You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TB PARU


DI RUANG MELATI II
RSUD LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun oleh :
Sapna Luthfiyana
P1337420617073

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2019
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G.
Bare, 2002 ).
B. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru.tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

C. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam
kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan
asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman
dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant,
tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan
tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular
yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah
kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
D. CARA PENULARAN TB
Cara penularan TB (Depkes, 2006)
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

E. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T)
adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon
ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid
dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan
gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah
atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga
bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau
pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai
aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain.
Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem
vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2) Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah
sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3) Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.

4) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari
tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.
G. KOMPLIKASI
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis TB menurut Depkes (2006):
Diagnosis TB paru :
1) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu
- pagi - sewaktu (SPS).
2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya.
3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
4) Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
5) Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

II. PATHWAYS
III. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang
lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengobatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pola Fungsional
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
c) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
e) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya.
i) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
j) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
2. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh :
a. Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
a) Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b) Palpasi : Fremitus suara meningkat.
c) Perkusi : Suara ketok redup.
d) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
3. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
4. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
V. RENCANA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah
a. Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 menit, diharapkan
bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan sesak berkurang
- Pernafasan teratur
- Ekspandi dinding dada simetris
- Ronchi tidak ada
- Sputum berkurang atau tidak ada
- Frekuensi nafas normal (16-24)x/menit
b. Intervensi
- Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan
obstruksi jalan napas
- Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi derajat
kelainan pernafasan
- Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
- Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
- Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga jalan
nafas klien kembali efektif
- Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
- Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik,
antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
a. Tujuan
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pertukaran gas kembali
efektif dengan kriteria :
- Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
- Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
- Napas teratur
- Tanda vital stabil
- Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100
mmH
b. Intervensi
- Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya
proses penyakit
- Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta
mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosi pusat
(circumoral).
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap
demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut
dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
- Mengobservasi kondisiyang memburuk. Mencatat adanya
hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta
dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen
untuk memfasilitasi resolusi infeksi.
- Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul dan
masker
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg,
oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien
- Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi
perubahan
3. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
a. Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam rasa nyeri dapat
berkurang atau terkontrol, dengan KH:
- Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
- Pasien tampak rileks
b. Intervensi
- Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki
perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
- Pantau TTV
Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami
nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
- Berikan tindakan nyaman, pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang, relaksasi/latihan nafas
Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek
terapi analgesik.
- Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan
4. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,70C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
b. Intervensi
- Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
- Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
- Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada
kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
- Berikan kompres air biasa/hangat
Untuk menurunkan suhu tubuh
- Kolaborasi pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
- Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di hipotalamus
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC
Nanda International (2013). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. Jakarta:EGC
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC
Tarwonto dan Wartonah.2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Asuhan Keperaweatan.
Jakarta: Salemba Medika.

You might also like