You are on page 1of 66

Rumah yang baik, tidak harus besar dan mewah, tetapi harus memenuhi syarat kesehatan,

sehingga para penghuninya dapat beraktivitas dengan nyaman. Menurut Winslow, rumah sehat
memiliki beberapa kriteria, yakni dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis; serta
dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan dan penularan penyakit.

Agar (penghuni) rumah menjadi sehat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Ventiasi Udara
Rumah sehat harus memiliki ventilasi udara yang cukup, agar sirkulasi udara lancar dan udara
menjadi segar. Ventilasi udara membuat kadar oksigen di dalam rumah tetap terjaga sekaligus
menjaga kelembapan rumah.

Buat ventilasi udara lewat bukaan jendela. Penghawaan udara dalam rumah akan makin
maksimal dengan sistem ventilasi silang atau cross ventilation. Jika tidak memungkinkan, bisa
dibuat ventilasi lewat lubang-lubang angin.

Selain itu, sebisa mungkin jangan menggunakan kipas angin, karena bisa menyebabkan flek pada
paru-paru. Taman di teras atau di dalam rumah juga akan membantu proses produksi oksigen.

Baca juga: Tumbuhan yang Cocok di Rumah

Pencahayaan
Rumah sehat harus memiliki pencahayaan alami yang cukup. Rumah yang kekurangan cahaya
matahari sangat lembap dan tidak nyaman serta rawan terhadap bibit penyakit.

Umumnya, cahaya alami didapat lewat jendela, namun jika tidak memungkinkan, cahaya bisa
diperoleh dari genteng kaca. Kendati demikian, pencahayaan rumah jangan terlalu berlebihan,
karena dapat membuat mata sakit dan ruangan menjadi gerah.

Lantai
Lantai kedap air adalah syarat bagi rumah sehat. Bahannya bisa beragam: ubin, semen, kayu,
atau keramik. Lantai yang berdebu atau becek selain tidak nyaman juga bisa menjadi sarang
penyakit.

Pemilihan material lantai sangat penting. Misalnya, keramik lantai yang licin dapat
menyebabkan penghuni terpeleset.

Atap dan Langit-langit


Genteng tanah liat terbilang paling cocok untuk rumah di daerah tropis seperti Indonesia, karena
lebih mampu menyerap panas matahari. Sebaiknya hindari pengunaan atap seng atau asbes,
karena dapat menyebabkan hawa ruangan menjadi panas.

Ketinggian langit-langit rumah juga mesti diperhatikan. Pasalnya, langit-langit yang terlalu
pendek bisa menyebabkan ruangan terasa panas sehingga mengurangi kenyamanan.
Pembuangan Limbah
Setiap hari, rumah menghasilkan limbah kamar mandi, dapur, dan sampah. Rumah sehat harus
memiliki septic tank dan pembuangan limbah air yang tidak mencemarkan tanah dan air tanah
serta tidak berbau. Posisi septic tank sebaiknya dibuat sejauh mungkin dengan pompa air.

Setiap rumah sehat memiliki tempat pembuangan sampah yang tertutup agar tidak mencemari
lingkungan sekitarnya. Buatlah dua tempat sampah: untuk sampah organik dan anorganik.

Air Bersih
Rumah sehat harus memenuhi kebutuhan air bersih bagi para penghuninya, yakni minimal 60
liter per hari per orang—untuk minum, mandi, mencuci, dan lain-lain.

Polusi dan Kontaminasi


Polusi yang paling banyak dihasilkan rumah berasal dari asap dapur. Untuk itu, rumah sebaiknya
memiliki pembuangan asap agar tidak mencemari ruangan lain. Hindari pula penggunaan cat dari
bahan-bahan berbahaya, yang berpotensi mengganggu sistem pernafasan penghuni.

Rumah yang kita ditempati haruslah sehat, agar penghuninya dapat bekerja secara produktif.
Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor
risiko sebagai sumber penularan berbagai penyakit.

Rumah Sehat

Menurut UU No. 4/1992 yang dimaksud rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Jenis rumah yaitu terdiri rumah permanen dan rumah tidak permanen. Rumah permanen yaitu
rumah yang sedikit atau tidak menggunakan bahan kayu dan bambu. Bahan pokoknya adalah
tembok, besi baja atau bahan lain yang lebih kuat dari pada kayu sedangkan rumah tidak
permanen adalah perumahan yang buruk akan menimbulkan permasalaan kesehatan. Rumah atau
tempat tinggal tidak hanya pantas untuk dihuni, dilihat atau dilihat saja, tetapi rumah atau tempat
tinggal harus nyaman, aman dan harus sehat.

Pengertian Rumah Sehat

Rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan air bersih, jarak dari tempat pembuangan
sampah lebih dari 100 meter, dekat dengan sarana pembersihan , berada di tempat dimana air
hujan dan air kotor tidak tergenang.Beberapa peryaratan yang harus dipenuhi menurut WHO
dan American Public health association (APHA) antara kain

1) Syarat Fisiologis
Perumahan harus memenuhi persyaratan fisiologis agar kebutuhan faal tubuh terpenuhi
melalui fasilitas yang tersedia.
Yang termasuk di dalam kebutuhan fisiologis untuk perumahan adalah:
a. Pencahayaan
Pencahayaan yang diperlukan untuk suatu ruangan di dalam rumah dapat
berbentuk cahaya alami yaitu sinar matahari dan juga cahaya buatan yaitu sinar lampu. Cahaya
yang diperlukan perorang yang tinggal didalamnya.
b. Penghawaan
Penghawaan untuk suatu ruangan di dalam rumah harus diperhitungkan yaitu aliran udara
yang masuk kedalam ruangan serta jumlah udara yang diperlukan perorang yang tinggal
didalamnya
c. Kebisingan
Tidak terdapat gangguan ketenangan akibat adanya kebisingan baik yang bersumber dari
luar maupun dari dalam rumah.
d. Ruangan (space)
Tersedia ruang yang cukup untuk kegiatan bermain bagi anak-anak, dan untuk belajar,
selain itu harus tersedia ruangan utama yaitu ruang tamu, ruang tidur, ruang makan dan
sebagainya.

2) Syarat psikologis
a. Menjamin privacy
Setiap anggota keluarga harus terjamin ketenangan dan kebebasan dalam hunia, sehingga tidak
terganggu baik oleh keluarga yang lain, tetangga maupun orang yang kebetulan lewat diluar.
b. Tersedianya ruang keluarga.
Ruang keluarga sangat penting untuk saling melepaskan kerinduan atau malah psikologis yang
lain. Ruang keluarga adalah sarana untuk menjalin hubungan sosial maupun emosional keluarga.
c. Lingkungan yang sesuai
Seseorang akan dapat memilih hunian mana yang sesuai dengan strata sosial keluarganya.
Kesenjangan strata antar penghuni atau pemukiman akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Tersedia sarana yang sifatnya memerlukan “privacy”
Rumah dilengkapi dengan kamar mandi dan kloset sendiri. Setidaknya harus tersedia sarana
tersebut., akan terasa tidak etis bila suatu anggota keluarga mandi ataupun buang hajat di
fasilitas milik tetangganya.
e. Jumlah kamar tidur yang cukup
Jumlah kamar tidur disesuaikan dengan usia penghuninya. Usia di bawah 2 tahun dipisahkan
ataupun boleh satu kamar dengan orang tuanya. Tetapi untuk Anak usia di atas 10 tahun harus di
pisahkan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk anak umur 17 tahun ke atas diberikan
kamar tersendiri.
f. Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan atau taman.
Fungsi dari halaman rumah disamping menimbulkan rasa keindahan bagi penghuninya
berfungsi juga untuk membersihkan udara dan menahan /melindungi pencemaran udara dari
luar.
g. Untuk Hewan peliharaan dibuatkan kandang tersendiri yang terpisah dari rumah. Untuk
menghindari tertularnya penyakit zoonosis, ataupun keributan yang ditimbulkan oleh binatang
peliharaan, sebaiknya dibuatkan kandang terpisah dari ruangan yang biasa dihuni.
3) Mencegah penularan penyakit
Pada dasarnya persyaratan perumahan harus dipertimbangkan agar tidak menimbulkan
gangguan kesehatan, baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Beberapa persyaratan berikut
berkaitan dengan tersedianya fasilitas sanitasi agar kesehatan penghuninya tetap terhindar dari
penyakit, tidak tertular penyakit infeksi baik antar penghuni maupun dengan kehadiran anggota
warga lain dari sekitar.
a. Tersedianya persediaan air bersih / air minum
Air bersih sangat diperlukan untuk keperluan sehari-hari . Penyediaan air bersih harus
memenuhi syarat kualitas yaitu fisik, kimia, dan bakteriogis maupun kuantitas (jumlah).
b. Keadaan rumah maupun halaman serta lingkungannya menjamin tidak terdapatnya tempat
perindukan vektor penyakit. Hal ini terkait dengan konstruksi maupun keadaan rumah seperti
adanya tempat penyimpanan sampah yang baik, kebersihan yang selalu terjaga dan sebagainya.
c. Tersedianya tempat pembuangan tinja dan air limbah yang memenuhi syarat sanitasi
d. Luas / ukuran kamar yang tidak menimbulkan suasana kumuh

Luas kamar minimum ukuran 2,5 m 3 m dengan ketinggian langit-langit berkisar dari 2,75m
sampai 3 m. Hal ini khususnya yang menyangkut kepadatan penghuni kamar dan luas jendela
berpengaruh terhadap timbul dan menularnya penyakit saluran pernafasan. Sekalipun
pencahayaan alami juga berperan penting dalam menekan kejadian penyakit dalam saluran
pernafasan.
e. Fasilitas untuk pengolahan makanan / memasak dan penyimpanan makanan yang terbebas dari
pencemaran maupun jangkauan vektor maupun binatang pengerat.
4) Mencegah terjadinya kecelakaan
Beberapa hal untuk menghindari timbulnya kecelakaan misalnya adalah:
a. Adanya ventilasi di dapur. Untuk mengeluarkan gas seandainya terjadi kebocoran dari tabung
gas. Bukalah jendela agar gas segera dapat keluar dari ruangan
b. Cukup intestitas cahaya, untuk menghindari kecelakaan seperti tersandung, Teriris / tersayat,
tertusuk jarum waktu menjahit dan sebagainya.
c. Jauh dari pohon besar, Bangunan rumah jauh dari pepohonan besar yang mudah tumbang atau
runtuh.
d. Garis rooi. Bangunan harus mengikuti garis rooi (garis sempadan). Jarak pagar dengan bangunan

minimal lebar jalan.


e. Lantai yang selalu basah (kamar mandi, kamar kecil) tidak licin, baik karena konstruksinya
maupun pemeliharaannya.
f. Bagian bangunan yang dekat api atau listrik terbuat dari bahan tahan api
g. Cara mengatur / meletakkan barang dalam ruangan. Pengaturan ruangan memberikan
keleluasaan untuk bergerak pada penghuninya, terutama untuk keselamatan anak-anak. Cara
menyimpan bahan beracun. Hindarkan dari jangkauan anak minyak tanah, deterjen, obat-obatan
dan sebagainya

Sehat, Depkes RI, 2007. Maka Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :

1. Dapat Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang
sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah, adanya ruangan khusus untuk istirahat
(ruang tidur), bagi masing-maing penghuni;
2. Dapat Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor
penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
penghawaan yang cukup;
3. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak
yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu;
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi
bangunan rumah, bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam rumah;

Rumah yang sehat harus dapat mencegah atau mengurangi resiko kecelakaanseperti terjatuh,
keracunan dan kebakaran (Winslow dan APHA). Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam
kaitan dengan hal tersebut antara lain :

1. Membuat konstruksi rumah yang kokoh dan kuat;


2. Bahan rumah terbuat dari bahan tahan api;
3. Pertukaran udara dalam rumah baik sehingga terhindar dari bahaya racun dan gas;
4. Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin sehingga bahaya jatuh dan kecelakaan mekanis
dapat dihindari;

Kriteria Rumah Sehat :

1. Ventilasi.
2. Pencahayaan
3. Penghawaan
4. Suhu dan kelembaban udara

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Setiap manusia, di manapun berada, membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut
rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepas lelah, tempat bergaul dan membina rasa
kekeluargaan di antara anggota keluarga, serta sebagai tempat berlindung dan menyimpan barang
berharga. Selain itu, rumah juga merupakan status lambang sosial. (Azwar, 1996; Mukono, 2000).
Perumahan yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan, sehingga
penghuninya tetap sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan prasarana dan sarana
terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi pembuangan sampah, transportasi, dan tersedianya
pelayanan sosial. (Krieger and Higgins, 2002).
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang
digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992).
Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana
lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik demi
kesehatan keluarga dan individu. (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung
dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat
secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif.
Oleh karena itu, keberadaan perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar
fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.
1.2 Tujuan Penulisan
a) Menambah wawasan tentang rumah sehat
b) Memberikan informasi tentang syarat-syarat rumah sehat
c) Sebagai syarat tugas mata kuliah dasar kesling
BAB II
PERMASALAHAN

2. 1 Pengertian Rumah
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok kita sehari-hari serta untuk
berteduh apabila terjadi panas dan hujan, sebagai tempat berlindung kita. Rumah juga
dapat menimbulkan beberapa risiko penyakit termasuk bahaya radiasi dan pencemaran
udara apabila setiap harinya tidak bersih. Agar penghuni rumah terhindar dari penyakit-
penyakit tersebut, maka diperlukan kondisi kualitas kesehatan lingkungan rumah yang
baik. Untuk mewujudkan lingkungan perumahan yang sehat harus memperhatikan lokasi, kualitas
tanah dan air tanah, kualitas udara ambien, kebisingan, getaran dan radiasi, sarana dan prasarana
lingkungan (saluran air, pembuangan sampah, jalan, tempat bermain, dan sebagainya), binatang
penular penyakit (vektor), dan penghijauan.
2.2 Akibat jika rumah tidak rumah sehat
Untuk mewujudkan lingkungan perumahan yang sehat harus memperhatikan lokasi,
kualitas tanah dan air tanah, kualitas udara ambien, kebisingan, getaran dan radiasi, sarana dan
prasarana lingkungan (saluran air, pembuangan sampah, jalan, tempat bermain, dan sebagainya),
binatang penular penyakit (vektor), dan penghijauan.
Bila lingkungan perumahan tidak diperhatikan, maka dapat memudahkan terjadinya
penularan dan penyebaran penyakit, seperti :

a. Diare
b. Cacingan
c. Tbc
d. Demam berdarah
e. Malaria
f. Typus
dan dapat menyebabkan kecelakaan seperti kebakaran, tertusuk paku atau kaca, terpeleset,
terantuk, dan sebagainya.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Rumah Sehat


Pengertian rumah sehat adalah rumah yang dapat memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani
secara layak sebagai suatu tempat tinggal atau perlindungan dari pengaruh alam luar. Kebutuhan
jasmani misalnya terpenuhi kebutuhan jasmani sperti membaca, menulis, istirahat dan lain-lain.
Kebutuhan rohani misalnya , perlindungan terhadap penyakit, cuaca, angin dan sebaginnya.
Rumah sehat secara sederhana adalah rumah yang memiliki ruangan terpisah untuk keperluan
hidup sehari-hari dengan ukuran yang memadai, antara lain
a) kamar tidur
b) ruang makan / keluarga
c) dapur
d) kamar mandi
e) jamban / WC
f) tempat cuci pakaian

3.2 Manfaat Rumah Sehat


Berikut ini adalah beberapa manfaat dari rumah sehat, antara lain :
a) untuk tempat beristirahat,
b) tempat tinggal dan kegiatan hidup harian.
c) Melindungi manusia dari cuaca baik / buruk.
d) Mencegah penyebaran penyakit menular.
e) Melindungi penghuninya dari bahaya-bahaya dari luar.
f) Meningkatkan hubungan sosial diantara penghuninya.
3.3 Syarat-syarat Rumah Sehat
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/VII/1999.
Ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal adalah sebagai berikut:
a) Memenuhi syarat kebutuhan fisik dasar penghuninya : temperatur, penerangan, ventilasi dan
kebisingan;
b) Memenuhi syarat kebutuhan kejiwaandasar penghuninya : health is begun athom
c) Memenuhi syarat melindungi penghuninya dari penularan penyakit : air bersih, pemb sampah,
terhindar dari pencemaran lingk, tidak jadi sarang vektor,dll);
d) Memenuhi syarat melindungi penghuni dari kemungkinan bahaya dan kecelakaan : kokoh, tangga
tak curam, bahaya kebakaran, listrik, keracunan, kecelakaan lalu lintas, dll).

3.4 Kontruksi Rumah Sehat


a) Bahan bahan bangunan
Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara
lain:

 Debu total kurang dari 150 mg per meter persegi;


 Asbestos kurang dari 0,5 serat per kubik, per 24 jam;
 Timbal (Pb) kurang dari 300 mg per kg bahan;
 Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme
patogen.
b) Komponen dan penataan ruangan

 Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;


 Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah
dibersihkan;
 Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
 Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
 Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
 Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap
c) Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh
ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
d) Kualitas udara
 Suhu udara nyaman, antara 18 – 30 oC;
 Kelembaban udara, antara 40 – 70 %;
 Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam;
 Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni;
 Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam;
 Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik.
e. Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
f. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
g. Penyediaan air
 Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter per orang setiap hari;
 Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut
Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
h. Pembuangan Limbah
 Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan
tidak mencemari permukaan tanah;
 Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari
permukaan tanah dan air tanah.
i. Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur.
3.5 Rumah Sehat Bebas Nyamuk
1) Beri pencahayaan alami yang cukup pada rumah. Nyamuk sangat menyukai untuk bersarang di
lingkungan yang lembab, dingin dan gelap. Upayakan agar desain rumah memiliki pencahayaan
alami yang dibuat cukup besar sehingga mampu memberi akses sinar matahari ke dalam ruangan.
2) Hilangkan genangan air yang bisa jadi tempat berkembang biak. Buanglah sampah dan barang-
barang bekas seperti kaleng, tong, pot, baskom, ember yang bisa menjadi tempat berkembang biak
nyamuk. Ingatlah bahwa nyamuk betina akan bertelur di dalam air yang tergenang. Telur-telur ini
akan berkembang menjadi larva dan kemudian berubah menjadi bentuk dewasa dalam 10 hari.
Kuras bak mandi minimal seminggu sekali untuk mencegah telur nyamuk menetas menjadi larva.
Berilah beberapa ekor ikan di kolam taman sebagai predator alami larva nyamuk.
Jika Anda memang tidak bisa menghilangkan genangan air tersebut, maka masukkan bubuk abate
sesuai petunjuk untk mencegah larva
berkembang menjadi nyamuk dewasa.
3) Ubah kebiasaan menggantung baju dalam jangka waktu lama. Jangan dibiasakan untuk
menggantung bajubaju di gantungan (terutama di belakang pintu) dalam waktu lama. Selain
menimbulkan kesan kurang rapi, juga bisa menjadi tempat hunian yang
nyaman bagi nyamuk. Gantunglah baju didalam lemari gantung dan berilah pengharum semacam
kapur barus dsb.
4) Pasang tirai/kasa nyamuk. Untuk mencegah nyamuk memasuki nyamuk, Anda sebaiknya
memasang tirai nyamuk pada lubang-lubang ventilasi, jendela atau pintu. Pada saat ini sudah
banyak produk tirai nyamuk modern dari berbagai merk, yang bisa dipasang secara praktis dan
pemasangannya akan menjadi menjadi bagian dari interior penghias ruangan yang menarik.
5) Pangkas tanaman yang terlalu rimbun.Tanaman-tanaman yang berdaun rimbun di sekitar rumah
memang akan memberi suasana teduh, segar dan alami. Akan tetapi sebaliknya lokasi tersebut juga
akan menjadi hunian yang disukai nyamuk. Pangkaslah daun-daun yang terlalu rimbun secara
berkala untuk mencegah menjadi tempat hunian nyamuk.
6) Tanamlah tanaman yang tidak disukai nyamuk. Ternyata tidak semua tanaman disukai oleh
nyamuk. Beberapa jenis tanaman justru memiliki aroma yang sangat dibenci nyamuk, misalnya
tanaman Lavender, Akar Wangi, Geranium, Zodia dan Selasih. Boleh dicoba untuk menanam
tanaman
tersebut di sekitar rumah Anda, siapa tahu ternyata bisa jadi cara ampuh
mengusir nyamuk.
7) Pasang perangkap nyamuk. Ada baiknya Anda memasang perangkap nyamuk, yang bisa
berfungsi untuk menarik perhatian nyamuk, menangkap dan membunuhnya. Banyak literatur di
internet yang memberikan informasi tentang cara membuat alat perangkap nyamuk secara mudah.
Namun jika Anda suka yang praktis, bisa langsung membelinya di pusatpusat perbelanjaan. Alat
tersebutdirancang untuk menyebarkan aroma dan cahaya yang disukai nyamuk,kemudian saat
nyamuk mendekatinya akan disedot oleh kipas angin lalu memasukkannya kedalam perangkap
hingga mati. Berbagai merk alat perangkap nyamuk telah diproduksi di pasaran dengan harga yang
bervariasi.
8) Gunakan obat anti nyamuk yang aman. Nah, jika cara-cara di atas ternyata belum maksimal,
gunakan obat anti nyamuk di rumah Anda. Ada berbagai jenis dan merk, mulai dari jenis obat
nyamuk bakar, obat nyamuk semprot, elektrik hingga berupa cream/lotion. Pilihah obat anti
nyamuk yang aman bagi kesehatan

3.6 Vektor
Keberadaan vektor di dalam dam di luar rumah perlu diawasi karena serangga/ binatang pengerat
seperti tikus mempunyai peran penting di dalam penularan berbagai jenis penyakit.
Adapun jenis vektor dan penyakit ditularkan adalah sebagai berikut :
a. Nyamuk :
- aedes aegypty > demam berdarah
- culex quinques > filaria
b. lalat : musca domestica > dysentri, diare, typhoid (lalat rumah)
c. kecoa : blatella germanica > dysentri, diare, typhoid, cholera (kecoa jerman)
d. tikus : rattus-rattus diardi > pes, murine typhus (tikus rumah).

3.7 Upaya Agar Rumah Menjadi Sehat


yang perlu dilakukan agar rumah menjadi sehat yaitu antara lain :
a. membuka jendela kamar setiap pagi dan siang.
b. Membersihkan rumah dan halaman rumah setiap hari.
c. Kamar mandi dijaga kebersihannya setiap hari.
d. Membuang sampah pada tempatnya.
e. Mendapat penerangan yang cukup.
f. Dinding diusahakan terang.
g. Menata rapi barang di rumah.
h. Melakukan penghijauan pada halaman.
i. Menguras bak mandi.
j. Mengubur barang bekas.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perumahan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Rumah atau tempat tinggal, dari
zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-
gua, kemudian berkembang dengan mendirikan rumah di hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai
pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah bertingkat dan diperlengkapi dengan
peralatan yang serba modern.

Rumah yang sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi
perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal
berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah satu
bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan
guna mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif (Munif Arifin, 2009).

Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan penyakit berbasis
lingkungan, dimana kecenderungannya semakin meningkat akhir-akhir ini. Penyakit-penyakit
berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Bahkan pada
kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari
penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya
cakupan dan kualitas intervensi kesehatan lingkungan (Munif Arifin,2009).

Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf kesehatan jasmani
dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan mengurangi daya kerja atau daya
produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh
lingkungan, jika kondisi tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah
(lingkungan pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman
pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah,
karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya (Notoatmodjo, 2003).
B. Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
B.1. Jelaskan pengertian rumah sehat?
B.2. Sebutkan fungsi rumah?
B.3. Apa saja yang menjadi persyaratan rumah sehat?
B.4. Bagaimanakah penilaian rumah sehat?

C. Tujuan Penulisan

C.1. Untuk mengetahui pengertian rumah sehat.


C.2. Untuk mengetahui fungsi rumah.
C.2. Untuk mengetahui persyaratan rumah sehat.
C.3. Untuk mengetahui bagaimana penilaian rumah sehat.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rumah Sehat

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan


Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Rumah
adalah sebuah tempat tujuan akhir dari manusia.

Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar,
menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia, dan
menjadi bagian dari gaya hidup manusia Sedangkan pengertian Sehat menurut WHO adalah suatu
keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial budaya, bukan hanya keadaan yang bebas
penyakit dan kelemahan (kecacatan).

Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi seluruh
pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya dapat berjalan dengan
baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar dari faktor- faktor yang dapat merugikan
kesehatan (Hindarto, 2007). Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung,
bernaung, dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna
baik fisik, rohani, maupun sosial (Sanropie dkk., 1991). Sedangkan menurut Hermawan (2010)
yang dikutip dari Azwar, rumah sehat adalah tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk
beristrahat sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik,rohani maupun sosial.

B. Fungsi Rumah

Fungsi rumah rumah bagi manusia yang diposkan oleh suhadi (2007) yang dikutip dari
Azwar adalah :
 Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melasanakan kewajiban sehari-
hari.
 Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi segenap
anggota keluarga yang ada.
 Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam.
 Sebagai lambang status sosial yang dimiliki yang masih dirasakan hingga saat ini.
 Sebagai tempat untuk meletakan atau menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki, yang
terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan.
C. Persyaratan Rumah Sehat

C.1. Menurut Budiman Chandra (2007), persyaratan rumah sehat yang tercantum dalam Residential
Environment dari WHO (1974) antara lain :
a. Harus dapat berlindung dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat istrahat.
b. Mempunyai tenpat-tempat untuk tidur, memasak, mandi, mencuci, kakus dan kamar mandi.
c. Dapat melindungi bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.
d. Bebas dari bahan bangunan berbahaya.
e. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari gempa,
keruntuhan, dan penyakit menular.
f. Member rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.
C.2. Persyaratan rumah sehat berdasarkan pedoman teknis penilaian rumah sehat (Depkes RI, 2007).
a. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah, adanya ruangan khusus untuk
istirahat (ruang tidur), bagi masing-maing penghuni.
b. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan
tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya
makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang
cukup.
c. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena pengaruh
luar dan dalam rumah, antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan
rumah, bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam rumah.
C.3. Persyaratan rumah sehat menurut Winslow dan APHA yang dikutip (Ircham Machfoedz, 2008)
adalah sebagai berikut :
a. memenuhi kebutuhan physiologis, yang meliputi :
 Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau dipertahankan
temperatur lingkungannya. Sebaiknya temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah
paling sedikit 4°C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar
22°C - 30°C sudah cukup segar.
 Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan atas cahaya matahari
(penerangan alamiah) serta penerangan dari nyala api lainnya (penerangan buatan).
Semua penerangan ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu gelap atau tidak
menimbulkan rasa silau.
 Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara segar dapat
terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas
lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% luas lantai sehingga jumlah
keduanya menjadi 10% dari luas lantai.
 Ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu
sedikit.
 Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang berlebihan
karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik langsung maupun dalam jangka waktu
yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul antara lain gangguan fisik seperti kerusakan
alat pendengaran dan gangguan mental seperti mudah marah dan apatis.
 Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk anak- anak dapat
bermain. Hal ini penting agar anak mempunyai kesempatan bergerak, bermain dengan leluasa di
rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik, juga agar anak tidak bermain di rumah
tetangganya, di jalan atau tempat lain yang membahayakan.
b. memenuhi kebutuhan psychologis, yang meliputi :
 Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni Adanya ruangan khusus untuk istirahat
bagi masing-masing penghuni, seperti kamar tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur di
bawah 2 tahun masih diperbolehkan satu kamar tidur dengan ayah dan ibu. Anak-anak di atas 10
tahun laki-laki dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas 17 tahun
mempunyai kamar tidur sendiri.
 Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana anak-anak sambil
makan dapat berdialog langsung dengan orang tuannya.
 Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki tingkat ekonomi
yang relatif sama, sebab bila bertetangga dengan orang yang lebih kaya atau lebih miskin akan
menimbulkan tekanan batin. Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai
menghalangi lalu lintas dalam ruangan.
 W.C. (Water Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan terpelihara
kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau gelisah bila terasa ingin buang air besar tapi
tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di W.C. orang lain atau harus buang air besar
di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.
 Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman hias, tanaman bunga yang
kesemuanya diatur, ditata, dan dipelihara secara rapi dan bersih, sehingga menyenangkan bila
dipandang.
c. mencegah penularan penyakit, yang meliputi.
 Penyediaan Air Bersih yang memenuhi syarat kesehatan
 Bebas dari kehidupan serangga dan tikus
 Pembuagan sampah
 Pembuangan air limbah.
 Pembuangan Tinja
 Bebas pencemaran makanan dan minuman.
d. mencegah terjadinya kecelakaan yaitu rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat
melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan. Termasuk dalam
persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh, tangga yang tidak terlalu curam dan
licin, terhindar dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan
keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya
(Azwar, 1990; CDC, 2006; Sanropie, 1991).
C.4. Menurut Soedjajadi (2006), persyaatan rumah sehat harus dapat mencegah atau mengurangi
resiko kecelakaan seperti jatuh, keracunan dan kebakaran. Persyaratan tersebut meliputi:
a. Membuat konstruksi rumah yang kokoh dan kuat.
b. Bahan rumah terbuat dari bahan tahan api.
c. Pertukaran udara dalam rumah baik sehingga terhindar dari bahaya racun dan gas.
d. Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin sehingga bahaya jatuh dan kecelakaan mekanis
dapat dihindari.
e. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang
gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
C.5. Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri
Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/ 1999 meliputi dua aspek yaitu :
1. Lingkungan perumahan yang terdiri dari lokasi, kualitas udara, kebi singan dan getaran, kualitas
tanah, kualitas air tanah, sarana dan prasarana lingkungan, binatang penular penyakit dan
penghijauan.
2. Rumah tinggal yang terdiri dari bahan bangunan, komponen dan pena taan ruang rumah,
pencahayaan, kualitas udara, ventilasi, binatang penular penyakit, air, makanan, limbah, dan
kepadatan hunian ruang tidur.

Adapun persyaratan kesehatan lingkungan perumahan menurut Keputusan Menteri


Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/ 1999 sebagai berikut :
a. Lokasi
 Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah
longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya;
 Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas
tambang;
 Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti alur pendaratan
penerbangan.
b. Kualitas udara
 Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas beracun dan
memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut :
 Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
 g/m3 ;g maksimum 150 Debu dengan diameter kurang dari 10
 Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;
 Debu maksimum 350 mm3 /m2 per hari.
c. Kebisingan dan getaran
 Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
 Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
d. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
 Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg
 Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg
 Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
 Kandungan Benzopyrene maksimum 1 mg/kg

e. Prasarana dan sarana lingkungan

 Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman
dari kecelakaan;
 Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit;
 Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak mengganggu
kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat,
jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan, jalan tidak menyilaukan mata;
 Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan
kesehatan;
 Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi persyaratan
kesehatan;
 Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan;
 Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat
hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya;
 Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya;
 Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yang
dapat menimbulkan keracunan.
f. Vektor penyakit
 Indeks lalat harus memenuhi syarat.
 Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
g. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga
berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.

Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No.


829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :

a. Bahan bangunan
 Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan,
an tara lain : debu total kurang dari 150 mg/m2 , asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam,
plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan;
 Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme
patogen.
b. Komponen dan penataan ruangan
 Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
 Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah
dibersihkan;
 Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
 Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
 Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
 Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
c. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi
seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

d. Kualitas udara
 Suhu udara nyaman antara 18 – 30 o C;
 Kelembaban udara 40 – 70 %;
 Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam;
 Pertukaran udara 5 kaki 3 /menit/penghuni;
 Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam;
 Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3
e. Ventilasi : Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.

f. Vektor penyakit : Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
g. Penyediaan air
 Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/ orang/hari;
 Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut
Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
h. Pembuangan Limbah
 Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau,
dan tidak mencemari permukaan tanah;
 Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari
permukaan tanah dan air tanah.
i. Sarana Penyimpanan Makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.

j. Kepadatan hunian Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2
orang tidur.

Persyaratan tersebut diatas berlaku juga terhadap kondominium,


rumah susun (rusun), rumah took (ruko), rumah kantor (rukan) pada zona pemukiman.
Pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan
pemukiman menjadi tanggung jawab pengembang atau penyelenggara pembangunan
perumahan, dan pemilik atau penghuni rumah tinggal untuk rumah.

D. PENILAIAN RUMAH SEHAT


Menurut Munif Arifin (2009), kriteria rumah sehat didasarkan pada pedoman teknis
penilaian rumah sehat Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Depkes RI tahun 2007. Pedoman teknis ini disusun berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan Kesehatan Perumahan. Sedangkan
pembobotan terhadap kelompok komponen rumah, kelompok sarana sanitasi, dan kelompok
perilaku didasarkan pada teori Blum, yang diinterpetasikan terhadap Lingkungan (45%),
Perilaku (35%), Pelayanan Kesehatan (15%), Keturunan (5%).

Dalam hal rumah sehat, persentase pelayanan kesehatan dan keturunan diabaikan,
sedangkan untuk penilaian lingkungan dan perilaku ditentulan sebagai berikut :
1.Bobot komponen rumah (25/80 x 100%) : 31
2.Bobot sarana sanitasi (20/80 x 100%) : 25
3.Bobot perilaku (35/80 x 100%) : 44
Penentuan kriteria rumah berdasarkan pada hasil penilaian rumah yang merupakan hasil
perkalian antara nilai dengan bobot, dengan criteria sebagai berikut :
1. Memenuhi syarat : 80 -100 % dari total skor.
2. Tidak memenuhi syarat : < 80 % dari total skor.

Kelompok Komponen Rumah yang dijadikan dasar penilaian rumah sehat


menggunakan Indikator komponen sebagai berikut :
1. Langit-langit
2. Dinding
3. Lantai
4. Jendela kamar tidur
5. Jendela ruang keluarga
6. Ventilasi
7. Lubang asap dapur
8. Pencahayaan
9. Kandang
10. Pemanfaatan Pekarangan
11. Kepadatan penghuni.
Indikator sarana sanitasi yang dijadikan dasar penilaian rumah sehat menggunakan
Indikator sarana sebagai berikut :
1. Sarana air bersih
2. Jamban
3. Sarana pembuangan air limbah
4. Sarana pembuangan sampah.
Indikator penilaian perilaku penghuni rumah meliputi bebrapa parameter sebagai
berikut :
1. kebiasaan mencuci tangan.
2. keberadaan tikus.
3. keberadaan jentik.

SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

A. Latar belakang STBM

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih

sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,
menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun

dan tempat terbuka. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di

Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu

penduduk pad a semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan

Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52. Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah telah

melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain melakukan uji coba implementasi Community Led

Total Sanitation (CLTS) di 6 Kabupaten pada tahun 2005, dilanjutkan dengan pencanangan gerakan

sanitasi total oleh Menteri Kesehatan pada tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan

kampanye cud tangan secara nasional oleh Menko Kesra bersama Mendiknas dan Meneg

Pemberdayaan Perempuan tahun 2007.

Perlunya strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat berangkat dari pelaksanaan

kegiatan dengan pendekatan sektoral dan subsidi perangkat keras selama ini tidak memberi daya

ungkit terjadinya perubahan perilaku hygienis dan peningkatan akses sanitasi, sehingga diperlukan

strategi yang baru dengan melibatkan lintas sektor sesuai dengan tugas dan pokok dan fungsi

masing-masing dengan leading sektor Departemen Kesehatan karena sanitasi total berbasis

masyarakat ini menekankan kepada 5 (lima) perubahan perilaku hygienis.

B. Pengertian STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah

pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan

metode pemicuan. Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas:

1. Tidak buang air besar (BAB) sembarangan.

2. Mencuci tangan pakai sabun.

3. Mengelola air minum dan makanan yang aman.

4. Mengelola sampah dengan benar.

5. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.


C. Indikator STBM

1. Output:

a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat

mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).

b. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah

tangga.

c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor,

rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air,sabun, sarana cuci

tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.

d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.

e. Setiap rumah tanga mengelola sampahnya dengan benar.

2. Outcome:

a. Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan

dengan sanitasi dan perilaku.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya danperilaku penduduk
yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan
untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya.

Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah 3 tahun yaitu
sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi
diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (studi World Bank, 2007).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, penanganan masalah sanitasi merupakan


kewenangan daerah, tetapi sampai saat ini belum memperlihatkan perkembangan yang memadai.
Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu memperlihatkan dukungannya melalui kebijakan dan
penganggarannya

Latar Belakang STBM

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih
sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,
menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan
tempat terbuka.

Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam
mencuci tangan adalah:

 setelah buang air besar 12%,


 setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%,
 sebelum makan 14%,
 sebelum memberi makan bayi 7%, dan
 sebelum menyiapkan makanan 6 %.

Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan
99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih
mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare
di Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu
penduduk pad a semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case
Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52.
Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total.
Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan
meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai
sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan
mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun sebesar 94%.

Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi dengan menetapkan Open
Defecation Free dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 - 2009. Hal ini sejalan dengan
komitmen pemerintah dalam mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015,
yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh
dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses.

Pengertian STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah pendekatan untuk
merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.

Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial berdasarkan kesamaan
kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan.

Open Defecation Free yang selanjutnya disebut sebagai ODF adalah kondisi ketika setiap individu
dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan.

Cuci Tangan Pakai Sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang
mengalir.

Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga yang selanjutnya disebut sebagai PAMRT adalah suatu proses
pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air minum dan air yang digunakan untuk produksi
makanan dan keperluan oral lainnya seperti berkumur, sikat gigi, persiapan makanan/minuman bayi.

Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas:

 Tidak buang air besar (BAB) sembarangan.


 Mencuci tangan pakai sabun.
 Mengelola air minum dan makanan yang aman.
 Mengelola sampah dengan benar.
 Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.

Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan
penyakit.

Sanitasi dasar adalah hádala sarana sanitasi rumah tanggayang meliputi sarana Luang air besar, sarana
pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.
Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan
RT/Dusun/Kampung:
 Mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi (gotong royong)
 Memonitor pekerjaan di tingkat masyarakat
 Menyelesaikan permasalahan/konflik masyarakat
 Mendukung/memotivasi masyarakat lainnya,setelah mencapai keberhasilan sanitai total
(ODF) di lingkungan tempat tinggalnya
 Membangun kapasitas kelompok pada lokasi kegiatan STBM
 Membangun kesadaran dan meningkatkan kebutuhan
 Memperkenalkan opsi-opsi teknologi
 Mempunyai strategi pelaksanaan dan exit strategi yang jelas

Pemerintah Desa:

 Membentuk tim fasilitator desa yang anggotanya berasal dari kader-kader desa, Para Guru,
dsb untuk memfasilitasi gerakan masyarakat. Tim ini mengembangkan rencana desa,
mengawasi pekerjaan mereka dan menghubungkan dengan perangkat desa
 Memonitor kerja kader pemicu STBM dan memberikan bimbingan yang diperlukan
 Mengambil alih pengoperasian dan pemeliharaan (O & M) yang sedang berjalan dan
tanggungjawab ke atas
 Memastikan keberadilan di semua lapisan masyarakat, khususnya kelompok yang peka

Pemerintah Kecamatan:

 Berkoordinasi dengan berbagai lapisan Badan Pemerintah dan memberi dukungan bagi kader
pemicu STBM
 Mengembangkan pengusaha lokal untuk produksi dan suplai bahan serta memonitor kualitas
bahan tersebut
 Mengevaluasi dan memonitor kerja lingkungan tempat tinggal
 Memelihara database status kesehatan yang efektif dan tetap ter-update secara berkala

Kabupaten Pemerintah:

 Mempersiapkan rencana kabupaten untuk mempromosikan strategi yang baru


 Mengembangkan dan mengimplementasikan kampanye informasi tingkat
kabupaten mengenai pendekatan yang baru
 Mengkoordinasikan pendanaan untuk implementasi strategi STBM
 Mengembangkan rantai suplai sanitasi di tingkat kabupaten
 Memberikan dukungan capacity building yang diperlukan kepada semua institusi
di kabupaten.

Pemerintah Provinsi:

 Berkoordinasi dengan berbagai instansi/lembaga terkait tingkat Provinsi


dan mengembangkan program terpadu untuk semua kegiatan STBM
 Mengkoordinasikan semua sumber pembiayaan terkait dengan STBM
 Memonitor perkembangan strategi nasional STBM dan memberikan bimbingan
yang diperlukan kepada tim Kabupaten
 Mengintegerasikan kegiatan higiene dan sanitasi yang telah ada dalam strategi STBM
 Mengorganisir pertukaran pengetahuan/pengalaman antar kabupaten

Pemerintah Pusat:

 Berkoordinasi dengan berbagai instansi/lembaga terkait tingkat Pusat dan mengembangkan


program terpadu untuk semua kegiatan STBM
 Mengkoordinasikan semua sumber pembiayaan terkait dengan STBM
 Memonitor perkembangan strategi nasional STBM dan memberikan bimbingan
yang diperlukan kepada tim Provinsi
 Mengintegerasikan kegiatan higiene dan sanitasi yang telah ada dalam strategi STBM
 Mengorganisir pertukaran pengetahuan/pengalaman antar kabupatendan/atau provinsi
serta antar negara

Strategi STBM
A. Penciptaan Lingkungan Yang Kondusif

1. Prinsip
Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam meningkatkan
perilaku higienis dan saniter.

2. Pokok Kegiatan

 Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya
secara berjenjang
 Mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah.
 Meningkatkan kemitraan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,
 Organisasi Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Swasta.

B. Peningkatan Kebutuhan

1. Prinsip
Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk mendukungterciptanya sanitasi total.

2. Pokok kegiatan

 Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaandan pelaksanaan


sosialisasi pengembangan kebutuhan.
 Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi darikebiasaan buruk sanitasi
(buang air besar) dan dilanjutkan dengan pemicuan perubahan perilaku komunitas.
 Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, materialdan biaya sarana
sanitasi yang sehat.
 Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untukmenfasilitasi pemicuan
perubahan perilaku masyarakat.
 Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untukmeningkatkan dan menjaga
keberlanjutan sanitasi total.

C. Peningkatan Penyediaan
1. Prinsip
Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhanmasyarakat.

2. Pokok kegiatan

 Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan saranasanitasi.


 Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi,lembaga keuangan dan
pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi.
 Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggiuntuk pengembangan
rancangan sarana sanitasi tepat guna.

D. Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management)

1. Prinsip
Melestarikan pengetahuan dan pembelajaran dalam sanitasi total.

2. Pokok kegiatan

 Mengembangkan dan mengelola pusat data dan informasi.


 Meningkatkan kemitraan antar program-program pemerintah, nonpemerintah dan swasta
dalam peningkatan pengetahuan dan pemberlajaran sanitasi di Indonesia.
 Mengupayakan masuknya pendekatan sanitasi total dalam kurikulum pendidikan.

E. Pembiayaan

1. Prinsip
Meniadakan subsidi untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar.

2. Pokok kegiatan

 Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana sanitasi sendiri


 Mengembangkan solidaritas sosial (gotong royong).
 Menyediakan subsidi diperbolehkan untuk fasilitas sanitasi komunal.

F. Pemantauan Dan Evaluasi

1. Prinsip
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi

2. Pokok kegiatan

 Memantau kegiatan dalam lingkup komunitas oleh masyarakat


 Pemerintah Daerah mengembangkan sistem pemantauan dan pengelolaan data.
 Mengoptimumkan pemanfaatan hasil pemantauan dari kegiatan-kegiatanlain yang sejenis
 Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem pemantauanberjenjang.
A. Rencana Kerja

Setiap pelaku pembangunan STBM mengembangkan rencana aksi sertapembiayaannya untuk


pencapaian sanitasi total yang disampaikan kepadapemerintah daerah.

B. Indikator

Output :

 Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasidasar sehingga
dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).
 Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di
rumah tangga.
 Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas(seperti sekolah,
kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air,sabun,
sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.
 Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
 Setiap rumah tanga mengelola sampahnya dengan benar.

Outcome :

 Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkunganlainnya yang berkaitan
dengan sanitasi dan perilaku.
 BAB I
 PENDAHULUAN

 A. Latar belakang
 Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi (pengelolaan air limbah domestic).
Pembuangan akhir limbah tinjaumumnya dibuang menggunakan beberapa cara antara
lain dengan menggunakan septic tank, dibuang langsung ke sungaiatau danau, dibuang
ke tanah , dan ada juga yang dibuang kekolam atau pantai. Di beberapa daerah pedesaan
di Indonesia, masih banyak dijumpai masyarakat yang berada di bawah garis
kemiskinandengan sanitasi yang sangat minim.
 Permasalahan sanitasi di Indonesia dewasa ini masih menjadi suatu permasalahan yang
sangat kompleks dan urgent. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia bahkan di
daerah ibukota sendiri yang mengalami permasalahan sanitasi. Padahal sanitasi juga
dapat menjadi tolok ukur dan faktor pendukung sebuah kesejahteraan bagi masyarakat.
 Masih sering dijumpaisebagian masyarakat yang membuang hajatnya di sungai
karenatidak mempunyai saluran pembuangan khusus untuk pembuanganair limbah
rumah tangga maupun air buangan dari kamarmandi. Bahkan terkadang masih dijumpai
masyarakat yangmembuang hajatnya di pekarangan rumahnya masing-masing.
 Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku
yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia
bersentuh langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan
harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.Hal ini terjadi selain
disebabkan karena factor ekonomi, faktorkebiasaan yang sulit dirubah dan kualitas
pendidikan yangrelative rendah dari masyarakat pun memang sangatberpengaruh
besar terhadap pola hidup masyarakat.
 Dalam penerapannya dimasyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air, pengolaan
limbah, pengolaan sampah, control vector, pencegahan dan pengontrolan pencemaran
tanah, sanitasi makanan, serta pencemaran udara.
 Sanitasi sangat menentukan keberhasilan dari paradigma pembangunan kesehatan
lingkungan lima tahun ke depan yang lebih menekankan pada aspek pencegahan dari
aspek pengobatan. Dengan adanya upaya pencegahan yang baik, angka kejadian
penyakit yang terkait dengan kondisi lingkungan dapat di cegah. Selain itu anggaran
yang diperlukan untuk preventif juga relative lebih terjangkau daripada melakukan
upaya pengobatan.
 Menurut beberapa literatur yang disebut tempat umum adalah suatu tempat dimana
orang banyak atau masyarakat umum berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara
sementara (insidentil) maupun secara terus menerus (permanent), baik membayar
mapupun tidak membayar.
 Dari latar belakang yang telah penulis jabarkan diatas maka penulis mengambil judul
dalam makalah iniadah “Pengelolaan Sanitasi Di Tempat-Tempat Umum (STTU)”
 B. Rumusan Masalah
 Rumusan masalah dalam kalah ini adalah :
 1. Apa pengertian sanitasi?
 2. Bagimana pengelolaaan sanitasi Tempat-tempat umum (STTU)?

 C. Tujuan
 Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
 1. Untuk mengetahu dan memahami pengertian dari Sanitasi
 2. Memahami pengelolaan sanitasi tempat-tempat umum (STTU).

 D. Manfaat Penulisan
 Dalam penulisan makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi peihak bagi semua pihak
yang terlibat didalamnya, dengan tujuan agar adanya pemahaman dan
peningkatan mengenai pelaksanaan penglolaan sanitasi tempat-tempat umum (STTU).

 E. Metode Penulisan
 Dalam makalah ini penulis mengambil sumber materi dari buku dan browsing internet.

 BAB II
 PEMBAHASAN

 A. Kajian Pustaka
 Lingkungan hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia (human
environment) atau dalam sehari-hari juga cukup disebut dengan "lingkungan" saja.
Unsur-unsur lingkungan hidup itu sendiri biasa nya terdiri dari: manusia, hewan,
tumbuhan. Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia.
Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Istilah
lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa
Belanda disebut dengan Millieu, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut dengan
I'environment. Pengetian Sanitasi
 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor :
965/MENKES/SK/XI/1992, pengertian sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan
untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan
 Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia.

 Menurut Notoadmojo (2003), mengemukakan : “sanitasi itu sendiri merupakan perilaku
disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia
bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan
harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia, sedangkan
untuk pengertian dari sanitasi lingkungan, sanitasi lingkungan adalah status kesehatan
suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air
bersih dan sebagainya”.Ruang lingkup kegiatan Pengawasan Sanitasi. Pada
kegiatan ini dilakukan pencatatan, Kegiatan ini dilaksanakan melalui orientasi keadaan
sanitasi secara garis besar, untuk mencari permasalahan umum STTU yang dilihat atau
diperiksa yang menyangkut masalah umum sanitasi yang ada sehingga tahap ini
merupakan survei pendahuluan (preliminary survey).


 Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa
definisi lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber
penularannya dan pengendalian lingkungan.
 Menurut Mukono, (2000). Mengemukakn bahawa :
 “Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan
yang berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan
timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh
kegiatan tersebut dapat dicegah (Adriyani, 2005). STTU merupakan problem kesehatan
masyarakat yang cukup mendesak. Karena tempat-tempat umum merupakan tempat
menyebarnya segala macam penyakit terutama penyakit-penyakit yang medianya
makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian STTU harus memenuhi syarat-
syarat kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat
kesehatan masyarakat”
 .
 Sanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan yang
berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan
timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh
kegiatan tersebut dapat dicegah (Fahmi, 2009). Sanitasi tempat-tempat umum menurut
Mukono (2006), merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak.
Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan
segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat
 Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur
faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut.
Terkait makanan, sanitasi didefinisikan sebagai penerapan atau pemeliharaan kondisi
yang mampu mencegah terjadinya pencemaran (kontaminasi) makanan atau terjadinya
penyakit yang disebabkan oleh makanan (foodborne illness atau foodborne disease)

 B. Pengelolaan Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU)
 Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau
biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan
buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan
industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan
menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan),
teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktik kebersihan pribadi
(contohnya membasuh tangan dengan sabun).
 Ruang lingkup sanitasi Berdasarkan pengertiannya yang dimaksud dengansanitasi
adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatannya kepada
usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Ruang lingkup sanitasi mencakup,
penyediaan air bersih sangat pentingdiperhatikan, karena kondisi tersedia atau
tidaknyaair bersih di suatu daerah akan menentukan darikelancaran operasi sistem
pengoahan air limbah. Yangmana, untuk sistem pembungan terpusat itu memerlukan
penyediaan air bersih yang relatif lebih terjamindibandingkan dengan sistem
pembungan setempat, pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan,
pemrosesan, pendaur-ulangan, ataupembuangan dari material sampah. Kalimat ini
biasanyamengacu pada material sampah yang dihasilkan darikegiatan manusia, dan
biasanya dikelola untukmengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkunganatau
keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukanuntuk memulihkan sumber daya alam.
Pengelolaan sampahbisa melibatkan zat padat, cair, gas, atauradioaktif dengan metoda
dan keahlian khusus untukmasing masing jenis zat, pengolahan makanan dan minuman
Meliputi hal-hal sebagai berikut, pengadaan bahan makanan/bahan baku, Penyimpanan
bahan makanan/bahanbaku, Pengolahan makanan, Pengangkutan makanan,
Penyimpanan makanan, Penyajian makanan.
 Hambatan yang sangat sering dijumpai dalam pelaksanaan sanitasi di tempat-tempat
umum, diantaranya adalah Belum adanya pengertian dari para pengusaha, pemerintah
mengenai peraturan per undang-undangn yang menyangkut sanitasi umum kaitannya
dengan usaha kesehtan masyaraka, belum mengetahui/kesadaran mengenai pentingnya
usaha pengeloilan sanotasi, untuk menghindari terjadinya kecelakaan atau penularan
penyakit, adanya sikap keberatan dari pengusaha atau pihak-pihak tertentu untuk
memenuhi persyaratan-persyaratan karena memerlukan biaya ekstra, belum adanya
adanya sikap apatis dari masyarakat tentang adanya peraturan/persyaratan Standar
sanitasi fasilitas umum, Belum semua peralatan dimiliki oleh tenaga pengawas pada
standar yang tepat, masih terbatasnya pengetahan petugas dalam melaksanakan
pengawasan, masih minimnya dana yang dialokasikan untuk pengawasan, belum
semua wilayah memiliki saran transportasi untuk melakukan kegiatan pengawasan
 Oleh sebab itu tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama
penyakit yang medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian sanitasi
tempat-tempat umum harus memenuhi persyaratan kesehatan dalam arti melindungi,
memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tempat-tempat umum
harus mempunyai kriteria sebagai berikut :
 1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum, artinya masyarakat boleh keluar masuk
ruangan tempat umum dengan membayar atau tanpa membayar.
 2. Harus ada gedung/tempat peranan, artinya harus ada tempat tertentu dimana
masyarakat melakukan aktivitas tertentu.
 3. Harus ada aktivitas, artinya pengelolaan dan aktivitas dari pengunjung tempat-
tempat umum tersebut.
 4. Harus ada fasilitas, artinya tempat-tempat umum tersebut harus sesuai dengan
ramainya, harus mempunyai fasilitas tertentu yang mutlak diperlukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di tempat-tempat umum.
 Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan
antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial, tempat
yang memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum yang
intensitas jumlah dan waktu kunjungannya tinggi.
 Tempat umum adalah suatu tempat dimana orang banyak atau masyarakat umum
berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara sementara (insidentil) maupun secara
terus menerus (permanent), baik membayar mapupun tidak membayar.
 Kriteria suatu tempat umum adalah terpenuhinya beberapa syarat :
 1. Diperuntukkan bagi masyarakat umm
 2. Harus ada gedung/tempat yang permanen
 3. Harus ada aktivitas (pengusaha, pegawai, pengunjung)
 4. Harus ada fasilitas (SAB, WC, Urinoir, tempat sampah, dan lain-lain)
 Sedangkan yang disebut sanitasi tempat-tempat umum adalah suatau usaha untuk
mengawasi dan mencegah kerugian akibat dari tidak terawatnya tempat-tempat umum
tersebut yang mengakibatkan timbul dan menularnya berbagai jenis penyakit.
 Sasaran khusus yang harus diberikan dalam pengawasn tempat-tempat umum meliputi
:
 1. Manusia sebagai pelaksana kegiatan
 2. Alat-alat kebersihan
 3. Tempat kegiatan
 Kenapa sanitasi di tempat-tempat umum sangat diperlukan karena Adanya kumpulan
manusia yang berhubungan langsung dengan lingkungan, kurangnya pengertian dari
masyarakat mengenai masalah kesehatan, kurangnya fasilitas sanitasi yang baik,
adanya kemungkinan besar terjadinya penularan penyakit, adanya kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan adanya tuntutan physical dan mental confort.
 Langkah-langkah dalam implementasi usaha pengelolaan Sanitasi umum adalah
Identifikasi masalah, pemeriksaan, evaluasi, pencatatan dan pelaporan
 Kegiatan pemeriksaan yaitu kegiatan melihat dan menyaksikan secara langsung di
tempat serta menilai tentang keadaan atau tindakan yang dilakukan serta memberikan
petunjuk atau saran-saran perbaikan. Pemeriksaan dilakukan terhadap faktor
lingkungan dan perlengkapan/peralatan sesuai dengan persyaratan dan kebersihannya,
misalnya: lingkungan pekarangan, bangunan, persediaan air bersih, cara pembuangan
sampah dan air kotor, perlengkapan WC dan urinoir, dan sebagainya. Dalam kegiatan
ini pemeriksa juga memberikan bimbingan dan petunjuk kepada pemilik/pengelola dan
pengguna yang melakukan kegiatan yang meliputi cara-cara pencegahan penyakit,
kebersihan, kebiasaan dan cara kerja yang baik dan lain sebagainya.
 Kegiatan pengawasan yaitu pengamatan secara terus menerus perkembangan kegiatan,
tindakan serta usaha tindak lanjut dari hasil pemeriksaan.
 Guna memperbaiki kondisi sanitasi berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah,
diantaranya adalah agenda penyiapan langkah langkah penting pembangunan sanitasi
yang sejalan dengan pencapaian sasaran, kesepakatan pemerintah dengan para
stakeholder yang terkait dengan pengelolaan dan pembangunan sanitasi akan perlunya
peningkatan kesadaran dan komitmen pemerintah di semua tingkatan pembangunan
sanitasi, mendorong akselerasi pembangunan sanitasi dan lahirnya program Persepatan
Pembangunan Sanitasi Permukiman yang terintegrasi dan terpadu. Guna meningkatkan
kualitas dan peningkatan pelayanan dan penyediaan Sanitasi dengan tepat.

 BAB III
 PENUTUP

 A. Kesimpulan
 Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia. Ruang lingkup sanitasi Berdasarkan pengertiannya
yang dimaksud dengansanitasi adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitik
beratkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia, yang
mencakup diantaranya : pengelolaan air besih, pengelolaan sampah dan limbah,
Pengolahan makanan dan minuman.
 Sanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan
yang berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan
timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh
kegiatan tersebut dapat dicegah. Hambatan yang sangat sering dijumpai dalam
pelaksanaan sanitasi di tempat-tempat umum meliputi: Belum adanya pengertian,
Belum mengetahui/kesadaran, adanya sikap keberatan dari pengusaha atau pihak-pihak
tertentu, belum adanya adanya sikap apatis dari masyarakat, Belum semua peralatan
dimiliki oleh tenaga pengawas pada standar yang tepat, masih terbatasnya pengetahan
petugas, masih minimnya dan Belum semua wilayah memiliki saran transportasi untuk
kegiatan pengawasan.

 B. Saran
 Sanitasi Tempat-tempat umum merpakan hal yang sangat penting oleh karena
pengelolaan pengawasan pemeliharan dan pengembangan Sanitasi tempat-tempat
umum hendaknya dulakuakn secara intensif dan didukung dengan sarana dan prasarana
yang memadai.

 DAFTAR PUSTAKA

 Chandra, Budiman. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Kedokteran EGC:
Jakarta.

 Hilal, Nur (2008). Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Ssampah Padat. JKL:
Purwokerto.

 Mukono,. (2000). Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press :
Surabaya.


 Rusdiawan (2011) Sanitasi dan Kesejahteraan
 Sumber: http://green.kompasiana.com/polusi/2011/11/20/sanitasi-dan-
kesejahteraan/ Diakses tanggal 5 November 2012 waktu 10.52. wib

 Teuku (2009) Pentingnya Pengelolaan Sanitasi Di Tempat-Tempat Umum
 Sumber : http://tuloe.wordpress.com/2009/06/07/sanitasi-umum/
 Diakses tanggal 5 November 2012 waktu 10.25wib

 ReimiE 2012: Pengertian atau Definisi Sanitasi
 Reimie : http://www.reimie.com/2012/10/pengertian-atau-definisi-sanitasi.html
diakses pada 05/10/2012 jam 21.32 Wib.

 Wardana (2012). Sanitasi Tempat-tempat Umum
 Diakses : cai-sl.blogspot.com/2012/06/makalah-sanitasi-tempat-tempat-umum.html
diakses : Diakses tanggal 5 November 2012 waktu 11.15wib
Makalah Sanitasi Tempat-Tempat Umum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sarana dan bangunan umum merupakan tempat dan atau alat yang dipergunakan oleh masyarakat
umum untuk melakukan kegiatannya, oleh karena itu perlu dikelola demi kelangsungan kehidupan
dan penghidupannya untuk mencapai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial, yang
memungkinkan penggunanya hidup dan bekerja dengan produktif secara social ekonomis. Sarana dan
bangunan umum dinyatakan memenuhi syarat kesehatan lingkungan apabila memenuhi kebutuhan
fisiologis, psikologis dan dapat mencegah penularan penyakit antar pengguna, penghuni dan
masyarakat sekitarnya, selain itu harus memenuhi persyaratan dalam pencegahan terjadinya
kecelakaan. 1
Menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2006 sebanyak 24 % dari penyakit
global disebabkan oleh segala jenis faktor lingkungan yang dapat dicegah serta lebih dari 13 juta
kematian tiap tahun disebabkan faktor lingkungan yang dapat dicegah. Empat penyakit utama yang
disebabkan oleh lingkungan yang buruk adalah diare, infeksi Saluran Pernapasan Bawah, berbagai
jenis luka yang tidak intens, dan malaria. 2
Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara negara berkembang.
Menurut WHO, penyakit diare membunuh satu anak di dunia ini setiap 15 detik, karena access pada
sanitasi masih terlalu rendah. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta
merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada skala nasional. 3

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih penyebab utama kematian di Indonesia.


Kecenderungan ini juga semakin mendapatkan legitimasi seiring dengan munculnya flu burung dan flu
babi, dua penyakit yang sangat berkaitan dengan sanitasi lingkungan. Di Pekanbaru sendiri, data
penyakit berbasis lingkungan pada tahun 2004, didapatkan data malaria sebanyak 236 kasus, tahun
2005 198 kasus, tahun 2006 195 kasus. TB paru pada tahun 2004 didapatkan 347 kasus, tahun 2005
633 kasus, tahun 2006 287 kasus. DBD tahun 2004 253 kasus, tahun 2005 839, tahun 2006 347 kasus.
Diare tahun 2006 1.059 kasus, ISPA tahun 2006 231 kasus. Oleh karena itu, ke depan semakin
dibutuhkan upaya yang intensif dan serius dari banyak pihak terkait untuk melakukan intervensi
terahadap faktor lingkungan.2, 3, 4
Program kesehatan lingkungan Puskesmas Muara Fajar telah melakukan kegiatan pendataan
dan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, namun kegiatan tersebut belum sesuai target yang
ditetapkan Depkes RI. Dari laporan kegiatan program Kesling bulan Januari-November 2009, terdapat
42 tempat umum yang ada di wilayah Puskesmas Muara Fajar, baru 14 yang pernah dilakukan
pemeriksaan sanitasi. Jika dipersentasikan, cakupan pelayanannya adalah 33,33%, sedangkan
menurut standar pelayanan minimal Kabupaten/kota yaitu 80%. Hasil wawancara dengan
penanggung jawab program Kesling, permasalahan terletak pada kurangnya jumlah tenaga sanitarian
dengan wilayah kerja yang luas, serta banyaknya beban kerja lainnya. Selain itu formulir pemeriksaan
dan inspeksi sanitasi untuk tempat-tempat umum belum tersedia lengkap.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sanitasi Tempat-Tempat Umum

Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara kesehatan. Menurut
WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin
menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan,
dan daya tahan hidup manusia.

Tempat-tempat umum yaitu tempat kegiatan bagi umum, yang mempunyai tempat, sarana
dan kegiatan tetap, diselenggarakan badan pemerintah, swasta, dan atau perorangan, yang
dipergunakan langsung oleh masyarakat. Jenis tempat-tempat umum antara lain : 8, 9

a. Yang berhubungan dengan sarana Pariwisata :

- Penginapan/Losmen

- Mess

- Kolam Renang
- Bioskop

- Tempat Hiburan

- Tempat Rekreasi

- Bilyard

- Tempat Bersejarah

b. Yang berhubungan dengan sarana Perhubungan :

- Terminal Angkutan Darat

- Terminal Angkutan Sungai

c. Yang berhubungan dengan sarana Komersial :

- Pemangkas Rambut

- Salon Kecantikan

- Pasar-Pasar

- Apotik

- Toko Obat

- Perbelanjaan

d. Yang berhubungan dengan sarana Sosial :

- Tempat-Tempat Ibadah

- Rumah Sakit

- Klinik Bersalin

- Sekolah-Sekolah/Asrama

- Panti Asuhan

e. Kantor-Kantor Pemerintahan dan Swasta termasuk Bank-Bank Pemerintah dan Swasta.

Sanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan yang


berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau
menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut dapat
dicegah. Sarana dan bangunan umum dinyatakan memenuhi syarat kesehatan lingkungan apabila
memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan dapat mencegah penularan penyakit antar pengguna,
penghuni dan masyarakat sekitarnya, selain itu harus memenuhi persyaratan dalam pencegahan
terjadinya kecelakaan. Penyelenggaraan sarana dan bangunan umum berada di luar kewenangan
Departemen Kesehatan, namun sarana dan bangunan umum tersebut harus memenuhi persyaratan
kesehatan. Hal ini telah diamanatkan pada UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

2.2 Pedoman Penyehatan Sarana Dan Bangunan Umum

Dasar pelaksanaan kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum


adalah Kepmenkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan
Umum. Menurut Kepmenkes tersebut, batasan pengertian penyehatan sarana dan bangunan umum,
adalah upaya kesehatan lingkungan, dalam pengendalian faktor risiko penyakit pada sarana dan
bangunan umum. Faktor resiko penyakit adalah hal-hal yang memiliki potensi terhadap timbulnya
penyakit.

Tujuan diadakannya penyehatan sarana dan bangunan umum adalah sebagai upaya untuk
meningkatkan pengendalian faktor risiko penyakit dan kecelakaan pada sarana dan bangunan umum.
Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah :

a. Lingkungan Pemukiman antara lain perumahan, asrama, pondok pesantren, condominium /


apartemen, rumah susun dan sejenisnya.

b. Tempat umum antara lain hotel, penginapan, pasar, bioskop, tempat rekreasi, kolam renang, terminal,
Bandar udara, pelabuhan laut, pusat perbelanjaan dan usaha-usaha yang sejenis.

c. Lingkungan kerja antara lain kawasan perkantoran, kawasan industri, atau yang sejenisnya.

d. Angkutan umum antara lain bus umum, pesawat udara komersial, kapal penumpang, kapal ferry
penumpang, kereta api dan sejenis.

e. Lingkungan lainnya antara lain tempat pengungsian, daerah transmigrasi, lembaga permasyarakatan,
sekolah dan sejenis.

f. Sarana Pelayanan Umum antara lain samsat, bank, kantor pos dan tempat ibadah yang sejenis.

g. Sarana Kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas, laboratorium, pabrik obat, apotik dan yang
sejenis.

Untuk pelaksanaan kegiatan di tingkat pusat, adalah Direktorat Jenderal Pemberantasan


Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL), dan sebagai penanggung jawab
program adalah Direktur Jenderal PPM & PL. Untuk pelaksanaan di tingkat propinsi sebagai
penanggung jawab adalah Gubernur Kepala Daerah dan Pelaksananya adalah Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi. Pelaksanaan di Tingkat Kabupaten, sebagai Penanggung jawab program adalah Bupati /
Walikota dan pelaksananya adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Di Tingkat Kecamatan
Penanggung jawab pelaksanaan program adalah Camat dan pelaksananya adalah Kepala Puskesmas.

Dinas Kabupaten/kota memiliki unit pelaksana teknis yang bertanggung jawab


menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya yaitu Puskesmas. Lingkup kegiatan
yang dilakukan dalam program penyehatan sarana dan bangunan umum di tingkat Kabupaten/Kota
adalah :

a. Perencanaan

1) Membuat program kegiatan upaya penyehatan sarana dan bangunan umum.

2) Mengumpulkan data, menetapkan prioritas dan implementasi / pelaksanaan program serta


melakukan evaluasi.

b. Pengawasan kualitas

Pengawasan kualitas yang dilakukan, meliputi :

1) Inspeksi sanitasi.

2) Pengambilan sample dan pemeriksaan sample

3) Analisa data dan rumusan pemecahan masalah, serta memberi rekomendasi untuk tindak lanjut.

c. Investigasi

Invstigasi dilakukan bila ditemukan adanya Kejadian Luar Biasa, dan atau keluhan dari masyarakat.

d. Tindak lanjut

Tindak lanjut dilakukan berdasarkan hasil monitoring dan investigasi, melalui penyuluhan, pelatihan,
perbaikan dan pemeliharaan.

Sebagai sumber daya yang diperlukan untuk kegiatan Penyehatan Sarana dan Bangunan
Umum adalah :

1. Sumber daya manusia


Kegiatan ini didukung oleh tenaga kesehatan lingkungan yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan
yang memadai. Tenaga kesehatan lingkungan adalah petugas atau pengelola yang memperoleh
pendidikan atau pelatihan dibidang kesehatan lingkungan.

2. Peralatan

Untuk menunjang kegiatan diperlukan instrumen yaitu :

a. Formulir Pengamatan

1) Formulir pemeriksaan

2) Formulir Inspeksi Sanitasi

b. Peralatan pengukuran kualitas lingkungan antara lain :

1) Pengukur pencahayaan (Lightmeter)

2) Pengukur kelembaban (Hygrometer)

3) Pengukur mikroba dalam ruangan (Microbiological Test Kit)

4) Pengukur kebisingan (Integrating Sound Level Meter)

5) Pengukur kualitas air

6) Pengukur kualitas udara (Air Polution Test Kit)

7) Sanitarian Kit

8) Vector Kit

9) Peralatan lain yang dipergunakan untuk mengukur kualitas lingkungan

3. Metode

Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala, sekurang-kurangnya 2(dua) kali dalam satu tahun.
Pengawasan pada kejadian luar biasa (KLB) dilakukan sesuai dengan kondisi setempat dan
memperhatikan risiko atau gangguan pada kesehatan masyarakat. Cara pengawasan dilakukan
melalui wawancara, pengamatan, pengukuran, analisa laboratorium, penyusunan laporan dan tindak
lanjut.

4. Dana

Sumber pendanaan yang diperlukan dapat diperoleh melalui :

a. APBN
b. APBD

c. Bantuan Luar Negeri

d. Bantuan lain yang tidak mengikat

BAB III

PENUTUP

3.1.SIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Beberapa masalah yang ditemukan pada program Kesling antara lain, belum optimalnya
kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi TTU, belum optimalnya pemeriksaan rumah
tangga sehat, serta belum berjalannya kegiatan pengawasan sanitasi TPM.
2. Prioritas masalah yang didapatkan pada program Kesling PKM Muara Fajar adalah belum
optimalnya kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum.
3. Penyebab masalah belum optimalnya kegiatan tersebut antara lain kurangnya jumlah
petugas, tidak tersedianya formulir yang lengkap dan peralatan pengukuran kualitas
lingkungan, tidak tersedianya pedoman umum, serta belum adanya alokasi dana khusus untuk
kugiatan.
4. Alternatif pemecahan masalah yang disarankan antara lain memberikan surat rekomendasi
serta penyediaan formulir dan pedoman umum untuk pelaksanaan kegiatan.
5. Upaya pemecahan masalah yang telah terlaksana adalah pemberian surat rekomendasi yang
berisi pemberdayaan petugas, penyediaan alat pengukuran kualitas lingkungan, dan
pengalokasian dana khusus untuk kegiatan.
6. Evaluasi terhadap pelaksanaan rekomendasi tidak dapat dilakukan karena keterbatasan
waktu.
3.2.SARAN

1. Sebaiknya Kepala Puskesmas memberdayaan petugas lain untuk membantu petugas Kesling
dalam pelaksanan kegiatan pendataan dan pengawasan sanitasi TTU.
2. Kepada Kepala Puskesmas sebaiknya menyediakan peralatan yang penting untuk mengukur
kualitas lingkungan, seperti 1 buah meteran, 1 buah vektor kit, 1 buah microbial test kit dan 1
air polution test kit yang dapat dilakukan secara bertahap.
3. Petugas sanitasi agar dapat memanfaatkan sumber daya serta peralatan yang ada secara
optimal untuk menunjang kegiatan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Adriyani, Seto. Manajemen Sanitasi Pelabuhan Domestik Di Gresik, Jurnal Kesehatan Lingkungan. Surabaya :
2005

Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 288/MENKES/SK/III/2003 Tentang Pedoman Penyehatan Sarana
Dan Bangunan Umum. Jakarta : 2003.

Depkes RI. 2006. Intervensi Faktor Lingkungan Cegah 13 Juta Kematian. http://www.depkes.go.id [Diakses 7
Desember 2009].

Arifin, Munif. 2009. Beberapa Pengertian Tentang Sanitasi Lingkungan.


http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/sanitasi-lingkungan. [Diakses 7 Desember 2009].

Seksi Penyehatan Lingkungan. Laporan rekapitulasi penyakit berbasis lingkungan Puskesmas kota Pekanbaru.
Pekanbaru: Dinkes kota Pekanbaru, 2006.

Setiyabudi R. 2007. Dasar Kesehatan Lingkungan. Disitasi dari : http://www.ajago.blogspot.htm. [Diakses : 20


November 2009].

World Health Organization (WHO). 2008. Environmental Health. http://www.WHO.int. [Diakses 20 November
2009].

Depkes RI. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta : 1992.

PEMKO Muara Enim. PERDA Kabupaten Muara Enim No.3 Tahun 1992 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata
Kerja Dinas Sosial. Muara Enim : 1994.
Hygiene Tempat Pengolahan Makanan

I. PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang disediakan di luar rumah,
maka produk-produk makanan yang disediakan oleh perusahaan atau perorangan yang bergerak
dalam usaha penyediaan makanan untuk kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan dan
keselamatannya. Hal ini hanya dapat terwujud bila ditunjang dengan keadaan hygiene dan sanitasi
Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dan dipelihara secara bersama oleh pengusaha dan
masyarakat.
TPM yang dimaksud meliputi rumah makan dan restoran, jasaboga atau catering, industri makanan,
kantin, warung dan makanan jajanan dan sebagainya.
Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan menyediakan makanan bagi
masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan
kesehatan atau penyakit bahkan keracunan akibat dari makanan yang dihasilkannya. Dengan
demikian kualitas makanan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM harus memenuhi syarat-
syarat kesehatan. Salah satu syarat kesehatan TPM yang penting dan mempengaruhi kualitas
hygiene sanitasi makanan tersebut adalah faktor lokasi dan bangunan TPM. Lokasi dan bangunan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi makanan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus dan parasit serta bahan-bahan kimia yang dapat
menimbulkan risiko terhadap kesehatan.
II. TUJUAN
Tujuan modul ini adalah agar peserta mengetahui persyaratan sanitasi TPM dan mampu
menerapkan praktek persyaratan dan teknik pembersihan/pemeliharaan ruangan di TPM agar
terhindar dari resiko pencemaran.
III. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup meliputi persyaratan lokasi dan bangunan yang meliputi halaman, konstruksi, tata
ruang, lantai, dinding, atap dan langit-langit, pintu & jendela, ventilasi, pencahayaan, ruangan
pengolahan, tempat cuci alat dan bahan makanan, tempat cuci tangan, air bersih, jamban &
peturasan, kamar mandi, tempat sampah, locker dan cara pembersihan dan pemeliharaanya.
IV. RINCIAN PERSYARATAN
1. Lokasi
Lokasi TPM harus jauh dan terhindar dari pencemaran yang diakibatkan antara lain oleh bahan
pencemar seperti banjir, udara (debu, asap, serbuk, bau), bahan padat (sampah, serangga, tikus) dan
sebagainya.
Bangunan harus dibuat dengan cara yang terlindung dari sumber pencemar seperti tempat
pembuangan sampah umum, WC umum, pengolahan limbah dan sumber pencemar lainnya yang
diduga dapat mencemari hasil produksi makanan. Pengertian jauh dari sumber pencemaran adalah
sangat relatif tergantung kepada arah pencemaran yang mungkin terjadi seperti arah angin dan
aliran air. Secara pasti ditentukan jarak minimal adalah 500 meter, sebagai batas kemampuan
terbang lalat rumah atau mempunyai dinding pemisah yang sempurna walaupun jaraknya
berdekatan.
2. Konstruksi
Secara umum konstruksi dan rancang bangun harus aman dan memenuhi peraturan perundang-
undangan tentang Keselamatan dan Keamanan yang berlaku, seperti memenuhi undang-undang
gangguan (Hinder Ordoonantie) dan sesuai dengan peruntukan wilayahnya (Rancangan Umum Tata
Ruang), Pedoman Konstruksi Bangunan Umum, Pedoman Plumbing Indonesia dan lain-lain.
Konstruksi bangunan TPM harus kuat, aman dan terpelihara sehingga mencegah terjadinya
kecelakaan dan pencemaran. Konstruksi tidak boleh retak, lapuk, tidak utuh, kumuh atau mudah
terjadi kebakaran. Selain kuat konstruksi juga harus selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan
bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan secara tidak teratur.
3. Halaman
Halaman TPM diberi papan nama perusahaan yang mencantumkan nomor pendaftaran/Laik hygiene
sanitasi makanan di tempat yang mudah dilihat.
Halaman harus selalu kering dan terpelihara kebersihannya, tidak banyak serangga (lalat, kecoa) dan
tikus serta tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan, serta tidak terdapat
tumpukan barang-barang yang tidak teratur sehingga dapat menjadi tempat berkembang biaknya
serangga dan tikus.
Saluran pembuangan air kotor di halaman (yang berasal dari dapur dan kamar mandi) harus tertutup
dan tidak menjadi tempat jalan masuknya tikus ke dalam bangunan TPM. Oleh sebab itu pada setiap
lubang/saluran yang berhubungan dengan bagian dalam bangunan harus dilengkapi dengan jeruji
(screen) yang ukurannya tidak bisa dilalui oleh tikus.
Pembuangan air hujan harus lancar sehingga tidak menimbulkan genangan-genangan air di
permukaan tanah.
4. Tata ruang
Pembagian ruang untuk restoran dan rumah makan minimal terdiri dari dapur, gudang, ruang
makan, toilet, ruang karyawan dan ruang adminsitrasi. Setiap ruangan mempunyai batas dinding
untuk memisahkan ruangan yang satu dengan lainnya dan dihubungkan dengan pintu.
Ruangan harus ditata dengan baik sesuai dengan fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus
karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang-barang lainnya yang dapat
mencemari makanan. Dan yang paling penting adalah ruang dan barang-barang di tata sedemikian
rupa agar mudah dibersihkan setiap hari.
Khusus ruang pengolahan makanan (dapur/jasaboga) harus diatur proses pengolahan makanan
seperti ban berjalan (berurutan yang teratur).
5. Lantai
Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kering, tidak mudah rusak, tidak lembab, tidak
ada retakan atau celah tidak licin dan tahan terhadap pembersihan yang berulang-ulang. Dibuat
miring ke arah tertentu dengan kelandaian yang cukup (1-2%) sehingga tidak terjadi genangan air,
serta mudah untuk dibersihkan. Untuk itu bahannya harus kuat, rata, kedap air dan dipasang dengan
rapi.
Pertemuan antara lantai dengan dinding sebaiknya dibuat conus (tidak membuat sudut mati) dengan
tujuan agar sisa-sisa kotoran mudah dibersihkan dan tidak tertinggal/ menumpuk di sudut-sudut
lantai.

6. Dinding
Permukaan dinding harus rata dan halus, berwarna terang dan tidak lembab dan mudah dibersihkan.
Untuk itu dibuat dari bahan yang kuat, kering, tidak menyerap air, dipasang rata tanpa celah/retak.
Dinding dapat dilapisi plesteran atau porselen agar tidak mudah ditumbuhi oleh jamur atau kapang.
Keadaan dinding harus dipelihara agar tetap utuh, bersih dan tidak terdapat debu, lawa-lawa atau
kotoran lain yang berpotensi menyebabkan pencemaran pada makanan.
Permukaan dinding yang sering terkena percikan air misalnya di tempat pencucian dan tempat
peracikan dipasang porselin atau logam anti karat setinggi 2 (dua) meter dari lantai. Tinggi 2 meter
sebagai batas jangkauan tangan dalam posisi berdiri, sehingga bilamana dinding pada jangkauan
tersebut dipasang porselin, dapat mudah dibersihkan.
7. Atap dan langit-langit
Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan jatuhnya debu dan kotoran lain, sehingga tidak
mengotori makanan yang sedang diolah. Atap tidak boleh bocor, cukup landai dan tidak menjadi
sarang serangga dan tikus.
Langit-langit harus terpelihara dan selalu dalam keadaan bersih, bebas dari retakan dan lubang-
lubang dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus.
Tinggi langit-langit minimal adalah 2,4 meter di atas lantai, makin tinggi langit-langit, makin baik
persyaratannya, karena jumlah oksigen ruangan semakin banyak.
8. Pintu dan jendela
Pintu di ruangan memasak harus dapat ditutup sendiri (self closing) dan membuka ke arah luar.
Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah harus dilengkapi dengan kawat kassa
yang dapat dibuka dan dipasang. Semua pintu dari ruang tempat pengolahan makanan dibuat
menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kawat kasa, tirai plastik, pintu rangkap
dan lain-lain. Setiap bagian bawah pintu sebaiknya dilapisi logam setinggi 36 cm, untuk mencegah
masuknya tikus. Jarak pintu dengan lantai harus cukup rapat dan tidak lebih dari 5 mm.
Pintu dapur dibuat membuka kearah luar dengan maksud agar :
a. Mencegah masuknya lalat, karena pada saat pintu dibuka terjadi dorongan angin sehingga lalat
menjauh dari pintu. Sebaliknya kalau pintu membuka ke dalam, pada saat pintu dibuka terjadi
sedotan udara yang membantu menarik lalat masuk ke dalam ruangan.
b. Untuk memudahkan penyelamatan diri pada waktu keadaan darurat seperti kebakaran dan
sebagainya. Pada waktu panik, pintu langsung terdorong membuka ke arah luar.
Pintu menutup sendiri dapat dibuat dengan :
1). konstruksi pintu biasa atau kassa yang dilengkapi alat penutup sendiri
2). Pintu biasa dilengkapi dengan tirai plastik yang dapat ditembus tetapi dapat juga menutup
kembali. Gunanya adalah untuk mencegah lalat masuk ke ruangan.
9. Pencahayaan
Intensitas pencahayaan disetiap ruang kerja harus cukup terang untuk melakukan pekerjaan. Setiap
ruangan kerja seperti gudang, dapur, tempat cuci peralatan dan tempat cuci tangan, internsitas
pencahayaan sedikitnya 10 foot candle pada titik 90 cm dari lantai. Pencahayaan harus tidak
menyilaukan dan tersebar merata, sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan. Upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan cara menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan.
Pencahayaan dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter). Untuk perkiraan
secara kasar dapat dilakukan sebagai berikut :
Lampu listrik 1 watt akan menghasilkan 1 candle cahaya sebagai sumber. Maka pada jarak 1 kaki, 1
watt menghasilkan 1 foot candle (jarak 1 kaki = 30 cm). 1 watt pada jarak 1 meter (= 3 kaki)
menghasilkan cahaya lebih rendah yaitu ⅓ foot candle, 1 watt pada jarak 2 meter (= 6 kaki)
menghasilkan ⅓ x ½ = 1/6 foot candle, dan 1 watt pada jarak 3 meter (= 9 kaki) menghasilkan ⅓ x ⅓ =
1/9 foot candle. Maka misalnya bila kita memiliki lampu 60 watt pada jarak 2 meter (= 6 kaki) akan
menghasilkan 1/6 x 60 fc = 60/6 foot candle = 10 foot candle. Jadi syarat minimal pemakaian lampu
listrik adalah 60 watt untuk menghasilkan 10 foot candle pada jarak 2 meter. Pertanyaanya berapa
watt lampu dibutuhkan untuk menghasilkan 20 foot candle pada jarak 3 meter (100, 140 atau 180
watt. Jawabanya adalah 180 watt (3/1 x 3/1 x 20 = 180 watt).
Keterangan : 3 meter = 3 x 3 = 9 kaki. Jarak berbanding terbalik dengan kuat cahaya.
10. Ventilasi/Penghawaan
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat
menjaga keadaan nyaman. Suhu nyaman berkisar antara 28oC – 32oC. Sejauh mungkin ventilasi
harus cukup untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi
uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, dan membuang bau, asap dan pencemaran
lain dari ruangan.
Ventilasi dapat diperoleh secara alamiah dengan membuat lubang penghawaan yang cukup. Lubang
penghawaan bisa berupa lubang penghawaan tetap dan lubang penghawaan insidental (misalnya
jendela yang bisa dibuka dan ditutup). Jumlah lubang penghawaan minimal 10% dari luas lantai.
Aliran ventilasi yang dipersyaratkan adalah minimal 15 kali per menit.
Bila ventilasi alamiah tidak dapat memenuhi persyaratan maka bisa dibuat ventilasi buatan berupa
ventilasi mekanis, misalnya kipas angin, exhauser fan, AC.
11. Ruangan Pengolahan Makanan
Luas ruangan dapur pengolahan makanan harus cukup untuk orang bekerja dengan mudah dan
efisien, mencegah kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan. Ruang
pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peturasan dan kamar
mandi, dan dibatasi dengan ruangan antara.
Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 (dua) meter persegi untuk setiap orang
pekerja. Contoh perhitungan praktis dilapangan. Bila luas ruangan dapur 4 x 3 M2 = 12 M2 dan
jumlah pekerja di dapur 6 orang, secara teori tersedia ruangan 12/6 = 2 M2/orang. Keadaan ini
belum memenuhi syarat, karena kalau dihitung dengan lantai untuk peralatan kerja di dapur, maka
yang masih tersedia adalah 2–2 M2/or = 0 M2/or. Maka dengan luas dapur 12 M2, yang idealnya
untuk pekerja adalah untuk 12/4 = 3 M2/or, sehingga cukup untuk orang bekerja 12/3 = 4 orang
pekerja saja.
Dengan demikian berapa orang pekerja yang ideal untuk dapur seluas 4 x 5 m2? (10, 8 atau 6 orang).
Jawabannya adalah 6 –7 orang
12. Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Pencucian peralatan harus
menggunakan bahan pembersih/deterjen. Bak pencucian peralatan sedikitnya terdiri dari 3 (tiga)
bak pencuci yaitu untuk merendam (Hushing), menyabun (washing) dan membilas (rinsing).
Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan Kalium Permanganat
(PK) 0,02% satu sendok teh dalam satu ember ukuran 10 liter atau disiram air mendidih (80oC)
dalam beberapa detik atau menggunakan larutan zat kaporit 50 ppm. Satu sendok makan dalam
ember ukuran 10 liter.
Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari
kemungkinan pencemaran oleh serangga, tikus dan hewan lainnya.
Pertanyaan, berapa sendok makan PK dalam air sebanyak satu ember ukuran 20 liter? (1, 2 atau 3
sendok) Jawabannya 1 sendok.
13. Tempat cuci tangan
Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan
yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan
pengering.
Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan, sebagai berikut:
1-10 orang : 1 buah, dengan tambahan 1 (satu) buah untuk setiap penambahan 10 orang atau
kurang. Tempat cuci tangan diletakkan sedekat mungkin dengan pintu masuk, sehingga setiap orang
yang masuk dapur pertama kali adalah mencuci tangan.
Pertanyaan : bila karyawanya ada 25 orang, berapa tempat cuci tangan yang harus ada? (1,2 atau 3)
Jawabannya 2 buah.
14. Air bersih
Air bersih harus tersedia dengan cukup untuk seluruh kegiatan pengelolaan makanan. Kualitas air
bersih harus memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/Menkes/Per/IX/1990. Air
bersih secara fisik adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan bebas kuman
penyakit. Untuk air biasa harus direbus terlebih dahulu sebelum digunakan.
15. Jamban dan peturasan
TPM harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat kesehatan serta memenuhi
pedoman plumbing Indonesia.
Jamban harus dibuat dengan leher angsa dan dilengkapi dengan air penyiraman dan untuk
pembersih badan yang cukup serta tissue dan diberi tanda/tulisan pemberitahuan bahwa setiap
pemakai harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan jamban.
Jumlahnya harus memadai seperti table berikut :
Perbandingan Jumlah Karyawan dengan banyaknya Jamban yang harus tersedia
Jumlah Karyawan Jumlah Jamban
1 – 10 orang 1 buah
11 – 25 orang 2 buah
26 – 50 orang 3 buah
Setiap penambahan 25 orang Penambahan 1 buah
Perbandingan Jumlah Karyawan dengan banyaknya Peturasan yang harus tersedia
Jumlah Karyawan Jumlah Jamban
1 – 30 orang 1 buah
31 – 60 orang 2 buah
61 – 90 orang 3 buah
Setiap penambahan 30 orang Penambahan 1 buah

16. Kamar mandi


TPM harus dilengkapi dengan kamar mandi dengan air kran mengalir dan saluran air limbah yang
memenuhi pedoman plumbing. Jamban kamar mandi harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1
(satu) buah untuk 1-10 orang, dengan penambahan 1 (satu) buah untuk setiap 20 orang. Kamar
mandi dianjurkan tanpa bak mandi, tetapi menggunakan shower (pancuran). Sehingga dapat
mencegah pertumbuhan larva nyamuk penular penyakit. Kalau ada kamar mandi harus dikuras
seminggu sekali.
17. Tempat sampah
Tempat sampah untuk menampung sampah sementara dibuat dari bahan yang kuat, kedap air dan
tidak mudah berkarat. Mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan
makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan
dengan produksi sampah pada setiap kegiatan. Sampah harus sudah dibuang dalam waktu 1 x 24
jam dari TPM. Kantong sampah yang telah penuh di tempatkan di tempat yang mudah dijangkau
oleh kendaraan pengangkut sampah.
18. Fasilitas penyimpanan pakaian (locker) karyawan
Locker karyawan dibuat dari bahan yang kuat, aman, mudah dibersihkan dan tertutup rapat.
Jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan. Locker ditempatkan di ruangan yang terpisah
dengan dapur dan gudang. Locker untuk karyawan pria hendaknya terpisah dengan locker karyawan
wanita.
B. Pembersihan dan Pemeliharaan
Seluruh bangunan dan ruangan TPM harus selalu terpelihara kebersihannya. Bila ada bagian yang
rusak atau tidak berfungsi harus segera diperbaiki atau diganti dengan yang baik.
Ruangan pengolahan makanan harus selalu bersih dan hygienis oleh sebab itu harus ada upaya
pembersihan ruangan secara teratur. Tujuan pembersihan ruangan dan bangunan adalah agar ruang
kerja layak pakai, yaitu dalam arti bersih, estetis dan hygienis.
1. Prinsip pembersihan ruangan
Pada prinsipnya pembersihan ruangan adalah sebagai berikut :
a. Tersedia sarana pembersih.
b. Mengetahui jenis bahan lantai, dinding, plafon, ventilasi dan karakteristiknya.
c. Menggunakan teknik dan prosedur yang benar dan sesuai dengan tujuannya.
d. Waktu dan frekwensi pencucian/pembersihan.
2. Sarana pencucian/pembersihan ruangan
Sarana yang diperlukan adalah berupa peralatan, air, deterjen, desinfektan dan deodorant.
Peralatan kebersihan bisa manual atau mesin. Peralatan mesin tentu lebih efektif daripada manual
untuk bidang yang luas, akan tetapi akan sulit untuk bidang kerja yang sempit.
a. Sapu yang digunakan sebagai pembersih debu dan sampah yang agak kecil, mulai dari yang halus
sampai yang kasar.
b. Brush (sikat) untuk membersihkan kotoran/noda yang sulit dibersihkan oleh sapu seperti kotoran
pada celah atau kotoran yang lengket di lantai, mulai dari bulu, plastik dan logam.
c. Kain pel untuk membersihkan sekaligus mengeringkan lantai dan permukaan yang dibersihkan
lainnya, mulai dari kain kasar sampai bahan kanebo (kain campur karet).
d. Monceng yang digunakan untuk membersihkan debu yang menempel pada kaca, meja dan
perabotan, mulai dari bulu ayam, sintetis dan bulu palsu.
e. Kain lap yang digunakan untuk melap barang-barang agar bersih dari kotoran dan debu, seperti
lap meja, lap tangan, lap piring dan sebagainya.
f. Mesin penghisap debu (vacum cleaner) untuk membersihkan debu pada permadani maupun lantai
biasa.
3. Bahan pencuci/pembersih ruangan
Bahan pencuci yang dibutuhkan pada dasarnya sama yaitu untuk melarutkan kotoran yang berupa
sabun, deterjen, dan zat pencuci lainnya, untuk membunuh mikroorganisme dan kuman penyakit
seperti karbol, Lysol, creolin dan larutan chlor aktif (kaporit), dan deodoran untuk menghilangkan
bau seperti zat pengharum ruangan yang biasanya dicampur ke dalam detergen.
Air pencuci bisa dengan air dingin atau air panas sesuai keperluannya. Air panas sangat diperlukan
untuk pencuci lantai atau tempat cuci yang macet karena pembekuan lemak sisa pencucian.
4. Mengenal berbagai jenis lantai
a. Ubin semen
Ubin ini terdiri dari kepala basah dan kepala kering, dibuat dari semen Portland dengan atau tanpa
bahan pewarna ukurannya bervariasi, tetapi umumnya adalah 20 x 20 Cm.
Sifat-sifat ubin semen:
1). Menghisap zat lain yang tumpah dan masuk ke permukaan sehingga harus segera dibersihkan
agar diperoleh ubin yang bersih dan mengkilap.
2). Tidak tahan terhadap asam, sehingga bila kena asam akan rusak dan menjadi kasar serta tidak
utuh lagi, misalnya terkena air keras atau air accu, asam sulfat atau makanan yang bersifat asam.
3). Mudah pecah bila terkena goncangan dan tekanan yang berat karena daya tahan ubin rendah.
b. Ubin teraso
Ubin teraso terdiri dari campuran batu karang dan adukan semen putih dengan atau tanpa bahan
pewarna. Pemasangannya dilakukan penggosokan pada permukaan lantai sehingga licin dan
mengkilap. Ukurannya bervariasi dan biasanya ukuran 20 x 20 Cm.
Sifat-sifat teraso :
1). Permukaan kuat, rata, halus dan mengkilap.
2). Tahan terhadap gesekan dan tekanan.
3). Kalau tersiram air menjadi licin, sehingga cukup membahayakan
4). Menyerap kotoran berminyak sehingga sulit dibersihkan.
c. Ubin beton
Ubin beton disebut juga con block (concreto block) atau block beton. Ukurannya lebih kecil biasanya
20 x 10 Cm. Ubin ini jarang digunakan di dalam ruangan rumah, lebih banyak untuk teras, kebun
atau lapangan parkir (carpark).
Sifat-sifat ubin beton :
1). Permukaan kasar dan kuat
2). Menyerap air dan kotoran
3). Tahan terhadap getaran
4). Sulit dibersihkan
d. Ubin keramik dan porselin
Ubin yang dibuat dari tanah kaolin (tanah liat yang berwarna putih) sedangkan keramik dari tanah
merah yang ditekan dengan kadar air 5% melalui proses pembakaran suhu tinggi sedemikian rupa
sehingga tidak hancur apabila direndam dalam air. Lapisan atas dilapisi glazuur yang kuat dan tahan
goresan. Ukurannya bervariasi mulai dari 10 x 10 Cm, 20 x 20 Cm, 30 x 30 Cm, 40 x 40 Cm atau
kombinasinya sesuai dengan kebutuhan.
Sifat ubin keramik :
1). Permukaan tahan asam.
2). Tahan terhadap goresan dan tekanan, kecuali kalau pondasinya labil.
3). Tidak menghisap zat lain sehingga mudah dibersihkan, kecuali permukaannya kasar sulit
dibersihkan.
4). Dapat pecah atau melengkung bila pemasangannya tidak menempel tepat dan ada udara.
Ubin porselin adalah sejenis dengan keramik, tetapi lebih mudah pecah karena lebih tipis dan hanya
digunakan untuk pelapis dinding, misalnya untuk kamar mandi dan dapur.
e. Ubin pualam (marmer)
Ubin pualam adalah ubin yang dibuat dari batu pualam (batu marmer) yang diiris-iris dan dipotong
dalam berbagai ukuran yang biasanya ukuran terkecil adalah 20 x 20 Cm.
Lembaran yang telah diiris kemudian digosok dan dihaluskan sehingga licin dengan motif yang
bervariasi, seperti motif kayu, motif intan, motif padas, motif cahaya dan lain-lain.
Sifat ubin marmer :
1). Tidak menyerap bahan cair seperti tinta yang mudah dibersihkan tanpa meninggalkan bekas.
2). Bentuk dan ukuran yang tepat dengan sisi tegak lurus, karena terbuat dengan cara memotong
dengan mesin.
3). Kekuatannya sangat tergantung dari umur marmer, makin tua makin kuat dan mengkilap.
f. Ubin granit
Ubin granit terbuat dari batu granit yang diolah dengan bahan keramik sehingga teksturnya lebih
halus dan kuat. Di pasar dikenal dengan granito atau esenza, ukurannya mulai dari 20 x 20 Cm
sampai 60 x 60 Cm sesuai pesanan.
Sifat-sifat ubin granit :
1). Tahan goresan dan benturan.
2). Tidak menyerap cairan dan mudah dibersihkan dengan zat pelarut.
3). Bila kena cairan menjadi licin sehingga harus dijaga tetap kering.
g. Ubin andesit
Yaitu semacam marmer kasar yang dibuat dari batuan andesit yang berasal dari batu gunung.
Sifatnya :
1). Mempunyai pori-pori sehingga dapat menyerap air.
2). Sulit bersihkan.
3). Mudah ditumbuhi oleh jamur atau cendawa.
h. Lantai kayu
Lantai kayu disebut (parket) dipasang pada lantai beton yang diisolasi dengan aspal atau lem yang
diplester padat dan rata. Jenisnya bermacam-macam yaitu : ukuran tebal 8-10 mm, 6 – 14 mm atau
20 mm. Ukuran bidang bervariasi mulai dari 5 x 10 cm sampai 20 x 20 cm.
Sifat lantai kayu :
1). Tidak tahan air
2). Menghisap zat lain
3). Sukar dalam pembersihannya.
5. Teknik pencucian dan pembersihan lantai
Teknik pencucian meliputi :
a. Brooming yaitu menyapu untuk mengumpulkan sampah dari sisa-sisa makanan dan sampah
kering yang berserakan di lantai.
b. Scraping yaitu mengerik kotoran yang menempel di lantai dan menyumbat saluran
c. Swabing yaitu menggosok lantai dengan kain basah untuk melarutkan kotoran yang melekat di
lantai, dinding dan meja kerja. Untuk bahan-bahan yang mengandung lemak dan minyak dapat
digunakan air panas atau solvent.
d. Washing yaitu menyabuni lantai dengan detergen dan menggosoknya sampai berbusa.
e. Sanitazing yaitu membunuh bakteri dan hama/kuman yang ada di lantai dengan cara melarutkan
bahan kimia desinfektan seperti karbol, Lysol, creolin dan lain-lain atau larutan chlor aktif (kaporit).

Cara pencucian/pembersihan lantai :


Lantai perlu dilakukan pembersihan/pengepelan 2 kali dalam 1 (satu) hari. Sedangkan pencucian
dilakukan secara 1 (satu) kali seminggu.
a. Bahan pencucian lantai :
1). Siapkan air pelarut dalam ember
2). Tuangkan zat pembersih (solvent) ke dalam air
3). Tuangkan zat desinfektan
4). Siapkan kain pel kering, basah, sarung tangan karet dan sapu kering
b. Proses pencucian/pembersihan :
1). Sapulah permukaan lantai dan kumpulkan bahan-bahan kotoran di tempat sampah yang
tertutup.
2). Bersihkan noda-noda yang melekat di lantai dan keriklah noda-noda tersebut sampai bersih,
demikian pula lubang-lubang harus dikorek dan dibersihkan, sudut-sudut lantai harus dikerik dan
juga sambungan nat lantai.
3). Gunakan larutan yang telah mengandung detergen untuk mencuci lantai dengan cara digosok
sehingga berbuih atau menggunakan mesin penggosok berputar.
4). Dilap dengan kain basah sehingga detergentnya terbawa dan kotoran laarut.
5). Dilap dengan kain basah mengandung zat desinfektan.
6). Dilap dengan lap kering sehingga lantai menjadi bersih
6. Mengenal berbagai jenis dinding
a. Dinding pada umumnya dibagi dalam beberapa type, sebagai berikut :
1). Dinding poros
Yaitu dinding yang dapat mengalirkan udara melalui pori-pori, dinding seperti batako, bata tanpa
plester, batu padas, asbes dan gypsum dan dinding beton.
Dinding ini dapat menyerap air sehingga kalau kondisinya lembab dapat ditumbuhi lumut dan jamur.
Dinding ini kurang baik untuk dinding dapur karena berpotensi menimbulkan pencemaran. Dinding
plesteran semen dengan campuran di atas 1 : 5 termasuk poros.

2). Dinding organik


Dinding organik banyak digunakan di rumah pedesaan jaman dulu. Bahan dinding diawetkan dengan
cara merendam dalam air selama lebih kurang 1 (satu) bulan – 1 (satu) tahun, kemudian dikeringkan.
Dinding ini, misalnya dinding anyaman bamboo, anyaman rumput, dinding kayu, papan atau gedek,
tanah atau kotoran kerbau
Sifatnya :
a). Tidak kuat dan tembus udara
b). Berongga sehingga menjadi sarang serangga dan hewan kecil
c). Mudah terbakar dan bubukan
d). Sulit dibersihkan
3). Dinding kedap udara
Adalah dinding yang tidak tembus udara, seperti porselin, keramik, marmer atau plesteran semen
dengan campuran semennya minimal 1 : 5. Campuran semen yang lebih rendah akan menjadi
dinding yang poros.
Sifatnya : kuat, rata, tidak menyerap air dan mudah dibersihkan
b. Cara pembersihan/pencucian dinding :
1). Untuk dinding kedap perlakuan sama dengan lantai.
2). Untuk dinding poros dan organic tidak dapat digosok, cukup dengan menyapu untuk
menghilangkan debu, kemudian dilakukan pengecatan ulang agar dinding terlihat lebih bersih. Ada
juga dengan cara pelapis dinding dengan kertas putih sehingga menjadi lebih bersih.
7. Mengenal berbagai jenis plafon (langit-langit)
a. Plafon adalah penutup atap agar ruangan terlindung dari pencemaran atap seperti debu, lawa-
lawa dan kotoran lainnya. Jenis plafon yang banyak digunakan :
1). Ply wood, tick-wood atau tri-plek.
Yaitu kayu lapis yang dipasangkan pada kerangka plafon dalam berbagai cara dan variasi. Sifatnya
kuat terhadap pukulan dan benturan, dapat dibengkokkan dalam batas tertentu, dapat digunakan
sebagai penyekat air yang baik, keawetan dapat diatur sesuai dengan penggunaan, tidak tahan
terhadap api dan mudah terkelupas.
2). Gipsum
Panel dari bahan semen dan gift yang membentuk lembaran rata dan keras. Sifatnya kaku, rata dan
kering. Dapat dibentuk sesuai dengan pesanan.
3). Eternit
Campuran semen dan serat yang dicetak dalam ukuran 1 x 1 m atau 40 x 60 cm. Sifat tahan api,
tetapi mudah patah.
4). Hard board
Yaitu papan buatan cetakan serbuk kayu yang rata dan ukuran tertentu. Bagian yang rata mengarah
ke ruangan sehingga dapat dibuat mengkilap. Sifatnya tidak tahan terhadap air, cukup kaku, tetapi
mudah digigit tikus.
5). Hard paper
Yaitu panel kertas campur semen atau karet dalam bentuk lembaran 40 x 60 cm sesuai permintaan.
Sifat : porous, menyerap air dan sulit dibersihkan.
b. Pembersihan plafon :
1). Plafon harus dibersihkan sedikitnya 1 x seminggu untuk membuang lawa-lawa (sarang laba-laba),
dengan menggunakan sapu khusus.
2). Dengan menggunakan mesin penyedot debu untuk membersihkan debu/ kotoran.
3). Kotoran atau debu yang masih menempel dapat dilepaskan dengan semburan udara bertekanan.
4). Sebelum plafon dibersihkan semua peralatan harus ditutup lebih dahulu.
8. Peralatan ventilasi
a. Peralatan ventilasi seperti lubang angin, jendela, kipas angin, AC dan perlengkapannya perlu
dibersihkan secara tereratur.
1). Exhauster fan
Dibersihkan seminggu sekali dengan larutan pembersih dan dilap kering. Perhatikan agar alat ini
sudah terlepas dari aliran listrik.
2). Kipas angin : pembersihan dilakukan sama dengan exhausterfan.
3). Kawat kasa : dibersihkan dengan vacuum cleaner semburan udara bertekanan dan lap basah atau
dicuci, kawat kasa harus dipasang secara mudah dibongkar pasang
4. AC : pembersihan AC harus dikeringkan oleh ahli service.
9. Peralatan lain
Cara pembersihannya peralatan lainnya adalah sebagai berikut :
a. Tangga, pegangan pintu/jendela, pipa-pipa dicuci dengan kain atau air dan deterjen/desinfektan,
kemudian dikeringkan setiap minggu.
b. Semua permukaan atas meja kerja, kursi dan kakinya dicuci atau dilap dengan air panas,
deterjen/desinfektan, dibersihkan setiap selesai dipergunakan.
c. Mesin pengiris/pemotong/penggiling daging, bumbu, cabe. Pertama-tama matikan mesinnya,
cabut sambungan listriknya, bongkar dan pisahkan bagian-bagian yang tidak boleh kena air. Rendam
bagian yang boleh kena air panas yang diberi deterjen/desinfektan dan tiriskan (keringkan),
pembersihan dilakukan setiap selesai dipergunakan.
d. Mesin cuci piring, gelas, sendok dan lain-lain disikat, dilap, dengan kain basah yang diberi
desinfektan.
e. Almari, laci, rak-rak dan tempat penyimpanan lainnya. Pertama-tama pindahkan isi almari, laci/rak
dicuci dan disikat dengan kain basah yang diberi deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan
dengan kain kering, dibersihkan seminggu sekali.
f. Troli (kereta dorong) dan ban berjalan dibersihkan dengan kain basah dengan air,
deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan, dilakukan seminggu sekali.
g. Lemari pendingin/pembeku. Pertama-tama matikan kontaknya dengan listrik, setelah bunga es
menncair bersihkan dengan kain basah dengan deterjen/ desinfektan, kemudian dikeringkan.
Pembersihan dilakukan sebulan sekali, diusahakan pada kondisi makanan hampir habis.
h. Pintu penutup plastik. Dibersihkan dengan kain basah dengan deterjen/ desinfektan, kemudian
dikeringkan, setiap hari.
i. Gang di sebelah tempat penyimpanan makanan dibersihkan dengan kain basah yang mengandung
deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan seminggu sekali.
j. Tempat cuci tangan, tempat sabun cair, rak handuk dibersihkan setiap hari.
V. Kesimpulan
Tempat pengelolaan makanan memiliki potensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan dari
makanan yang dihasilkannya, orang yang mengolah makanan, bahan yang diolah dan tempat
pengolahan itu sendiri. Untuk meningkatkan kualitas makanan yang dihasilkan, disajikan dan dijual
oleh TPM maka pengelola TPM harus mematuhi dan memenuhi persyaratan TPM dan selalu dijaga
kebersihannya setiap saat. Persyaratan yang telah dipenuhi masih memerlukan pemeliharaan dan
upaya pencucian/pembersihan yang benar sesuai dengan yang seharusnya dan dilakukan secara
teratur dan berkesinambungan.
Diposkan oleh Masens di 08:27 0 komentar Link ke posting ini
Label: Pernyaratan HS TPM
22 November 2008
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN HYGIENE SANITASI MAKANAN
I. PENDAHULUAN
Keamanan makanan merupakan kebutuhan masyarakat, karena makanan yang aman akan
melindungi dan mencegah terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Keamanan
makanan pada dasarnya adalah upaya hygiene sanitasi makanan, gizi dan safety.
Hygiene Sanitasi Makanan adalah pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat dan
perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan
lainnya.
Ukuran keamanan makanan akan berbeda satu orang dengan orang lain, atau satu negara dengan
negara lain, sesuai dengan budaya dan kondisi masing-masing. Untuk itu perlu ada peraturan yang
menetapkan norma dan standar yang harus dipatuhi bersama. Di tingkat internasional dikenal
dengan standar codex, yang mengatur standar makanan dalam perdagangan internasional yang
disponsori oleh WHO dan FAO.
Di Indonesia dikenal dengan standar dan persyaratan kesehatan untuk makanan. Standar dan
persyaratan kesehatan ini didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah. Berdasarkan TAP MPR No. III/2000, urutan Peraturan Perundangan sebagai berikut :
UUD 1945, Tap MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan
Daerah.
II. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Peserta memahami dan mengerti tentang isi peraturan perundang-undangan hygiene sanitasi
makanan.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Peserta mengetahui, memahami, mengerti dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan hygiene sanitasi makanan.

III. RUANG LINGKUP


1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
3. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
4. Kepmenkes Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
5. Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan &
Restoran.
6. Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan.

IV. SUB POKOK BAHASAN


A. Tiga Pilar Tanggung Jawab
WHO merumuskan ada tiga pilar tanggung jawab dalam keamanaan makanan yaitu :
1. Pemerintah yang bertugas dalam :
a. Menyusun standar dan persyaratan, termasuk persyaratan hygiene sanitasi secara nasional.
b. Melakukan penilaian akan terpenuhinya standar dan persyaratan yang teljh
ditetapkan.
c. Memberi penghargaan bagi yang telah mentaati ketentuan dan menghukum bagi yang melanggar
ketentuan.
d. Menyediakan informasi dan memberikan penyuluhan dan konsultan atau perbaikan.
e. Menyediakan sarana pelayanan kesehatan baik medis, non medis maupun penunjang.
2. Pengusaha Makanan dan Penanggung Jawab Produksi, berkewajiban :
a. Menyusun standar dan prosedur kerja, cara produksi yang baik dan aman.
b. Mengawasi proses kerja yang menjamin keamanan produk makanan.
c. Menerapkan teknologi pengolahan yang tepat dan efisien.
d. Meningkatkan keterampilan karyawan dan keluarganya dalam cara pengolahan makanan yang
hygienis.
e. Mendorong setiap karyawan untuk maju dan berkembang.
f. Membentuk Assosiasi atau Organisasi Profesi Pengusaha Makanan.
3. Masyarakat dan Konsumen khususnya, berkewajiban dalam :
a. Mengolah dan menyediakan makanan di rumah tangga yang aman.
b. Memilih dan menggunakan sarana tempat pengolahan makanan yang telah memenuhi syarat
hygiene sanitasi makanan (laik hygiene sanitasi).
c. Memilih dan menggunakan makanan yang bebas dari bahan berbahaya bagi kesehatan seperti
pewarna tekstil, borax, formalin, makanan yang sudah rusak atau kadaluwarsa.
d. Menyuluh anggota keluarga untuk mengkonsumsi makanan yang aman.
e. Melaporkan bila mengetahui terjadi kasus keamanan makanan seperti makanan yang tidak laik,
keracunan makanan atau gangguan kesehatan lainnya akibat makanan.
f. Membentuk organisasi konsumen untuk membantu pemerintah dalam menilai makanan yang
beredar.
B. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku
1. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Ps. 21 mengatur tentang Pengamanan
Makanan dan Minuman).
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Bab II pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9 mengatur
tentang Sanitasi Pangan dan pasal 10 s/d 12 tentang Bahan Tambahan Pangan).
4. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
5. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
6. Permenkes Nomor 329/Menkes/Per/X/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan.
7. Permenkes Nomor 330/Menkes/Per/X/1976 tentang Wajib Daftar Makanan.
8. Permenkes Nomor 79/Menkes/Per/III/1978 tentang Label dan Periklanan Makanan.
9. Permenkes Nomor 180/Menkes/Per/VI/1985 tentang Makanan Kedaluwarsa
10. Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi.
11. Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IV/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
12. Permenkes Nomor 180/Menkes/Per/VI/1985 tentang Makanan Kedaluwarsa
13. Kepmenkes Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
14. Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan &
Restoran.
15. Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan.
16. Peraturan Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, SK Gubernur, SK. Bupati/Walikota
di seluruh Indonesia.

C. Pokok – Pokok Penting Dalam Pengaturan


1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
a. Ps. 1 butir 1
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
b. Ps. 4
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal
c. Ps. 6
Pemerintah bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
d. Ps. 10
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya
kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
e. Pasal 21 Pengamanan makanan dan minuman
1). Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari
makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan
kesehatan.
2). Setiap makanan dan minuman yang dikemas, wajib diberi tanda atau label yang berisi :
a) Bahan yang dipakai
b) Komposisi setiap bahan
c) Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa
d) Ketentuan lainnya
3). Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan
dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk
diedarkan, ditarik dari peredaran dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4). Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
f. Pasal 22. Kesehatan Lingkungan
(4). Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan
yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.
g. Sanksi Hukum
1). Pasal 80 ayat (4) - a
Mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan
kesehatan dipidana penjara 15 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,-
2). Pasal 84 ayat (2)
Menyelenggarakan tempat atau sarana pelayanan umum yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan atau tidak memiliki izin dipidana penjara 1 tahun dan atau denda paling banyak Rp.
15.000.000,-
3). Pasal 85
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ps. 80 adalah Kejahatan.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ps. 84 adalah pelanggaran.
h. Intisari dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
ü Makanan yang diperjual belikan harus memenuhi ketentuan standar dan persyaratan kesehatan
termasuk persyaratan kebersihan dan sanitasi, yaitu tidak tercemar kotoran, jasad renik dan bahan
yang berbahaya.
ü Makanan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan kesehatan harus dilarang diedarkan,
ditarik dari peredaran dan dimusnahkan.
ü Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini dikenakan sanksi penjara dan atau denda.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
a. Ketentuan Umum
Pasal 1
butir (a) :
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi komsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman.
Butir (b) :
Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang
biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan
yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
b. Sanitasi Pangan
Pasal 4
Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan dan atau peredaran pangan.
Pasal 5
Sarana dan atau prasarana yang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi
Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib :
1). Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia.
2). Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala.
3). Menyelenggarakan pengawasan dan pemantauan persyaratan sanitasi.
Pasal 7
Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada langsung dalam lingkungan
kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib
memenuhi persyaratan sanitasi.
Pasal 8
Setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan.
c. Bahan Tambahan Pangan
Pasal 10
(1). Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun
sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan dilarang atau melampaui ambang batas maksimal
yang ditetapkan.
(2). Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai
bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
d. Sanksi hukum
Pasal 55 dan 56
Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini karena :
1). Dengan sengaja : dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
600.000.000,-
2). Karena kelalaiannya : dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 120.000.000,-
Pasal 57
Pidana dalam pasal 55 dan 56 ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap
kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian.
e. Intisari dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 :
ü Pangan termasuk makanan dan bahan makanan, baik yang siap dimakan maupun yang perlu
pengolahan lebih lanjut.
ü Proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi
persyaratan sanitasi.
ü Dalam pengolahan pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun yang dinyatakan
dilarang atau bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
ü Pelanggaran dapat dikenakan sanksi hukum baik penjara maupun denda.
3. Permenkes Nomor 329/Menkes/Per/VI/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan
a. Pasal 1 butir (1)
Makanan adalah barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk
permen karet dan sejenisnya akan tetapi bukan obat.
b. Pasal 2
Makanan yang diproduksi dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi syarat-syarat
keselamatan, kesehatan, standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri untuk tiap
jenis makanan.
c. Pasal 4
Makanan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri sebelum diproduksi diimport dan atau diedarkan
harus didaftarkan pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

4. Permenkes Nomor 330/Menkes/Per/XII/1976 tentang Wajib Daftar Makanan


a. Pasal 2
Makanan yang wajib didaftarkan adalah makanan terolah baik produksi dalam negeri maupun
berasal dari import, yang :
a) Diproduksi, disimpan dan diedarkan dengan nama dagang atau merk perusahaan.
b) Menggunakan wadah atau bungkus dan label.
c) Diproses oleh perusahaan.
b. Pasal 3
Pendaftaran dilakukan oleh :
a) Pengusaha yang memproduksi makanan.
b) Pengusaha yang melakukan pembungkusan kembali.
c) Importir makanan yang sah menurut hukum Indonesia.
c. Pasal 4
Yang dibebaskan dari pendaftaran adalah :
a). Makanan terolah yang diproduksi oleh perorangan secara tradisionil dalam lingkungan keluarga
yang :
ü Tidak menggunakan merk atau label.
ü Peredarannya terbatas
b). Makanan terolah import yang :
ü Sebagai sumbangan kepada Pemerintah dari Badan Badan Internasional.
ü Sumbangan kepada Lembaga Sosial
ü Jumlahnya kecil untuk : - pendaftaran
- ilmu pengetahuan
- hadiah untuk konsumsi sendiri

5. Kepmenkes Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga


a. Ketentuan umum
Pasal 1
Jasaboga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang
disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mngendalikan faktor makanan, orang, tempat dan
perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
b. Penggolongan
Pasal 2
(1) Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang dilayani, jasaboga
dikelompokkan dalam golongan A, golongan B, dan golongan C.
(2) Jasaboga golongan A, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, yang terdiri
atas golongan A1, A2, dan A3.
(3) Jasaboga golongan B, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan khusus untuk:
a. Asrama penampungan jemaah haji;
b. Asrama transito atau asrama lainnya;
c. Perusahaan;
d. Pengeboran lepas pantai;
e. Angkutan umum dalam negeri, dan
f. Sarana Pelayanan Kesehatan.
(4) Jasaboga golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan untuk alat angkutan umum
internasional dan pesawat udara.
c. Laik Hygiene Sanitasi
Pasal 3
(1) Setiap jasaboga harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten /Kota sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Jasaboga harus memiliki sertifikat
hygiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 4
(1) Setiap usaha jasaboga harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang mempunyai
pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
(2) Sertifikat hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari institusi
penyelenggara kursus sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha jasaboga harus berbadan sehat dan tidak
menderita penyakit menular.
(2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan
kesehatannya secara berkala minimal 2 (dua) kali dalam satu tahun.
(3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan.
(4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dari institusi
penyelenggara kursus sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 6
Pengusaha dan/atau penanggung jawab jasaboga wajib menyelenggarakan jasaboga yang
memenuhi syarat hygiene sanitasi sebagaimana ditetapkan dalam keputusan ini.
Pasal 7
Penanggung jawab jasa boga yang menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian keracunan
atau kematian yang diduga berasal dari makanan yang diproduksinya wajib melaporkan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan.

d. Persyaratan Hygiene Sanitasi


Pasal 8
(1) Lokasi dan bangunan jasaboga harus sesuai dengan ketentuan persyaratan sebagaimana
ditetapkan dalam Keputusan ini.
Pasal 9
(1) Pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi Persyaratan Hygiene
Sanitasi pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan.
(2) Setiap pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi persyaratan teknis
pengolahan makanan.
(3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian makanan harus tidak menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan secara langsung atau tidak langsung.
(4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan Hygiene Sanitasi
penyimpanan makanan.
(5) Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis Hygiene Sanitasi Pengangkutan
makanan.

e. Pembinaan dan Pengawasan


Pasal 10
(1) Pembinaan teknis penyelenggaraan jasaboga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2) Dalam rangka pembinaan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengikut sertakan Asosiasi
Jasaboga, organisasi profesi dan instansi terkait lainnya.
Pasal 11
(1) Pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
(2) Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional melaksanakan pengawasan jasaboga yang
berlokasi didalam wilayah pelabuhan.
Pasal 12
(1) Dalam hal kejadian luar biasa (wabah) dan/atau kejadian keracunan makanan Pemerintah
mengambil langkah-langkah penanggulangan seperlunya.
(2) Langkah penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
pengambilan sample dan spesimen yang diperlukan, kegiatan investigasi dan kegiatan surveilan
lainnya.
(3) Pemeriksaan sample dan spesimen jasaboga dilakukan di laboratorium.
f. Sanksi
Pasal 13
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap
jasaboga yang melakukan pelanggaran atas Keputusan ini.
(2) Sangsi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, terguran
tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat hygiene sanitasi jasaboga.

6. Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan


untuk Makanan.
a. Pengertian
Pasal 1
Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan
biasanya bukan merupakan ingridien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,
yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyajian atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
(langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Pasal 10
Bahan tambahan yang diimport harus disertai dengan sertifikat analisis dari produsennya di negara
asal.
b. Pelabelan
Pasal 13
Selain label bahan tambahan makanan harus memenuhi ketentuan Permenkes RI tentang Label dan
Periklanan Makanan, pada label bahan tambahan makanan harus tercantum :
a. Tulisan : “Bahan Tambahan Makanan” atau “Food Additive”;
b. Nama bahan tambahan makanan, khusus untuk pewarna dicantumkan pula nomor indeksnya;
c. Nama golongan bahan tambahan makanan;
d. Nomor pendaftaran produsen;
e. Nomor produk untuk bahan tambahan makanan yang harus didaftarkan.
c. Larangan
Pasal 26
Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan melampaui batas maksimum penggunaan yang
ditetapkan untuk masing-masing makanan yang bersangkutan.
d. Sanksi Hukum
Pasal 29
Pelanggaran terhadap ketentuan lainnya pada peraturan ini dapat dikenakan tindakan administratif
dan atau tindakan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Kepmenkes Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi


Makanan Jajanan
a. Ketentuan umum
Pasal 1
1. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat
penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang
disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
2. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan
makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan,
pengangkutan, penyajian makanan atau minuman.

b. Penjamah Makanan
Pasal 2
(1). Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan
harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare dan
penyakit perut serta penyakit sejenisnya;
b. Menutup luka (pada luka terbuuka/bisul atau luka lainnya);
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;
d. Memakai celemek dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan;
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telingan, hidung, mulut atau bagian lainnya);
h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup
mulut atau hidung.
c. Sentra Pedagang
Pasal 3
(1) Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan, dapat ditetapkan lokasi
tertentu sebagai sentra pedagang makanan jajanan.
(2) Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud ayat (1) lokasinya harus cukup jauh
dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti
pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan yang ramai
dengan arus kecepatan tinggi.
(3) Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi
a. Air bersih;
b. Tempat penampungan sampah;
c. Saluran pembuangan air limbah;
d. Jamban dan peturasan;
e. Fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
(4) Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/ikota.
8. Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi
1). Makanan iradiasi adalah setiap makanan yang dikenakan sinar atau radiasi ionisasi tanpa
memandang sumber atau jangka waktu iradiasi ataupun sifat energi yang digunakan.
2). Label makanan harus mencantumkan logo iradiasi dan tulisan “Makanan Iradiasi” dengan tujuan
iradiasi seperti :
a. Bebas serangga
b. Masa simpan diperpanjang
c. Bebas bakteri pathogen
d. Pertunasan dihambat.
9. Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah
Makan dan Restoran
a. Pengertian
Pasal 1
1. Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya.
2. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh
bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan,
penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya.
b. Penyelenggaraan
Pasal 2
(1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah makan dan restoran harus
memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 3
Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang
mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi
makanan.
Pasal 4
(1). Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan dan restoran harus berbadan
sehat dan tidak menderita penyakit menular.
(2). Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan
kesehatannya secara berkala minimal 2 kali dalam 1 tahun.
(3). Penjamah makanan wajib memiliki Sertifikat Kursus Penjamah makanan.
c. Penetapan Tingkat Mutu
Pasal 7
(1) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pengujian mutu makanan dan spesimen terhadap
rumah makan dan restoran
(2) Pengujian mutu makanan serta spesimen dari rumah makan dan restoran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dikerjakan oleh tenaga Sanitarian.
(3) Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar penetapan tingkat
mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.

Pasal 8
Pemeriksaan contoh makanan dan specimen dari rumah makan dan restoran dilakukan di
laboratorium.
d. Sanksi
Pasal 13
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administrasi terhadap
rumah makan dan restoran yang melakukan pelanggaran atas keputusan ini.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, teguran
tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.
10. Tata Cara Pemeriksaan Contoh Makanan dan Specimen diatur sebagai berikut:
a. Jenis Sampel dan Specimen
1). Makanan
2). Air
3). Usap alat makan dan masak
4). Bahan makanan
5). Contoh lainnya
b. Laboratorium Pemeriksa ;
1). Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) di seluruh Propinsi.
2). Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh Propinsi.
3). Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM) di Jakarta.
4). Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) di 10 Propinsi.
5). Laboratorium Puslit Penyakit Menular dan Puslit Farmasi di Jakarta.
6). Laboratorium lainnya yang telah terakreditasi.
c. Biaya Pemeriksaan
1). Pemeriksaan rutin menjadi tanggung jawab Pengusaha.
2). Pemeriksaan uji petik menjadi tanggung jawab Pemerintah.

d. Bank Sampel
Tiap memproduksi makanan harus menyimpan 1 paket contoh makanan (menu lengkap) untuk
disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC selama 24 jam. Sampel ini berguna untuk
memudahkan pengecekan bila terjadi kasus keracunan atau gangguan kesehatan bawaan makanan.
Sampel ini boleh dibuang setelah lebih dari 24 jam.
11. Peraturan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota
a. Untuk operasionalisasi dari Peraturan Perundangan Nasional dilakukan Penetapan Peraturan
Daerah berupa :
1). Perda Propinsi
2). SK Gubernur
3). SK Kepala Dinas Propinsi
4). Perda Kabupaten/Kota
5). SK Bupati/Walikota
6). SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
b. Keputusan dalam Perda Propinsi dan atau Kabupaten/Kota meliputi :
1). Tenaga pelaksana pengawasan.
2). Frekuensi pengawasan
3). Biaya pengawasan
4). Ketentuan operasional lainnya, sesuai kebutuhan lokal.
15. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999
Pasal 7
Kewenangan Daerah mencakup kewenangan seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta
kewenangan bidang lain.
16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
Pasal2
Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang
perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan social secara makro dan perimbangan
keuangan, system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang
strategis, korsenvasi dan standarisasi nasional.
(1). Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelompokkan dalam bidang sebagai berikut
:
10. Bidang kesehatan
h. Penerapan persyaratan pengguna bahan tambahan (zat aditif tertentu untuk makanan dan
penetapan pengawasan peredaran makanan).
j. Surveilan epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit
menular dan kejadian luar biasa.
V. KESIMPULAN
1. Keamanan Pangan merupakan tanggung jawab semua pihak yaitu pengusaha, penjamah/tukang
masak, pemerintah termasuk petugas kesehatan dan masyarakat sebagai konsumen.
2. Pengusaha dan Penjamah Makanan harus menjalankan persyaratan hygiene sanitasi pada tempat
dan bangunan, peralatan, kesehatan pribadi, kebersihan badan dan perilaku serta bahan makanan
dan penanganan makanan jadi.
3. Ketidak layakan dalam Pengolahan Makanan dapat berakibat gangguan kesehatan seperti
muntah, diare, sakit perut atau bahkan dapat menimbulkan keracunan makanan.
4. Pengetahuan Hygiene sanitasi makanan perlu diketahui semua orang dan dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari, terutama bagi para penjamah makanan di tempat pengelolaan makanan dan
di rumah tangga.
5. Kursus Penjamah Makanan dapat diselenggarakan oleh pengusaha bekerjasama dengan instansi
kesehatan setempat, agar pengetahuan hygiene sanitasi makanan lebih menyebar dan dipahami
banyak orang
6. Pengusaha wajib menyimpan sample makanan untuk setiap menu yang diolah dalam lemari es
suhu 4oC selama minimal 1 x 24 jam.
7. Pembiayaan untuk keperluan pemeriksaan sample wajib disediakan oleh pengusaha.
8. Pelanggaran dari Peraturan Perundangan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dapat berakibat
hukuman penjara atau denda, diminta masyarakat untuk tidak melanggar demi kepentingan
bersama.

You might also like