You are on page 1of 9

BAB III

KOEFISIEN DISTRIBUSI

3.1. Tujuan Percobaan


Menentukan koefisien distribusi.
3.2. Tinjauan Pustaka
Koefisien distribusi merupakan suatu zat terlarut yang memisahkan antara dua
cairan yang tidak dapat bercampur, terdapat hubungan antara kosentrasi zat terlarut dari
dua fase pada kesetimbangan (Underwood, 1999).
Suatu teknik pemisahan zat satu atau lebih senyawa-senyawa (analit) dari sampel
dengan menggunakan pelarut yang sesuai merupakan pengertian ektraksi. Prinsip
pemisahan ektraksi didasarkan pada kemampuan daya larut analit dalam pelarut, maka
harus menarik senyawa analit dari sampel secara maksimal (Aloisia, 2017). Setelah
proses ekstraksi, memisahkan pelarut dari sampel dengan cara penyaringan. Ekstrak
awal sulit dipisahkan jika melalui teknik pemisahan tunggal. Oleh karena itu, ekstrak
awal perlu ditambahkan dengan memisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas
dan ukuran molekul yang sama (Mukhriani, 2014).
Hukum distribusi atau hukum Nernst. Suatu kesetimbangan kimia akan
didistribusikan antara campuran 2 pelarut sehingga
αA 1
 konstan  K DA ........................................................(3.1)
αA 2

Keterangan :
αA1 : aktivitas A dalam pelarut 1
αA2 : aktivitas A dalam pelarut 2
KDA : koefisien distribusi (Underwood, 1999).
Persamaan ”hukum distribusi” adalah
cA,cairan 1 = KcA,cairan 2............................................................(3.2)
dimana cA adalah kosentrasi zat terlarut A dalam fasa cair, dan K adalah koefisien
partisi atau distribusi (Welty, 2004). Sedangkan koefisien partisi dapat dirumuskan
sebagai berikut:

[A]2
KD  ..........................................................................(3.3)
[A]1

20
21

Atau
[A]org
KD 
[A]air
.........................................................................(3.4)
Keterangan:
KD : koefisien distribusi
[A]org : kosentrasi analit dalam fase organik
[A]air : kosentrasi analit dalam fase air (Aloisia, 2017).
Jenis-jenis ekstraksi:
1. Ekstraksi padat-cair (Leaching)
Merupakan proses transfer analit dari sampel yang berwujud padat ke dalam
pelarutnya. Pada prinsip ini pemisahan didasarkan pada daya larut analit. Secara
maksimal dengan demikan pelarut yang digunakan harus menarik komponen analit
dari sampel.
2. Ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut)
Merupakan proses pemisahan yang berdasar pada fenomena distribusi dua larutan
yang tidak bercampur. Prinsip dasar yang digunakan adalah perbedaan kelarutan dan
perbedaan pemisahan (Aloisia, 2017).
Faktor ekstraksi merupakan suatu cara yang digunakan untuk mereduksi dari
beberapa indikator untuk menghasilkan faktor yang sedikit. Beberapa metodenya
adalah:
a. Analisis komponen utama merupakan metode paling sederhana dengan menghitung
secara maksimum dalam data dan menentukan banyaknya faktor minimum
b. Faktorisasi poros utama merupakan metode untuk mengenali dimensi yang
mendasarinya secara umum
c. Metode untuk meminimumkan jumlah perbedaan matriks
d. Metode yang meminimumkan Error
e. Maximum likelihood merupakan faktor yang menghasilkan estimasi parameter
(Sutopo, 2017).
Prinsip dasar ekstraksi atau pemisahan zat adalah dengan perbedaan kelarutan
suatu zat. Terdapat dua jenis pelarut, pelarut polar dan pelarut non polar. Pelarut polar
adalah pelarut yang dapat bercampur dengan air, contohnya air dan alkohol. Pelarut
22

non polar adalah pelarut yang tidak dapat bercampur dengan lemak/minyak, contohnya
eter dan aseton (Yusa, 2006).
Faktor yang mempengaruhi distribusi adalah temperatur. Jika temperatur naik
akan menurunkan koefisen distribusi (K) karena menaikkan suhu akan mengeluarkan
kelarutan gas pada cairan. Jika K menurun maka akan menurun waktu dan volume
retensi. Pengaruh bergantung pada keadaan/sifat zat terlarut, fase cair, dan temperatur
(Underwood, 1999).
Aplikasi ekstraksi selain digunakan di dunia industri juga bisa digunakan di
bidang farmasi, karena melibatkan pemisahan bagian aktif obat dari jaringan tanaman
dengan menggunakan pelarut selektif. Selama ekstraksi, pelarut menyebar ke dalam
bahan tanaman padat dan senyawa solubilise dengan polaritas yang sama (Pandey,
2014).
3.3. Tinjauan Bahan
A. Aquadest
- rumus molekul : H2O
- bentuk : cair
- berat molekul : 18,02 g/mol
- pH :7
- titik didih : 100 °C
- titik lebur : 0 °C
- warna : tidak berwarna
B. Asam Asetat
- rumus molekul : CH3COOH
- bentuk : cair
- berat molekul : 60,05 g/mol
- pH :2
- titik didih : 118,1 °C
- titik lebur : 16,6 °C
- warna : tidak berwarna
C. Asam Oksalat Dihidrat
- rumus molekul : H2C2O4.2H2O
- bentuk : padat
23

- berat molekul : 126.07 g/mol


- pH :1
- titik didih : 149-160 °C
- titik lebur : 101 °C
- warna : putih
D. Indikator Phenolptalein
- rumus molekul : C20H14O4
- bentuk : cair
- berat molekul : 318,33 g/mol
- pH : netral
- titik didih : 64,5 °C
- titik lebur : -97,8 °C
- warna : tidak berwarna
E. Kloroform
- rumus molekul : CHCl3
- bentuk : cair
- berat molekul : 119,38 g/mol
- pH : 4,9-5,5
- titik didih : 61 °C
- titik lebur : -63,5 °C
- warna : tidak berwarna
F. Natrium Hidroksida
- rumus molekul : NaOH
- bentuk : padat
- berat molekul : 40 g/mol
- pH : 13,5
- titik didih : 1388 °C
- titik lebur : 323 °C
- warna : putih
24

3.4. Alat dan Bahan


A. Alat-alat yang digunakan: B. Bahan-bahan yang digunakan:

- batang pengaduk - Aquadest (H2O)

- Beakerglass - asam asetat (CH3COOH)

- botol Aquadest - asam oksalat (H2C2O4.2H2O)

- buret - indikator fenolftalein

- corong kaca - klorofrom (CHCl3)

- corong pemisah - natrium hidroksida (NaOH)

- Erlenmeyer
- gelas arloji
- gelas ukur
- karet penghisap
- labu ukur
- pipet tetes
- pipet volume
- statif dan klem
- termometer
- Shaker
3.5. Prosedur Percobaan
A. Preparasi larutan
- Membuat 500 mL larutan natrium hidrosida 0,2 N
- Membuat 100 mL larutan asam oksalat 0,2 N
- Membuat larutan asam asetat 1 N sebanyak 100 mL
B. Standarisasi larutan natrium hidrokida dengan larutan standar asam oksalat
- Memipet 10 mL larutan asam oksalat ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan
indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes
- Menstandarisasi dengan larutan natrium hidrosida sampai warna larutan
berubah dari tidak berwarna menjadi merah muda, dan ulangi percobaan
sampai 3 kali.
25

C. Penentuan koefisien distribusi


- Meyediakan 5 buah Erlenmeyer dan masing-masing diisi dengan asam asetat 1
N sebanyak 2, 4, 6, 8, 10 mL
- Memasukkan Aquadest ke dalam Erlenmeyer sebanyak 10, 8, 6, 4, dan 2 mL
- Menambahakan ke dalam Erlenmeyer, masing-masing 10 mL klorofrom dan
kocoknya selama 3 menit
- Memasukkan larutan tersebut ke dalam corong pemisah, biarkan hingga
membentuk dua lapisan kemudian pisahkan
- Masing-masing lapisan diukur volumenya, kemudia titrasi dengan natrium
hidroksida yang telah distandarisasi (gunakan indikator fenolftalein).
3.6. Data Pengamatan
Tabel 3.1. Standarisasi Natrium Hidroksida dengan Asam Oksalat
No. Volume Asam Oksalat (mL) Volume Natrium Hidroksida (mL)
1. 10 14,8
2. 10 14,7
3. 10 13,5

Tabel 3.2. Titrasi antara Asam Asetat dalam air dan Asam Asetat dalam
Klorofrom
Lapisan bawah Lapisan atas
Volume Volume Volume (CH3COOH dan (CH3COOH dan
H2O CH3COOH CHCl3 CHCl3) H2O)
(mL) (mL) (mL) V lapisan V titrasi V lapisan V titrasi
(mL) (mL) (mL) (mL)
10 2 10 8,5 6 12 12,2
8 4 10 8 2,3 12,5 18,3
6 6 10 7,5 2 13 25,9
4 8 10 9 3 10 25
2 10 10 9 4 12,5 27
26

3.7. Dokumentasi

Gambar 3.1. Terbentuk 2 lapisan:


a. Larutan CH3COOH dan H2O
b. Larutan CH3COOH dan CHCl3
3.8. Pembahasan
A. Preparasi larutan
 Membuat larutan natrium hidroksida 0,2 N dengan menimbang natrium
hidroksida sebanyak 4 gram kemudian dilarutkan dengan 500 mL Aquadest
 Membuat larutan asam oksalat 0,2 N dengan menimbang asam oksalat
sebanyak 1,26 gram kemudian dilarutkan dengan Aquadest sebanyak 100 mL
 Membuat larutan asam asetat 1 N dengan memipet larutan asam oksalat
sebanyak 5,71 mL dimasukkan ke labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan
Aquadest sampai batas labu ukur.
B. Standarisasi larutan natrium hidroksida dengan larutan standar asam oksalat
A. Menstandarisasi larutan natrium hidroksida dengan larutan standar asam
oksalat dengan cara memasukkan larutan natrium hidroksida pada buret
sebagai titran, kemudian memipet asam oksalat sebanyak 10 mL sebagai titrat
dan diberi 3 tetes indikator PP kemudian dititrasi sampai menjadi merah muda,
diulangi sampai 3 kali percobaan. Rata – rata volume untuk larutan natrium
27

hidroksida ini 14,3 mL. Pada saat praktikum, kosentrasi NaOH sebesar 0,139
N sedangkan pada teori kosentrasi NaOH sebesar 0,2 N. Faktor yang
mempengaruhi adalah kurang akuratnya pada saat penimbangan, sifat NaOH
yang mudah menguap, dan pembacaan volume buret yang kurang teliti.
C. Penentuan koefisien distribusi
 Percobaan pertama larutan asam asetat sebanyak 2 mL ditambahkan Aquadest
sebanyak 10 mL dan kloroform 10 mL, setelah dipisahkan pada corong
pemisah didapatkan volume lapisan bawah sebanyak 8,5 mL dan volume
titrasi sebanyak 6 mL dengan normalitas lapisan bawah sebanyak 0, 098 N.
Lapisan atas didapatkan volume 12 mL dengan volume titrasi 12,2 mL dan
jumlah normalitas sebanyak 0,141 N. pada titrasi antara asam asetat dalam air
dan asam asetat dalam kloroform menghasilkan volume titrasi lapisan bawah 6
mL, karena terdapat kesalahan pada penetesan indikator.
 Percobaan kedua larutan asam asetat sebanyak 4 mL ditambahkan Aquadest 8
mL dan kloroform 10 mL. Didapatkan volume lapisan bawah sebanyak 8 mL
dengan volume titrasi 2,3 mL dan jumlah normalitas sebanyak 0,040 N. Untuk
lapisan atas sebanyak 12,5 mL dengan volume tritrasi 18,5 mL dan jumlah
normalitas sebanyak 0,205 N.
 Percobaan ketiga larutan asam asetat sebanyak 6 mL ditambahkan Aquadest 6
mL dan kloroform 10 mL. Didapatkan volume lapisan bawah sebanyak 7,5
mL dengan volume titrasi 2 mL dan jumlah normalitas sebanyak 0,037 N.
Untuk lapisan atas sebanyak 13 mL dengan volume tritrasi 26,9 mL dan
jumlah normalitas sebanyak 0,287 N.
 Percobaan keempat larutan asam asetat sebanyak 4 mL ditambahkan Aquadest
8 mL dan kloroform 10 mL. Didapatkan volume lapisan bawah sebanyak 9
mL dengan volume titrasi 3 mL dan jumlah normalitas sebanyak 0,046 N.
Untuk lapisan atas sebanyak 10 mL dengan volume tritrasi 25 mL dan jumlah
normalitas sebanyak 0,347 N.
 Percobaan kelima larutan asam asetat sebanyak 2 mL ditambahkan Aquadest
10 mL dan kloroform 10 mL. Didapatkan volume lapisan bawah sebanyak 9
mL dengan volume titrasi 4 mL dan jumlah normalitas sebanyak 0,061 N.
28

Untuk lapisan atas sebanyak 12,5 mL dengan volume tritrasi 27 mL dan


jumlah normalitas sebanyak 0,300 N.
 Dari hasil titrasi lapisan bawah dan atas didapatkan KD rata-rata praktikum
sebesar 0,241.
3.9. Kesimpulan
Dari penentuan koefisien distribusi antara asam asetat dengan air dan asam asetat
dengan kloroform didapatkan koefisien distribusi rata-rata 0,220.

You might also like