pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi bekuan darah transuretra dan
sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi eksanguinasi yang
menyebabkan anemia, harus difikirkan pemberian transfusi darah, demikian juga
jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika. Setelah hematuria dapat
ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan selanjutnya
menyelesaikan masalah primer penyebab hematuria.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Dwiyana W, Astrawinata DA. Perubahan bentuk eritrosit di


glomerulonefritis. Indonesian journal of clinical pathology and medical
laboratory. 2014;20(3):242-248
2. Sinaga GS, Rambert GI, Wowor MF. Gambaran eritrosit urin pada
tuberculosis paru dewasa di RSUP Prof.DR.R.D. Kandou Manado. Jurnal
e-Biomedik. 2016:2(2)
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF.
Buku Ajar Ilmu penyakit dalam. Interna Publishing. 2014;6:2302-2305.
4. Sing RI, Singal RK. What is significant hematuria for the primary care
physician?. The Canadian journal of urology.2012:19(1)
5. Moloney F, Murphy KP,Twomey M, O’conner OJ, Maher MM.
Hematuria: an imaging guide.Advances in urology.2014
6. Purnomo, Basuki B.. Dasar-Dasar Urologi.. Sagung Seto Jakarta. 2003
7. Loesnihari R. Peran analisis urin pada penganan penyakit ginjal dsn
traktus urinarius.Majalah kedokteran nusantara.2012:45(3)
8. Bagnall P. Hematuria: classification, causes, and investigations. British
journal of nursing.2014;23(20)
9. Sherwood L. Human Physiology From Cells to Systems. 7th ed. Belmont,
USA: Brooks/Cole, Cengage Learning. 2010
10. Jimbo M. Evaluation an management of hematuria. Prim care. 2010
11. Airlangga E. Hematuri pada anak. Buletin farmatera. 2018;3(1)
12. Yuste C, Guttierez E, Sevillano AM, Navarro AR, Vilalobos JMA,Ortiz
A,Egido J, et al. Pathogenesis of glomerular haematuria. World journal of
nephrology.2015;4(2):185-195
13. Higashihara E, Nishiyama T, Horie S, Marumo K, Mitarai T, Koyama T,
Matsuyama T, et al. Hematuria: Definition and screening test methods.
International journal of urology.2008;15:281-284
14. Potts JM. Essential urology a guide to clinical practice.Humana press 2nd
ed.2012:65-86

27
15. Loo R, Whittaker J, Rebrenivich V. National practice recommendations
for hematuria: How to evaluate in the absence of strong evidence?.The
permante journal.2009;13(1)
16. Sharp VJ, Barnes KT,Erickson BA. Assesment of asymptomatic
microscopic hematuria in adults. American family physician.2013;88(11)
17. National kidney and urologic diseases information clearing house.
Hematuria: blood in the urine. Bethesda; 2012
18. Haas GP, Barkin J, Gomella L, Alexnder RB, Averch T, Barthold JS, et al.
The Canadian J of Urology.2008;15.
19. Gulati S, Langman CB. Hematuria. Medscape.2017

28

You might also like