Professional Documents
Culture Documents
Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini diperoleh
informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon
obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada
reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu
menguji pada hewan utuh. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit,
tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-
hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan obat. Hanya dengan menggunakan hewan
utuh dapat diketahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau
aman.
Penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi :
• Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis
• Kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenisitas)
• Pertumbuhan tumor (onkogenisitas atau karsinogenisitas)
• Kejadian cacat waktu lahir (teratogenisitas)
Selain toksisitasnya, uji pada hewan dapat mempelajari sifat farmakokinetik obat
meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Semua hasil pengamatan
pada hewan menentukan apakah dapat diteruskan dengan uji pada manusia. Ahli
farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi farmasi dalam pembuatan formula obat,
menghasilkan bentuk-bentuk sediaan obat yang akan diuji pada manusia.
Di samping uji pada hewan, untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah
dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk menentukan khasiat obat contohnya uji
aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji anti mikroba pada perbenihan
mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan uji khasiat
pada hewan tetapi belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji toksisitas sampai
saat ini masih tetap dilakukan pada hewan percobaan, belum ada metode lain yang
menjamin hasil yang menggambarkan toksisitas pada manusia, untuk masa yang akan
datang perlu dikembangkan uji toksisitas secara in vitro.
Setelah calon obat dinyatakan mempunyai kemanfaatan dan aman pada hewan percobaan
maka selanjutnya diuji pada manusia (uji klinik). Uji pada manusia harus diteliti dulu
kelayakannya oleh komite etik mengikuti Deklarasi Helsinki.
1. Macam-macam
Uji farmakologi
Uji yang ditujukan untuk melihat adanya kerja farmakologik pada sistem biologi yang
dapat merupakan petunjuk terhadap khasiat terapeutik baik secara in vitro maupun in vivo.
Uji toksisitas
Untuk mengetahui adanya efek samping serta keamanan dari calon obat yang dilakukan
pada hewan coba
Uji teratogenik
Uji yg dilakukan untuk mengetahui apakah suatu obat bisa menimbulkan kecacatan pada
janin waktu lahir.
Uji mutagenik
Uji yang dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya senyawa yang bersifat
mutagen(zat atau senyawa yg dapat meningkatkan laju perubahan di dalam gen)
Uji farmakokinetik
Penelitian identifikasi dan penetapan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai faktor waktu
sehingga dapat menggambarkan model parametrik yang khas.
Uji farmakodinamik
Uji yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh farmakologi pada berbagai sistem biologi
baik secara in vitro maupun in vivo.
(Sumber : Harmanto, Ning. Subroto, Ahkam. 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek
Samping. Jakarta: Elex Media Komputindo)
Uji toksisitas
1. Tujuan
2. Macam
Uji toksisitas akut
Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali, atau
beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.
Uji toksisitas jangka pendek (sub kronik)
Uji ini dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari
atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan;
yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Tetapi beberapa peneliti
menggunakan jangka waktu yang lebih pendek, misalnya pemberian zat kimia selama 14
dan 28 hari.
Uji toksisitas jangka panjang (kronik)
Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 3 – 6 bulan atau
seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7 – 10 tahun
untuk anjing dan monyet. Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan tidak
akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik.
(Harmita. Uji Toksisitas, http://repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/3183.pdf)
3. Tahap
Akut
Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali, atau
beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam
Sub kronik
Pada dasarnya zat uji harus diberikan sesuai dengan cara pemberian atau pemaparan yang
diharapkan pada manusia. Bila diberikan secara oral, dapat diberikan dengan cara
pencekokan menggunakan sonde atau secara ad libitum di dalam makanan atau minuman
hewan. Bila zat uji akan dicampur dengan makanan atau minuman hewan, jumlah zat uji
yang ditambahkan harus diperhitungkan berdasarkan jumlah makanan atau minuman yang
dikonsumsi setiap hari
Kronik
Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 3 – 6 bulan atau
seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7 – 10 tahun
untuk anjing dan monyet. Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan tidak
akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik
(Fitofarmaka dan pedoman fitofarmaka)
4. Syarat
Menggunakan hewan utuh
(Harmanto, Ning. Subroto, Ahkam. 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek Samping.
Jakarta: Elex Media Komputindo)
Spesies yang ideal untuk uji toksisitas sebaiknya memenuhi criteria-kriteria sebagai berikut:
Berat badan lebih kecil dari 1 kg
Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup banyak
Mudah dipegang dan dikendalikan
Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute
Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
Lama hidup relative singkat
Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada University
Press)
Uji teratogenik
Tujuan
Untuk mengetahui ada tidaknya kecacatan waktu lahir
Uji Mutagenik
Tujuan
Uji Farmakodinamik
Tujuan
Untuk lebih mengetahui secara lugas pengaruh farmakologik pada berbagai system biologik.
2. Apa perbedaan uji in vitro dan in vivo ?
uji in vitro adalah uji pada mikroba jika antibiotic; pada sel kanker dari hewan
utk obat anti kanker; pada plasmodium utk obat anti malaria; pada jamur missal
candida pada obat anti keputihan/candidiasis; pada cacing utk obat cacing; pada
virus utk obat antivirus; pada bagian organ tertentu dari hewan contoh obat
asma bronkodilator diuji pada otot polos trachea marmot; pada jantung hewan
dalam chamber utk obat angina dan aritmia; dll.
uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar atau
teranestesi).
Cara penanganan
Identifikasi
Kelompok rodentia yang dipelihara dalam kandang-kandang tersendiri dapat di pasang kartu
kandang yang diletakkan di depan kandang. Kartu tersebut memuat informasi mengenai nama
dan lokasi peneliti yang bertanggung jawab, sumber hewan, strain/stock dan kode kelompok
hewan. Bagi masing-masing hewan pada umumnya dipakai pewarna/tinta di daerah tertentu mis:
ekor, kaki, dan kepala tetapi harus diperiksa setiap hari karena kemungkinan dapat tergosok dan
hilang. Cara lain dapat dengan melubangi daun telinga.
Pemberian materi pada hewan coba
Pemberian materi pada hewan coba harus diupayakan sebaik mungkin agar tidak menimbulkan
stress ataupun nyeri pada hewan.
Suntikan intraperitoneum
Sering dilakukan pada kelompok rodentia. Tempat suntikan pada umumnya di quadrant kiri
bawah abdomen untuk menghindari organ-organ vital.
Suntikan subkutan dan intramuscular
Lokasi yang sering dipakai untuk suntikan subkutan adalah daerah punggung atau leher.
Suntikan intramuscular sering dilakukan didaerah kaki belakang dan muskulus yang dipilih
sebaiknya muskulus quadriceps dan tricep.
Suntikan intradermal
Posisi penyuntikan hampir sama dengan teknik suntikan subkutan. Jarum dimasukkan hati-hati
beberapa millimeter kedalam kulit. Akan tetapi bila tiba-tiba terasa ringan ini menandakan
jarum sudah mencapai subkutan sehingga harus ditarik kembali. Hampir semua bagian kulit
tubuh dapat dipakai tetapi dianjurkan dilakukan di daerah yang kulitnya tebal.
Pemberian peroral
Memakai jarum yang panjangnya sekitar 10cm dengan ujung tajamnya telah dimodifikasi yaitu
ditambah dengan bentukan bundar untuk kemudian dimasukan kedalam mulut.
Suntikan intravena
Pengambilan specimen/sampel dari hewan coba
Untuk memperoleh darah dalma jumlah besar dan dalam waktu singkat digunakan cara
intracaedial. Akan tetapi teknik ini sulit dilakukan dan membutuhkan seorang operator yang
berpengalaman karena cara ini mudah menyebabkan kematian. Cara ini sebaiknya dilakukan
pada hewan yang teranestesi.
Pengambilan darah dari sinus orbitalis.
Pengambilan darah melalui ekor. Biasanya dilakukan amputasi pada ujung ekor dan daerah
yang mengalir dapat dikumpulakan dalam jumlah cukup besar terutama bila menggunakan alat
vacuum.
Cara penanganan
Identifikasi
Kelompok rodentia yang dipelihara dalam kandang-kandang tersendiri dapat di pasang kartu
kandang yang diletakkan di depan kandang. Kartu tersebut memuat informasi mengenai nama
dan lokasi peneliti yang bertanggung jawab, sumber hewan, strain/stock dan kode kelompok
hewan. Bagi masing-masing hewan pada umumnya dipakai pewarna/tinta di daerah tertentu mis:
ekor, kaki, dan kepala tetapi harus diperiksa setiap hari karena kemungkinan dapat tergosok dan
hilang. Cara lain dapat dengan melubangi daun telinga.
Pemberian materi pada hewan coba
Pemberian materi pada hewan coba harus diupayakan sebaik mungkin agar tidak menimbulkan
stress ataupun nyeri pada hewan.
Suntikan intraperitoneum
Sering dilakukan pada kelompok rodentia. Tempat suntikan pada umumnya di quadrant kiri
bawah abdomen untuk menghindari organ-organ vital.
Suntikan subkutan dan intramuscular
Lokasi yang sering dipakai untuk suntikan subkutan adalah daerah punggung atau leher.
Suntikan intramuscular sering dilakukan didaerah kaki belakang dan muskulus yang dipilih
sebaiknya muskulus quadriceps dan tricep.
Suntikan intradermal
Posisi penyuntikan hampir sama dengan teknik suntikan subkutan. Jarum dimasukkan hati-hati
beberapa millimeter kedalam kulit. Akan tetapi bila tiba-tiba terasa ringan ini menandakan
jarum sudah mencapai subkutan sehingga harus ditarik kembali. Hampir semua bagian kulit
tubuh dapat dipakai tetapi dianjurkan dilakukan di daerah yang kulitnya tebal.
Pemberian peroral
Memakai jarum yang panjangnya sekitar 10cm dengan ujung tajamnya telah dimodifikasi yaitu
ditambah dengan bentukan bundar untuk kemudian dimasukan kedalam mulut.
Suntikan intravena
Pengambilan specimen/sampel dari hewan coba
Untuk memperoleh darah dalma jumlah besar dan dalam waktu singkat digunakan cara
intracaedial. Akan tetapi teknik ini sulit dilakukan dan membutuhkan seorang operator yang
berpengalaman karena cara ini mudah menyebabkan kematian. Cara ini sebaiknya dilakukan
pada hewan yang teranestesi.
Pengambilan darah dari sinus orbitalis.
Pengambilan darah melalui ekor. Biasanya dilakukan amputasi pada ujung ekor dan daerah
yang mengalir dapat dikumpulakan dalam jumlah cukup besar terutama bila menggunakan alat
vacuum.
12. Pada beberapa tahap tadi, mana yang bias digunakan untuk ujiin vivo atau uji in vitro?