You are on page 1of 36

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH

Disusun oleh :
KELOMPOK 4
1. Sang Komang Proklamasindo M. (P1337420617005)
2. Ananda Ayu Damayanti (P1337420617021)
3. Mega Ayu Lestari (P1337420617029)
4. Dona Putu Sari (P1337420617030)
5. Cici Silviani (P1337420617034)
6. Desy Salma Adibah (P1337420617035)
7. Shinta Wahyuningrum (P1337420617036)
8. Umi Malikah (P1337420617038)
9. I Made Arya Putra (P1337420617044)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN SEMARANG
2018/2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat
dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah”.
Makalah ini telah penulis selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah membantu dalam pnyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang lain yang
membacanya.
Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan
kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis selaku
penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Semarang, 12 Januari 2019
Penyusun

Anggota Kelompok

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Konsep Pertumbuhan termasuk Antropometri.......................................... 2
2.1.1 Pengertian Anak Usia Sekolah......................................................... 2
2.1.2 Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah.................................. 2
2.1.3 Pengukuran Antropometri................................................................ 4
2.2 Konsep Perkembangan Menurut Para Ahli................................................. 21
2.3 Komunikasi pada Anak............................................................................... 22
2.4 Bermain pada Anak................................................................................... 23
2.4.1 Metode Bermain............................................................................... 23
2.4.2 Tahapan Perkembangan Bermain..................................................... 24
2.4.3 Fungsi Bermain Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. 25
2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Bermain pada Anak......... 25
2.4.5 Karakteristik dan Klasifikasi dari Bermain ..................................... 25
2.4.6 Pedoman untuk Keamanan Bermain................................................ 28
2.5 Perawatan Anak dengan Hospitalisasi....................................................... 29
BAB III PENUTUP 34
3.1 Simpulan.................................................................................................... 34
3.2 Saran.......................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tahap perkembangan anak usia sekolah dimulai sejak anak berusia 6 tahun
sampai organ-organ seksualnya masak. Kemasakan seksual ini sangat bervariasi baik
antar jenis kelamin maupun antar perbedaan budaya. Berdasarkan pembagian tahapan
perkembangan anak, ada dua masa perkembangan pada anak usia sekolah, yaitu pada
usia 6-9 tahun atau masa kanak-kanak tengah dan pada usia 10-12 tahun atau masa
kanak-kanak akhir. Setelah menjalani masa kanak-kanak akhir, anak akan memasuki
masa remaja.
Pada usia sekolah, anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak
yang usianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik, mental-intelektual, dan
sosial-emosial anak. Pertumbuhan fisik pada anak usia sekolah tidak secepat pada masa-
masa sebelumnya. Anak akan tumbuh antara 5-6 cm setiap tahunnya. Pada masa ini,
terdapat perbedaan antara anak perempuan dan anak laki-laki.
Namun, pada usia 10 tahun ke atas pertumbuhan anak laki-laki akan menyusul
ketertinggalan mereka. Perbedaan lain yang akan terlihat pada aspek fisik antara anak
laki-laki dan perempuan adalah pada bentuk otot yang dimiliki. Anak laki-laki lebih
cenderung berotot dibandingkan anak perempuan yang memiliki otot lentur.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep pertumbuhan termasuk antropometri?
2. Bagaimana konsep perkembangan menurut para ahli?
3. Bagaimana komunikasi yang baik pada anak usia sekolah?
4. Bagaimana cara bermain anak di usia sekolah?
5. Bagaimana perawatan anak di hospitalisasi?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari anak usia sekolah.
2. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah
3. Untuk mengetahui resiko kecelakaan yang mungkin terjadi pada anak usia sekolah.
4. Untuk mengetahui masalah kesehatan yang terjadi pada anak usia sekolah
5. Untuk mengetahui cara perawatan anak dihospitalisasi
BAB II
ISI

2.1 Konsep Pertumbuhan termasuk Antropometri


2.1.1 Pengertian Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah adalah anak-anak yang dianggap sudah mulai mampu
bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka,
teman sebaya dan orang lain. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-
dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan
memperoleh keterampilan tertentu (Wong, dkk., 2009).
Periode anak usia sekolah di negara-negara industri dimulai saat anak mulai
masuk sekolah dasar sekitar usia 6 tahun sampai pubertas yaitu usia 12 tahun yang
merupakan tanda akhir masa kanak-kanak menengah. Periode usia sekolah berakhir
dengan usia kurang lebih 12 tahun, pada periode ini terdapat periode pra-remaja dan
periode pra-pubertas dan priode ini diakhiri dengan tanda awitan pubertas (Kozier,
dkk., 2011).
Anak usia sekolah berada pada pola perkembangan yang rawan yaitu usia 10
tahun sampai 12 tahun atau tahap usia sekolah dasar. Pada usia 10 sampai 12 tahun
anak sedang dalam perkembangan pra-remaja, yang mana secara fisik maupun
psikologis pada masa ini anak sedang menyongsong pubertas. Anak usia sekolah masih
dalam perkembangan aspek fisik, kognitif, emosional, mental, dan sosial, sehingga
dubutuhkan cara-cara tentang penyampaian tentang pengetahuan seks dan kesehatan
reproduksi.
2.1.2 Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah
1. Pertumbuhan Fisik
Anak usia sekolah dilihat berdasarkan berat badan memiliki kenaikan rata-
rata 3-3,5 kg/tahun, sedangkan tinggi badan anak usia sekolah memiliki kenaikan
rata-rata 6 cm atau 2,5 inchi/tahun. Berat badan anak laki-laki usia 6 tahun adalah
sekitar 21 kg, sedangkan berat badan anak perempuan lebih ringan 1 kg dari anak
laki-laki yaitu sekitar 20 kg. Berat badan anak usia sekolah usia 6 sampai 12 tahun
mengalami kenaikan rata-rata ± 3,2 kg/tahun. Pada anak usia 6 tahun baik laki-laki
maupun perempuan memiliki tinggi badan yang hampir sama, yaitu ± 115 cm dan
setelah usia 12 tahun memiliki tinggi badan 150 cm.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa anak usia sekolah mengalami
pertumbuhan fisik yang berbeda-beda pada setiap individu, disebabkan oleh faktor
genetik dan lingkungan (Kozier, Berman, & Snyder, 2011).
2. Perkembangan Kognitif
Perubahan kognitif anak usia sekolah adalah kemampuan anak berpikir logis
dan sudah berubah dari pemikiran yang abstraksi. Pemikiran anak usia sekolah tidak
lagi didominasi oleh persepsinya dan sekaligus sudah mampu untuk memahami
dunia secara luas.
Anak usia sekolah menggunakan kemampuan kognitif untuk memecahkan
masalah. Anak usia sekolah yang mampu memecahkan masalah dengan baik
memiliki karakteristik sikap yang positif, persistensi, mampu mengambil pelajaran
dari suatu masalah, dan mampu mencari fakta tanpa menduga-duga.
3. Perkembangan Psikososial
Anak usia sekolah berjuang untuk mendapatkan kompetensi dan keterampilan
yang penting bagi mereka untuk berfungsi sama seperti dewasa. Anak usia sekolah
yang mendapat keberhasilan positif merasa berharga, dan yang gagal merasa
mediokratis (biasa saja) atau perasaan tidak berharga, yang dapat mengakibatkan
menarik diri dari sekolah dan teman sebaya.
4. Perkembangan Moral
Kebutuhan moral dan aturan sosial anak usia sekolah menjadi lebih nyata
sesuai peningkatan kemampuan kognitif dan pengalaman sosial anak usia sekolah.
Anak usia sekolah di usia 12 tahun mampu mempertimbangkan seperti apa jadinya
masyarakat tanpa aturan karena kemampuan mereka untuk membuat alasan secara
logis dan pengalamn mereka dalam kelompok bermain. Anak usia sekolah
memandang aturan sebagai prinsip dasar kehidupan, bukan hanya perintah dari yang
memiliki otoritas.
5. Pertumbuhan emosional
Pertambahan usia anak meningkatkan kepekaan anak terhadap perasaannya
sendiri maupun perasaan orang lain. Anak dapat mengatur ekspresi emosionalnya
dalam situasi sosial, dan anak dapat merespon tekanan emosional orang lain. Kontrol
terhadap emosi negatif merupakan salah satu aspek pertumbuhan emosional. Anak-
anak belajar tentang apa saja yang membuat anak menunjukkan emosi, dan mereka
belajar tentang hal yang membuat mereka marah, takut, sedih, dan bagaimana orang
lain menunjukkan emosi tertentu, dan mereka belajar mengadaptasikan perilaku
mereka dengan emosi-emosi tersebut.
2.1.3 Pengukuran Antropometri
Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang dilakukan ntuk mengetahui
ukuran–ukuran fisik seorang anak dengan menggunakan alat ukur tertentu. Ukuran
antropometri dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Tergantung umur, yaitu hasil pengukuran dibandingkan dengan umur. Misalnya BB
terhadap usia atau TB terhadap usia. Dengan demikian dapat diketahui apakah
ukuran yang dimaksud tersebut tergolong normal untuk anak seusianya.
2. Tidak tergantung umur, yaitu hasil pengukuran dibandingkan dengan pengukuran
lainnya tanpa memperhatikan berapa umur anak yang diukur.
Hasil pengukuran antropometrik tersebut dibandingkan dengan suatu baku
tertentu misalnya data dari the National Center of Health Statistics (NCHS) atau
standar baku nasional (Indonesia) seperti yang terekam pada Kartu Menuju Sehat
(KMS). Dengan melihat perbandingan hasil penilaian dengan standar baku tersebut
maka dapat diketahui status gizi anak. Nilai perbandingan ini dapat digunakan untuk
menilai pertumbuhan fisik anak karena menunjukkan posisi anak tersebut pada
persentil (%) keberapa untuk suatu ukuran antropometrik pertumbuhannya, sehingga
dapat disimpulkan apakah anak tersebut terletak pada variasi normal, kurang atau
lebih. Selain itu juga dapat diamati trend (pergeseran) pertumbuhan anak dari waktu
ke waktu.
Dari beberapa ukuran antropometri yang paling sering digunakan untuk
menentukan keadaan pertumbuhan pada anak–anak yaitu:
a. Berat Badan (BB)
Pengukuran berat badan akan menggunakan alat ukur SECA. Alat ini digunakan
baik untuk mengukur berat badan orang dewasa, anak yang sudah bisa berdiri
maupun bayi, hanya cara pengukurannya saja yang berbeda.
Penyiapan alat ukur :
1. Letakkan alat timbang di bagian yang rata/datar dan keras
2. Jika berada di atas rumput yang tebal atau karpet tebal atau permadani, maka
pasang kaki tambahan pada alat timbangan untuk bisa mengatasi daya pegas
dari alas yang tebal
3. Pastikan alat timbang menunjukkan angka “00.00” sebelum melakukan
penimbangan dengan menekan alat timbang tersebut. Jika alat timbang tidak
menunjukkan angka “00.00” lakukan hal sebagai berikut :
• Periksa apakah ada baterai pada alat timbang tersebut
• Periksa apakah posisi positif dan negatif baterai sudah sesuai
• Ganti baterai baru
Persiapan sebelum melakukan pengukuran :
1. Jelaskan kepada ibu/pengasuh tujuan dari pengukuran berat badan dan berikan
kesempatan untuk bertanya
2. Pastikan bahwa anak tidak menggunakan pakaian tebal, pampers, popok,
selimut, dan lain-lain agar mendapatkan berat badan anak seakurat mungkin
Cara pengukuran berat badan :
a) Anak bisa berdiri
1. Ketika alat timbang sudah menunjukkan angka 00.00 mintalah anak untuk
berdiri di tengah-tengah alat timbang.
2. Pastikan posisi badan anak dalam keadaan berdiri tegak, mata/kepala lurus ke
arah depan, kaki tidak menekuk. Petugas dapat membantu anak berdiri
dengan baik di atas timbangan dan untuk mengurangi gerakan anak yang
tidak perlu yang dapat mempengaruhi hasil penimbangan.
3. Setelah anak berdiri dengan benar, secara otomatis alat timbang akan
menunjukkan hasil penimbangan digital. Mintalah anak tersebut untuk turun
dulu dari timbangan dan pewawancara harus segera mencatat hasil
penimbangan tersebut.
b. Tinggi Badan (TB)
a) Anak bisa berdiri
Pengukuran tinggi badan anak yang sudah bisa berdiri menggunakan alat ukur
SECA.
Penyiapan alat ukur :
1. Tempelkan alat pengukur pada bagian dinding dengan bagian yang lebih
panjang menempel di lantai dan bagian yang lebih pendek menempel di
tembok. Tarik meteran pengukur ke atas hingga anda bisa melihat angka 0
pada garis merah di kaca pengukur yang menempel di lantai (petugas
harus berlutut untuk melihat angka 0 sehingga membutuhkan dua petugas
karena petugs lain harus membantu untuk menahan ujung atas meteran
pengukur). Prosedur ini sangat penting untuk memastikan pengukuran
yang akurat.
2. Tempelkan ujung atas alat pengukur dengan menggunakan paku, pastikan
kestabilan alat tersebut
3. Setelah itu, petugas harus memastikan bahwa bagian atas sudah menempel
dengan stabil, meteran dapat di tarik ke atas hingga setinggi badan anak
dan pengukuran tinggi siap dilakukan.
Cara pengukuran tinggi badan :
1. Mintalah ibu dari anak untuk melepaskan sepatu anak dan melepaskan
hiasan rambut yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran TB anak.
2. Mintalah ibu untuk membawa anaknya ke papan ukur dan berlutut di
hadapan anaknya dengan kedua lutut di sebelah kanan anak.
Hal ini akan memberikan kesempatan maksimum kepada petugas untuk
bergerak. Tempatkan kedua kaki anak secara merata dan bersamaan di
tengah-tengah dan menempel pada alat ukur/dinding.
3. Tempatkan tangan kanan petugas sedikit di atas mata kaki anak pada
ujung tulang kering, tangan kiri petugas pada lutut anak dan dorong ke
arah papan ukur/dinding. Pastikan kaki si anak lurus dengan tumit dan
betis menempel di papan ukur/dinding.
4. Mintalah anak untuk memandang lurus ke arah depan atau kepada ibunya
yang berdiri di hadapan anak. Pastikan garis padang anak sejajar dengan
tanah, tangan kiri petugas memegang dagu anak. Dengan perlahan-lahan
ketatkan tangan petugas. Jangan menutupi mulut atau telinga anak.
Pastikan bahu anak rata dengan tangan di samping dan kepala, tulang
bahu dan pantat menempel di papan ukur/dinding.
5. Mintalah anak untuk mengambil nafas panjang
6. Dengan tangan kanan petugas menurunkan meteran alat pengukur hingga
pas di atas kepala anak. Pastikan petugas menekan rambut anak. Jika
posisi anak sudah betul, baca dan catatlah hasil pengukuran dengan
desimal satu di belakang koma dengan melihat angka di dalam kaca
dan
pengukuran. Naikkan meteran dari atas kepala anak lepaskan tangan
kiri pettugas dari dagu anak.
Gambar 2
Cara mengukur Tinggi Badan (TB) anak
Pengukuran Tinggi Badan di Amerika Serikat
Tinggi badan berdasarkan persentil**
Usia* 5 50 95
cm inci cm inci Cm inci
6 107,7 42 ½ 116,1 45 ¾ 123,5 48 ½
7 113,0 44 ½ 121,7 48 129,7 51
8 118,1 46 ½ 127,0 50 135,7 53 ½
9 122,9 48 ½ 132,2 52 141,8 55 ¾
10 127,7 50 ¼ 137,5 54 ¼ 148,1 58 ¼
11 132,6 52 ¼ 143.3 56 ½ 154,9 61
12 137,6 54 ¼ 149,7 59 162,3 64
13 142,9 56 ¼ 156,5 61 ½ 169,8 66 ¾
14 148,8 58 ½ 163,1 64 ¼ 176,7 69 ½
15 155,2 61 169,0 66 ½ 181,9 71 ½
16 161,1 63 ½ 173,5 68 ¼ 185,4 73
17 164,9 65 176,2 69 ¼ 187,3 73 ¾
18 165,7 65 ¼ 176,8 69 ½ 187,6 73 ¾
Berat Badan Anak Laki-Laki di Amerika Serikat
Berat badan berdasarkan persentil**
Usia* 5 50 95
kg lb kg lb kg Lb
6 16,93 37 ¼ 20,69 45 ½ 26,34 58
7 18,64 41 22,85 50 ¼ 30,12 66 ½
8 20,40 45 25,30 55 ¾ 34,51 76
9 22,25 49 28,13 62 39,58 87 ¼
10 24,33 53 ¾ 31,44 69 ¼ 45,27 99 ¾
11 26,80 59 35,30 77 ¾ 51,47 113 ½
12 29,85 65 ¾ 39,78 87 ¾ 58,09 128
13 33,64 74 ¼ 44,95 99 65,02 143 ¼
14 38,22 84 ¼ 50,77 112 72,13 159
15 43,11 95 56,71 125 79,12 174 ½
16 47,74 105 ¼ 62,10 137 85,62 188 ¾
17 51,50 113 ½ 66,31 146 ¼ 91,31 201 ¼
18 53,97 119 68,88 151 ¾ 95,76 211
Pengukuran Tinggi Badan Perempuan di Amerika Serikat
Tinggi badan berdasarkan persentil**
Usia* 5 50 95
cm inci cm inci cm inci
6 106,6 42 114,6 45 122,7 48 ¼
7 111,8 44 120,6 47 ½ 129,5 51
8 116,9 46 126,4 49 ¾ 136,2 53 ½
9 122,1 48 132,2 52 142,9 56 ¼
10 127,5 50 ¼ 138,3 54 ½ 149,5 58 ¾
11 133,5 52 ½ 144,8 57 156,2 61 ½
12 139,8 55 151,5 59 ¾ 162,7 64
13 145,2 57 ¼ 157,1 61 ¾ 168,1 66 ¼
14 148,7 58 ½ 160,4 63 ¼ 171,3 67 ½
15 150,5 59 ¼ 161,8 63 ¾ 172,8 68
16 151,6 59 ¾ 162,4 64 173,3 68 ¼
17 152,7 60 163,1 64 ¼ 173,5 68 ¼
18 153,6 60 ½ 163,7 64 ½ 173,6 68 ¼
Berat Badan Anak Perempuan di Amerika Serikat
Berat badan berdasarkan persentil**
Usia* 5 50 95
kg lb kg lb kg Lb
6 16,05 35 ½ 19,52 43 25,75 56 ¾
7 17,71 39 21,84 48 ¼ 29,68 65 ½
8 19,62 43 ¼ 24,84 54 ¾ 34,71 76 ½
9 21,82 48 28,46 62 ¾ 40,64 89 ½
10 24,36 53 ¾ 32,55 71 ¾ 47,17 104
11 27,24 60 36,95 81 ½ 54,0 119
12 30,52 67 ¼ 41,53 91 ½ 60,81 134
13 34,14 75 ¼ 46,1 101 ¾ 67,3 148 ¼
14 37,76 83 ¼ 50,28 110 ¾ 73,08 161
15 40,99 90 ¼ 53,68 118 ¼ 77,78 171 ½
16 43,41 95 ¾ 55,89 123 ¼ 80,99 178 ½
17 44,74 98 ¾ 56,69 125 82,46 181 ¾
18 45,26 99 ¾ 56,62 124 ¾ 82,47 181 ¾
Pertumbuhan Fisik (Tinggi Badan dan Berat Badan) Persentil NCHS
Anak Laki-Laki
Pertumbuhan Fisik (Tinggi Badan dan Berat Badan) Persentil NCHS
Anak Perempuan

c. Lingkar Lengan Atas (LILA)


Pengukuran lingkar lengan akan menggunakan alat SECA. Cara pengukuran lingkar
lengan :
1) Usahakan pengukuran dilakukan sejajar dengan pandanga mata, duduk jika
dimungkinkan, namun bila anak masih terlalu kecil bisa dipegang oleh ibunya.
Minta tolong ibu untuk menyingkap baju yang menutupi lengan kiri si anak.
2) Ukurlah titik tengah lengan atas sang anak.
3) Lingkarkan pita ukur pada lengan sang anak. Pastikan bahwa pita benar-benar
rata melingkari lengan
4) Periksalah tekanan pita pada lengan anak, jangan terlalu kencang atau terlalu
longar.
5) Jika sudah lihat hasil pengukuran dan catat pada kuesioner
Grafik Lingkar Lengan Anak Laki-laki Grafik Lingkar Lengan Anak Perempuan
Lingkar Kepala
Lingkar Kepala (LK) Lingkar kepala (LK) menggambarkan pertumbuhan otak
dari estimasi volume dalam kepala. Lingkar kepala dipengaruhi oleh status gizi
anak sampai usia 36 bulan. Pengukuran rutin dilakukan untuk menjaring
kemungkinan adanya penyebab lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan otak
walaupun diperlukan pengukuran LK secara berkala daripada sewaktu-waktu saja.
Apabila pertumbuhan otak mengalami gangguan yang dideteksi dari hasil
pengukuran LK yang kecil (dinamakan mikrosefali) maka hal ini bisa
mengarahkan si anak pada kelainan retardasi mental. Sebaiknya kalau ada
gangguan pada sirkulasi cairan otak (liquor 5 cerebrospinal) maka volume kepala
akan membesar (makrosefali), kelainan ini dikenal dengan hidrosefalus.
Pengukuran LK paling bermanfaat pada 6 bulan pertama sampai 2 tahun karena
pada periode inilah pertumbuhan otak berlangsung dengan pesat. Namun LK yang
abnormal baik kecil maupun besar bisa juga disebabkan oleh faktor genetik
(keturunan) dan bawaan bayi. Pada 6 bulan pertama kehidupan LK berkisar antara
34-44 cm sedangkan pada umur 1 tahun sekitar 47 cm, 2 tahun 49 cm dan dewasa
54 cm.
Grafik Lingkar Kepala Anak Laki-laki

Grafik Lingkar Kepala Anak Perempuan


2.2 Konsep Perkembangan Menurut Para Ahli
1. Perkembangan kognitif menurut Piaget
Tahap kongkret (7-11 tahun)
Anak sudah dapat memandang realistis dan mempunyai anggapan sama dengan
orang lain. Sifat egosentris mulai hilang karena ia mulai sadar akan keterbatasan
dirinya.
2. Perkembangan Psikoseksual menurut Sigmad Freud
Tahap laten (5-12 tahun)
Kepuasan anak mulai terintegrasi. Anak masuk dalam masa pubertas dan
berhadapan langsung dengan tuntutan sosial seperti menyukai hubungan dengan
kelompoknya atau sebayanya.
3. Perkembangan Psikososial Menurut Erikson
Tahap rajin vs rendah diri (6-12 tahun)
Anak selalu berusaha mencapai segala sesuatu yang diinginkan dan berusaha
mencapai pestasinya sehingga pada usia ini anak rajin melakukan sesuatu. Apabila
harapan tidak tercapai kemungkinan besar anak akan merasa rendah diri.
4. Perkembangan Moral menurut Kohlberg
Pada fase ini anak-anak berpindah dari egosentrisme ke pola pikir yang lebih
logis, mereka juga melalui tahapan pertumbuhan hati nurani dan standar moral.
Selama masa kanak-kanak, anak mengadopsi dan menanamkan nilai-nilai moral dari
orang tua mereka. Mereka mempelajari standar perilaku yang dapat diterima, lalu
bertindak sesuai dengan standar tersebut dan merasa bersalah ketika mereka
melanggar standar tersebut.
Meskipun anak-anak usia 6 atau 7 tahun tahu aturan dan perilaku yang
diharapkan dari mereka, tetapi mereka tidak memahami alasan dibalik itu. Anak-anak
percaya bahwa apa yang orang lain katakan untuk dilakukan adalah suatu tindakan
yang benar dan apa yang mereka sendiri anggap adalah salah. Akibatnya anak berusia
6 atau 7 tahun lebih cenderung menafsirkan kecelakan dan kemalangan sebagai
hukuman atas perbuatan yang salah atau tindakan “buruk”.
5. Perkembangan anak menurut Sullivan
Pada masa ini anak belajar kompetisi, kompromi, kerja sama dan memahami
makna perasaan kelompok. Kemampuan anak untuk bergaul dengan orang lain
meningkat. Mereka membutuhkan teman akrab dari jenis kelamin yang sama yang
dapat menjadi tempat mencurahkan hati dan bersama-sama mencoba memahami dan
memcahkan masah hidup.

2.3 Komunikasi pada Anak


Prinsip komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap
masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata
sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak
atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan
prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya,
maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau
mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.
Perkembangan komunikasi pada anak hingga usia ini (5-12 tahun) dapat dimulai
dengan kemampuan anak untuk mencetak, menggambar dan membuat surat atau tulisan
yang besar dan apa yang dilakukan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan
kemampuan anak. membaca di sini telah muncul. Pada usia delapan tahun, anak-anak
sudah bisa membaca dan sudah mulai memikirkan kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada anak-anak usia sekolah masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak-anak yaitu menggunakan kata-kata
sederhana yang secara khusus menjelaskan sesuatu yang menjadi tidak jelas pada anak-
anak atau sesuatu yang tidak diketahui pada usia ini keingintahuan dalam aspek
fungsional dan prosedural dari benda-benda tertentu sangat tinggi.
Menurut Jean Piaget pada usia 7-11 tahun dan mampu memikirkan langkah
konkret operasional, pada tahap ini sudah mulai berpikir logis dan diarahkan untuk dapat
memilih, mengklasifikasikan dan mampu berpikir dari sudut pandang orang lain. Padahal
menurut Erikson usia 6 - 12 tahun adalah tahap inferioritas dimana anak siap menjadi
pekerja dan ingin terlibat dalam kegiatan.
1. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak-anak,
meliputi:
a. Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara pertama berkomunikasi dilakukan oleh anak-anak dalam menumbuhkan
kepercayaan diri anak-anak, dengan menghindari komunikasi langsung dengan
melibatkan orang tua secara langsung yang berada di samping anak.
b. Bercerita
Dengan cara ini pesan yang ingin disampaikan kepada anak dapat dengan mudah
diterima, mengingat bahwa anak sangat menyukai cerita tersebut, tetapi cerita
yang disampaikan harus sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan, yang dapat
diungkapkan melalui tulisan atau menggambar.
c. Memfasilitasi
Memfasilitasi anak adalah bagian dari cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi
anak atau respons anak terhadap pesan dapat diterima.
d. Biblioterapi
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengungkapkan
perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah sesuai dengan pesan yang
akan disampaikan kepada anak.
e. Permintaan untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak
menyebutkan keinginan untuk mengetahui berbagai keluhan yang dirasakan anak
dan keinginan itu dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada saat itu.
2. Tugas mengembangkan anak usia sekolah:
a. Membangkan konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
b. Mengembangkan hati nurani, nilai-nilai dan moralitas
c. Kembangkan keterampilan hidup kelompok
d. Belajar bergaul dengan teman sebaya
e. Kembangkan keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung
f. Belajarlah untuk melakukan peran sebagai pria atau wanita.
Kemudian jelaskan arti, fungsi dan prosedur, maksud dan tujuan dari apa
yang ditanyakan dengan jelas dan tidak menyakiti atau mengancam karena ini akan
membuat anak tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Komunikasi dengan anak-
anak adalah sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan dengan anak-anak,
melalui komunikasi ini perawat juga dapat memfasilitasi pengambilan berbagai data
yang terdapat pada anak-anak yang kemudian digunakan dalam menentukan masalah
keperawatan atau tindakan keperawatan.
2.4 Bermain pada Anak
2.4.1 Metode Bermain
Permainan untuk anak-anak tidak perlu memakai alat yang sulit dijangkau
tempatnya apalagi harganya. Cukup dengan barang-barang atau alat-alat di sekitar kita
bisa kita gunakan untuk memperkaya permainan anak. Misal; bola, lompat tali, kertas
origami, dan lain-lain. Yang terpenting kita bisa meramu dan menggunakan alat sesuai
dengan keinginan anak.
Pelatihan anak dengan metode bermain, menoton film dan diskusi dapat
membuat anak lebih berani tampil di depan umum, percaya diri, dapat menghargai
orang lain, dan dapat melihat kekurangan diri.
Acara pementasan juga dapat menjadi salah satu pilihan yang sangat efektif
untuk membentuk kerja sama anak, mengekspresikan diri, dan anak dapat
memberikan apresiasi terhadap karya orang lain. Nilai-nilai yang diajarkan dalam
model pendidikan ini dapat diterapkan oleh anak dalam kegiatan sehari-hari.
2.4.2 Tahapan Perkembangan Bermain
a. Tahap eksplorasi
Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permaianan mereka terutama terdiri
atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda
yang diasungkan dihadapannya. Selanjutnya mereka akan mengendalikan tangan
sehingga cukup memungkinkan bagi mereka untuk mengambil, memegang dan
memperlajari benda kecil. Setelah mereka dapat merangkak atau berjalan, mulai
memperhatikan apa saja yang berada dalam jarak jangkauannya.
b. Tahap permainan
Bermain barang mainan dimuali pada tahun pertama dan mencapai
puncaknya pada usia antar 5 dan 6 tahun. Pada mulanya anak hanya
mengeksplorasi mainannya. Antara 2 dan 3 tahun mereka membayangkan bahwa
mainannya mempunyai sifat hidup, dapat bergerak, berbicara dan merasakan.
Dengan semakin berkembangnya kecerdasan anak, mereka tidak lagi mengangap
benda mati sebagai sesuatu yang hidup dan hal ini mengurangi minatnya pada
barang mainan. Faktor lain yang mendorong penyusutan minat dengan barang
mainan ini adalah bahwa permaianan itu sifatnya menyendiri sedangkan mereka
menginginkan teman. Setelah masuk sekolah, kebanyakan anak menganggap
bermaian barang sebagai permaianan bayi.
c. Tahap bermian
Setelah masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam. Semula
mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila sendirian,
selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olahraga, hobi dan bentuk
permaianan matang lainnya.
d. Tahap melamun
Semakin mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat pada
peramainan yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktu dengan
melamun. Melamun yang merupakan ciri khas anak remaja adalah saat berkorban,
saat mereka mengangap dirinya tidak diperlakukan dengan baik dan tidak
dimengerti oleh siapapun.
2.4.3 Fungsi Bermain Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak
akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama
bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial,
perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan
bermain sebagai terapi.
2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Bermain pada Anak
a. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotorik/ kognitif
terganggu. Sehingga ada saat-saat anak sangat ambisius pada permainannya dan
ada saat-saatanak sama sekali tidak punya keinginan untuk bermaian.
b. Jenis kelamin, pada saat usia sekolah biasanya anka laki-laki engan bermain
dengan anak perempuan, mereka sudah bisa membentuk komunikasi sendiri,
dimana anak wanita bermain sesama wanita dan anak laki-laki bermain sesama
laki-laki. Tipe dan alat permainanpun akan berbeda, misalnya anak laki-laki suka
bermain bola, pada anak permpuan suka main boneka.
c. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola permainan
anak. Dikota-kota besar anak jarang sekali yang bermain layang-layangan. Paling
mereka bermain game karena memang tidak ada/jarang ada tanah lapang/lapangan
untuk bermain, berbeda dengan yang masih terdapat tanah-tanah kosong.
d. Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangan sehingga
anak menjadi senang untuk menggunakannya.
2.4.5 Karakteristik dan Klasifikasi dari Bermain
Menurut Wong, et al (2008), bermain dapat dikategorikan berdasarkan isi dan
karakteristik sosial.
a. Berdasarkan Isi Permainan
1. Bermain afektif sosial (social affective play), Permainan yang menunjukan
adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang
lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari
hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau dengan orang lain.
Permainan yang biasa dilakukan adalah “ci luk ba”, berbicara dan memberi
tangan untuk digenggam oleh bayi sambil tersenyum/tertawa (Wong, et al,
2008).
2. Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure play), permainan ini
menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak yang
diperoleh dari lingkungan, seperti lampu, warna, rasa, bau, dan tekstur.
Kesenangan timbul karena seringnya memegang alat permainan (air, pasir,
makanan). Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin
asyik bermain sehingga sukar dihentikan (Erfandi, 2009).
3. Permainan keterampilan (skill play) akan meningkatkan keterampilan anak,
khususnya motorik kasar dan halus, seperti memegang, memanipulasi, dan
melatih untuk mengulangi kegiatan permainan tersebut berkali-kali (Wong, et
al,2008).
4. Permainan (games) adalah jenis permaianan yang menggunakan alat tertentu
yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini biasa dilakukan oleh
anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai
dari yang tradisional maupun yang modern. Misalnya, ular tangga, congklak,
puzle, dan lain-lain (Supartini, 2004).
5. Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupted behaviour), dimana
anak pada saat tertentu sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
bungku-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada di
sekelilingnya yang digunakannya sebagai alat permainan (Supartini, 2004).
6. Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play), Pada permainan ini anak
memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh
sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya
atau kakaknya. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi
percakapan di antara mereka tentang orang yang mereka tiru. Permainan ini
penting untuk proses identifikasi terhadap peran orang tertentu (Wong, et al,
2008).
b. Berdasarkan Karakteristik Sosial
1. Parallel Play
Anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu anak
dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga tidak ada
sosialisasisatu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia
toddler. Sedangkan, pada associative play sudah terjadi komunikasi antara satu
anak dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau
yang memimpin dengan tujuan permainan tidak jelas. Contoh, bermain
boneka, bermain hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.
2. cooperative play
Dimana aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas. Anak yang
memimpin permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak
dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan
tersebut. Misalnya pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin
permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat
mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memastikan
bola ke gawang lawan mainnya (Erfandi, 2009).
2.4.6 Pedoman untuk Keamanan Bermain
Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal, maka
diperlukan hal-hal seperti:
a. Ekstra energi
Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil kemungkinan
untuk melakukan permainan.
b. Waktu
Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulus yang
diberikan dapat optimal.
c. Alat permainan
Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.
d. Ruang untuk bermain
Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di tempat
tidur.
e. Pengetahuan cara bermain
Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan pengetahuan
anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat permainan tersebut.
f. Teman bermain
Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan membantu
anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan dilakukan bersama dengan
orangtua, maka hubungan orangtua dan anak menjadi lebih akrab.
Ada juga yang disebut dengan Alat Permainan Edukatif (APE). APE
merupakan alat permainan yang dapat memberikan fungsi permainan secara optimal
dan perkembangan anak, dimana melalui alat permainan ini anak akan selalu dapat
mengembangkan kemampuan fisiknya, bahasa, kemampuan kognitifnya dan
adaptasi sosialnya. Dalam mencapai fungsi perkembangan secara optimal,maka alat
permainan ini harus aman,ukurannya sesuai dengan usia anak,modelnya jelas,
menarik, sederhana, dan tidak mudah rusak.
Dalam penggunaan alat permainan edukatif ini banyak dijumpai pada
masyarakat kurang memahami jenis permainan karena banyak orang tua membeli
permainan tanpa memperdulikan jenis kegunaan yang mampu mengembangkan
aspek tersebut, sehingga terkadang harganya mahal,tidak sesuai dengan umur anak
dan tipe permainannya sama.
Untuk mengetahui alat permainan edukatif, ada beberapa contoh jenis
permainan yang dapat mengembangkan secara edukatif seperti : permainan sepeda
roda tiga atau dua, bola, mainan yang ditarik dan didorong jenis ini mempunyai
pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau motorik kasar, kemudian alat permainan
gunting, pensil, bola, balok, lilin jenis alat ini dapat digunakan dalam
mengembangkan motorik halus, alat permainan buku bergambar, buku cerita,
puzzle, boneka, pensil warna, radio dan lain-lain, ini dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak, alat permainan seperti
buku gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan televisi tersebut dapat digunakan
dalam mengembangkan kemampuan bahasa, alat permainan seperti gelas plastik,
sendok, baju, sepatu, kaos kaki semuanya dapat digunakan dalam mengembangkan
kemampuan menolong diri sendiri dan alat permainan seperti kotak, bola dan tali,
dapat digunakan secara bersama dapat dilakukan untuk mengembangkan tingkah
laku social.
Selain menggunakan alat permainan secara edukatif, harus ada peran orang
tua atau pembimbing dalam bermain yang memiliki kemampuan tentang jenis alat
permainan dan kegunaannya, sabar dalam bermain, tidak memaksakan, mampu
mengkaji kebutuhan bermain seperti kapan harus berhenti dan kapan harus dimulai,
memberikan kesempatan untuk mandiri.
2.5 Perawatan Anak dengan Hospitalisasi
a. Reaksi-reaksi saat hospitalisasi (saat di RS) anak sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir akan
perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan ketrampilan,
merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa aman dan perlindungan dari
orang tua namun tidak memerlukan selalu ditemani oleh orang tuanya.
Pada usia ini anak berusaha independen dan produktif. Akibat dirawat di
rumah sakit menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal ini terjadi
karena adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati dan kehilangan
kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit seperti bedrest,
penggunaan pispot, kurangnya privacy, pemakaian kursi roda, dll.
Anak telah dapat mengekpresikan perasaannya dan mampu bertoleransi
terhadap rasa nyeri. Anak akan berusaha mengontrol tingkah laku pada waktu merasa
nyeri atau sakit denga cara menggigit bibir atau menggengam sesuatu dengan erat.
Anak ingin tahu alas an tindakan yang dilakukan pada dirinya, sehingga ia
selalu mengamati apa yang dikatakan perawat. Anak akan merasa takut terhadap mati
pada waktu tidur.
b. Reaksi Keluarga Terhadap Anak yang Sakit dan Dirawat di Rumah Sakit
Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota dalam keluarga :
1. Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat dirumah
sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang informasi tentang prosedur
dan pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak. Orang tua
bereaksi dengan tidak percaya terutama jika penyakit ananknya secara tiba-tiba dan
serius.
Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan bereaksi
dengan marah dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena tidak mampu
merawat anak sehingga anak menjadi sakit
2. Reaksi Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit adalah
marah, cemburu, benci dan bersalah. Orang tua seringkali mencurahkan
perhatiannya lebih besar terhadap anak yang sakit dibandingkan dengan anak yang
sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang sehat dan anak
merasa ditolak.
c. Peran Perawat dalam Mengurangi Stress Akibat Hospitalisasi
Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk
meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan
adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh
atau rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti membantu
perkembangan hubungan dalam keluarga dan memberikan informasi :
1. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama pada anak usia
kurang dari 5 tahun.
a. Rooming In
Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama.Jika tidak bisa, sebaiknya orang tua
dapat melihat anak setiap saat untuk mempertahankan kontak tau komunikasi
antar orang tua dan anak.
b. Partisipasi Orang tua
Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit
terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan misal : memberikan
kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan pada anak atau
memandikan. Perawat berperan sebagai Health Educator terhadap keluarga.
c. Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi
dinding memakai poster atau kartu bergambar sehingga anak merasa aman jika
berada diruang tersebut.
d. Membantu anak mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah dengan
mendatangkan tutor khusus atau melalui kunjungan teman-teman sekolah,
surat menyurat atau melalui telpon.
2. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
a. Physical Restriction (Pembatasan Fisik)
Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas untuk
mempertahankan aliran infus dapat dicegah jika anak kooperatif. Untuk bayi
dan toddler, kontak orang tua dan anak mempunyai arti penting untuk
mengurangi stress akibat restrain. Pada tindakan atau prosedur yang
menimbulkan nyeri, orang tua dipersiapkan untuk membantu, mengobsevasi
atau menunggu diluar ruangan. Pada beberapa kasus pasien yang diisolasi,
misal luka bakar berat, dengan menempatkan tempat tidur didekat pintu atau
jendela, memberi musik, dll.
b. Gangguan dalam
memenuhi kegiatan
sehari-hari
Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat dilihat
dengan adanya masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting dan
interaksi social. Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari yaitu dengan “Time Structuring”.
Pendekatan ini sesuai untuk anak usia sekolah dan remaja yang telah
mempunyai konsep waktu. Hal ini meliputi pembuatan jadual kegiatan penting
bagi perawat dan anak, misalnya; prosedur pengobatan, latihan, nonton TV,
waktu bermain, dll. Jadual tersebut dibuat dengan kesepakatan antara perawat,
orang tua dan anak.
Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri
Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa nyeri adalah
penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat menjelaskan apa yang akan
dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika dia merasa takut, dll.
Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi ketakutan akibat perlukaan
tubuh, misal: jika anak takut diukur temperaturnya melalui anus, maka dapat
dilakukan melalui ketiak atau axilla.
3. Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi
Walaupun hospitalisasi merupakan stressfull bagi anak dan keluarga,
tapi juga membantu memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan
anggota keluarga:
a. Membantu perkembangan hubungan orang tua–anak
Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua tahu reaksi anak
terhadap stress seperti regresi dan agresif, maka mereka dapat memberi
support dan juga akan memperluas pandangan orang tua dalam merawat
anak yang sakit.
b. Memberi kesempatan untuk pendidikan
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota keluarga
belajar tentang tubuh, profesi kesehatan, dll.
c. Meningkatkan Self Mastery
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau hospitalisasi akan
memberi kesempatan untuk self-mastery. Anak pada usianya lebih mudah
punya kesempatan untuk mengetest fantasi atau realita.Anak yang usianya
lebih besar, punya kesempatan untuk membuat keputusan, tidak
tergantung dan percaya diri perawat dan memfasilitasi perasaan self-
mastery dengan menekan kemampuan personal anak.
d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya maka akan
membantu anak untuk belajar tentang diri mereka. Sosialisasi juga dapat
dilakukan dengan team kesehatan se3lain itu orang tua juga memperoleh
kelompok social baru dengan orang tua anak yang punya masalah yang
sama.
e. Memberi support pada anggota keluarga
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak,
membantu orang tua. Mengidentifikasi alas an spesifik dari perasaan dan
responnya terhadap stress memberi kesempatan kepada orang tua untuk
mengurangi beban emosinya.
f. Memberi Informasi
Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah memberikan
informasi sehubungan dengan penyakit, pengobatan, serta prognosa,
reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi emosional
anggota keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat.
g. Melibatkan Sibling
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress pada anak.
Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit (kelompok bermain),
mengunjungi saudara yang sakit secara teratur, dll.
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Anak usia sekolah adalah anak- anak yang dianggap sudah mulai mampu
bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka,
teman sebaya dan orang lain. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-
dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan
memperoleh keterampilan tertentu.
Pada tahap tumbuh kembang anak usia sekolah terdiri dari pertumbuhan fisik,
perkembangan kognitif, perkembangan psikososial, perkembangan moral, dan
pertumbuhan emosional. Pertumbuhan fisik anak umumnya dinilai dengan menggunakan
pengukuran antropometri terdiri Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB), dan Lingkar
Lengan Atas (LLA).
Konsep perkembangan anak menurut para ahli yaitu Menurut Feud
(Perkembangan Psikoseksual Anak), Erikson (Perkembangan Psikososial Anak), Sullivan
(Perkembangan Kepribadian Individu), Kohlberg (Perkembangan Psikomoral Anak), dan
Piaget (Perkembangan Kognitif Anak).
Prinsip komunikasi yang dapat dilakukan pada anak usia sekolah ini adalah tetap
masih memperhatikan ingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata – kata
sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak
atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan
prosedural dari obkjek tertentu sangat tinggi. Sedangkan permainan untuk anak – anak
tidak perlu memakai alat yang sulit dijangkau tempatnya, cukup dengan barang atau alat
di sekitar yang bisa digunakan untuk memperkaya permainan anak.

3.2 SARAN
Kami sebagai penyusun makalah Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia
Sekolah mengharapkan saran dan kritik dari rekan-rekan mahasiswa dan Ibu Dosen Mata
Kuliah Keperawatan Anak pada khususnya dan seluruh pembaca makalah ini demi
penyempurnaan makalah kami ini.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Dharma & Mickhael Andryanto. (2010). Pengantar Psikolog hal 101. Jakarta:
Erlangga.
Ball, dkk. (2003). Pediatric Nursing: Caring for Children 3th Edition. New Jersey:
Medialink
Fahami, Tsalist. Proses Tumbuh Kembang Siswa Usia Sekolah. Jurnal dosen FKIP
Universitas Islam Lamongan.
Perry, A,G & Potter, P.A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Potts, dkk. (2006). Pediatric Nursing: Caring for Children and There Families 2nd Edition.
Beltsville: Delmar Cengag Learning
Soetjiningsih. (2005). Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Idai.
Syamsu Yusuf. (2009). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja hal 3. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: Buku Kedokteran
Yuliastati & Arnis Amelia. (2016). Keperawatan Anak. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

You might also like