Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah
utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA)
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Lebih dari 90
persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes melitus tipe 2 yang ditandai dengan
penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi sel beta pankreas secara progresif yang
mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada negara miskin
dan berkembang. Sedangkan dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation)
diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk Indonesia berusia
diatas 20 tahun dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien
menderita DM. Ditambah lagi hasil penelitian yang dilakukan oleh Litbang Depkes 2008 di
seluruh provinsi menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk toleransi glukosa tertanggu
(TGT) adalah sebesar 10,25% dan untuk DM adalah sebesar 5,7%.(WHO, 2012)
Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2008, DM diderita oleh
246 juta penduduk dunia, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 380 juta penduduk pada
tahun 2025. Jumlah tersebut setara dengan 7, 1% dari total penduduk dewasa di dunia (IDF,
2008 dalam Praet, 2010). Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa saat ini diperkirakan
terdapat 285 juta penduduk dunia yang menderita diabetes. Jumlah ini diperkirakan akan
1
meningkat menjadi 439 juta penduduk pada tahun 2030 ( International Diabetes Federation
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris, prevalensi Diabetes
Melitus dapat dibilang cukup tinggi. DM Tipe -2 yang merupakan penyebab kematian nomer
6 di AS (National Diabetes Statistics Fact Sheet dalam Goldberg, 2007) diderita oleh 23,6
juta penduduk usia dewasa di negara tersebut. Angka tersebut merupakan 7,8 % dari total
populasi AS ( National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, 2007 dalam
Ariza dkk, 2010). Center of Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan bahwa
jumlah tersebut akan meningkat menjadi 48,3 juta penduduk yang mengidap diabetes
Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah penderita keempat
terbesar di dunia (Wild dkk, 2004) setelah India, Amerika Serikat dan Brazil dengan 8,4 juta
penderita pada tahun 2000. Selain itu diperkirakan bahwa pada tahun 2030, diperkirakan
bahwa penderita diabetes Indonesia akan meningkat menjadi 21,3 juta, hampir tiga kali lipat
Dampak lain dari diabetes adalah mengurangi usia harapan hidup. Diabetes mellitus
mengurangi usia harapan hidup sebesar 5-10 tahun. DM juga merupakan salah satu penyebab
utama penyakit ginjal dan kebutaan pada usia dibawah 65 tahun, dan juga amputasi (Marshall
Hemoglobin A1c pertama kali ditemukan pada tahun 1960-an melalui suatu proses
elektroforesis hemoglobin. Pada tahun 1962, Huisman dan Dozy melaporkan peningkatan
salah satu fraksi minor hemoglobin pada 4 pasien diabetes. Lima tahun kemudian, Rahbar
kembali menemukan fraksi tersebut pada 2 orang penderita diabetes yang menjalani skrining
karena hemoglobin yang abnormal. Pada tahun 1968 dilaporkan adanya suatu komponen
2
hemoglobin diabetes pada pasien diabetes tidak terkontrol. Tak lama kemudian ditemukan
bahwa komponen diabetes tersebut memiliki karakteristik kromatografi yang sama dengan
HbA1c, yaitu suatu komponen hemoglobin minor yang digambarkan oleh Schnek dan
diabetes pertama kali diajukan pada tahun 1976.( Sultanpur,2010) kemudian diadopsi ke
dalam praktek klinik pada tahun 1990-an oleh Diabetes Control and Complication
Trial(DCCT ) dan the United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) sebagai alat
Kaki diabetik dapat muncul akibat terjadinya luka pada kaki yang disertai dengan
infeksi. Pada penderita DM, luka ini dapat terjadi oleh karena beberapa faktor diantaranya
akibat neuropati, iskemik, trauma dan infeksi. Ulkus neuropati utamanya muncul di daerah
kaki yang mendapatkan tekanan yang tinggi seperti tumit dan daerah distal metatarsal pada
daerah yang menonjol di sekitar kallus. Kaki tersebut dapat mati rasa dengan atau tanpa
adanya nyeri neuropati daan ulkus tersebut sering tidak terasa sakit sehingga tidak menarik
perhatian pasien. Ulkus yang diakibatkan oleh iskemik sering mengenai tepian kaki dan
seringnya disertai dengan rasa nyeri. Mungkin juga terdapat riwayat adanya nyeri hilang
timbul (intermittent claudication), hilangnya denyutan pembuluh darah kaki dan kulit yang
terasa dingin. Ulkus akibat trauma dapat terjadi di bagian kaki mana saja terhgantung
traumanya, sebagai contoh luka simetris yang melintasi di jari kaki dan pinggiran kaki dapat
berasal dari penggunaan sepatu yang tebal. Jika ulkus tersebut disebabkan oleh infeksi,
biasanya akan nampak tanda-tanda peradangan lokal walaupun penampakan kulitnya normal.
(Power, 2005).
Kadar gula darah merupakan determinan dari HbA1c, yang secara jelas menunjukkan
kontrol dari kontrol diabetes melitus selama 2 bulan terakhir. Telah disebutkan dalam
3
penelitian-penelitian klinis sebelumnya bahwa diabetes melitus yang tidak terkontrol
0.079.(Zubair, 2015)
Komite ahli dari the American Diabetes Association (ADA)dan the European
HbA1c untuk diagnosis diabetes melitus, dan pada tahun 2010 ADA memasukkan HbA1c ke
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara kadar
glycosylated hemoglobin dengan angka kejadian kaki diabetik di Divisi Bedah Toraks
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar
glycosylated hemoglobin dengan angka kejadian kaki diabetik di Divisi Bedah Toraks
mengenai hubungan kadar glycosylated hemoglobin dengan angka kejadian kaki diabetik
4
1.4.2. Bidang Pelayanan Masyarakat
deteksi dini untuk mencegah terjadinya komplikasi mikrovaskular salah satunya amputasi
extremitas.
Memberikan data awal terhadap Divisi Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular RSUP H.
Adam Malik Medan mengenai hubungan kadar glycosylated hemoglobin dengan angka
Terdapat hubungan kadar glycosylated hemoglobin dengan angka kejadian kaki diabetik di
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Melitus (DM) adalah sebuah kelainan metabolik dengan disebabkan oleh
berbagai jenis faktor yang dikarakteristikkan oleh hiperglikemia kronik disertai gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh defek dari sekresi insulin,
Prevalensi diabetes pada pasien yang berasal dari berbagai kelompok usia di
perkirakan untuk dapat meningkat dari 2.8% di tahun 2000 menjadi 4.4% pada tahun 2030.
Jumlah total penderita diabetes diproyeksikan untuk bertambah dari 171 juta di tahun 2000
menjadi 366 juta pada tahun 2030. Prevalensi diabetes ditemukan lebih tinggi pada laki-laki
mellitus di Negara berkembang diperkirakan akan bertambah menjadi dua kali lipat diantara
tahun 2000 dan 2030. Perubahan demografis terpenting adalah dimana peningkatan
prevalensi penderita diabetes terjadi pada populasi lanjut usia (65 tahun keatas).(Wild, 2004)
dunia, yaitu 8,4 juta jiwa, pada tahun 2000. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
memperlihatkan, prevalensi atau angkat kejadian DM meningkat dari tahun 2001 sebesar
7,5% menjadi 10,4% pada tahun 2004. Adapun hasil survei Badan Pusat Statistik tahun 2003
angka prevalensi yang tinggi ini tentu DM menjadi ancaman bagi masyarakat. Jika dibiarkan
tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan terjadinya komplikasi kronik. Komplikasi
6
2.1.2 Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis DM dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam
menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan dalah pemeriksaan
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Namun dapat juga
digunakan bahan darah utuh, vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka
Glucose (IFG)
IFG merupakan kategori diagnostik terbaru yang dibuat oleh Expert Committee on the
Diagnosis and Classification of DM. IFG analog dengan IGT, yaitu kadar glukosa plasma
antara 7.8 mmol/L (140 dan 200 mg/dl dalam dua jam setelah tes toleransi glukosa oral
(TTGO). Individu dengan IFG atau IGT memiliki risiko untuk menderita DM tipe 2 dan
1. Resistensi insulin
7
Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel β pancreas, amilin dansebagainya.
Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel
Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel β pankreas mensekresi insulin dalam
kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah ,sehingga
tertentu dariperjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun
dikompensasi dengan hiperinsulinemia; disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak
bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin
mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa
Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel βpancreas yang
menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan
banyak hal yang belumterungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2
yangmengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati
Dalam aliran darah glukosa beraksi terhadap hemoglobin membentuk molekul hemoglobin
yang disebut hemoglobin A1c (HbA1c), semakin banyak gula dalam darah, semakin banyak
HbA1c yang terbentuk dalam darah. Sekitar 90 % hemoglobin adalah hemoglobin A, kira
kira 8% dari hemoglobin A dibuat dari komponen minor yang secara kimiawi sedikit
berbeda. Komponen minor ini meliputi hemoglobin A1c, A1b, A1a1 dan A1a2. Hemoglobin
A1c adalah komponen minor dari hemoglobin dimana glukosa berikatan. Oleh karenanya
8
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan klasik DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan kemungkinan
lain. Dapat juga ditemukan keluhan lain berupa lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfunsgi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita.(WHO,2006)
Kaki diabetik merupakan kelainan tungkai bawah yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi akibat diabetes melitus yang tidak
terkendali dengan baik. Kaki diabetik pada penderita diabetes melitus diawali dengan adanya
lesi hingga terbentuknya ulkus yang sering disebut ulkus kaki diabetik. Ulkus kaki diabetik
dan infeksi yang menyertai adalah salah satu komplikasi yang paling sering pada pasien
kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25%
penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik dalam hidup mereka. Diperkirakan 16 juta
orang Amerika Serikat diketahui menderita diabetes, dan jutaan diantaranya beresiko untuk
9
menderita diabetes. Dari keseluruhan penderita diabetes, 15 % menderita ulkus di kaki, dan
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes melitus yang paling ditakuti.
Sering diabetes berakhir dengan kecacatan atau kematian. Lebih dari separuh amputasi non
trauma merupakan akibat dari komplikasi ulkus diabetes dan disertai dengan tingginya angka
Kaki Diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan
oleh Diabetes Melitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik
merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler serta
infeksi.Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan
terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena
penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat
berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila penderita diabetes mellitus tidak hati-hati
dapat terjadi trauma yang akan menyebabkan lesi dan menjadi ulkus kaki diabetes.
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam
jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. (Clayton,2009)
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
10
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan
kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian
jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita
diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering
terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai
Pada penderita diabetes mellitus yang kadar gula darahnya tidak terkendali akan
menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh
darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler
sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang
mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada penderita diabetes mellitus yang tidak
pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
11
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan
tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu
sirkulasi darah. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia
dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya
kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.(Frykberg,2002)
Klasifikasi Wagner
Grade II Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi, belum mengenai
Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi osteomielitis,
Penderita yang menunjukkan gejala didapatkan claudicatio, nyeriiskemik saat istirahat, luka
12
yang tidak sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram,kelemahan dan rasa tidak nyaman pada
kaki sering dirasakan oleh penderita diabetes karena kecenderungannya menderita oklusi
aterosklerosis tibioperoneal.
Penyebab ulkus diabetes dapat ditentukan secara tepat melalui anamnesis riwayat dan
pemeriksaan fisik yang teliti. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu Inspeksi kaki
untuk mengamati terdapat luka ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan
sensasi vibrasi rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun
atau hilang. Selain pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti X-ray,
Pada penderita diabetes, 1diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada kaki dan
1diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun.Oleh karena itu, diabetes
merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma ekstremitas bawah di Amerika
tahun ke depan.(Chadwick,2011)
Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan resiko terbesar
terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskulerdan regulasi glukosa darah
yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati,meskipun hasil penyembuhan ulkus
tersebut baik, angka kekambuhanrrya 66%dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.
(Frykberg,2006)
13
2.3 Defenisi Glycosylated Hemoglobin
glukosa terikat dengan protein plasma pada sirkulasi sistemik termasuk hemoglobin yang ada
menilai dan mengevaluasi hasil terapi kontrol gula darah dalam rentang 8-12 minggu sebelum
pemeriksaan dilakukan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.
penilaian pengendalian DM dengan mengacu pada nilai A1c < 7% maka dikatakan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hasan dkk, didapati bahwa kadar HbA1c yang
tidak terkontrol merupakan indikator yang kuat terhadap kadar gula darah yang juga tidak
terkontrol.(Hassan, 2013). Kadar HbA1c yang tidak terkontrol pada penderita DM berakibat
pada terjadinya gangguan metabolik yang pada akhirnya membuat terjadinya gangguan pada
metabolisme protein dan lemak. Terjadinya gangguan pada metabolisme protein dan lemak
14
Glikosilasi hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik
dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila glikosilasi
hemoglobin (HbA1c ≥ 6,5 % ) akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel
darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkontrol akan meningkatkan deformabilitas eritrosit
dan pelepasan oksigen di jaringan oleh jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan
15
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectional
Penelitian dilakukan di Poliklinik Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular Departemen Ilmu
Pengambilan data dimulai sejak usulan penelitian ini disetujui komite etik.
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita DM dengan diagnosis kaki diabetik dan
Sampel penelitian adalah penderita DM dengan diagnosis kaki diabetik di Poliklinik Bedah
Toraks Kardiak dan Vaskular Departemen Ilmu Bedah dan Ruang Rawat Inap RSUP H.
16
= 41
Maka n = 41 Orang
Keterangan:
n = jumlah sampel
penyakit Buerger
17
3.6 Analisis Data
Data yang sudah dikumpulkan, diolah, dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel atau
diagram. Penjelasan tabel dan diagram. Penjelasan tabel dan diagram akan disajikan dalam
1.Diabetes Melitus (DM) adalah sebuah kelainan metabolik dengan disebabkan oleh berbagai
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh defek dari sekresi
2. Kaki Diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan oleh
Diabetes Melitus.
terikat dengan protein plasma pada sirkulasi sistemik termasuk hemoglobin yang ada pada
18
3.8 Perimbangan Etik
Karena peneliti menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka sebagai manusia
responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah ia bersedia untuk menjadi subjek atau
tidak tanpa sanksi apapun. Responden juga mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang
diberitakan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya namanya (anonimity) dan
confidentiality
Semua subjek penelitian akan dimintai persetujuan dari pasien dan keluarga pasien setelah
diberi penjelasan mengenai kondisi pasien dan tindakan yang akan dilakukan.
Penderita Diabetes Mellitus Poli dan Ruangan Bedah Thoraks Kardiak dan Vaskular
Pemeriksaan HbA1C
Kaki diabetik (+) Kaki diabetik (-) Kaki diabetik (+) Kaki diabetik (-)
19
BAB IV
HASIL PENELITIAN.
Toraks Kardiak dan Vaskular Departemen Ilmu Bedah dan Ruang Rawat Inap RSUP H.
Adam Malik Medan periode Januari 2014- Desember 2016 dengan jumlah sampel sebnayk
Karakteristik N %
Usia (Mean + SD) 55,65 + 12,25
Jenis kelamin
Laki-Laki 47 67
Perempuan 23 33
Kaki Diabetik
Kaki Diabetik (+) 35 50
Kaki Diabetik (-) 35 50
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rerata usia subjek penelitian adalah
55,65 + 12,25. Pada tabel terlihat bahwa subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin yang
terbanyak adalah laki-laki dengan 47 subjek (67%). Untuk hasil rerata kadar Glycosilated
hemoglobin (HbA1c) adalah 6,4 + 2,44 mg/dL dengan ditemukan pasien terbanyak adalah
pada kadar HbA1c < 7 mg/dL yaitu sebanyak 49 pasien (70%). Selain itu berdasarkan
karakteristik kaki diabetik ditemukan jumlah pasien dengan dan tanpa kaki diabetik adalah
Karakteristik subjek penelitian yang dinilai pada peneltian ini mencakup dua variabel, yaitu
kadar Glycosilated hemoglobin (HbA1c) dan kaki diabetik. Pada analisis ini dilakukan
masing dengan 2 kategori. Hasil Analisis yang didapat adalah p = 0,0001 (p<0,05) hal ini
berarti ada hubungan bermakna antara kadar Glycosilated hemoglobin (HbA1c) dan kaki
diabetik. Selain itu juga didapatrkan Odd Ratio (OR) sebesar 4,2 (CI=95%, p<0,05). Hal ini
berarti pasien dengan kadar Glycosilated hemoglobin (HbA1c) > 7 mg/dL berisiko empat kali
lipat untuk mengalami kaki diabetik, sebagaimana tersaji pada tabel dibawah ini.
40
35
30
25
20 kaki diabetikum (+)
15
kaki diabetikum (-)
10
5
0
Kadar HbA1c > 7 Kadar HbA1c < 7
mg/dl mg/dl
21
BAB V
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini bahwa rerata usia subjek penelitian adalah 55,65 + 12,25. Sesuai
dengan penelitian Wild menyatakan peningkatan prevalensi penderita diabetes terjadi pada
populasi lanjut usia. Prevalensi diabetes pada pasien yang berasal dari berbagai kelompok
usia di perkirakan untuk dapat meningkat dari 2.8% di tahun 2000 menjadi 4.4% pada tahun
2030.(Wild, 2004)
Hasil lainnya terlihat bahwa subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin yang
terbanyak adalah laki-laki dengan 47 subjek (67%). Hal ini sesuai dengan penelitian lain
bahwa prevalensi diabetes ditemukan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
Hasil Analisis yang didapat adalah p = 0,0001 (p<0,05) hal ini berarti ada hubungan
bermakna antara kadar Glycosilated hemoglobin (HbA1c) dan kaki diabetik. Selain itu juga
didapatrkan Odd Ratio (OR) sebesar 4,2 (CI=95%, p<0,05). Pasien dengan kadar
Glycosilated hemoglobin (HbA1c) > 7 mg/dL berisiko empat kali lipat untuk mengalami kaki
diabetik, sebagaimana tersaji pada tabel dibawah ini. Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hasan dkk, didapati bahwa kadar HbA1c yang tidak terkontrol merupakan
indikator yang kuat terhadap kadar gula darah yang juga tidak terkontrol.(Hassan, 2013).
Kadar HbA1c yang tidak terkontrol pada penderita DM berakibat pada terjadinya gangguan
metabolik yang pada akhirnya membuat terjadinya gangguan pada metabolisme protein dan
lemak. Terjadinya gangguan pada metabolisme protein dan lemak mengakibatkan terjadinya
kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25%
22
penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik dalam hidup mereka. Pada penderita
diabetes mellitus yang kadar gula darahnya tidak terkendali akan menyebabkan penebalan
tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh
kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu
distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus
diabetika. Eritrosit pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali akan meningkatkan
HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh
eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang mengganggu sirkulasi jaringan dan
diabetes.(Frykberg, 2002)
tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu
sirkulasi darah. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia
dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya
kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.(Frykberg,2002)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Power menyebutkan bahwa ulkus neuropati
utamanya muncul di daerah kaki yang mendapatkan tekanan yang tinggi seperti tumit dan
daerah distal metatarsal pada daerah yang menonjol di sekitar kallus. Kaki tersebut dapat mati
rasa dengan atau tanpa adanya nyeri neuropati daan ulkus tersebut sering tidak terasa sakit
sehingga tidak menarik perhatian pasien. Ulkus yang diakibatkan oleh iskemik sering
mengenai tepian kaki dan seringnya disertai dengan rasa nyeri. Mungkin juga terdapat
riwayat adanya nyeri hilang timbul (intermittent claudication), hilangnya denyutan pembuluh
23
darah kaki dan kulit yang terasa dingin. Ulkus akibat trauma dapat terjadi di bagian kaki
mana saja terhgantung traumanya, sebagai contoh luka simetris yang melintasi di jari kaki
dan pinggiran kaki dapat berasal dari penggunaan sepatu yang tebal. Jika ulkus tersebut
disebabkan oleh infeksi, biasanya akan nampak tanda-tanda peradangan lokal walaupun
Selain itu, kaki diabetik dapat muncul akibat terjadinya luka pada kaki yang disertai
dengan infeksi. Pada penderita DM, luka ini dapat terjadi oleh karena beberapa faktor
diantaranya akibat neuropati, iskemik, trauma dan infeksi. Ulkus neuropati utamanya muncul
di daerah kaki yang mendapatkan tekanan yang tinggi seperti tumit dan daerah distal
metatarsal pada daerah yang menonjol di sekitar kallus. Kaki tersebut dapat mati rasa dengan
atau tanpa adanya nyeri neuropati daan ulkus tersebut sering tidak terasa sakit sehingga tidak
menarik perhatian pasien. Ulkus yang diakibatkan oleh iskemik sering mengenai tepian kaki
dan seringnya disertai dengan rasa nyeri. Mungkin juga terdapat riwayat adanya nyeri hilang
timbul (intermittent claudication), hilangnya denyutan pembuluh darah kaki dan kulit yang
terasa dingin. Ulkus akibat trauma dapat terjadi di bagian kaki mana saja terhgantung
traumanya, sebagai contoh luka simetris yang melintasi di jari kaki dan pinggiran kaki dapat
berasal dari penggunaan sepatu yang tebal. Jika ulkus tersebut disebabkan oleh infeksi,
biasanya akan nampak tanda-tanda peradangan lokal walaupun penampakan kulitnya normal.
(Power, 2005).
24
BAB VI
6.1 Simpulan
1. Secara bivariat terdapat hubungan antara kadar Glycosilated hemoglobin (HbA1c) dan
kaki diabetik dengan p = 0,0001 dan Odd Ratio sebesar 3,1 – 5,3 (CI=95%, p<0,05).
3. Subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki dengan
47 subjek (67%).
4. Untuk hasil rerata kadar Glycosilated hemoglobin (HbA1c) adalah 6,4 + 2,44 mg/dL
dengan pasein terbanyak kadar HbA1c < 7 mg/dL yaitu sebanyak 49 pasien (70%).
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode penelitian dan instrumen
yang lebih akurat untuk menilai hubungan antara kadar Glycosilated hemoglobin
2. Pasein dengan kadar HbA1c > 7 mg/dL perlu untuk diedukasi untuk pencegahan
3. Pasien dengan usia lebih dari 55 tahun berisiko untuk mengalami kaki diabetik
tersebut.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari faktor risiko lain yang
25
DAFTAR PUSTAKA
Clayton W, Elasy TA. 2009. A review of the pathophysiology, classification, and treatment
Davies JH, Kenkre J, Williams EM. 2014. Current utility of the ankle-brachial index (ABI) in
general practice : implications for its use in cardiovascular disease screening. BMC
Fam Pract [Internet]. BMC Family Practice;15(1):1–11. Available from: BMC Family
Practice.
Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycemia. WHO, Int
Diabetes Fed.
Forbang NI, McDermott MM, Liao Y, Ix JH, Allison MA, Liu K, et al. 2015. Associations of
Diabetes Mellitus and Other Cardiovascular Disease Risk Factors with Decline in the
Frykberg RG, Moines D. 2002. Diabetic foot ulcers : Pathogenesis and management. Am
Fam Physician;1655–62.
Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, Driver VR, Giurini JM, Kravitz SR, et al. 2006. A
Supplement to : Diabetic foot disorders a clinical practice guideline. J Foot Ankle
Surg;45(5).
JA. HbA1c for the diagnosis of diabetes mellitus in a developing country Arch Med
Res. 2010;41:302-8
Hasan CMM, Parial R, Islam MM, Ahmad MNU, Kasru A. 2013. Association of HbA1c,
creatinine and lipid profile in patients with diabetic foot ulcer. Middle East J Sci
Res;16(11):1508–11.
26
Hill, Jill. Diabetes monitoring : risk factors, complications and management.”Nurse
Jiwakanon S, Adler S, Mehrotra R. 2012. Change in ankle-brachial index over time and
Kilpatrick ES. Hemoglobin A1c in the diagnosis and monitoring of diabetes mellitus. J Clin
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2011. Perkeni,
Jakarta.
Misnadiarly. Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Gangren. Jakarta : Penerbit Populer Obor,
2006.
Nicolaï SPA, Kruidenier LM, Rouwet E V, Bartelink MEL, Prins MH, Teijink JAW. June
2009. Ankle brachial index measurement in primary care : are we doing it right ?. 42-7.
Powers Alvian C. Diabetes Mellitus. In : Kasper DL, Fauci AS, et al. Eds. Harrison's
Penatalaksanaan Diabetes Melitus terpadu. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2009. hlm. 7-18.
Simamora, M. Hubungan antara kadar HbA1c dengan Kejadian Ulkus Kaki Diabetik Pada
Van Son, Jeremy, Ivan Nyklicek, Victor J.M. Pop, dan Francois Pouwer. “Testing the
2011 http://www.perkeni.org/download/Konsensus.
27
Singh S, Pai DR, Yuhhui C. 2013. Clinical research on foot & ankle diabetic foot ulcer –
Taylor-piliae RE, Fair JM, Varady AN, Mark A, Norton LC, Iribarren C, et al. 2015. Ankle
Sudirohusodo.Makassar.
Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H, 2004. Global prevalence of diabetes, estimates
for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care;27(5):1047–53.
28