Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pembimbing:
Disusun oleh:
Kelompok/kelas: 4/3D
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, tuntunan serta hidayah-Nya kepada penulis dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul “Discharge Planning”. Dalam penulisan makalah ini,
penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka sudah
sewajarnya pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Dr. M. Sajidin, M. Kep, selaku ketua Stikes Bina Sehat PPNI Kab. Mojokerto
2. Ana Zakiyah M. Kep, selaku ketua Program studi S1 Ilmu keperawatan.
3. Duwi Basuki, M.Kep selaku pembimbing mata kuliah manajemen keperawatan.
4. Rekan-rekan kelas 3D S1 Ilmu Keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI Kab.Mojokerto
Yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dan kami juga menyadari masih ada
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
akan kami terima dengan senang hati.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ II
2.5 Struktur..................................................................................................................... 5
2.9 Tindakan Keperawatan yang Dapat Diberikan Pada Pasien Sebelum Pasien
Diperbolehkan Pulang ............................................................................................. 7
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Perawat adalah salah satu anggota team Discharge Planner, dan sebagai
discharge planner perawat mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan dan
menggunakan data yang berhubungan untuk mengidentifikasi masalah actual dan
potensial, menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan keluarga, memberikan
tindakan khusus untuk mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam
mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal dan
mengevaluasi kesinambungan Asuhan Keperawatan.
Oleh karena itu pasien perlu dipersiapkan untuk menghadapi pemulangan.
Orem (1985 dalam Alligood & Tomey, 2006) mengatakan bahwa intervensi
keperawatan dibutuhkan karena adanya ketidakmampuan untuk melakukan perawatan
diri sebagai akibat dari adanya keterbatasan. Salah satu bentuk intervensi keperawatan
yang dapat dilakukan adalah discharge planning (perencanaan pemulangan pasien)
untuk mempromosikan tahap kemandirian tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan
keluarga dengan menyediakan, memandirikan aktivitas perawatan diri (The Royal
Marsden Hospital 2004).
Discharge planning yang tidak baik dapat menjadi salah satu faktor yang
memperlama proses penyembuhan di rumah (Wilson-Barnett dan Fordham, 1982
dalam Torrance, 1997). Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien
1
mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah
meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry &Potter, 2006).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari discharge planning.
2. Untuk mengetahui tujuan dari discharge planning.
3. Untuk mengetahui manfaat dari discharge planning.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis dari pemulangan.
5. Untuk mengetahui struktur discharge planning.
6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari discharge planning.
7. Untuk mengetahui komponen discharge planning.
8. Untuk mengetahui factor yang perlu dikaji dari discharge planning.
9. Untuk mengetahui tindakan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien sebelum
pasien diperbolehkan pulang .
10. Untuk mengetahui hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan discharge
planning.
11. Untuk mengetahui proses pelaksanaan discharge planning.
12. Untuk mengetahui alur dari discharge planning.
13. Untuk mengetahui Format Discharge Planning.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
2.2 Tujuan
Tujuan Discharge Planning yaitu:
1. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis dan social untuk pulang dan
beradaptasi dengan lingkungan.
2. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk meningkatkan derajat
kesehatan pasien.
3. Meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien.
4. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain.
5. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan serta sikap
dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien.
6. Melaksanakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat.
7. Memberikan informasi pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhan mereka baik secara
tertulis maupun secara verbal.
Perencanaan pulang bertujuan membantu pasien dan keluarga untuk dapat
memahami permasalahan dan upaya pencegahan yang harus ditempuh sehingga dapat
mengurangi risiko kambuh, serta menukar informasi antara pasien sebagai penerima
pelayanan dengan perawat dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
1. Dapat memberi kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada klien yang dimulai
dari rumah sakit.
2. Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk menjamin
kuantitas perawatan klien.
3. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan klien dan
mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru.
4. Membantu kemandirian dan kesiapan klien dalam melakukan perawatan di rumah.
(Effendi, 2008)
4
2.4 Jenis-Jenis Pemulangan
2.5 Struktur
Menurut Mc.Kecnan dan Coulton (1970) yang dikutip oleh Jackson (1994)
menyatakan bahwa struktur dari perencanaan pemulangan terdiri dari struktur formal
dan informal. Model informal adalah model tradisional dimana perawat harus
berkonsultasi dengan dokter atau pekerja sosial dalam menyusun dalam sebuah
perencanaan pemulangan dan belum adanya suatu dokumentasi tertulis dalam
pelaksanaannya. Struktur formal dimana perencanaan pemulangan dibuat secara
tertulis yang berisikan tentang uraian peran, proses seleksi, penilaian sistem
dokumentasi serta metode evaluasi yang berkelanjutan.
Dugan dan Mossel (1992) yang dikutip oleh Jackson (1994) menyatakan bahwa
pada saat ini telah terjadi perubahan dalam pelaksanaan perencanaan pemulangan
dengan struktur tersendiri dimana perawat sebagai koordinasi dalam pelaksanaannya
dan selalu berkonsultasi dengan klien dan keluarga serta para profesional lainnya dalam
perencanaan pemulangan baik dalam pelaksanaannya.
1. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang sehingga nilai keinginan dan
kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi.
5
2. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi lalu dikaitkan dengan masalah yang mungkin
timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang timbul di
rumah dapat segera diantisipasi.
3. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif karena merupakan pelayanan
multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama.
4. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan
pengetahuan dari tenaga/sumber daya maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat.
5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap system atau tatanan pelayanan kesehatan.
(Nursalam, 2014)
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, terapi dan perawatan yang
diperlukan.
2. Kebutuhan psikologis dan hubungan interpersonal di dalam keluarga
3. Keinginan keluarga dan pasien menerima bantuan dan kemampuan mereka memberi
asuhan.
4. Bantuan yang diperlukan pasien.
5. Pemenuhan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan, minum, eliminasi,
istirahat dan tidur, berpakaian, kebersihan diri, keamanan dari bahaya, komunikasi,
keagamaan, rekreasi dan sekolah.
6. Sumber dan sistem pendukung yang ada di masyarakat.
6
7. Sumber finansial dan pekerjaan.
8. Fasilitas yang ada di rumah dan harapan pasien setelah dirawat
9. Kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah. (Nursalam, 2014)
2.9 Tindakan Keperawatan yang Dapat Diberikan Pada Pasien Sebelum Pasien
Diperbolehkan Pulang
1. Pendidikan kesehatan
Diharapkan bisa mengurangi angka kambuh atau komplikasi dan meningkatkan
pengetahuan pasien serta keluarga tentang perawatan pascarawat.
2. Program pulang bertahan
Berujuan untuk melatih pasien untuk kembali ke lingkungan keluarga dan
masyarakat. Program ini meliputi apa yang harus dilakukan pasien di rumah sakit
dan apa yang harus dilakukan oleh keluarga.
3. Rujukan
Integritas pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan langsung antara perawat
komunitas atau praktik mandiri perawat dengan rumah sakit sehingga dapat
mengetahui perkembangan pasien di rumah. (Nursalam, 2014)
Menurut Zwicker & Picariello, (2003), ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam pelaksanaan discharge planning, yaitu :
7
2.11 Proses Pelaksanaan Discharge Planning
Proses pelaksanaan discharge planning dilakukan melalui 5 tahap yaitu:
1. Seleksi pasien
Tahap ini meliputi identifikasi pasien yang membutuhkan discharge planning,
semua pasien membutuhkan pelayanan, tetapi pemberian discharge planning lebih
diprioritaskan bagi pasien yang mempunyai risiko lebih tinggi memiliki kebutuhan
akan pelayanan khusus. Slevin 1996 mendeskripsikan karakteristik pasien yang
membutuhkan discharge planning dan rujukan ke pelayanan kesehatan adalah pasien
yang kurang pengetahuan tentang rencana pengobatan, isolasi social, diagnosa baru
penyakit kronik, operasi besar, perpanjangan masa penyembuhan dari operasi besar
atau penyakit, ketidakstabilan mental atau emosi, penatalaksanaan perawatan
dirumah yang kompleks, kesulitan financial, ketidakmampuan menggunakan sumber-
sumber rujukan, serta pasien yang sakit pada tahap terminal.
Sedangkan menurut Cawthorn (2005), prioritas klien yang membutuhkan
discharge planning adalah : usia di atas 70 tahun, multiple diagnosis dan risiko
kematian yang tinggi, keterbatasan mobilitas fisik, keterbatasan kemampuan merawat
diri, penurunan status kognisi, risiko terjadinya cidera, tuna wisma dan fakir miskin,
menderita penyakit kronis, antisipasi perawatan jangka panjang pada penyakit stroke,
pasien DM baru, TBC paru, gangguan penyalahgunaan zat/obat, riwayat sering
menggunakan fasilitas emergensi seperti asma, alergi. Discharge planning juga
diindikasikan pada pasien yang berada pada perawatan khusus seperti nursing home
atau pusat rehabilitasi. Selain itu juga perlu dipertimbangkan kondisi sosial ekonomi
serta lingkungan pasien seperti kemampuan anggota keluarga untuk merawat serta
fasilitas lingkungan yang sesuai dengan kondisi pasien (Zwicker & Picariello, 2003)
2. Pengkajian
Pengkajian discharge planning berfokus pada 4 area, yaitu pengkajian fisik dan
psikososial, status fungsional, kebutuhan penkes dan konseling. Zwicker dan
Picariello (2003) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip dalam pengkajian adalah :
a. Pengkajian dilakukan pada saat pasien masuk dan berlanjut selama perawatan.
b. Pengkajian berfokus pada pasien dewasa yang berisiko tinggi tidak tercapainya
hasil discharge
8
c. Pengkajian meliputi :
1) Status fungsional (kemampuan dalam aktivitas sehari-hari dan fungsi
kemandirian).
2) Status kognitif (kemampuan pasien dalam berpartisipasi dalam proses discharge
planning dan kemampuan mempelajari informasi baru).
3) Status psikologi pasien, khususnya pengkajian terhadap depresi.
4) Persepsi pasien terhadap kemampuan perawatan diri.
5) Kemampuan fisik dan psikologik keluarga dalam perawatan pasien.
6) Kurangnya pengetahuan berkaitan kebutuhan perawatan kesehatan setelah
pulang.
7) Faktor lingkungan setelah pulang dari rumah sakit.
8) Kebutuhan dukungan formal dan informal keluarga dalam memberikan
perawatan yang benar dan efektif.
9) Review pengobatan dan dampaknya.
10) Akses ke pelayanan setelah pulang dari rumah sakit.
Dalam mengkaji kebutuhan pendidikan kesehatan pasien, perawat harus
mempertimbangkan hal-hal berikut (Rankin & Stallings, 2001), yaitu: informasi
yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga, perilaku yang perlu evaluasi, ketrampilan
yang dibutuhkan pasien untuk menunjukkan perilaku sehat serta faktor-faktor
lingkungan pasien yang dapat dirubah untuk menunjukkan perilaku yang diinginkan.
Pengkajian dalam proses discharge planning ini harus dilakukan secara
komprehensif dan mempertimbangkan kriteria pasien yang membutuhkan discharge
planning baik pada pasien sendiri maupun keluarga yang akan melanjutkan
perawatan setelah pulang dari rumah sakit. Agar sasaran kontinuitas perawatan
tercapai, pasien dan keluarga harus dapat beradaptasi dengan kondisi kesehatan serta
beban keluarga dapat diminimalkan (Slevin, 1996).
Susan dalam Hoeman (1996) menyebutkan kriteria pasien yang siap untuk
dikaji kebutuhan penkes-nya ditunjukkan dalam 3 kategori sebagai berikut :
a. Secara fisik, pasien mampu berpartisipasi dalam proses pengkajian seperti tanda
vital yang sudah terkontrol, kecemasan menurun.
b. Tujuan dalam proses pengkajian dapat dimengerti oleh pasien serta sesuai dengan
kebutuhan pasien dan keluarga.
c. Pengkajian juga harus mempertimbangkan status emosional pasien dan keluarga
sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam mengungkapkan kebutuhannya.
9
3. Perencanaan
Dalam perencanaan diperlukan adanya kolaborasi dengan team kesehatan
lainnya, diskusi dengan keluarga dan pemberian penkes sesuai pengkajian.
Pendekatan yang digunakan pada discharge planning difokuskan pada 6 area penting
dari pemberian penkes yang dikenal dengan istilah ”METHOD” dan disesuaikan
dengan kebijakan masing-masing rumah sakit (Slevin, 1996).
a. Medication
Pasien diharapkan mengetahui tentang: nama obat, dosis yang harus di komsumsi,
waktu pemberiannya, tujuan penggunaan obat, efek obat, gejala yang mungkin
menyimpang dari efek obat dan hal-hal spesifik lain yang perlu dilaporkan.
b. Environment
Pasien akan dijamin tentang: instruksi yang adekuat mengenai keterampilan-
keterampilan penting yang diperlukan di rumah, investigasi dan koreksi berbagai
bahaya di lingkungan rumah, support emosional yang adekuat, investigasi
sumber - sumber dukungan ekonomi, investigasi transportasi yang akan digunakan
klien.
c. Treatment
Pasien dan keluarga dapat: mengetahui tujuan perawatan yang akan dilanjutkan di
rumah, serta mampu mendemonstrasikan cara perawatan secara benar.
d. Health
Pasien akan dapat: mendeskripsikan bagaimana penyakitnya atau kondisinya yang
terkait dengan fungsi tubuh, mendeskripsikan makna-makna penting untuk
memelihara derajat kesehatan, atau mencapai derajat kesehatan yang lebih tinggi.
e. Outpatient Referral
Pasien dapat: mengetahui waktu dan tempat untuk kontrol kesehatan, mengetahui
dimana dan siapa yang dapat dihubungi untuk membantu perawatan dan
pengobatannya.
f. Diet
Pasien diharapkan mampu: mendeskripsikan tujuan pemberian diet, merencanakan
jenis-jenis menu yang sesuai dengan dietnya.
10
4. Implementasi
Zwicker & Picariello (2003), menjelaskan bahwa dalam implementasi discharge
planning ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
a. Prinsip umum dalam implementasi discharge planning.
b. Stategi untuk memastikan kontinuitas perawatan pasien.
Menurut Zwicker & Picariello (2003), Stategi untuk memastikan kontinuitas
perawatan pasien dikenal dengan 4 C yaitu Communication, Coordination,
Collaboration dan Continual Reassesment.
1) Communication
Komunikasi dilakukan secara multidisiplin melibatkan pasien dan keluarga saat
pertama pasien masuk rumah sakit, selama masa perawatan dan saat pasien
akan pulang. Komunikasi dapat dilakukan secara tertulis dan hasil dokumentasi
merupakan pengkajian kebutuhan perawatan pasien berupa ringkasan pasien
dirumah sakit. Komunikasi verbal dilakukan mengenai status kesehatan
dilakukan pada pasien, keluarga, profesional lain dan pelayanan kesehatan
untuk rujukan setelah pulang dari rumah sakit.
2) Coordination
Dalam proses discharge planning harus melakukan koordinasi dengan team
multidisiplin serta dengan unit pelayanan rujukan setelah pasien pulang dari
rumah sakit. Komunikasi harus jelas dan bisa meyakinkan bahwa pasien dan
keluarga memahami semua hal yang dikomunikasikan.
3) Collaboration
Kolaborasi dilakukan oleh perawat dengan seluruh team yang terlibat dalam
perawatan pasien, disamping itu adanya kolaborasi antara perawat dengan
keluarga dengan memberikan informasi tentang riwayat kesehatan masa lalu
pasien, kebutuhan biopsikososial serta hal – hal yang berpotensi menghambat
proses kontinuitas perawatan.
4) Continual Reassesment
Proses discharge planning bersifat dinamis, sehingga status kesehatan pasien
akan selalu berubah sesuai pengkajian yang dilakukan secara kontinyu dan
akurat.
11
informasi tetapi merupakan suatu proses yang mempengaruhi perilaku individu,
karena kesuksesan suatu pendidikan bisa diperlihatkan dengan adanya perubahan
perilaku. Terbentuknya pola perilaku baru dan berkembangnya kemampuan seseorang
dapat terjadi melalui tahapan yang diawali dari pembentukan pengetahuan, sikap dan
dimilikinya suatu ketrampilan baru. Bloom (1976, dalam Notoatmojo, 1997)
mengemukakan bahwa aspek perubahan perilaku yang berkembang dalam proses
pendidikan meliputi tiga ranah yaitu :
12
4) Nilai kebudayaan
Perawat harus memahami bahwa faktor budaya sangat mempengaruhi proses
pembelajaran pasien. Asuhan keperawatan dan proses pembelajaran pasien harus
mempertimbangkan keanekaragaman budaya pasien dan keluarganya (Leininger,
1994 dalam Rankin & Stallings, 2001). Untuk mendesain intervensi dalam penkes
pada pasien, perawat perlu mengkaji informasi tentang bagaimana memberikan
intervensi dengan latar belakang budaya yang beraneka ragam.
5. Evaluasi
Buick, et al (2000) menjelaskan bahwa dalam mengevalusi keefektifan suatu
discharge planning, terdapat 2 indikator penilaian yang perlu dipertimbangkan yaitu
kriteria proses dan kriteria hasil yang dapat diukur seperti adanya peningkatan status
fungsional, kunjungan berulang (readmission) akibat faktor risiko yang tidak
terkontrol.
Menurut Spath (2003) bahwa dalam mengevaluasi keefektifan proses
discharge planning perlu dilakukan follow-up setelah pasien pulang dari rumah sakit
yang dapat dilakukan melalui telepon atau kontak dengan keluarga serta pelayanan
kesehatan yang ikut memberikan perawatan pada pasien. Karena proses follow-up
merupakan kunci untuk menjamin kontinuitas perawatan pasien. Tujuan follow-up
adalah mengevalusi dampak intervensi yang telah diberikan selama perawatan pasien
13
dan mengidentifikasi kebutuhan perawatan yang baru, mengkaji efektifitas dan
efisiensi proses discharge planning.
Menurut Potter & Perry (2005) keberhasilan yang diharapkan setelah dilakukan
discharge planning ditunjukkan seperti :
a. Pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obat-obatan dan
tindakan pengobatan untuk proses transisi atau kepulangan, mengetahui cara
antisipasi kontinuitas perawatan serta tindakan yang akan dilakukan pada kondisi
kedaruratan.
b. Pendidikan diberikan kepada pasien dan keluarga untuk memastikan perawatan
yang tepat setelah pasien pulang sesuai dengan kebutuhan.
c. Koordinasi sistem pendukung dimasyarakat yang memungkinkan pasien untuk
membantu pasien dan keluarga kembali ke rumahnya dan memiliki koping yang
adaptif terhadap perubahan status kesehatan pasien.
d. Melakukan koordinasi system pendukung pelayanan kesehatan untuk kontinuitas
perawatannya. (Darliana, 2012)
14
2.12 Alur Discharge Planning
Perawat PP dibantu PA Perawat PP dibantu PA
Keadaan klien:
1. Klinis dan pemeriksaan
penunjang klien
2. Ketergantungan klien
Keterangan:
1. Tugas Perawat Primer:
a. Membuat perencanaan pulang (discharge planning)
b. Membuat leaflet
c. Memberikan konseling
d. Memberikan pendidikan kesehatan
e. Menyediakan format discharge planning
f. Mendokumentasikan discharge planning
2. Tugas Perawat Associate
a. Melaksanakan agenda discharge planning (pada saat perawatan dan diakhiri
perawatan). (Effendi, 2008)
15
2.13 Format Discharge Planning
No. Reg :
Nama :
Jenis Kelamin :
Mojokerto,…………………..
( ) ( )
(Effendi, 2008)
16
BAB 3
TRIGGER CASE
3.1 Kasus
Pada tanggal 5 Mei 2019 datang seorang pasien bernama An. W (10 tahun) di RS
Bina Sehat Mojokerto dengan keluhan panas sejak 7 hari yang lalu, tidak nafsu makan,
dan terdapat bintik-bintik kemerahan pada kulit. Setelah diperiksa dokter mendiagnosa
An. W dengan DHF dan dianjurkan untuk menjalani perawatan di rumah sakit selama 3
hari karena trombositnya menurun.
A. Pelaksanaan kegiatan :
1. Topik : Discharge planning pada pasien dengan diagnose DHF
2. Hari/tanggal : Rabu, 8 Mei 2019
3. Waktu : 13.00
4. Tempat : Ruang Asoka
5. Pelaksana : Karu, Katim, PA
6. Sasaran : klien dan keluarga klien
B. Pengorganisasian
1. Karu :
2. Katim :
3. Perawat Pelaksana 1 :
4. Perawat Pelaksana 2 :
5. Dokter :
6. Pasien :
7. Keluarga Pasien :
C. Istrumen
1. Status klien
2. Format discharge planning (terlampir)
3. Leaflet (terlampir)
4. Obat-obatan, hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang
D. Naskah
Pada tanggal 5 Mei 2019 datang seorang pasien bernama An. W (10 tahun) di RS
Bina Sehat Mojokerto dengan keluhan panas sejak 7 hari yang lalu, tidak nafsu
17
makan, dan terdapat bintik-bintik kemerahan pada kulit. Setelah diperiksa dokter
mendiagnosa An. W dengan DHF dan dianjurkan untuk menjalani perawatan di
rumah sakit selama 3 hari karena trombositnya menurun.
Di ruang Rawat Inap Melati 3
Karu :“Baik bu, Ns. L dan Ns. G akan bertugas membantu adik W pada pagi
ini, kalau perlu bantuan atau keluhan langsung saja sampaikan kepada
Ns. L atau Ns. G, kalau begitu saya permisi dulu ya dik W dan ibu.
PP 1 :”Baik, adik W, apa yang dirasakan pagi ini? Apakah badanya masih
panas?”
Ibu Pasien :”Masih panas sus, belum turun-turun, tidak nafsu makan juga”
PP 1 :”o.. Gitu ya bu, nanti dokter yang akan menangani adik W akan
segera datang. Sambil menunggu dokter, karena disini adik W baru
datang Ns. G akan mengenalkan ibu mengenai peraturan dan fasilitas
yang ada di ruangan ini. Tujuannya untuk menjaga kenyaman bapak
selama dirawat disini, apakah ibu bersedia?”
18
PP 2 :”Baiklah ibu, waktunya tidak lama sekitar 10 menit saja, sebelumnya
saya akan meemberitahukan peraturan untuk ruangan ini terlebih
dahulu, pertama mengenai jam kunjung, di rs ini, jam kunjungan
dibatasi karena untuk menjaga kenyamanan klien. Jam kunjungan pagi
jam 09.00 samapai jam 11.00, kunjungan sore dari jam 14.00 sampai
jam 21.00.Sebelum dilanjutkan ada yang ingin ditanyakan ?”
PP 1 :”baiklah kalau begitu adik W istirahat dulu, nanti 10 menit lagi dokter
akan kesini untuk memeriksa keadaan adik W”
10 menit kemudian Dokter memeriksa keadaan an. W dan memberi resep pada an.W
19
Dokter : “Selamat pagi pak, saya dr. E yang akan memeriksa an. W hari ini,
apa yang dirasakan pada an. W bu?
Dokter : “ Begini bu, karena anak ibu ini terkena DBD, sehingga tanda dan
gejalnaya itu panasnya tinggi dan nafsu makannya menurun nanti saya
kasih resep untuk menurunkan demamnya dan nafsu makannya ya buk,
kemudian hasil pemeriksaan darahnya untuk trombosit anak ibu
menurun, ibu bias datang ke ruang perawat untuk nanya berapa
trombosit anak ibu kalau misalnya sewaktu-wakti ibu ingin
mengetahui”
Ibu Px : “ Tidak ada sus, Cuma saya khawatir sus dengan trombosit anak
saya ini kalau turun diberi apa ya sus, selain obat uuntuk
meningkatkan trombosit anak saya?”
PP 1 : “ Begini bu, trombosit anak ibu ini memang turun, ibu bias memberi
sari kurma untuk menaikkan trombosit anak ibu, selain didukung
20
dengan obat dari kami bu, kami akan terus memantau perkembangan
anak ibu, jadi ibu tidak usah cemas.”
Karu :”Selamat pagi rekan-rekan, agenda kita pagi hari ini untuk pasien An.
W adalah melakukan discharge planning karena kondisi pasien sudah
membaik dan memungkinkan untuk perawatan dirumah dan dokter
juga sudah ACC kepulangan an. W, bagaimana persiapan katim/pp
dari An. W?”
katim 1 :”Baik, untuk persiapan discharge planning pada An. W sudah siap.
Status pasien dan format discharge planning sudah
dipersiapkan.Untuk masalah pada pasien saat ini pencegahan agar
tidak terkena penyakit DHF lagi”
Karu :”Baik, terima kasih untuk katim. Coba berkas-berkasnya saya periksa
dulu”
Setelah karu memeriksa kelengkapan berkas, katim beserta PP 1 & PP2 ke ruangan
pasien untuk melakukan discharge planning.
Tahap pelaksanaan
Katim :”Alhamdulilah, hari ini ada kabar gembira untuk An. W Jadi hari ini
An. W diperbolehkan untuk pulang sesuai yang dijanjikan pak dokter
tadiamlam ya dek. Bu, mohon maaf sebelumnya untuk persyaratan
sebelum pulang keluarga harus mengurus administrasi di loket bawah”
21
Ibu Px :”Mohon maaf bu untuk administrasinya sudah diurus semua, ini
berkas-berkasnya”
Katim :” Baik bu, bagus sekali kalau begitu. Namun ada satu hal lagi yang
perlu dilakukan terkait dengan kepulangan an. W. Ini nanti Ns. G akan
menyampaikan hal-hal yang terkait dengan perawatan An. W dirumah,
bagaimana ibu apakah bersedia?”
Ibu Px : “Demam berdarah itu ya penyakit yang digigit nyamuk itu saja setahu
saya sus.”
22
PP 2 :” Adik w mulai sekarang harus maumakan sayur ya, istirahat yang
cukup, rajin berolah raga, dan sedikit dikurangi main mainnya,
gunakan waktu untuk istirahat.
PP 2 : “ Baik bu, saya permisi dulu ya, adik W, hati hati di jalan ya kalau
pulang, nanti kalau sudah beres-beres saya antarkan ya dek dengan
kursi roda.
Tahap penutup
Karu :”Terima kasih atas kerjasama rekan-rekan semua, saya kira untuk
kegiatan discharge planning pada pagi hari ini cukup bagus, namun
saya harap untuk kedepannya lebih ditingkatkan lagi untuk
kenyamanan dan kepuasan pasien dan kelurga”
Karu :”Baik selamat bertugas kembali, dan tetap jaga diri dan semangat”
23
JURNAL PENELITIAN DISCHARGE PLANNING
24
Eksperimental Di bermakna dibandingkan
RSUD Tugurejo Dan kelompok control (p = 0,0001).
RSUD Kota Discharge planning terstruktur
Semarang) terbukti efektif secara bermakna
meningkatkan kesiapan pasien
TB paru dalam menghadapi
pemulangan, baik dari aspek
pengetahuan maupun
keterampilan.
4 Ratna Agustin 2017 Optimalisasi Model Discharge planning
Pelaksanaan terintegrasi mempunyai pengaruh
Discharge Planning yang signifikan terhadap
Melalui kemampuan perawat dalam
Pengembangan pelaksanaan discharge planning
Model Discharge (p=0,004; α ≤ 0,05). Adanya
Planning Terintegrasi pengembangan model discharge
Pelayanan planning terintegrasi
Keperawatan menyebabkan penerapan
discharge planning dapat
terlaksananya sebagaimana
mestinya terutama pada tahapan
yang sering diabaikan oleh
perawat. Pengembangan model
discharge planning dapat
dilakukan penelitian lanjutan
tentang discharge planning
berkelanjutan pada rujukan
pelayanan kesehatan yang lain
maupun home care.
5 Wiwin 2016 Hubungan Adanya hubungan implementasi
Sulistyawati Implementasi asesmen kompetensi dengan
Asesmen Kompetensi pelaksanaan discharge planning (p
Dengan Pelaksanaan =0,001). Hasil penelitian ini
25
Discharge Planning. merekomendasikan perlunya
asesmen kompetensi yang
memuat discharge planning
sebagai upaya meningkatkan
pelaksanaan asuhan keperawatan
khususnya discharge planning.
6 Anis Azizah, 2017 Discharge Planning Pengaruh discharge planning
Dhina Mempengaruhi terhadap kualitas pelayanan
Widayati, Kualitas Pelayanan keperawatan didapatkan p
Diana Keperawatan value=0,025 (α<0,05) artinya ada
Rachmania. pengaruh yang signifikan.
Pengaruh discharge planning
terhadap kualitas pelayanan
keperawatan. Pemberian
discharge planning secara
terstruktur membuat responden
lebih memahami penyakitnya
dan tindakan keperawatan jika
sudah dirumah sehingga
responden merasa puas karena
kebutuhan akan pengetahuan
terpenuhi sehingga akan
menggambarkan kualitas
pelayanan keperawatan yang
diberikan baik.
7 Lilik Maslakha 2014 Analisa Pemahaman Hasil penelitian didapatkan
, Wesiana Discharge Planning bahwa dari 59 responden
Heris Santy dengan Tingkat sebagian besar 35 (59,3%)
Kepatuhan Pasien pemahaman discharge planning
Gagal Ginjal Kronik baik, tingkat kepatuhan pasien
(GGK) Dalam GGK dalam menjalani terapi
Menjalani Terapi hemodialysis sebagian besar
Hemodialisis Di 30(50,8%). Dengan adanya
26
Rumah Sakit Islam hubungan Discharge planning
Jemursari Surabaya. dengan tingkat kepatuhan pasien
GGK dalam menjalani terapi
hemodialisis, maka petugas
kesehatan dapat memberikan
informasi yang jelas terhadap
pasien dan berkesinambungan,
dalam bentuk discharge planning
yang sudah tersusun dengan baik
dan meningkatkan kualitas
interaksi kepada keluarga dan
pasien.
8 Nursalam, 2017 Discharge Planning Hasil penelitian menunjukkan
Sumiatun, Meningkatkan bahwa perencanaan kepulangan
Amirul Kepatuhan memiliki pengaruh signifikan
Musrini Pengobatan Pasien. terhadap kepatuhan pasien untuk
terapi (p = 0,028) yang meliputi
obat oral dan injeksi, nutrisi dan
aktifitas selama pasien dirawat.
9 Herniyatun, 2009 Efektivitas Program Kepuasan pasien terhadap
Nurlaila, Discharge Planning pelayanan keperawatan pada
Sudaryani Terhadap Tingkat dimensi pelayanan keperawatan
Kepuasan Pasien Di (pendidikan tentang nutrisi,
Rumah Sakit Umum aktifitas, tanda dan gejala dan
Daerah Kabupaten program terapi) pada kelompok
Kebumen Tahun intervensi dan kontrol terdapat
2009 perbedaan yang bermakna tingkat
kepuasan pasien dengan p value
yang sama yaitu 0,0001 dengan <
α = 0,05. Hal ini berarti program
persiapan pulang efektif terhadap
peningkatan kepuasan pasien
yang dirawat di rumah sakit.
27
10 Nurul 2006 Pengaruh Pemberian Tindakan berupa pemberian
Hidayati, Dwi Discharge Planning discharge planning terhadap
Harjanto, Terhadap Peningkatan pasien pascaoperasi katarak dan
Haryani Pasien Dan Keluarga keluarga di RSUD Banyumas
Tentang Perawatan memberikan pengaruh bermakna
Pascaoperasi Katarak terhadap peningkatan pengetahuan
tentang perawatan pascaoperasi
katarak.
28
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, A., Widayati, D., & Rachmania, D. (2017, Juni). Discharge Planning Mempengaruhi
Kualitas Pelayanan Keperawatan. Journals Of Ners Community, 8(1), 53-63.
Darliana, D. (2012). Discharge Planning Dalam Keperawatan. Idea Nursing Journal, III(2).
F.A, N. F., Sjattar, E. L., & Hadju, V. (2016, April). Pengaruh Pelaksanaan Discharge
Planning Terhadap Dukungan Psikososial Keluarga Merawat Pasien Stroke Di Rsup
Dr. Wahidin Sudirohusodo. JST Kesehatan, 6(2), 172-178.
Hidayati, N., Harjanto, D., & Haryani. (2006). Pengaruh Pemberian Discharge Planning
Terhadap Peningkatan Pasien Dan Keluarga Tentang Perawatan Pascaoperasi
Katarak. Jurnal Ilmu Keperawatan.
Maslakha, L., & Santy, W. H. (2014). Analisa Pemahaman Discharge Planning dengan
Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) Dalam Menjalani Terapi
Hemodialisis Di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya. Journal Of Health Sciences.
30
Pertiwiwati, E., & Rizany, I. (2016). Peran Educator Perawat Dengan Pelaksanaan Discharge
Planning Pada Pasien Di Ruang Tulip 1C RSUD Ulin Banjarmasin. Dunia
Keperawatan, IV(2), 82-87.
Wahyuni, A., Nurrachman, E., & Gayatri, D. (2012, November). Kesiapan Pulang Pasien
Penyakit Jantung Koroner Melalui Penerapan Discaherge Planning. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 15(3), 151-158.
31