You are on page 1of 40

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1

Borang Portofolio

Nama Peserta:dr. Amelia Nurfajrina, dr. Megananda Pradani C

Nama Wahana: RST dr. Asmir Salatiga

Topik : Asfiksia Berat

Tanggal (kasus): 09 Januari 2019

Nama Pasien: By. Ny. SI/ tahun No. RM: 120008

Nama Pendamping:dr. Nurul Fajri Kurniati


Tanggal Presentasi:-
dr. Moh Herman Syahrudin

Tempat Presentasi: Aula RST dr. Asmir Salatiga

Obyektif Presentasi:

 Keilmuan ■ Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

■ Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia ■ Bumil

 Deskripsi:

Bayi Ny. SI (perempuan) lahir dari ibu usia 34 tahun G2P1A0 40 minggu dengan lilitan tali pusat. Bayi lahir normal di RS dr.Asmir
Salatiga tidak napas spontan dan tidak menangis. Ibu biasa rutin ANC di bidan desa. Riwayat demam (-), riwayat KPD (-), Riwayat minum

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 2


jamu saat hamil (-).

Saat lahir bayi tidak langsung menangis, warna kulit kebiruan , berat lahir 3000 gram, panjang badan cm, APGAR Score 4/5/5/, GDS
110mg/dL. Bayi diberikan rangsangan, dibebaskan jalan napas dengan suction, dimasukkan ke inkubator dan dilakukan bagging. Kemudian
bayi napas spontan. Pasien dikonsulkan ke dokter spesialis anak dan mendapatkan terapi lanjut berupa pemasangan CPAP dengan

PEEP 8, fiO2 50, infus D10 12tpm, ampisilin 2x150mg, pemeriksaan darah rutin dan elektrolit (09 Februari 2019 09.00 wib). 4 jam
kemudian, bayi kejang selama kurang lebih 1 menit, kaku pada keduan tangan dan kedua kaki. SpO2 turun menjadi 85%.Bayi dikonsulkan
ke spesialis anak dan mendapatkan terapi sibital 2 x 15mg ( 13.00 wib).

2 hari kemudian bayi tidak bernapas spontan, SpO2 50%. Pasien dikonsukan ke dokter spesialis anak dan mendapatkan terapi epinefrin
1mg dalam 50CC NaCl ( 1CC/jam) (11 Februari 2019 05.00wib). SpO2 meningkat menjadi 80% Pasien dikonsulkan ke dokter spesialis
anak mendapat terapi lanjut ditambah bagging dan pemberian motivasi keluarga (08.30 wib). SPO2 meningkat menjadi 84%, dikonsulkan
ke dokter spesiais anak dan diberikan injeksi aminofilin 2 x 6mg.

3 hari kemudian, pasien diterapi dengan CPAP PEEP 8/50%, bagging jika diperlukan, IVFD D10% sebanyak 14 TPM, injeksi ampisilin 2 x
150mg, injeksi epinefrin 1mg dalam 50CC NaCL (1CC/jam), dan injeksi aminofilin 2 x 6mg. (12 Februari 2019, 05.00 wib).

4 hari kemudian bayi tidak ada nadi dan tidak ada napas, dengan SpO2 80%. Dilakukan pijat jantung dan bagging 3:1 selama 1 siklus.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan keadaan umum dan tanda vital, nadi (-), respirasi rate (-), badan dingin, pupil midriasis maksimal. Bayi
dinyatakan meninggal dunia tanggal 13 Februari 2019, jam 01.00 wib.

 Tujuan:

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 3


Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal dankonsultasi dengan spesialis kandungan untuk penanganan lebih lanjut.

Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset ■ Kasus  Audit

Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos

Data pasien: Nama: Ny.SI Nomor Registrasi:120008

Nama klinik: RST dr. Asmir Salatiga Telp: - Terdaftar sejak: 09 Januari 2019

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

2. Riwayat Menstruasi:
HPHT : tidak diketahui
HPL : tidak diketahui
Menarche : umur 12 tahun
Siklus : 14-15 hari, teratur
Lama : 6-7 hari
Dismenore : tidak

3. Riwayat Pernikahan:Pasien menikah yang pertama kali dengan suami sekarang dan usia pernikahan yaitu 7 tahun .

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 4


4. Riwayat Persalinan dan Kehamilan:
Pre natal : Ante natal care dilakukan rutin di bidan desa dan rutin minum vitamin dan tablet besi.

Natal : lahir di ruangan Sakura ditolong oleh bidan secara normal spontan dengan indikasi lilitan tali pusat dari ibu G2P1A0, usia 34 tahun,
lahir tidak langsung menangis, BBL 3000gr, PB cm, AS 4-5-5.

Post natal : perawatan di ruang perinatologi RST dr Asmir, keadaan anak asfiksia berat.

5. Riwayat KB: tidak menggunakan KB.

6. Riwayat Penyakit Dahulu: -

7. Riwayat Penyakit Keluarga: -

8. Riwayat Pekerjaan: -

9. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik:-

10. Pemeriksaan fisik

a. KU : tampak sakit berat, gerak tidak aktif


b. Nadi : 114kali/menit
c. Nafas : 54 kali/menit
d. Suhu : 36.7 derajat celcius

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 5


e. SpO2 : 90 %
f. Kepala : Simetris,
g. Mata : Konjungtiva anemi (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, exoftalmos (-/-)
h. Mulut &Tenggorokan: Mukosa basah, tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
i. Leher : KGB servikal tidak membesar, JVP tidak meningkat, Pembesaran tiroid -/-, bruit -/-
j. Thoraks :
cor Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea parasternalis sinistra
batas jantung kiri bawah : spatium intercostale IV2 cm medial linea medioklavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II, reguler, bising (-), gallop (-)
pulmo Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah kering (-/-), ronkhi basah halus (-/-), wheezing (-/-)
k. Abdomen :
 Inspeksi : cembung, striae gravidarum (-), linea nigra(-), bekas luka operasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, ascites (-), nyeri ketok cva (-/-)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 6


Palpasi :hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) pada perut bawah, defans muscular (+)

l. Ekstremitas : Akral hangat(+/+), capillary refille time <2s / <2s,edema (-)

0. Status Obstetri
Abdomen
Inspeksi : cembung
Palpasi : TFU 34cm

f. PF Anogenitalia
Inspeksi : lendir (-) darah (-) air ketuban (-)
Perineum : luka parut (-)
Vulva vagina : warna merah muda (+),varices (-), oedem (-)
Kelenjar Bartholini : oedem (-)
Anus : hemoroid (-)

g.VT (pemeriksaan dalam)


Pembukaan : 3cm
Penipisan : 40%
KK : +
Bagian bawah janin : kepala
Penurunan : Hodge I
POD : ubun-ubun kecil

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 7


DJJ : 137 reguler

11. Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium darah

25/12/2017 Satuan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 10.5 13 - 16 g/dl
Hematokrit 29.6 35 - 49 
Eritrosit 4.0 4.0 – 5.20 106/l
Leukosit 24.5 5.0 – 12.0 103/l
Trombosits 270 100 - 400 103/l
MCV 87.4 82 - 95 Fl
MCH 29.2 27 - 31 Pg
MCHC 33.4 32 - 36 g/dl

26/12/2017 Satuan
URINE
MAKROSKOPIS
Warna Kuning
Kejernihan Agak keruh

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 8


KIMIA
Berat jenis 1.020
pH 6.0
Urobilinogen Negative mg/dl
Darah Negative Eri/ul
Protein Negative mg/dl
Nitrit Negative
Lekosit Negarive leu/ul
Glukosa Negative mg/dl
Bilirubin Negative mg/dl
Keton Negative mg/dl
TES KEHAMILAN Positive
SEDIMEN
Eritrosit 1-2 /LPB
Lekosit 3-4 /LPB
Epithel Sel 0-1 /LPK

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 9


b. Pemeriksaan USG

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 10


BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 11
USG abdomen:
HEPAR: ukuran dan echostuktur dalam batas normal, permukaan licin, sudut kiri hepar lancip, sistema biliaris dan vaskular intra dan
ekstrahepatal tak tampak membesar, tak tampak lesi hipo maupun hiperechoic intraparenchimal
VESIKA FELEA: ukuran dalam batas normal, dinding tak menebal, tak tampak batu maupun sludge intravesikal
LIEN: ukuran dan echostruktur dalam batas normal, tak tampak nodul intralienalis
PANKREAS: tak tampak kelainan
REN DEXTRA: ukuran dalam batas normal, ekogenitas parenkim normal, batas korteks dan medulla tegas, tak tampak pelebaran PCS,
tak tampak massa maupun batu
REN SINISTRA: ukuran dalam batas normal, ekogenitas parenkim normal, batas korteks dan medulla tegas, tak tampak pelebaran
PCS, tak tampak massa maupun batu
VESIKA URINARIA: Tak terisi cairan, terpasang balon catheter, dinding tak valid dinilai, tak tampak massa maupun batu intravesical
UTERUS: ukuran membesar dengan echostruktur inhomogen, tak tampak gambaran gestational sac maupun yolk sac
Tampak lesi anechoic di cavum peritoneum (minimal) terutama di Mourishon pouch
KESAN:
 Uterus enlargement dengan inhomogenitas echostruktur, disertai cairan bebas intraperitoneal (minimal) suspect et
causa KET
 Tak tampak gambaran produk kehamilan intrauterine
 Hepar, VF, Lien, Pancreas, Ren dextra et sinistra, dan VU tak tampak kelainan secara sonographic

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 12


Daftar Pustaka:

1. Cunningham, F.G dkk. 2006. Obstetri Willims Vol 2 Ed 21. Jakarta. EGC.
2. Guyton A, C, dan Hall, J, E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 11. Jakarta. EGC.
3. Hanafiah, M. J dan Amir A. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Ed 4. Jakarta. EGC.
4. Jacobalis, S. 2005. Pengantar Tentang Perkembangan Ilmu Kedokteran. Edika Media dan Bineka Jakarta. Sagung Seto.
5. Morgan, G dan Hamilton, C. 2009. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik Ed 2 Jakarta. EGC.
6. POGI. 2006. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
7. Saotrawnatu, R. S. dkk. 1981. Obstetri Patologi. Bandung. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokten Universtas Padjajaran.
8. Soepardi, S. 2001. Kode Etika Kedokteran Islam. Jakarta. Akademika Presindo.
9. Wijosastro, H, dkk. 1999. Ilmiu Kebidan Ed 3 Cetakan kelima. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawiroraharjo.
Hasil Pembelajaran:

1. Membuat diagnosis kerja Kehamilan Ektopik Terganggu


2. Melakukan penanganan awal untuk stabilisasi kondisi pasien
3. Melakukan konsultasi ke spesialis penyakit kandungan untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
4. Edukasi tentang operasi yang akan dilakukan serta komplikasi yang mungkin timbul.
5. Motivasi untuk kepatuhan kontrol ke poliklinik setelah rawat inap.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 13


Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :
Keluhan Utama : nyeri perut perut bagian bawah sejak1 hari yang lalu dan memberat 3 jam SMRS.
2. Objektif :
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan tampak sakit sedang,anemis, kesadaran compos mentis GCS 15. Pada pemeriksaan vital
sign didapatkan tekanandarah 110/70 mmHg, nadi 75x/menit dan napas 24x/menit, dan suhu 360C, SpO2 99%. Didapatkan nyeri perut
bagian bawah (suprapubic)dan dirasakan terus menerus. Dari pemeriksaan dalam didapatkan nyeri goyang portio dan penonjolan serta nyeri
pada cavum douglas. Dari pemeriksaan laboratorium yaitu PP test +, anemia dan didapatkan kesan KET pada pemeriksaan USG.
3. Assesment :
Pasien ini dapat ditegakkan diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu berdasarkan gejala klinis dan temuan pemeriksaan yang ditemukan:

- Nyeri perut bagian bawah (suprapubic)


- TD : 110 / 70 mmHg
- HR : 120 x / menit
- RR 24 x / menit
- SpO2 99%
- Laboratorium: PP test + , anemia
- USG: KET

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 14


Pasien perlu diobservasi dan dirawat inap karena diperlakukannya observasi yang ketat terhadap kondisi pasien. Pilihan terapi yang
dapat diberikan pada pasien dengan KET berupa penanganan secara secara operatif dan farmakologi.

4. Plan
a. Diagnosis
G2P1A0 dengan KET
b. Penatalaksanaan
- Advis dr. Adi, SP.OG
- O2 3 lpm
- Infus RL 20 tpm
- Puasakan
- Pro Laparotomi
c. Observasi
Pemeriksaan KU, tanda-tanda vital, klinis pasien,tindakan operatif,evaluasi pengobatan.
d. Edukasi
Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai kondisi pasien, penyakit yang diderita pasien, pengobatan, dan
pemeriksaan tambahan yang akan dilakukan kepada pasien. Selain itu dijelaskan pula kepada pasien dan keluarga pasien bahwa untuk
membantu mengingat pentingnya untuk selalu memeriksakan kondisi kandungan pasien kelak apabila hamil kembali baik ke puskesmas
maupun ke rumah sakit.

e. Konsultasi
Dijelaskan lebih komprehensif tentang perlunya konsultasi dengan spesialis Kandungan untuk tindakan operatif, pemeriksaan lebih
lanjut dan pengobatan yang lebih intensif terkait kasus kehamilan ektopik terganggu yang diderita pasien.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 15


f. Follow Up
i. Kondisi Klinis
Tanggal Kondisi Klinis Planning
25 / 12 / 2017 S:- Advis dr Adi,Sp.OG
O : TD 110 / 70, HR : 85, RR : 20. SpO2 - Transfusi PRC 1 kolf
99% - Laparotomi
Cor : BJ I – II reguler
Pulmo : sdv +/+
Hb : 10,5 Ht 29,6
Trombo 270 Leuko 24,5
 Uterus enlargement dengan
inhomogenitas echostruktur, disertai cairan bebas
intraperitoneal (minimal) suspect et causa KET
 Tak tampak gambaran produk
kehamilan intrauterine
 Hepar, VF, Lien, Pancreas, Ren dextra
et sinistra, dan VU tak tampak kelainan secara
sonographic

26 / 12/2017 S:- Inj ceftriaxone 2x1 gram

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 16


O : TD 120 / 80, HR 94, RR 20, SpO2 99% Inj as traneksamat 3x500mg
Cor : BJ I – II reg Lain – lain lanjut
Pulmo : sdv +/+

27/ 12 / 2017 S:- Inj ceftriaxone 2x1 gram


O : TD 110/ 70, HR : 78, RR : 24, SpO2 : Inj as traneksamat 3x500mg
99% Lain – lain lanjut
Cor : BJ I – II reg
Pulmo : sdv +/+
28 / 12 / 2017 S:- Boleh pulang
O : TD 140 / 80, HR 76 x / m, RR 20 x / m Terapi pulang :
Cefadroxil 3x1
Asam mefenamat 3x1
Edukasi :
Jaga luka tetap kering
Minum obat teratur
Kontrol sesuai jadwal

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 17


TINJAUAN PUSTAKA

a. PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah salah satu komplikasi kehamilan di mana ovum yang sudah dibuahi menempel di jaringan yang bukan
dinding rahim. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang mengancam nyawa ibu dan kelangsungan hidup
janin, serta merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama. Karena manifestasinya yang cukup
dramatis, sering kali KET dijumpai terlebih dahulu bukan oleh dokter-dokter ahli kebidanan, melainkan dokter-dokter yang bekerja di unit
gawat darurat, sehingga entitas ini perlu diketahui oleh setiap dokter.
Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat diagnostik yang canggih morbiditas maupun
mortalitas akibat KET jauh berkurang. Meskipun demikian, kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
obstetri. Perkembangan teknologi fertilitas dan kontrasepsi memang di satu sisi menyelesaikan masalah infertilitas maupun KB, namun di
sisi lain menciptakan masalah baru.
Kehamilan ektopik dapat terjadi sebagai akibat usaha fertilisasi in vitro pada seorang ibu, dan kehamilan ektopik tersebut dapat
menurunkan kesempatan pasangan infertil yang bersangkutan untuk mendapatkan anak pada usaha berikutnya. Masalah yang lain ialah
masalah diagnosis. Tidak semua pusat kesehatan di negara ini mempunyai fasilitas pencitraan, dan dalam menghadapi pasien yang datang
dengan keluhan maupun tanda KET, tidak semua dokter, terutama primary-care physician, segera memikirkan KET sebagai salah satu
diagnosis banding. Hal ini mengakibatkan keterlambatan diagnosis dan terapi yang adekuat.
Kehamilan ektopik yang belum terganggu juga menjadi masalah tersendiri, karena seolah-olah menjadi bom waktu dalam tubuh
pasien. Hal ini terjadi bila tidak ada fasilitas diagnostik yang menunjang, seperti yang terjadi di berbagai daerah rural di Indonesia. Dengan
diagnosis yang tepat dan cepat kesejahteraan ibu, bahkan janin, dapat ditingkatkan.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 18


b. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Definisi

Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi(saluran tuba) menuju ke uterus (rahim). Telur tersebut
akan berimplantasi(melekat) pada rahim dan mulai tumbuh menjadi janin. Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri.Sering disebut juga
kehamilan ekstrauterin. Kurang tepat, karena kehamilan pada cornu uteri atau serviks uteri (intrauterin) juga masih termasuk sebagai
kehamilan ektopik.

Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium kavum
uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik
terganggu adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini berbahaya bagi wanita tersebut.

Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 25-35 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan
1diantara 300 kehamilan. Di negara berkembang, khususnya di Indonesia, pada RS Pirngadi Medan (1979-1981) frekuensi 1:139, dan di
RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (1971-1975) frekuensi 1:24. Laporan dari negara berkembang lain berkisar antara lain 1 : 38 dan 1 : 150.
Di negara- negara maju berkisar antara 1 : 250 dan 1 : 329. DI Amerika kehamilan ektopik lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam
daripada kulit putih, karena prevalensin penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita negro. Frekuensi kehamilan ektopik yang
berulang 1-14,6%.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 19


Lokasi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi (98%) :
1. Ujung fimbriae tuba falopii (17%)
2. Ampula tubae ( 55%)
3. Isthmus tuba falopii (25%)
4. Pars interstitsialis tuba falopii (2%)
b. ovarium (indung telur),
c. rongga abdomen (perut),
d. serviks (leher rahim)

Gambar 1. Lokasi KET

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 20


Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi masih belum diketahui secara jelas. Beberapa faktor yang berisiko untuk terjadinya
kehamilan ektopik:
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:
 Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil
zigot pada tuba falopi.
 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya
tuba atau penyempitan lumen.
 Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
 Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
 Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada adneksa.
 Penggunaan IUD (Intra Utery Device).
2. Faktor Fungsional
 Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal.
 Refluks menstruasi.
 Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron.
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
4. Hal lain, seperti: riwayat kehamilan ektopik terganggu dan riwayat abortus induksi sebelumnya.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 21


Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau
interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadangkadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk
kedalam otototot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya
perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan tropoblas,
uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel
membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai
tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan
endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi AriasStella. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkepingkeping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan
pelepasan desidua yang degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba
bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin
terjadi adalah:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 22


Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersamasama dengan robeknya pseudokapsularis.
Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh
hasil konsepsi dikeluarkan rneiaiui ujung firnbrae tuba ke dalarn kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-
gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dan ruptur tuba adalah penembusan dinding viii korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur
tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi
pada parsi ntersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus
dan pemeriksaan vagina.

Faktor Resiko

Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi
pada wanita tanpa faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:

1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya


Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat
sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon
progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang
membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 23


3. Kerusakan dari saluran tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran
tuba. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya adalah:2

 Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena
merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba,
dan penurunan kekebalan tubuh
 Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena
infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea
 Endometriosis : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba
 Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan infertilitas seperti bayi tabung –> menyebabkan
parut pada rahim dan saluran tuba.

Klasifikasi KET
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan:
a. Tuba fallopii
1. Pars interstisialis
Karena dinding agak tebal, dapat menahan kehamilan sampai 4 bulan atau lebih, kadang kala sampai aterm. Kalau pecah dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak dan keluarnya janin dalam rongga perut.
2. Isthmus
Dinding tuba di sini lebih tipis, biasanya pada kehamilan 2-3 bulan sudah pecah.
3. Ampulla

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 24


Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan.
4. Infundibulum
5. Fimbriae
Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan.
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornu
4. Tanduk rudimenter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 25


Gejala Klinis
Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan
muntah, mudah lelah, dan perabaan keras pada payudara.
a. Gejala
 Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat.
 Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau menyebar.
 Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya perdarahan intra-abdominal.
 Perdarahan
 Perdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak perdarahan ) terjadi pada 75% kasus yang merupakan akibat dari lepasnya
sebagian desidua.
 Amenorea
 Amenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita KE mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti sehingga
tak jarang dugaan kehamilan hampir tidak ada.
 Sinkope ─ Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada 1/3 sampai ½ kasus KET.

 “Desidual cast”─ 5 – 10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan ”desidual cast” yang sangat menyerupai hasil konsepsi.

b. Tanda
 Ketegangan abdomen
 Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada 80% kasus kehamilan ektopik terganggu
 Nyeri goyang servik (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75% kasus kehamilan ektopik.
 Masa adneksa

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 26


 Massa unilateral pada adneksa dapat diraba pada ⅓ sampai ½ kasus KE. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada cavum
Douglassi (hematocele)
 Perubahan pada uterus
 Terdapat perubahan-perubahan yang umumnya terjadi pada kehamilan normal seperti ada riwayat terlambat haid dan gejala
kehamilan muda

Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala diatas, maka dikatakan bahwa wanita tersebut mengalami
kehamilan ektopik terganggu. Apabila anda merasa hamil dan mengalami gejala-gejala seperti ini maka segera temui dokter anda. Hal ini sangat
penting karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa apabila ruptur (pecah) dan menyebabkan perdarahan di dalam.

Diagnosis Kerja

Diagnosis kehamilan ektopik ditegakkan melalui:

1. Anamnesis
Dari anamnesis diketahui adanya :

 Amenorrhea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang
dijumpai keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya.
 Bila terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET): Pada abortus keluhan dan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya rasa sakit di
perut dan perdarahan pervaginam. Hal ini dapat dikacaukan dengan abortus biasa. Pada ruptur tuba, maka gejala akan lebih hebat dan
dapat membahayakan jiwa si ibu.
 Perasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut, seperti diiris dengan pisau disertai muntah dan bisa jatuh pingsan.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 27


 Nyeri bahu. Hal ini karena perangsangan diafragma.
2. Pemeriksaan Fisik
 Tanda-tanda akut abdomen
 Nyeri tekan yang hebat (defance musculair), muntah, gelisah, pucat, anemis, nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak
terukur (syok).

 Tanda Cullen
 Sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam.

 Pada pemeriksaan ginekologik terdapat :


 Adanya nyeri ayun. Dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu akan merasa sangat nyeri.
 Douglas crise, yaitu rasa nyeri hebat pada penekanan kavum Douglasi
 Kavum Douglasi teraba menonjol. Hal ini terjadi karena terkumpulnya darah.
 Teraba massa retrouterina (massa pelvis).
 Pervaginam keluar decidual cast.
 Pada palpasi perut dan pada perkusi : ada tanda-tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullness).
3. Pemeriksaan laboratorium:
 Pemeriksaan Hb seri tiap 1 jam menunjukkan penurunan kadar Hb
 Adanya leukositosis
4. Pemeriksaan penunjang lainnya:
a. Tes kehamilan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 28


Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-hCG positif. Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG
meningkat 2 kali lipat setiap dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya peningkatan titer serial hCG yang abnormal,
dan 1/3 sisanya menunjukkan adanya peningkatan titer hCG yang normal. Kadar hormon yang rendah menunjukkan adanya suatu
masalah seperti kehamilan ektopik.
b. Dialatasi dan kerokan
Kerokan tidak mempunyai tempat untuk diagnosis kehamilan ektopik. Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amenorrhea terjadi
perdarahan yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan
disfungsional, dan lain-lain.Ditemukan desidua tanpa villus korialis dari sediaan yang diperoleh dari kerokan, dapat membawa pikiran ke
arah kehamilan ektopik.
c. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik
yang tidak terganggu. Dengan cara pemeriksaan ini dapat dilihat dengan mata sendiri perubahan-perubahan pada tuba.
d. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi adalah tidak invasif, artinya tidak perlu memasukkan alat dalam rongga perut.
Akan tetapi pemeriksaan ini memerlukan orang yang berpengalaman dalam menginterpretasikan hasilnya. Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan atau kiri uterus, apakah kavum Douglasi berisi cairan.
e. Kuldosintesis
Kuldosintesis dilakukan dengan memasukkan jarum dengan lumen yang agak besar di Kavum Douglasi di garis tengah di belakang
serviks uteri, serviks ditarik ke atas dan keluar. Bila keluar darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau hanya
berupa bekuan-bekuan kecil di atas kain kasa, maka hal ini dikatakan positif (fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma retrouterina.
Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku, hasil negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 29


tertusuk. Jika hasil kuldosintesis positif, sebaiknya segera dilakukan laparotomi, oleh karena dengan tindakan itu dapat dibawa kuman
dari luar ke dalam darah yang terkumpul di kavum Douglasi, dan dapat terjadi infeksi.

Gambar 2.Culdocentesis
f. Histerosalpingografi dan tes pitosin
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin di luar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika
diagnosis kehamilan ektopik terganggu sudah dipastikan dengan USG dan MRI.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 30


Diagnosis Banding
Diagnosa diferensial dari kehamilan ektopik yaitu:
1) Infeksi pelvik
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah mengenai amenorrhea. Nyeri perut bagian bawah
dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak
melebihi 0,50C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2) Abortus imminens/ inkomplit
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudah amenorrhea, rasa nyeri yang sering berlokasi di
daerah median dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke arah abortus
imminens atau permulaan abortus insipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan
serviks uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.
3) Tumor ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar
dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.
4) Ruptur korpus luteum
Ruptur korpus luteum merupakan fenomena umum dengan presentasi mulai dari tanpa gejala sampai gejala meniru abdomen akut dan
sekuele bervariasi. Resolusi mungkin spontan (paling sering); perdarahan intraperitoneal dan kematian dapat terjadi. Meskipun
kebanyakan pasien hanya membutuhkan observasi, beberapa membutuhkan laparoskopi atau laparotomi untuk mencapai hemostasis.
5) Salpingitis akut
Salpingitis adalah inflamasi pada tuba fallopi. Salpingitis (biasanya bilateral) menjalar ke ovarium hingga juga terjadi oophoritis.
Salpingitis dan oophoritis diberi nama adnexitis. Salpingitis akut, tuba menjadi merah dan bengkak dan sekretnya banyak hingga dinding
dalam tuba dapat menempel jadi satu. Paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh staphylococus, streptococus dan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 31


bakteri TBC. Kasus salpingitis yang ringan mungkin tidak ada gejala. Saat gejala muncul, biasanya muncul setelah periode menstruasi.
Gejala yang biasa muncul adalah:
 Suhu tubuh tinggi
 Nyeri kiri dan kanan di perut bagian bawah terutama kalau ditekan
 Mual dan muntah, ada gejala abdomen akut karena terjadi perangsangan peritoneum
 Toucher: nyeri kalau portio digoyangkan, nyeri kiri dan kanan dari uterus, kadang-kadang ada penebalan dari tuba, tuba yang
sehat tidak dapat diraba.
 Nyeri saat menstruasi
 Nyeri saat coitus
 Secret purulen di ostium serviks pada pemeriksaan inspekulo
Infeksi dapat menyebar ke bagian lain lewat kelenjar limfe. Organisme penyebab infeksi ini diperkirakan mencapai tuba falopii dan
ovarium yang sebelumnya sudah cidera tersebut lewat cairan limfe atau darah. Pada salah satu dari dua kasus tubo-ovarium yang menjadi
komplikasi dalam pertengahan kehamilan dan dirawat di RS dilakukan histerektomi di samping salpingo-ooforektomi bilateral. Pasien
yang menderita salpingitis periodik akan timbul kerusakan tuba yang irreversible sehingga menyebabkan hidrosalping, piosalping atau
abses tubo ovarium. Waktu yang terbaik untuk pembedahan adalah saat proses inflamasi menghilang secara maksimal diantara rekurensi.
Pasien dapat disembuhkan setelah menjalani proses kesembuhan pasca bedah yang sangat rumit. Walaupun terjadi perlekatan yang luas
dalam rongga panggul akibat infeksi pelvis sebelumnya, pasien biasanya tidak mengalami efek yang berarti selama kehamilannya.
6) Appendicitis akut
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar
dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 32


Tabel 1 Diagnosis Banding KET

(ket. Diambil dari FKUI,2001)

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh,
penatalaksanaan kehamilan tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan pula penatalaksanaan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 33


kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang
belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok.
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu
penatalaksanaan ekspektasi (expectant management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.

Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% pasien pada kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar
β-hCG. Penurunan kadar β-hCG diobservasi ketat dengan penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar stabil atau
cenderung turun. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan
ekspektasi dibatasi pada keadaan-keadaan berikut: 1) kehamilan ektopik dengan kadar β-hCG yang menurun, 2) kehamilan tuba, 3) tidak ada
perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan 4) diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm. Sumber lain menyebutkan bahwa kadar β-hCG
awal harus kurang dari 1000 mIU/mL, dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini
efektif pada 47-82% kehamilan tuba.

Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima
tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas
jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi
yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin
yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate.
Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara medis.
1. Methotrexate

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 34


Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit
trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan
dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk
kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan
profil darah yang normal. Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum mempunyai angka kegagalan sebesar 5-
10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm. Pasien harus
diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan
menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus
sesegera mungkin menjalani pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang. Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa
efek samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa
prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang disebutkan dalam literatur antara lain kadar -hCG, progesteron, aktivitas jantung janin,
ukuran massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Namun disebutkan dalam sumber lain bahwa hanya kadar
-hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan -hCG serial dibutuhkan. Pada hari-hari pertama
setelahdimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomenyang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari
tempat implantasinya (separation pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik nonsteroidal.
Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma, sehingga
jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. Kadar -hCG umumnya tidak berhasil terdeteksi lagi dalam 14-21 hari setelah pemberian
methotrexate. Setelah terapi β-hCG masih perlu diawasi setiap minggunya hingga kadarnya dibawah 5 mIU/mL.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2
(intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada
terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada
hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 35


methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi
methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.
2. Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada
pasien-pasien dengan kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.
3. Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko
dan kawan-kawan melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya
injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga
alternatif ini jarang digunakan.

Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah
terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam
pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan
radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi.
Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke
dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.

1. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga
distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 36


antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya
sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam.
Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan
tuba yang belum terganggu. Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi methotrexate per
laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup
salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun
demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda
secara bermakna.
2. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan
salpingotomi.
3. Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui
laparotomi maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan ektopik mengalami ruptur
(terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi
tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pasca salpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan
heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan
pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan
jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula
histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem,

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 37


digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan.
Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.
4. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan
menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya.
Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.

Pencegahan
Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
mengalami kehamilan ektopik. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan mengurangi risiko kehamilan ektopik
dalam arti berhubungan seks secara aman akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit
radang panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinya
kehamilan ektopik.5
Kita tidak dapat menghindari 100% risiko kehamilan ektopik, namun kita dapat mengurangi komplikasi yang mengancam nyawa dengan
deteksi dini dan tatalaksana secepat mungkin. Jika kita memiliki riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, maka kerjasama antara dokter dan ibu
sebaiknya ditingkatkan untuk mencegah komplikasi kehamilan ektopik.

Prognosis
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga
setelah pernah mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi
yang lain.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 38


Apabila saluran tuba ruptur (pecah) akibat kehamilan ektopik dan diangkat melalui operasi, seorang wanita akan tetap menghasilkan ovum (sel
telur) melalui saluran tuba sebelahnya namun kemungkinan hamil berkurang sebesar 50 %. Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh
karena perlekatan) maka terdapat kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami gangguan juga. Hal ini dapat menurunkan angka
kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka kehamilan ektopik selanjutnya. Pada kasus yang berkaitan dengan pemakaian spiral, tidak ada
peningkatan risiko kehamilan ektopik apabila spiral diangkat.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 39


DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G dkk. 2006. Obstetri Willims Vol 2 Ed 21. Jakarta. EGC.
Guyton A, C, dan Hall, J, E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 11. Jakarta. EGC.
Hanafiah, M. J dan Amir A. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Ed 4. Jakarta. EGC.
Jacobalis, S. 2005. Pengantar Tentang Perkembangan Ilmu Kedokteran. Edika Media dan Bineka Jakarta. Sagung Seto.
Morgan, G dan Hamilton, C. 2009. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik Ed 2 Jakarta. EGC.
POGI. 2006. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Saotrawnatu, R. S. dkk. 1981. Obstetri Patologi. Bandung. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokten Universtas Padjajaran.
Soepardi, S. 2001. Kode Etika Kedokteran Islam. Jakarta. Akademika Presindo.
Wijosastro, H, dkk. 1999. Ilmiu Kebidan Ed 3 Cetakan kelima. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawiroraharjo.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 40

You might also like