Professional Documents
Culture Documents
sehingga para penghuninya dapat beraktivitas dengan nyaman. Menurut Winslow, rumah sehat
memiliki beberapa kriteria, yakni dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis; serta
dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan dan penularan penyakit.
Agar (penghuni) rumah menjadi sehat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Ventiasi Udara
Rumah sehat harus memiliki ventilasi udara yang cukup, agar sirkulasi udara lancar dan udara
menjadi segar. Ventilasi udara membuat kadar oksigen di dalam rumah tetap terjaga sekaligus
menjaga kelembapan rumah.
Buat ventilasi udara lewat bukaan jendela. Penghawaan udara dalam rumah akan makin
maksimal dengan sistem ventilasi silang atau cross ventilation. Jika tidak memungkinkan, bisa
dibuat ventilasi lewat lubang-lubang angin.
Selain itu, sebisa mungkin jangan menggunakan kipas angin, karena bisa menyebabkan flek pada
paru-paru. Taman di teras atau di dalam rumah juga akan membantu proses produksi oksigen.
Pencahayaan
Rumah sehat harus memiliki pencahayaan alami yang cukup. Rumah yang kekurangan cahaya
matahari sangat lembap dan tidak nyaman serta rawan terhadap bibit penyakit.
Umumnya, cahaya alami didapat lewat jendela, namun jika tidak memungkinkan, cahaya bisa
diperoleh dari genteng kaca. Kendati demikian, pencahayaan rumah jangan terlalu berlebihan,
karena dapat membuat mata sakit dan ruangan menjadi gerah.
Lantai
Lantai kedap air adalah syarat bagi rumah sehat. Bahannya bisa beragam: ubin, semen, kayu,
atau keramik. Lantai yang berdebu atau becek selain tidak nyaman juga bisa menjadi sarang
penyakit.
Pemilihan material lantai sangat penting. Misalnya, keramik lantai yang licin dapat
menyebabkan penghuni terpeleset.
Ketinggian langit-langit rumah juga mesti diperhatikan. Pasalnya, langit-langit yang terlalu
pendek bisa menyebabkan ruangan terasa panas sehingga mengurangi kenyamanan.
Pembuangan Limbah
Setiap hari, rumah menghasilkan limbah kamar mandi, dapur, dan sampah. Rumah sehat harus
memiliki septic tank dan pembuangan limbah air yang tidak mencemarkan tanah dan air tanah
serta tidak berbau. Posisi septic tank sebaiknya dibuat sejauh mungkin dengan pompa air.
Setiap rumah sehat memiliki tempat pembuangan sampah yang tertutup agar tidak mencemari
lingkungan sekitarnya. Buatlah dua tempat sampah: untuk sampah organik dan anorganik.
Air Bersih
Rumah sehat harus memenuhi kebutuhan air bersih bagi para penghuninya, yakni minimal 60
liter per hari per orang—untuk minum, mandi, mencuci, dan lain-lain.
Rumah yang kita ditempati haruslah sehat, agar penghuninya dapat bekerja secara produktif.
Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor
risiko sebagai sumber penularan berbagai penyakit.
Rumah Sehat
Menurut UU No. 4/1992 yang dimaksud rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Jenis rumah yaitu terdiri rumah permanen dan rumah tidak permanen. Rumah permanen yaitu
rumah yang sedikit atau tidak menggunakan bahan kayu dan bambu. Bahan pokoknya adalah
tembok, besi baja atau bahan lain yang lebih kuat dari pada kayu sedangkan rumah tidak
permanen adalah perumahan yang buruk akan menimbulkan permasalaan kesehatan. Rumah atau
tempat tinggal tidak hanya pantas untuk dihuni, dilihat atau dilihat saja, tetapi rumah atau tempat
tinggal harus nyaman, aman dan harus sehat.
Rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan air bersih, jarak dari tempat pembuangan
sampah lebih dari 100 meter, dekat dengan sarana pembersihan , berada di tempat dimana air
hujan dan air kotor tidak tergenang.Beberapa peryaratan yang harus dipenuhi menurut WHO
dan American Public health association (APHA) antara kain
1) Syarat Fisiologis
Perumahan harus memenuhi persyaratan fisiologis agar kebutuhan faal tubuh terpenuhi
melalui fasilitas yang tersedia.
Yang termasuk di dalam kebutuhan fisiologis untuk perumahan adalah:
a. Pencahayaan
Pencahayaan yang diperlukan untuk suatu ruangan di dalam rumah dapat
berbentuk cahaya alami yaitu sinar matahari dan juga cahaya buatan yaitu sinar lampu. Cahaya
yang diperlukan perorang yang tinggal didalamnya.
b. Penghawaan
Penghawaan untuk suatu ruangan di dalam rumah harus diperhitungkan yaitu aliran udara
yang masuk kedalam ruangan serta jumlah udara yang diperlukan perorang yang tinggal
didalamnya
c. Kebisingan
Tidak terdapat gangguan ketenangan akibat adanya kebisingan baik yang bersumber dari
luar maupun dari dalam rumah.
d. Ruangan (space)
Tersedia ruang yang cukup untuk kegiatan bermain bagi anak-anak, dan untuk belajar,
selain itu harus tersedia ruangan utama yaitu ruang tamu, ruang tidur, ruang makan dan
sebagainya.
2) Syarat psikologis
a. Menjamin privacy
Setiap anggota keluarga harus terjamin ketenangan dan kebebasan dalam hunia, sehingga tidak
terganggu baik oleh keluarga yang lain, tetangga maupun orang yang kebetulan lewat diluar.
b. Tersedianya ruang keluarga.
Ruang keluarga sangat penting untuk saling melepaskan kerinduan atau malah psikologis yang
lain. Ruang keluarga adalah sarana untuk menjalin hubungan sosial maupun emosional keluarga.
c. Lingkungan yang sesuai
Seseorang akan dapat memilih hunian mana yang sesuai dengan strata sosial keluarganya.
Kesenjangan strata antar penghuni atau pemukiman akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Tersedia sarana yang sifatnya memerlukan “privacy”
Rumah dilengkapi dengan kamar mandi dan kloset sendiri. Setidaknya harus tersedia sarana
tersebut., akan terasa tidak etis bila suatu anggota keluarga mandi ataupun buang hajat di
fasilitas milik tetangganya.
e. Jumlah kamar tidur yang cukup
Jumlah kamar tidur disesuaikan dengan usia penghuninya. Usia di bawah 2 tahun dipisahkan
ataupun boleh satu kamar dengan orang tuanya. Tetapi untuk Anak usia di atas 10 tahun harus di
pisahkan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk anak umur 17 tahun ke atas diberikan
kamar tersendiri.
f. Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan atau taman.
Fungsi dari halaman rumah disamping menimbulkan rasa keindahan bagi penghuninya
berfungsi juga untuk membersihkan udara dan menahan /melindungi pencemaran udara dari
luar.
g. Untuk Hewan peliharaan dibuatkan kandang tersendiri yang terpisah dari rumah. Untuk
menghindari tertularnya penyakit zoonosis, ataupun keributan yang ditimbulkan oleh binatang
peliharaan, sebaiknya dibuatkan kandang terpisah dari ruangan yang biasa dihuni.
3) Mencegah penularan penyakit
Pada dasarnya persyaratan perumahan harus dipertimbangkan agar tidak menimbulkan
gangguan kesehatan, baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Beberapa persyaratan berikut
berkaitan dengan tersedianya fasilitas sanitasi agar kesehatan penghuninya tetap terhindar dari
penyakit, tidak tertular penyakit infeksi baik antar penghuni maupun dengan kehadiran anggota
warga lain dari sekitar.
a. Tersedianya persediaan air bersih / air minum
Air bersih sangat diperlukan untuk keperluan sehari-hari . Penyediaan air bersih harus
memenuhi syarat kualitas yaitu fisik, kimia, dan bakteriogis maupun kuantitas (jumlah).
b. Keadaan rumah maupun halaman serta lingkungannya menjamin tidak terdapatnya tempat
perindukan vektor penyakit. Hal ini terkait dengan konstruksi maupun keadaan rumah seperti
adanya tempat penyimpanan sampah yang baik, kebersihan yang selalu terjaga dan sebagainya.
c. Tersedianya tempat pembuangan tinja dan air limbah yang memenuhi syarat sanitasi
d. Luas / ukuran kamar yang tidak menimbulkan suasana kumuh
Luas kamar minimum ukuran 2,5 m 3 m dengan ketinggian langit-langit berkisar dari 2,75m
sampai 3 m. Hal ini khususnya yang menyangkut kepadatan penghuni kamar dan luas jendela
berpengaruh terhadap timbul dan menularnya penyakit saluran pernafasan. Sekalipun
pencahayaan alami juga berperan penting dalam menekan kejadian penyakit dalam saluran
pernafasan.
e. Fasilitas untuk pengolahan makanan / memasak dan penyimpanan makanan yang terbebas dari
pencemaran maupun jangkauan vektor maupun binatang pengerat.
4) Mencegah terjadinya kecelakaan
Beberapa hal untuk menghindari timbulnya kecelakaan misalnya adalah:
a. Adanya ventilasi di dapur. Untuk mengeluarkan gas seandainya terjadi kebocoran dari tabung
gas. Bukalah jendela agar gas segera dapat keluar dari ruangan
b. Cukup intestitas cahaya, untuk menghindari kecelakaan seperti tersandung, Teriris / tersayat,
tertusuk jarum waktu menjahit dan sebagainya.
c. Jauh dari pohon besar, Bangunan rumah jauh dari pepohonan besar yang mudah tumbang atau
runtuh.
d. Garis rooi. Bangunan harus mengikuti garis rooi (garis sempadan). Jarak pagar dengan bangunan
Sehat, Depkes RI, 2007. Maka Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1. Dapat Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang
sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah, adanya ruangan khusus untuk istirahat
(ruang tidur), bagi masing-maing penghuni;
2. Dapat Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor
penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
penghawaan yang cukup;
3. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak
yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu;
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi
bangunan rumah, bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam rumah;
Rumah yang sehat harus dapat mencegah atau mengurangi resiko kecelakaanseperti terjatuh,
keracunan dan kebakaran (Winslow dan APHA). Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam
kaitan dengan hal tersebut antara lain :
1. Ventilasi.
2. Pencahayaan
3. Penghawaan
4. Suhu dan kelembaban udara
BAB I
PENDAHULUAN
2. 1 Pengertian Rumah
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok kita sehari-hari serta untuk
berteduh apabila terjadi panas dan hujan, sebagai tempat berlindung kita. Rumah juga
dapat menimbulkan beberapa risiko penyakit termasuk bahaya radiasi dan pencemaran
udara apabila setiap harinya tidak bersih. Agar penghuni rumah terhindar dari penyakit-
penyakit tersebut, maka diperlukan kondisi kualitas kesehatan lingkungan rumah yang
baik. Untuk mewujudkan lingkungan perumahan yang sehat harus memperhatikan lokasi, kualitas
tanah dan air tanah, kualitas udara ambien, kebisingan, getaran dan radiasi, sarana dan prasarana
lingkungan (saluran air, pembuangan sampah, jalan, tempat bermain, dan sebagainya), binatang
penular penyakit (vektor), dan penghijauan.
2.2 Akibat jika rumah tidak rumah sehat
Untuk mewujudkan lingkungan perumahan yang sehat harus memperhatikan lokasi,
kualitas tanah dan air tanah, kualitas udara ambien, kebisingan, getaran dan radiasi, sarana dan
prasarana lingkungan (saluran air, pembuangan sampah, jalan, tempat bermain, dan sebagainya),
binatang penular penyakit (vektor), dan penghijauan.
Bila lingkungan perumahan tidak diperhatikan, maka dapat memudahkan terjadinya
penularan dan penyebaran penyakit, seperti :
a. Diare
b. Cacingan
c. Tbc
d. Demam berdarah
e. Malaria
f. Typus
dan dapat menyebabkan kecelakaan seperti kebakaran, tertusuk paku atau kaca, terpeleset,
terantuk, dan sebagainya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.6 Vektor
Keberadaan vektor di dalam dam di luar rumah perlu diawasi karena serangga/ binatang pengerat
seperti tikus mempunyai peran penting di dalam penularan berbagai jenis penyakit.
Adapun jenis vektor dan penyakit ditularkan adalah sebagai berikut :
a. Nyamuk :
- aedes aegypty > demam berdarah
- culex quinques > filaria
b. lalat : musca domestica > dysentri, diare, typhoid (lalat rumah)
c. kecoa : blatella germanica > dysentri, diare, typhoid, cholera (kecoa jerman)
d. tikus : rattus-rattus diardi > pes, murine typhus (tikus rumah).
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perumahan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Rumah atau tempat tinggal, dari
zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-
gua, kemudian berkembang dengan mendirikan rumah di hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai
pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah bertingkat dan diperlengkapi dengan
peralatan yang serba modern.
Rumah yang sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi
perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal
berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah satu
bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan
guna mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif (Munif Arifin, 2009).
Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan penyakit berbasis
lingkungan, dimana kecenderungannya semakin meningkat akhir-akhir ini. Penyakit-penyakit
berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Bahkan pada
kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari
penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya
cakupan dan kualitas intervensi kesehatan lingkungan (Munif Arifin,2009).
Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf kesehatan jasmani
dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan mengurangi daya kerja atau daya
produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh
lingkungan, jika kondisi tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah
(lingkungan pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman
pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah,
karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya (Notoatmodjo, 2003).
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
B.1. Jelaskan pengertian rumah sehat?
B.2. Sebutkan fungsi rumah?
B.3. Apa saja yang menjadi persyaratan rumah sehat?
B.4. Bagaimanakah penilaian rumah sehat?
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rumah Sehat
Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar,
menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia, dan
menjadi bagian dari gaya hidup manusia Sedangkan pengertian Sehat menurut WHO adalah suatu
keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial budaya, bukan hanya keadaan yang bebas
penyakit dan kelemahan (kecacatan).
Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi seluruh
pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya dapat berjalan dengan
baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar dari faktor- faktor yang dapat merugikan
kesehatan (Hindarto, 2007). Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung,
bernaung, dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna
baik fisik, rohani, maupun sosial (Sanropie dkk., 1991). Sedangkan menurut Hermawan (2010)
yang dikutip dari Azwar, rumah sehat adalah tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk
beristrahat sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik,rohani maupun sosial.
B. Fungsi Rumah
Fungsi rumah rumah bagi manusia yang diposkan oleh suhadi (2007) yang dikutip dari
Azwar adalah :
Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melasanakan kewajiban sehari-
hari.
Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi segenap
anggota keluarga yang ada.
Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam.
Sebagai lambang status sosial yang dimiliki yang masih dirasakan hingga saat ini.
Sebagai tempat untuk meletakan atau menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki, yang
terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan.
C. Persyaratan Rumah Sehat
C.1. Menurut Budiman Chandra (2007), persyaratan rumah sehat yang tercantum dalam Residential
Environment dari WHO (1974) antara lain :
a. Harus dapat berlindung dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat istrahat.
b. Mempunyai tenpat-tempat untuk tidur, memasak, mandi, mencuci, kakus dan kamar mandi.
c. Dapat melindungi bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.
d. Bebas dari bahan bangunan berbahaya.
e. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari gempa,
keruntuhan, dan penyakit menular.
f. Member rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.
C.2. Persyaratan rumah sehat berdasarkan pedoman teknis penilaian rumah sehat (Depkes RI, 2007).
a. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah, adanya ruangan khusus untuk
istirahat (ruang tidur), bagi masing-maing penghuni.
b. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan
tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya
makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang
cukup.
c. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena pengaruh
luar dan dalam rumah, antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan
rumah, bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam rumah.
C.3. Persyaratan rumah sehat menurut Winslow dan APHA yang dikutip (Ircham Machfoedz, 2008)
adalah sebagai berikut :
a. memenuhi kebutuhan physiologis, yang meliputi :
Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau dipertahankan
temperatur lingkungannya. Sebaiknya temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah
paling sedikit 4°C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar
22°C - 30°C sudah cukup segar.
Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan atas cahaya matahari
(penerangan alamiah) serta penerangan dari nyala api lainnya (penerangan buatan).
Semua penerangan ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu gelap atau tidak
menimbulkan rasa silau.
Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara segar dapat
terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas
lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% luas lantai sehingga jumlah
keduanya menjadi 10% dari luas lantai.
Ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu
sedikit.
Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang berlebihan
karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik langsung maupun dalam jangka waktu
yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul antara lain gangguan fisik seperti kerusakan
alat pendengaran dan gangguan mental seperti mudah marah dan apatis.
Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk anak- anak dapat
bermain. Hal ini penting agar anak mempunyai kesempatan bergerak, bermain dengan leluasa di
rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik, juga agar anak tidak bermain di rumah
tetangganya, di jalan atau tempat lain yang membahayakan.
b. memenuhi kebutuhan psychologis, yang meliputi :
Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni Adanya ruangan khusus untuk istirahat
bagi masing-masing penghuni, seperti kamar tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur di
bawah 2 tahun masih diperbolehkan satu kamar tidur dengan ayah dan ibu. Anak-anak di atas 10
tahun laki-laki dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas 17 tahun
mempunyai kamar tidur sendiri.
Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana anak-anak sambil
makan dapat berdialog langsung dengan orang tuannya.
Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki tingkat ekonomi
yang relatif sama, sebab bila bertetangga dengan orang yang lebih kaya atau lebih miskin akan
menimbulkan tekanan batin. Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai
menghalangi lalu lintas dalam ruangan.
W.C. (Water Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan terpelihara
kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau gelisah bila terasa ingin buang air besar tapi
tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di W.C. orang lain atau harus buang air besar
di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.
Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman hias, tanaman bunga yang
kesemuanya diatur, ditata, dan dipelihara secara rapi dan bersih, sehingga menyenangkan bila
dipandang.
c. mencegah penularan penyakit, yang meliputi.
Penyediaan Air Bersih yang memenuhi syarat kesehatan
Bebas dari kehidupan serangga dan tikus
Pembuagan sampah
Pembuangan air limbah.
Pembuangan Tinja
Bebas pencemaran makanan dan minuman.
d. mencegah terjadinya kecelakaan yaitu rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat
melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan. Termasuk dalam
persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh, tangga yang tidak terlalu curam dan
licin, terhindar dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan
keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya
(Azwar, 1990; CDC, 2006; Sanropie, 1991).
C.4. Menurut Soedjajadi (2006), persyaatan rumah sehat harus dapat mencegah atau mengurangi
resiko kecelakaan seperti jatuh, keracunan dan kebakaran. Persyaratan tersebut meliputi:
a. Membuat konstruksi rumah yang kokoh dan kuat.
b. Bahan rumah terbuat dari bahan tahan api.
c. Pertukaran udara dalam rumah baik sehingga terhindar dari bahaya racun dan gas.
d. Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin sehingga bahaya jatuh dan kecelakaan mekanis
dapat dihindari.
e. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang
gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
C.5. Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri
Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/ 1999 meliputi dua aspek yaitu :
1. Lingkungan perumahan yang terdiri dari lokasi, kualitas udara, kebi singan dan getaran, kualitas
tanah, kualitas air tanah, sarana dan prasarana lingkungan, binatang penular penyakit dan
penghijauan.
2. Rumah tinggal yang terdiri dari bahan bangunan, komponen dan pena taan ruang rumah,
pencahayaan, kualitas udara, ventilasi, binatang penular penyakit, air, makanan, limbah, dan
kepadatan hunian ruang tidur.
Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman
dari kecelakaan;
Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit;
Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak mengganggu
kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat,
jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan, jalan tidak menyilaukan mata;
Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan
kesehatan;
Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi persyaratan
kesehatan;
Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan;
Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat
hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya;
Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya;
Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yang
dapat menimbulkan keracunan.
f. Vektor penyakit
Indeks lalat harus memenuhi syarat.
Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
g. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga
berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.
a. Bahan bangunan
Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan,
an tara lain : debu total kurang dari 150 mg/m2 , asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam,
plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan;
Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme
patogen.
b. Komponen dan penataan ruangan
Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah
dibersihkan;
Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
c. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi
seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
d. Kualitas udara
Suhu udara nyaman antara 18 – 30 o C;
Kelembaban udara 40 – 70 %;
Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam;
Pertukaran udara 5 kaki 3 /menit/penghuni;
Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam;
Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3
e. Ventilasi : Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
f. Vektor penyakit : Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
g. Penyediaan air
Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/ orang/hari;
Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut
Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
h. Pembuangan Limbah
Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau,
dan tidak mencemari permukaan tanah;
Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari
permukaan tanah dan air tanah.
i. Sarana Penyimpanan Makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
j. Kepadatan hunian Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2
orang tidur.
Dalam hal rumah sehat, persentase pelayanan kesehatan dan keturunan diabaikan,
sedangkan untuk penilaian lingkungan dan perilaku ditentulan sebagai berikut :
1.Bobot komponen rumah (25/80 x 100%) : 31
2.Bobot sarana sanitasi (20/80 x 100%) : 25
3.Bobot perilaku (35/80 x 100%) : 44
Penentuan kriteria rumah berdasarkan pada hasil penilaian rumah yang merupakan hasil
perkalian antara nilai dengan bobot, dengan criteria sebagai berikut :
1. Memenuhi syarat : 80 -100 % dari total skor.
2. Tidak memenuhi syarat : < 80 % dari total skor.
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih
sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,
menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun
dan tempat terbuka. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di
Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu
penduduk pad a semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan
Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52. Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah telah
melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain melakukan uji coba implementasi Community Led
Total Sanitation (CLTS) di 6 Kabupaten pada tahun 2005, dilanjutkan dengan pencanangan gerakan
sanitasi total oleh Menteri Kesehatan pada tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan
kampanye cud tangan secara nasional oleh Menko Kesra bersama Mendiknas dan Meneg
Perlunya strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat berangkat dari pelaksanaan
kegiatan dengan pendekatan sektoral dan subsidi perangkat keras selama ini tidak memberi daya
ungkit terjadinya perubahan perilaku hygienis dan peningkatan akses sanitasi, sehingga diperlukan
strategi yang baru dengan melibatkan lintas sektor sesuai dengan tugas dan pokok dan fungsi
masing-masing dengan leading sektor Departemen Kesehatan karena sanitasi total berbasis
B. Pengertian STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah
pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan
1. Output:
a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat
mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).
b. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah
tangga.
c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor,
rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air,sabun, sarana cuci
2. Outcome:
a. Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan
Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya danperilaku penduduk
yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan
untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya.
Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah 3 tahun yaitu
sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi
diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (studi World Bank, 2007).
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih
sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,
menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan
tempat terbuka.
Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam
mencuci tangan adalah:
Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan
99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih
mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare
di Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu
penduduk pad a semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case
Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52.
Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total.
Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan
meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai
sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan
mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun sebesar 94%.
Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi dengan menetapkan Open
Defecation Free dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 - 2009. Hal ini sejalan dengan
komitmen pemerintah dalam mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015,
yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh
dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses.
Pengertian STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah pendekatan untuk
merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial berdasarkan kesamaan
kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan.
Open Defecation Free yang selanjutnya disebut sebagai ODF adalah kondisi ketika setiap individu
dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan.
Cuci Tangan Pakai Sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang
mengalir.
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga yang selanjutnya disebut sebagai PAMRT adalah suatu proses
pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air minum dan air yang digunakan untuk produksi
makanan dan keperluan oral lainnya seperti berkumur, sikat gigi, persiapan makanan/minuman bayi.
Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan
penyakit.
Sanitasi dasar adalah hádala sarana sanitasi rumah tanggayang meliputi sarana Luang air besar, sarana
pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.
Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan
RT/Dusun/Kampung:
Mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi (gotong royong)
Memonitor pekerjaan di tingkat masyarakat
Menyelesaikan permasalahan/konflik masyarakat
Mendukung/memotivasi masyarakat lainnya,setelah mencapai keberhasilan sanitai total
(ODF) di lingkungan tempat tinggalnya
Membangun kapasitas kelompok pada lokasi kegiatan STBM
Membangun kesadaran dan meningkatkan kebutuhan
Memperkenalkan opsi-opsi teknologi
Mempunyai strategi pelaksanaan dan exit strategi yang jelas
Pemerintah Desa:
Membentuk tim fasilitator desa yang anggotanya berasal dari kader-kader desa, Para Guru,
dsb untuk memfasilitasi gerakan masyarakat. Tim ini mengembangkan rencana desa,
mengawasi pekerjaan mereka dan menghubungkan dengan perangkat desa
Memonitor kerja kader pemicu STBM dan memberikan bimbingan yang diperlukan
Mengambil alih pengoperasian dan pemeliharaan (O & M) yang sedang berjalan dan
tanggungjawab ke atas
Memastikan keberadilan di semua lapisan masyarakat, khususnya kelompok yang peka
Pemerintah Kecamatan:
Berkoordinasi dengan berbagai lapisan Badan Pemerintah dan memberi dukungan bagi kader
pemicu STBM
Mengembangkan pengusaha lokal untuk produksi dan suplai bahan serta memonitor kualitas
bahan tersebut
Mengevaluasi dan memonitor kerja lingkungan tempat tinggal
Memelihara database status kesehatan yang efektif dan tetap ter-update secara berkala
Kabupaten Pemerintah:
Pemerintah Provinsi:
Pemerintah Pusat:
Strategi STBM
A. Penciptaan Lingkungan Yang Kondusif
1. Prinsip
Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam meningkatkan
perilaku higienis dan saniter.
2. Pokok Kegiatan
Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya
secara berjenjang
Mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah.
Meningkatkan kemitraan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Organisasi Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Swasta.
B. Peningkatan Kebutuhan
1. Prinsip
Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk mendukungterciptanya sanitasi total.
2. Pokok kegiatan
C. Peningkatan Penyediaan
1. Prinsip
Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhanmasyarakat.
2. Pokok kegiatan
1. Prinsip
Melestarikan pengetahuan dan pembelajaran dalam sanitasi total.
2. Pokok kegiatan
E. Pembiayaan
1. Prinsip
Meniadakan subsidi untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar.
2. Pokok kegiatan
1. Prinsip
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi
2. Pokok kegiatan
B. Indikator
Output :
Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasidasar sehingga
dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).
Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di
rumah tangga.
Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas(seperti sekolah,
kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air,sabun,
sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.
Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
Setiap rumah tanga mengelola sampahnya dengan benar.
Outcome :
Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkunganlainnya yang berkaitan
dengan sanitasi dan perilaku.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi (pengelolaan air limbah domestic).
Pembuangan akhir limbah tinjaumumnya dibuang menggunakan beberapa cara antara
lain dengan menggunakan septic tank, dibuang langsung ke sungaiatau danau, dibuang
ke tanah , dan ada juga yang dibuang kekolam atau pantai. Di beberapa daerah pedesaan
di Indonesia, masih banyak dijumpai masyarakat yang berada di bawah garis
kemiskinandengan sanitasi yang sangat minim.
Permasalahan sanitasi di Indonesia dewasa ini masih menjadi suatu permasalahan yang
sangat kompleks dan urgent. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia bahkan di
daerah ibukota sendiri yang mengalami permasalahan sanitasi. Padahal sanitasi juga
dapat menjadi tolok ukur dan faktor pendukung sebuah kesejahteraan bagi masyarakat.
Masih sering dijumpaisebagian masyarakat yang membuang hajatnya di sungai
karenatidak mempunyai saluran pembuangan khusus untuk pembuanganair limbah
rumah tangga maupun air buangan dari kamarmandi. Bahkan terkadang masih dijumpai
masyarakat yangmembuang hajatnya di pekarangan rumahnya masing-masing.
Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku
yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia
bersentuh langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan
harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.Hal ini terjadi selain
disebabkan karena factor ekonomi, faktorkebiasaan yang sulit dirubah dan kualitas
pendidikan yangrelative rendah dari masyarakat pun memang sangatberpengaruh
besar terhadap pola hidup masyarakat.
Dalam penerapannya dimasyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air, pengolaan
limbah, pengolaan sampah, control vector, pencegahan dan pengontrolan pencemaran
tanah, sanitasi makanan, serta pencemaran udara.
Sanitasi sangat menentukan keberhasilan dari paradigma pembangunan kesehatan
lingkungan lima tahun ke depan yang lebih menekankan pada aspek pencegahan dari
aspek pengobatan. Dengan adanya upaya pencegahan yang baik, angka kejadian
penyakit yang terkait dengan kondisi lingkungan dapat di cegah. Selain itu anggaran
yang diperlukan untuk preventif juga relative lebih terjangkau daripada melakukan
upaya pengobatan.
Menurut beberapa literatur yang disebut tempat umum adalah suatu tempat dimana
orang banyak atau masyarakat umum berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara
sementara (insidentil) maupun secara terus menerus (permanent), baik membayar
mapupun tidak membayar.
Dari latar belakang yang telah penulis jabarkan diatas maka penulis mengambil judul
dalam makalah iniadah “Pengelolaan Sanitasi Di Tempat-Tempat Umum (STTU)”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam kalah ini adalah :
1. Apa pengertian sanitasi?
2. Bagimana pengelolaaan sanitasi Tempat-tempat umum (STTU)?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahu dan memahami pengertian dari Sanitasi
2. Memahami pengelolaan sanitasi tempat-tempat umum (STTU).
D. Manfaat Penulisan
Dalam penulisan makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi peihak bagi semua pihak
yang terlibat didalamnya, dengan tujuan agar adanya pemahaman dan
peningkatan mengenai pelaksanaan penglolaan sanitasi tempat-tempat umum (STTU).
E. Metode Penulisan
Dalam makalah ini penulis mengambil sumber materi dari buku dan browsing internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Pustaka
Lingkungan hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia (human
environment) atau dalam sehari-hari juga cukup disebut dengan "lingkungan" saja.
Unsur-unsur lingkungan hidup itu sendiri biasa nya terdiri dari: manusia, hewan,
tumbuhan. Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia.
Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Istilah
lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa
Belanda disebut dengan Millieu, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut dengan
I'environment. Pengetian Sanitasi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor :
965/MENKES/SK/XI/1992, pengertian sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan
untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia.
Menurut Notoadmojo (2003), mengemukakan : “sanitasi itu sendiri merupakan perilaku
disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia
bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan
harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia, sedangkan
untuk pengertian dari sanitasi lingkungan, sanitasi lingkungan adalah status kesehatan
suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air
bersih dan sebagainya”.Ruang lingkup kegiatan Pengawasan Sanitasi. Pada
kegiatan ini dilakukan pencatatan, Kegiatan ini dilaksanakan melalui orientasi keadaan
sanitasi secara garis besar, untuk mencari permasalahan umum STTU yang dilihat atau
diperiksa yang menyangkut masalah umum sanitasi yang ada sehingga tahap ini
merupakan survei pendahuluan (preliminary survey).
Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa
definisi lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber
penularannya dan pengendalian lingkungan.
Menurut Mukono, (2000). Mengemukakn bahawa :
“Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan
yang berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan
timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh
kegiatan tersebut dapat dicegah (Adriyani, 2005). STTU merupakan problem kesehatan
masyarakat yang cukup mendesak. Karena tempat-tempat umum merupakan tempat
menyebarnya segala macam penyakit terutama penyakit-penyakit yang medianya
makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian STTU harus memenuhi syarat-
syarat kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat
kesehatan masyarakat”
.
Sanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan yang
berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan
timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh
kegiatan tersebut dapat dicegah (Fahmi, 2009). Sanitasi tempat-tempat umum menurut
Mukono (2006), merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak.
Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan
segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat
Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur
faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut.
Terkait makanan, sanitasi didefinisikan sebagai penerapan atau pemeliharaan kondisi
yang mampu mencegah terjadinya pencemaran (kontaminasi) makanan atau terjadinya
penyakit yang disebabkan oleh makanan (foodborne illness atau foodborne disease)
B. Pengelolaan Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU)
Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau
biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan
buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan
industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan
menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan),
teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktik kebersihan pribadi
(contohnya membasuh tangan dengan sabun).
Ruang lingkup sanitasi Berdasarkan pengertiannya yang dimaksud dengansanitasi
adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatannya kepada
usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Ruang lingkup sanitasi mencakup,
penyediaan air bersih sangat pentingdiperhatikan, karena kondisi tersedia atau
tidaknyaair bersih di suatu daerah akan menentukan darikelancaran operasi sistem
pengoahan air limbah. Yangmana, untuk sistem pembungan terpusat itu memerlukan
penyediaan air bersih yang relatif lebih terjamindibandingkan dengan sistem
pembungan setempat, pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan,
pemrosesan, pendaur-ulangan, ataupembuangan dari material sampah. Kalimat ini
biasanyamengacu pada material sampah yang dihasilkan darikegiatan manusia, dan
biasanya dikelola untukmengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkunganatau
keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukanuntuk memulihkan sumber daya alam.
Pengelolaan sampahbisa melibatkan zat padat, cair, gas, atauradioaktif dengan metoda
dan keahlian khusus untukmasing masing jenis zat, pengolahan makanan dan minuman
Meliputi hal-hal sebagai berikut, pengadaan bahan makanan/bahan baku, Penyimpanan
bahan makanan/bahanbaku, Pengolahan makanan, Pengangkutan makanan,
Penyimpanan makanan, Penyajian makanan.
Hambatan yang sangat sering dijumpai dalam pelaksanaan sanitasi di tempat-tempat
umum, diantaranya adalah Belum adanya pengertian dari para pengusaha, pemerintah
mengenai peraturan per undang-undangn yang menyangkut sanitasi umum kaitannya
dengan usaha kesehtan masyaraka, belum mengetahui/kesadaran mengenai pentingnya
usaha pengeloilan sanotasi, untuk menghindari terjadinya kecelakaan atau penularan
penyakit, adanya sikap keberatan dari pengusaha atau pihak-pihak tertentu untuk
memenuhi persyaratan-persyaratan karena memerlukan biaya ekstra, belum adanya
adanya sikap apatis dari masyarakat tentang adanya peraturan/persyaratan Standar
sanitasi fasilitas umum, Belum semua peralatan dimiliki oleh tenaga pengawas pada
standar yang tepat, masih terbatasnya pengetahan petugas dalam melaksanakan
pengawasan, masih minimnya dana yang dialokasikan untuk pengawasan, belum
semua wilayah memiliki saran transportasi untuk melakukan kegiatan pengawasan
Oleh sebab itu tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama
penyakit yang medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian sanitasi
tempat-tempat umum harus memenuhi persyaratan kesehatan dalam arti melindungi,
memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tempat-tempat umum
harus mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum, artinya masyarakat boleh keluar masuk
ruangan tempat umum dengan membayar atau tanpa membayar.
2. Harus ada gedung/tempat peranan, artinya harus ada tempat tertentu dimana
masyarakat melakukan aktivitas tertentu.
3. Harus ada aktivitas, artinya pengelolaan dan aktivitas dari pengunjung tempat-
tempat umum tersebut.
4. Harus ada fasilitas, artinya tempat-tempat umum tersebut harus sesuai dengan
ramainya, harus mempunyai fasilitas tertentu yang mutlak diperlukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di tempat-tempat umum.
Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan
antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial, tempat
yang memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum yang
intensitas jumlah dan waktu kunjungannya tinggi.
Tempat umum adalah suatu tempat dimana orang banyak atau masyarakat umum
berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara sementara (insidentil) maupun secara
terus menerus (permanent), baik membayar mapupun tidak membayar.
Kriteria suatu tempat umum adalah terpenuhinya beberapa syarat :
1. Diperuntukkan bagi masyarakat umm
2. Harus ada gedung/tempat yang permanen
3. Harus ada aktivitas (pengusaha, pegawai, pengunjung)
4. Harus ada fasilitas (SAB, WC, Urinoir, tempat sampah, dan lain-lain)
Sedangkan yang disebut sanitasi tempat-tempat umum adalah suatau usaha untuk
mengawasi dan mencegah kerugian akibat dari tidak terawatnya tempat-tempat umum
tersebut yang mengakibatkan timbul dan menularnya berbagai jenis penyakit.
Sasaran khusus yang harus diberikan dalam pengawasn tempat-tempat umum meliputi
:
1. Manusia sebagai pelaksana kegiatan
2. Alat-alat kebersihan
3. Tempat kegiatan
Kenapa sanitasi di tempat-tempat umum sangat diperlukan karena Adanya kumpulan
manusia yang berhubungan langsung dengan lingkungan, kurangnya pengertian dari
masyarakat mengenai masalah kesehatan, kurangnya fasilitas sanitasi yang baik,
adanya kemungkinan besar terjadinya penularan penyakit, adanya kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan adanya tuntutan physical dan mental confort.
Langkah-langkah dalam implementasi usaha pengelolaan Sanitasi umum adalah
Identifikasi masalah, pemeriksaan, evaluasi, pencatatan dan pelaporan
Kegiatan pemeriksaan yaitu kegiatan melihat dan menyaksikan secara langsung di
tempat serta menilai tentang keadaan atau tindakan yang dilakukan serta memberikan
petunjuk atau saran-saran perbaikan. Pemeriksaan dilakukan terhadap faktor
lingkungan dan perlengkapan/peralatan sesuai dengan persyaratan dan kebersihannya,
misalnya: lingkungan pekarangan, bangunan, persediaan air bersih, cara pembuangan
sampah dan air kotor, perlengkapan WC dan urinoir, dan sebagainya. Dalam kegiatan
ini pemeriksa juga memberikan bimbingan dan petunjuk kepada pemilik/pengelola dan
pengguna yang melakukan kegiatan yang meliputi cara-cara pencegahan penyakit,
kebersihan, kebiasaan dan cara kerja yang baik dan lain sebagainya.
Kegiatan pengawasan yaitu pengamatan secara terus menerus perkembangan kegiatan,
tindakan serta usaha tindak lanjut dari hasil pemeriksaan.
Guna memperbaiki kondisi sanitasi berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah,
diantaranya adalah agenda penyiapan langkah langkah penting pembangunan sanitasi
yang sejalan dengan pencapaian sasaran, kesepakatan pemerintah dengan para
stakeholder yang terkait dengan pengelolaan dan pembangunan sanitasi akan perlunya
peningkatan kesadaran dan komitmen pemerintah di semua tingkatan pembangunan
sanitasi, mendorong akselerasi pembangunan sanitasi dan lahirnya program Persepatan
Pembangunan Sanitasi Permukiman yang terintegrasi dan terpadu. Guna meningkatkan
kualitas dan peningkatan pelayanan dan penyediaan Sanitasi dengan tepat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia. Ruang lingkup sanitasi Berdasarkan pengertiannya
yang dimaksud dengansanitasi adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitik
beratkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia, yang
mencakup diantaranya : pengelolaan air besih, pengelolaan sampah dan limbah,
Pengolahan makanan dan minuman.
Sanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan
yang berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan
timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh
kegiatan tersebut dapat dicegah. Hambatan yang sangat sering dijumpai dalam
pelaksanaan sanitasi di tempat-tempat umum meliputi: Belum adanya pengertian,
Belum mengetahui/kesadaran, adanya sikap keberatan dari pengusaha atau pihak-pihak
tertentu, belum adanya adanya sikap apatis dari masyarakat, Belum semua peralatan
dimiliki oleh tenaga pengawas pada standar yang tepat, masih terbatasnya pengetahan
petugas, masih minimnya dan Belum semua wilayah memiliki saran transportasi untuk
kegiatan pengawasan.
B. Saran
Sanitasi Tempat-tempat umum merpakan hal yang sangat penting oleh karena
pengelolaan pengawasan pemeliharan dan pengembangan Sanitasi tempat-tempat
umum hendaknya dulakuakn secara intensif dan didukung dengan sarana dan prasarana
yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Kedokteran EGC:
Jakarta.
Hilal, Nur (2008). Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Ssampah Padat. JKL:
Purwokerto.
Mukono,. (2000). Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press :
Surabaya.
Rusdiawan (2011) Sanitasi dan Kesejahteraan
Sumber: http://green.kompasiana.com/polusi/2011/11/20/sanitasi-dan-
kesejahteraan/ Diakses tanggal 5 November 2012 waktu 10.52. wib
Teuku (2009) Pentingnya Pengelolaan Sanitasi Di Tempat-Tempat Umum
Sumber : http://tuloe.wordpress.com/2009/06/07/sanitasi-umum/
Diakses tanggal 5 November 2012 waktu 10.25wib
ReimiE 2012: Pengertian atau Definisi Sanitasi
Reimie : http://www.reimie.com/2012/10/pengertian-atau-definisi-sanitasi.html
diakses pada 05/10/2012 jam 21.32 Wib.
Wardana (2012). Sanitasi Tempat-tempat Umum
Diakses : cai-sl.blogspot.com/2012/06/makalah-sanitasi-tempat-tempat-umum.html
diakses : Diakses tanggal 5 November 2012 waktu 11.15wib
Makalah Sanitasi Tempat-Tempat Umum
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara kesehatan. Menurut
WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin
menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan,
dan daya tahan hidup manusia.
Tempat-tempat umum yaitu tempat kegiatan bagi umum, yang mempunyai tempat, sarana
dan kegiatan tetap, diselenggarakan badan pemerintah, swasta, dan atau perorangan, yang
dipergunakan langsung oleh masyarakat. Jenis tempat-tempat umum antara lain : 8, 9
- Penginapan/Losmen
- Mess
- Kolam Renang
- Bioskop
- Tempat Hiburan
- Tempat Rekreasi
- Bilyard
- Tempat Bersejarah
- Pemangkas Rambut
- Salon Kecantikan
- Pasar-Pasar
- Apotik
- Toko Obat
- Perbelanjaan
- Tempat-Tempat Ibadah
- Rumah Sakit
- Klinik Bersalin
- Sekolah-Sekolah/Asrama
- Panti Asuhan
Tujuan diadakannya penyehatan sarana dan bangunan umum adalah sebagai upaya untuk
meningkatkan pengendalian faktor risiko penyakit dan kecelakaan pada sarana dan bangunan umum.
Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah :
b. Tempat umum antara lain hotel, penginapan, pasar, bioskop, tempat rekreasi, kolam renang, terminal,
Bandar udara, pelabuhan laut, pusat perbelanjaan dan usaha-usaha yang sejenis.
c. Lingkungan kerja antara lain kawasan perkantoran, kawasan industri, atau yang sejenisnya.
d. Angkutan umum antara lain bus umum, pesawat udara komersial, kapal penumpang, kapal ferry
penumpang, kereta api dan sejenis.
e. Lingkungan lainnya antara lain tempat pengungsian, daerah transmigrasi, lembaga permasyarakatan,
sekolah dan sejenis.
f. Sarana Pelayanan Umum antara lain samsat, bank, kantor pos dan tempat ibadah yang sejenis.
g. Sarana Kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas, laboratorium, pabrik obat, apotik dan yang
sejenis.
a. Perencanaan
b. Pengawasan kualitas
1) Inspeksi sanitasi.
3) Analisa data dan rumusan pemecahan masalah, serta memberi rekomendasi untuk tindak lanjut.
c. Investigasi
Invstigasi dilakukan bila ditemukan adanya Kejadian Luar Biasa, dan atau keluhan dari masyarakat.
d. Tindak lanjut
Tindak lanjut dilakukan berdasarkan hasil monitoring dan investigasi, melalui penyuluhan, pelatihan,
perbaikan dan pemeliharaan.
Sebagai sumber daya yang diperlukan untuk kegiatan Penyehatan Sarana dan Bangunan
Umum adalah :
2. Peralatan
a. Formulir Pengamatan
1) Formulir pemeriksaan
7) Sanitarian Kit
8) Vector Kit
3. Metode
Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala, sekurang-kurangnya 2(dua) kali dalam satu tahun.
Pengawasan pada kejadian luar biasa (KLB) dilakukan sesuai dengan kondisi setempat dan
memperhatikan risiko atau gangguan pada kesehatan masyarakat. Cara pengawasan dilakukan
melalui wawancara, pengamatan, pengukuran, analisa laboratorium, penyusunan laporan dan tindak
lanjut.
4. Dana
a. APBN
b. APBD
BAB III
PENUTUP
3.1.SIMPULAN
1. Beberapa masalah yang ditemukan pada program Kesling antara lain, belum optimalnya
kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi TTU, belum optimalnya pemeriksaan rumah
tangga sehat, serta belum berjalannya kegiatan pengawasan sanitasi TPM.
2. Prioritas masalah yang didapatkan pada program Kesling PKM Muara Fajar adalah belum
optimalnya kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum.
3. Penyebab masalah belum optimalnya kegiatan tersebut antara lain kurangnya jumlah
petugas, tidak tersedianya formulir yang lengkap dan peralatan pengukuran kualitas
lingkungan, tidak tersedianya pedoman umum, serta belum adanya alokasi dana khusus untuk
kugiatan.
4. Alternatif pemecahan masalah yang disarankan antara lain memberikan surat rekomendasi
serta penyediaan formulir dan pedoman umum untuk pelaksanaan kegiatan.
5. Upaya pemecahan masalah yang telah terlaksana adalah pemberian surat rekomendasi yang
berisi pemberdayaan petugas, penyediaan alat pengukuran kualitas lingkungan, dan
pengalokasian dana khusus untuk kegiatan.
6. Evaluasi terhadap pelaksanaan rekomendasi tidak dapat dilakukan karena keterbatasan
waktu.
3.2.SARAN
1. Sebaiknya Kepala Puskesmas memberdayaan petugas lain untuk membantu petugas Kesling
dalam pelaksanan kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi TTU.
2. Kepada Kepala Puskesmas sebaiknya menyediakan peralatan yang penting untuk mengukur
kualitas lingkungan, seperti 1 buah meteran, 1 buah vektor kit, 1 buah microbial test kit dan 1
air polution test kit yang dapat dilakukan secara bertahap.
3. Petugas sanitasi agar dapat memanfaatkan sumber daya serta peralatan yang ada secara
optimal untuk menunjang kegiatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adriyani, Seto. Manajemen Sanitasi Pelabuhan Domestik Di Gresik, Jurnal Kesehatan Lingkungan. Surabaya :
2005
Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 288/MENKES/SK/III/2003 Tentang Pedoman Penyehatan Sarana
Dan Bangunan Umum. Jakarta : 2003.
Depkes RI. 2006. Intervensi Faktor Lingkungan Cegah 13 Juta Kematian. http://www.depkes.go.id [Diakses 7
Desember 2009].
Seksi Penyehatan Lingkungan. Laporan rekapitulasi penyakit berbasis lingkungan Puskesmas kota Pekanbaru.
Pekanbaru: Dinkes kota Pekanbaru, 2006.
World Health Organization (WHO). 2008. Environmental Health. http://www.WHO.int. [Diakses 20 November
2009].
Depkes RI. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta : 1992.
PEMKO Muara Enim. PERDA Kabupaten Muara Enim No.3 Tahun 1992 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata
Kerja Dinas Sosial. Muara Enim : 1994.
Hygiene Tempat Pengolahan Makanan
I. PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang disediakan di luar rumah,
maka produk-produk makanan yang disediakan oleh perusahaan atau perorangan yang bergerak
dalam usaha penyediaan makanan untuk kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan dan
keselamatannya. Hal ini hanya dapat terwujud bila ditunjang dengan keadaan hygiene dan sanitasi
Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dan dipelihara secara bersama oleh pengusaha dan
masyarakat.
TPM yang dimaksud meliputi rumah makan dan restoran, jasaboga atau catering, industri makanan,
kantin, warung dan makanan jajanan dan sebagainya.
Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan menyediakan makanan bagi
masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan
kesehatan atau penyakit bahkan keracunan akibat dari makanan yang dihasilkannya. Dengan
demikian kualitas makanan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM harus memenuhi syarat-
syarat kesehatan. Salah satu syarat kesehatan TPM yang penting dan mempengaruhi kualitas
hygiene sanitasi makanan tersebut adalah faktor lokasi dan bangunan TPM. Lokasi dan bangunan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi makanan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus dan parasit serta bahan-bahan kimia yang dapat
menimbulkan risiko terhadap kesehatan.
II. TUJUAN
Tujuan modul ini adalah agar peserta mengetahui persyaratan sanitasi TPM dan mampu
menerapkan praktek persyaratan dan teknik pembersihan/pemeliharaan ruangan di TPM agar
terhindar dari resiko pencemaran.
III. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup meliputi persyaratan lokasi dan bangunan yang meliputi halaman, konstruksi, tata
ruang, lantai, dinding, atap dan langit-langit, pintu & jendela, ventilasi, pencahayaan, ruangan
pengolahan, tempat cuci alat dan bahan makanan, tempat cuci tangan, air bersih, jamban &
peturasan, kamar mandi, tempat sampah, locker dan cara pembersihan dan pemeliharaanya.
IV. RINCIAN PERSYARATAN
1. Lokasi
Lokasi TPM harus jauh dan terhindar dari pencemaran yang diakibatkan antara lain oleh bahan
pencemar seperti banjir, udara (debu, asap, serbuk, bau), bahan padat (sampah, serangga, tikus) dan
sebagainya.
Bangunan harus dibuat dengan cara yang terlindung dari sumber pencemar seperti tempat
pembuangan sampah umum, WC umum, pengolahan limbah dan sumber pencemar lainnya yang
diduga dapat mencemari hasil produksi makanan. Pengertian jauh dari sumber pencemaran adalah
sangat relatif tergantung kepada arah pencemaran yang mungkin terjadi seperti arah angin dan
aliran air. Secara pasti ditentukan jarak minimal adalah 500 meter, sebagai batas kemampuan
terbang lalat rumah atau mempunyai dinding pemisah yang sempurna walaupun jaraknya
berdekatan.
2. Konstruksi
Secara umum konstruksi dan rancang bangun harus aman dan memenuhi peraturan perundang-
undangan tentang Keselamatan dan Keamanan yang berlaku, seperti memenuhi undang-undang
gangguan (Hinder Ordoonantie) dan sesuai dengan peruntukan wilayahnya (Rancangan Umum Tata
Ruang), Pedoman Konstruksi Bangunan Umum, Pedoman Plumbing Indonesia dan lain-lain.
Konstruksi bangunan TPM harus kuat, aman dan terpelihara sehingga mencegah terjadinya
kecelakaan dan pencemaran. Konstruksi tidak boleh retak, lapuk, tidak utuh, kumuh atau mudah
terjadi kebakaran. Selain kuat konstruksi juga harus selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan
bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan secara tidak teratur.
3. Halaman
Halaman TPM diberi papan nama perusahaan yang mencantumkan nomor pendaftaran/Laik hygiene
sanitasi makanan di tempat yang mudah dilihat.
Halaman harus selalu kering dan terpelihara kebersihannya, tidak banyak serangga (lalat, kecoa) dan
tikus serta tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan, serta tidak terdapat
tumpukan barang-barang yang tidak teratur sehingga dapat menjadi tempat berkembang biaknya
serangga dan tikus.
Saluran pembuangan air kotor di halaman (yang berasal dari dapur dan kamar mandi) harus tertutup
dan tidak menjadi tempat jalan masuknya tikus ke dalam bangunan TPM. Oleh sebab itu pada setiap
lubang/saluran yang berhubungan dengan bagian dalam bangunan harus dilengkapi dengan jeruji
(screen) yang ukurannya tidak bisa dilalui oleh tikus.
Pembuangan air hujan harus lancar sehingga tidak menimbulkan genangan-genangan air di
permukaan tanah.
4. Tata ruang
Pembagian ruang untuk restoran dan rumah makan minimal terdiri dari dapur, gudang, ruang
makan, toilet, ruang karyawan dan ruang adminsitrasi. Setiap ruangan mempunyai batas dinding
untuk memisahkan ruangan yang satu dengan lainnya dan dihubungkan dengan pintu.
Ruangan harus ditata dengan baik sesuai dengan fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus
karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang-barang lainnya yang dapat
mencemari makanan. Dan yang paling penting adalah ruang dan barang-barang di tata sedemikian
rupa agar mudah dibersihkan setiap hari.
Khusus ruang pengolahan makanan (dapur/jasaboga) harus diatur proses pengolahan makanan
seperti ban berjalan (berurutan yang teratur).
5. Lantai
Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kering, tidak mudah rusak, tidak lembab, tidak
ada retakan atau celah tidak licin dan tahan terhadap pembersihan yang berulang-ulang. Dibuat
miring ke arah tertentu dengan kelandaian yang cukup (1-2%) sehingga tidak terjadi genangan air,
serta mudah untuk dibersihkan. Untuk itu bahannya harus kuat, rata, kedap air dan dipasang dengan
rapi.
Pertemuan antara lantai dengan dinding sebaiknya dibuat conus (tidak membuat sudut mati) dengan
tujuan agar sisa-sisa kotoran mudah dibersihkan dan tidak tertinggal/ menumpuk di sudut-sudut
lantai.
6. Dinding
Permukaan dinding harus rata dan halus, berwarna terang dan tidak lembab dan mudah dibersihkan.
Untuk itu dibuat dari bahan yang kuat, kering, tidak menyerap air, dipasang rata tanpa celah/retak.
Dinding dapat dilapisi plesteran atau porselen agar tidak mudah ditumbuhi oleh jamur atau kapang.
Keadaan dinding harus dipelihara agar tetap utuh, bersih dan tidak terdapat debu, lawa-lawa atau
kotoran lain yang berpotensi menyebabkan pencemaran pada makanan.
Permukaan dinding yang sering terkena percikan air misalnya di tempat pencucian dan tempat
peracikan dipasang porselin atau logam anti karat setinggi 2 (dua) meter dari lantai. Tinggi 2 meter
sebagai batas jangkauan tangan dalam posisi berdiri, sehingga bilamana dinding pada jangkauan
tersebut dipasang porselin, dapat mudah dibersihkan.
7. Atap dan langit-langit
Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan jatuhnya debu dan kotoran lain, sehingga tidak
mengotori makanan yang sedang diolah. Atap tidak boleh bocor, cukup landai dan tidak menjadi
sarang serangga dan tikus.
Langit-langit harus terpelihara dan selalu dalam keadaan bersih, bebas dari retakan dan lubang-
lubang dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus.
Tinggi langit-langit minimal adalah 2,4 meter di atas lantai, makin tinggi langit-langit, makin baik
persyaratannya, karena jumlah oksigen ruangan semakin banyak.
8. Pintu dan jendela
Pintu di ruangan memasak harus dapat ditutup sendiri (self closing) dan membuka ke arah luar.
Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah harus dilengkapi dengan kawat kassa
yang dapat dibuka dan dipasang. Semua pintu dari ruang tempat pengolahan makanan dibuat
menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kawat kasa, tirai plastik, pintu rangkap
dan lain-lain. Setiap bagian bawah pintu sebaiknya dilapisi logam setinggi 36 cm, untuk mencegah
masuknya tikus. Jarak pintu dengan lantai harus cukup rapat dan tidak lebih dari 5 mm.
Pintu dapur dibuat membuka kearah luar dengan maksud agar :
a. Mencegah masuknya lalat, karena pada saat pintu dibuka terjadi dorongan angin sehingga lalat
menjauh dari pintu. Sebaliknya kalau pintu membuka ke dalam, pada saat pintu dibuka terjadi
sedotan udara yang membantu menarik lalat masuk ke dalam ruangan.
b. Untuk memudahkan penyelamatan diri pada waktu keadaan darurat seperti kebakaran dan
sebagainya. Pada waktu panik, pintu langsung terdorong membuka ke arah luar.
Pintu menutup sendiri dapat dibuat dengan :
1). konstruksi pintu biasa atau kassa yang dilengkapi alat penutup sendiri
2). Pintu biasa dilengkapi dengan tirai plastik yang dapat ditembus tetapi dapat juga menutup
kembali. Gunanya adalah untuk mencegah lalat masuk ke ruangan.
9. Pencahayaan
Intensitas pencahayaan disetiap ruang kerja harus cukup terang untuk melakukan pekerjaan. Setiap
ruangan kerja seperti gudang, dapur, tempat cuci peralatan dan tempat cuci tangan, internsitas
pencahayaan sedikitnya 10 foot candle pada titik 90 cm dari lantai. Pencahayaan harus tidak
menyilaukan dan tersebar merata, sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan. Upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan cara menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan.
Pencahayaan dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter). Untuk perkiraan
secara kasar dapat dilakukan sebagai berikut :
Lampu listrik 1 watt akan menghasilkan 1 candle cahaya sebagai sumber. Maka pada jarak 1 kaki, 1
watt menghasilkan 1 foot candle (jarak 1 kaki = 30 cm). 1 watt pada jarak 1 meter (= 3 kaki)
menghasilkan cahaya lebih rendah yaitu ⅓ foot candle, 1 watt pada jarak 2 meter (= 6 kaki)
menghasilkan ⅓ x ½ = 1/6 foot candle, dan 1 watt pada jarak 3 meter (= 9 kaki) menghasilkan ⅓ x ⅓ =
1/9 foot candle. Maka misalnya bila kita memiliki lampu 60 watt pada jarak 2 meter (= 6 kaki) akan
menghasilkan 1/6 x 60 fc = 60/6 foot candle = 10 foot candle. Jadi syarat minimal pemakaian lampu
listrik adalah 60 watt untuk menghasilkan 10 foot candle pada jarak 2 meter. Pertanyaanya berapa
watt lampu dibutuhkan untuk menghasilkan 20 foot candle pada jarak 3 meter (100, 140 atau 180
watt. Jawabanya adalah 180 watt (3/1 x 3/1 x 20 = 180 watt).
Keterangan : 3 meter = 3 x 3 = 9 kaki. Jarak berbanding terbalik dengan kuat cahaya.
10. Ventilasi/Penghawaan
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat
menjaga keadaan nyaman. Suhu nyaman berkisar antara 28oC – 32oC. Sejauh mungkin ventilasi
harus cukup untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi
uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, dan membuang bau, asap dan pencemaran
lain dari ruangan.
Ventilasi dapat diperoleh secara alamiah dengan membuat lubang penghawaan yang cukup. Lubang
penghawaan bisa berupa lubang penghawaan tetap dan lubang penghawaan insidental (misalnya
jendela yang bisa dibuka dan ditutup). Jumlah lubang penghawaan minimal 10% dari luas lantai.
Aliran ventilasi yang dipersyaratkan adalah minimal 15 kali per menit.
Bila ventilasi alamiah tidak dapat memenuhi persyaratan maka bisa dibuat ventilasi buatan berupa
ventilasi mekanis, misalnya kipas angin, exhauser fan, AC.
11. Ruangan Pengolahan Makanan
Luas ruangan dapur pengolahan makanan harus cukup untuk orang bekerja dengan mudah dan
efisien, mencegah kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan. Ruang
pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peturasan dan kamar
mandi, dan dibatasi dengan ruangan antara.
Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 (dua) meter persegi untuk setiap orang
pekerja. Contoh perhitungan praktis dilapangan. Bila luas ruangan dapur 4 x 3 M2 = 12 M2 dan
jumlah pekerja di dapur 6 orang, secara teori tersedia ruangan 12/6 = 2 M2/orang. Keadaan ini
belum memenuhi syarat, karena kalau dihitung dengan lantai untuk peralatan kerja di dapur, maka
yang masih tersedia adalah 2–2 M2/or = 0 M2/or. Maka dengan luas dapur 12 M2, yang idealnya
untuk pekerja adalah untuk 12/4 = 3 M2/or, sehingga cukup untuk orang bekerja 12/3 = 4 orang
pekerja saja.
Dengan demikian berapa orang pekerja yang ideal untuk dapur seluas 4 x 5 m2? (10, 8 atau 6 orang).
Jawabannya adalah 6 –7 orang
12. Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Pencucian peralatan harus
menggunakan bahan pembersih/deterjen. Bak pencucian peralatan sedikitnya terdiri dari 3 (tiga)
bak pencuci yaitu untuk merendam (Hushing), menyabun (washing) dan membilas (rinsing).
Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan Kalium Permanganat
(PK) 0,02% satu sendok teh dalam satu ember ukuran 10 liter atau disiram air mendidih (80oC)
dalam beberapa detik atau menggunakan larutan zat kaporit 50 ppm. Satu sendok makan dalam
ember ukuran 10 liter.
Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari
kemungkinan pencemaran oleh serangga, tikus dan hewan lainnya.
Pertanyaan, berapa sendok makan PK dalam air sebanyak satu ember ukuran 20 liter? (1, 2 atau 3
sendok) Jawabannya 1 sendok.
13. Tempat cuci tangan
Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan
yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan
pengering.
Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan, sebagai berikut:
1-10 orang : 1 buah, dengan tambahan 1 (satu) buah untuk setiap penambahan 10 orang atau
kurang. Tempat cuci tangan diletakkan sedekat mungkin dengan pintu masuk, sehingga setiap orang
yang masuk dapur pertama kali adalah mencuci tangan.
Pertanyaan : bila karyawanya ada 25 orang, berapa tempat cuci tangan yang harus ada? (1,2 atau 3)
Jawabannya 2 buah.
14. Air bersih
Air bersih harus tersedia dengan cukup untuk seluruh kegiatan pengelolaan makanan. Kualitas air
bersih harus memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/Menkes/Per/IX/1990. Air
bersih secara fisik adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan bebas kuman
penyakit. Untuk air biasa harus direbus terlebih dahulu sebelum digunakan.
15. Jamban dan peturasan
TPM harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat kesehatan serta memenuhi
pedoman plumbing Indonesia.
Jamban harus dibuat dengan leher angsa dan dilengkapi dengan air penyiraman dan untuk
pembersih badan yang cukup serta tissue dan diberi tanda/tulisan pemberitahuan bahwa setiap
pemakai harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan jamban.
Jumlahnya harus memadai seperti table berikut :
Perbandingan Jumlah Karyawan dengan banyaknya Jamban yang harus tersedia
Jumlah Karyawan Jumlah Jamban
1 – 10 orang 1 buah
11 – 25 orang 2 buah
26 – 50 orang 3 buah
Setiap penambahan 25 orang Penambahan 1 buah
Perbandingan Jumlah Karyawan dengan banyaknya Peturasan yang harus tersedia
Jumlah Karyawan Jumlah Jamban
1 – 30 orang 1 buah
31 – 60 orang 2 buah
61 – 90 orang 3 buah
Setiap penambahan 30 orang Penambahan 1 buah
b. Penjamah Makanan
Pasal 2
(1). Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan
harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare dan
penyakit perut serta penyakit sejenisnya;
b. Menutup luka (pada luka terbuuka/bisul atau luka lainnya);
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;
d. Memakai celemek dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan;
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telingan, hidung, mulut atau bagian lainnya);
h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup
mulut atau hidung.
c. Sentra Pedagang
Pasal 3
(1) Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan, dapat ditetapkan lokasi
tertentu sebagai sentra pedagang makanan jajanan.
(2) Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud ayat (1) lokasinya harus cukup jauh
dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti
pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan yang ramai
dengan arus kecepatan tinggi.
(3) Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi
a. Air bersih;
b. Tempat penampungan sampah;
c. Saluran pembuangan air limbah;
d. Jamban dan peturasan;
e. Fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
(4) Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/ikota.
8. Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi
1). Makanan iradiasi adalah setiap makanan yang dikenakan sinar atau radiasi ionisasi tanpa
memandang sumber atau jangka waktu iradiasi ataupun sifat energi yang digunakan.
2). Label makanan harus mencantumkan logo iradiasi dan tulisan “Makanan Iradiasi” dengan tujuan
iradiasi seperti :
a. Bebas serangga
b. Masa simpan diperpanjang
c. Bebas bakteri pathogen
d. Pertunasan dihambat.
9. Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah
Makan dan Restoran
a. Pengertian
Pasal 1
1. Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya.
2. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh
bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan,
penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya.
b. Penyelenggaraan
Pasal 2
(1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah makan dan restoran harus
memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 3
Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang
mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi
makanan.
Pasal 4
(1). Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan dan restoran harus berbadan
sehat dan tidak menderita penyakit menular.
(2). Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan
kesehatannya secara berkala minimal 2 kali dalam 1 tahun.
(3). Penjamah makanan wajib memiliki Sertifikat Kursus Penjamah makanan.
c. Penetapan Tingkat Mutu
Pasal 7
(1) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pengujian mutu makanan dan spesimen terhadap
rumah makan dan restoran
(2) Pengujian mutu makanan serta spesimen dari rumah makan dan restoran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dikerjakan oleh tenaga Sanitarian.
(3) Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar penetapan tingkat
mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.
Pasal 8
Pemeriksaan contoh makanan dan specimen dari rumah makan dan restoran dilakukan di
laboratorium.
d. Sanksi
Pasal 13
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administrasi terhadap
rumah makan dan restoran yang melakukan pelanggaran atas keputusan ini.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, teguran
tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.
10. Tata Cara Pemeriksaan Contoh Makanan dan Specimen diatur sebagai berikut:
a. Jenis Sampel dan Specimen
1). Makanan
2). Air
3). Usap alat makan dan masak
4). Bahan makanan
5). Contoh lainnya
b. Laboratorium Pemeriksa ;
1). Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) di seluruh Propinsi.
2). Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh Propinsi.
3). Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM) di Jakarta.
4). Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) di 10 Propinsi.
5). Laboratorium Puslit Penyakit Menular dan Puslit Farmasi di Jakarta.
6). Laboratorium lainnya yang telah terakreditasi.
c. Biaya Pemeriksaan
1). Pemeriksaan rutin menjadi tanggung jawab Pengusaha.
2). Pemeriksaan uji petik menjadi tanggung jawab Pemerintah.
d. Bank Sampel
Tiap memproduksi makanan harus menyimpan 1 paket contoh makanan (menu lengkap) untuk
disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC selama 24 jam. Sampel ini berguna untuk
memudahkan pengecekan bila terjadi kasus keracunan atau gangguan kesehatan bawaan makanan.
Sampel ini boleh dibuang setelah lebih dari 24 jam.
11. Peraturan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota
a. Untuk operasionalisasi dari Peraturan Perundangan Nasional dilakukan Penetapan Peraturan
Daerah berupa :
1). Perda Propinsi
2). SK Gubernur
3). SK Kepala Dinas Propinsi
4). Perda Kabupaten/Kota
5). SK Bupati/Walikota
6). SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
b. Keputusan dalam Perda Propinsi dan atau Kabupaten/Kota meliputi :
1). Tenaga pelaksana pengawasan.
2). Frekuensi pengawasan
3). Biaya pengawasan
4). Ketentuan operasional lainnya, sesuai kebutuhan lokal.
15. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999
Pasal 7
Kewenangan Daerah mencakup kewenangan seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta
kewenangan bidang lain.
16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
Pasal2
Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang
perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan social secara makro dan perimbangan
keuangan, system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang
strategis, korsenvasi dan standarisasi nasional.
(1). Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelompokkan dalam bidang sebagai berikut
:
10. Bidang kesehatan
h. Penerapan persyaratan pengguna bahan tambahan (zat aditif tertentu untuk makanan dan
penetapan pengawasan peredaran makanan).
j. Surveilan epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit
menular dan kejadian luar biasa.
V. KESIMPULAN
1. Keamanan Pangan merupakan tanggung jawab semua pihak yaitu pengusaha, penjamah/tukang
masak, pemerintah termasuk petugas kesehatan dan masyarakat sebagai konsumen.
2. Pengusaha dan Penjamah Makanan harus menjalankan persyaratan hygiene sanitasi pada tempat
dan bangunan, peralatan, kesehatan pribadi, kebersihan badan dan perilaku serta bahan makanan
dan penanganan makanan jadi.
3. Ketidak layakan dalam Pengolahan Makanan dapat berakibat gangguan kesehatan seperti
muntah, diare, sakit perut atau bahkan dapat menimbulkan keracunan makanan.
4. Pengetahuan Hygiene sanitasi makanan perlu diketahui semua orang dan dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari, terutama bagi para penjamah makanan di tempat pengelolaan makanan dan
di rumah tangga.
5. Kursus Penjamah Makanan dapat diselenggarakan oleh pengusaha bekerjasama dengan instansi
kesehatan setempat, agar pengetahuan hygiene sanitasi makanan lebih menyebar dan dipahami
banyak orang
6. Pengusaha wajib menyimpan sample makanan untuk setiap menu yang diolah dalam lemari es
suhu 4oC selama minimal 1 x 24 jam.
7. Pembiayaan untuk keperluan pemeriksaan sample wajib disediakan oleh pengusaha.
8. Pelanggaran dari Peraturan Perundangan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dapat berakibat
hukuman penjara atau denda, diminta masyarakat untuk tidak melanggar demi kepentingan
bersama.