You are on page 1of 42

Clinical Science Session

Sindroma Duh Genital & Vaginitis

Oleh:

Sylvia Restu Mayestika 1740312267

Gladys Olivia 1840312288

Preseptor:

dr. Benny Oktora, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI

RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

BUKITTINGGI

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Reproduksi semakin disadari telah menjadi masalah

kesehatan dunia dan masalah kesehatan masyarakat yang serius tetapi

tersembunyi. Infeksi alat reproduksi dapat menurunkan fertilitas, mempengaruhi

keadaan umum dan mengganggu kehidupan sex. Infeksi saluran reproduksi dapat

terjadi secara primer atau ditularkan secara langsung melalui sexually transmitted

disease (STD) atau infeksi menular seksual (IMS).1

Keseimbangan dari alat genitalia wanita dihasilkan dari interaksi antara

host dan mikroorganisme yang tumbuh pada mukosa vagina. Lingkungan pada

alat genitalia dapat mengalami perubahan struktur maupun komposisi, tergantung

dari usia, menarche, siklus menstruasi, kehamilan, infeksi, persalinan, aktivitas

seksual, penggunaan obat-obatan serta hiegene.2

Sindroma Discharge Genital adalah sekelompok penyakit infeksi menular

seksual yang muncul pada genitalia yang memberikan gejala keluarnya cairan.

Sindroma discharge (duh) genital dibagi menjadi dua, urethritis gonokokus dan

non gonokokus. Neisseria gonorhoeae merupakan penyebab gonore, salah satu

penyakit menular seksuai terbanyak. Non-gonococcal urethritis adalah salah satu

diantara penyakit menular seksual yang umum ditemukan. Keduanya memiliki

manifestasi klinis yang hampir sama, namun dengan penanganan yang cukup

berbeda.3

Vaginitis merupakan peradangan yang dapat disebabkan oleh infeksi,

ataupun efek dari perubahan hormonal yang terjadi di dalam tubuh yang

2
mengganggu homeostasis genitalia. Vaginitis ditandai dengan pengeluaran cairan

abnormal yang sering disertai rasa ketidaknyamanan di daerah vulvovagina.

Setiap perubahan jumlah, warna, dan bau disertai dengan rasa terbakar serta iritasi

merupakan akibat dari ketidakseimbangan flora normal vagina yang menyebabkan

vaginitis. Penyebab vaginitis yang menimbulkan gejala diantaranya adalah

bakterial vaginosis (40-45%), Candida (20-25%), dan Trichomonas (15-20%).2,4

Penegakkan diagnosis pada sindroma duh genital, termasuk vaginitis

sangat menentukan tatalaksana yang akan di berikan. Jika penyebab vaginitis

merupakan IMS dapat sekaligus melakukan pencegahan IMS. Pemberian

tatalaksana yang tidak sesuai, akan menyebabkan vaginitis akan menetap dan

tidak terobati dengan baik, keadaan ini akan menimbulkan komplikasi yang

berbahaya bagi penderita, termasuk dapat menularkannya ke orang lain.1,2

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai sindroma duh genital dan vaginitis yang

dihubungkan dengan literatur yang menjelaskan mengenai definisi, etiologi, faktor

resiko, epidemiologi, patogenesis, patofisiologi, pencegahan, dan

penatalaksanaan.

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,

faktor resiko, epidemiologi, patogenesis, patofisiologi, pencegahan, dan

penatalaksanaan pada sindroma duh genital dan vaginitis.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk pada

berbagai literatur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vagina

Vagina adalah rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari

tepi cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral.

Vagina berfungsi untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir

dan untuk kopulasi (persetubuhan). Batas dalam secara klinis yaitu forniks

anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri. Vagina menghubungkan

genitalia interna dan eksterna. Panjang ukuran anterior vagina adalah 6,5 cm dan

posterior vagina 9 cm. Sumbu vagina berjalan sejajar dengan arah pinggir bawah

simfisis ke promontorium. Secara embriologis 2/3 bagian atas vagina terbentuk

dari duktus Mulleri (asal dari entoderm), 1/3 bagian bawah berasal dari sinus

urogenitalis (lipatan-lipatan ektoderm). 5

Epitel vagina terdiri dari atas epitel skuamosa, terdiri dari beberapa lapis

epitel gepeng tidak bertanduk dan tidak mengandung kelenjar, tapi dapat terjadi

transudasi. Mukosa vagina berlipat-lipat secara horizontal (rugae), di tengah dan

bagian belakang ada yang mengeras, disebut dengan kolumna rugarum. Di bawah

epitel vagina terdapat jaringan ikat yang banyak mengandung pembuluh darah. Di

bawah jaringan ikat terdapat otot-otot yang sususnannya serupa dengan otot-otot

usus. Bagian luar otot terdapat fasia (jaringan ikat) yang elastis dan akan

berkurang keelastisitasannya sesuai dengan pertambahan usia. Sebelah depan

vagina terdapat uretra sepanjang 2,5-4 cm. Bagian atas vagina berbatsan dengan

vesika urinaria sampai ke forniks anterior vagina.5

4
Gambar 1. Anatomi Vagina

2.2 Sindroma Duh Genital

2.2.1 Definisi

Sindroma Discharge Genital adalah sekelompok penyakit infeksi menular

seksual yang muncul pada genitalia yang memberikan gejala keluarnya cairan.3

2.2.2 Epidemiologi

WHO memperkirakan terdapat 340 juta kasus baru IMS (Infeksi Menular

Seksual) per tahun terjadi di dunia (gonore, klamidia, sifilis dan trikomoniasis)

dan tercatat kasus infeksi HIV saat ini lebih dari 33,6 juta kasus. Kasus IMS di

Amerika Serikat (AS) tercatat sebanyak 12 juta kasus per tahun, dimana 3 juta

diantaranya (25%) menyerang usia produktif. Studi prevalensi pada pusat 13

rehabilitasi narkoba AS menemukan IMS terbanyak antara lain trikomoniasis

(43%), vaginosis bakterial (40-50%), kandidiasis (20 – 25%).2 Ketiga kausa ini

merangkum 90% dari seluruh etiologi vaginal discharge abnormal. Infeksi

5
multipel juga dapat terjadi. Sedangkan discharge pada penis biasanya menjadi

tanda khas dari Sexual Transmitted Disease (STD), seperti gonore.6

Gonore dapat ditemukan di seluruh dunia, mengenai pria dan wanita pada

semua usia terutama kelompok dewasa muda dengan aktivitas seksual yang

tinggi. Gonore pada umumnya ditularkan melalui hubungan seks baik secara

genito-genital, oro-genital, dan anogenital. Di samping itu penularan juga dapat

terjadi secara manual melalui alat-alat, pakaian, handuk, termometer, serta

penularan ibu kepada bayi saat melalui jalan lahir yang manifestasinya dapat

berupa infeksi pada mata yangdikenal dengan blenorrhea. Penularan dari pria ke

wanita lebih sering karena adanya retensi ejakulat yang terinfeksi di dalam vagina.

Pada pria umumnya menyebabkan ureteritis akut sementara pada wanita

menyebabkan servisitis yang biasanya asimptomatis.6

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko17

a. Fisiologis :

Flora vagina normal : Lactobasillus acidophilus

Fungsi : pertahanan tubuh

Kualitas dan kuantitas : berubah ubah

dipengaruhi oleh : secara garis besarnya usia, hormon, dan faktor

lokal misalnya menstruasi dan pasca melahirkan

b. Abnormal

1) Kandidiasis vulvovaginal : 27%

2) Vaginosis bakterialis :21%

3) Trikomoniasis :8%

4) Chlamydia trachomatis :2%

6
5) Neisseria gonorrhea :1%

6) penyebab non-infeksi :34% kasus, seperti;

a) Iritasi bahan kimia (spt: sabun, spermisida, pembalut, dll.)

b) Trauma fisik

c) Alergi dan dermatitis kontak

Penyebab lain yang lebih jarang adalah;

a) Polip servikalis dan neoplasma lain

b) Tampon yang tidak diganti.

c) Fistula

Adapun faktor risiko teradinya sindrom duh genital antara lain:

1. Neisseria ghonorrhae :

Status sosial ekonomi yang rendah, , homoseksual, heteroseksual,

biseksual, ada riwayat infeksi Neisseria gonorrhoeaea sebelumnya,

pengobatan gonore dengan antibiotik yang tidak adekuat dan seks bebas.

2. Vaginosis bakterialis

a. Pasangan seksual, bilas vagina

b. Ras Afrika

c. Perokok

d. Infeksi panggul pasca abortus

e. komplikasi pada wanita hamil, atau yang menderita penyakit

ginekologis lain

f. partus prematurus, BBLR

3. Candida sp. :

a. Karier/genetik,

7
b. kehamilan,

c. diabetes, AIDS

d. penggunaan steroid dan antibiotic

e. kondom, diafragma, spermisida, seks oral, kontrasepsi oral

4. Trichomonas vaginalis

Kemiskinan dan aktivitas seksual

5. Chlamydia trachomatis

Faktor risiko untuk terjadinya infeksi klamidia trakomatis pada wanita

seksual aktif termasuk usia muda (usia 15-24 tahun), melakukan

hubungan seksual pada usia muda, riwayat infertilitas, memiliki lebih dari

1 partner seksual, adanya partner seks yang baru, tidak menikah, ras kulit

hitam, mempunyai riwayat atau sedang menderita penyakit menular

seksual, riwayat keguguran, riwayat infeksi saluran kemih, servikal

ektopik, dan penggunaan tidak teratur dari kontrasepsi barrier.7

2.2.4 Patogenesis

1. Gonore

Infeksi gonore umumnya terbatas pada permukaan mukosa superfisialis

yang berlapis epitel silindris dan kubis.Epitel skuamosa di mana terdapat

pada vagina dewasa umumnya tidak rentan terhadap infeksi N.gonorrhea. 6

Bakteri melekat pada sel epitel kolumnar  penetrasi dan multiplikasi

di basement membrane (diperantarai melalui fimbrae dan protein

Opa).melekat pada mikrovili (tidak pada silia)  bakteri dikelilingi

mikrovili yang akan menariknya ke permukaan sel mukosa. Bakteri masuk ke

sel epitel melalui proses parasite –directed endocytosis. membrane sel

8
mukosa membentuk vakuola berisi bakteri  ditransportasikan ke dasar sel

 eksositosis ke dalam jaringan subepitelial. POR memperantarai penetrasi

ke dalam sel hospes.infeksi gonokokus  produk ekstraseluler (fosfolipase,

peptidase) & LOS dan peptidoglikan mengaktivasi jalur komplemen hospes |

LOS menstimulasi TNF  kerusakan sel  neutrofil datang  mencerna

bakteri  infiltrasi leukosit dan respon neutrofil menyebabkan terbentuknya

pus dan munculnya gejala subjektif.6

2. Vaginosis Bakterialis

VB (Vaginosis Bakterialis) disebabkan oleh faktor faktor yang

mengubah lingkungan asam normal di vagina menjadi keadaan basa yang

mendorong pertumbuhan berlebihan dari bakteri penghasil basa.

Lactobacillus acidophilis adalah flora normal penghasil asam laktat dari

karbohidrat yang memberikan pertahanan bersifat asam. Faktor2 yang

mengubah pH vagina dengan alkalinisasi adalah : mucus serviks, semen,

darah haid, mencuci vagina, antibiotic, STI, dan perubahan hormone saat

hamil dan menopause 6 pertumbuhan Gardnerella vaginalis, mycoplasma

hominis, dan bakteri anaerob + lingkungan menjadi basa  menekan

pertumbuhan LacAcid mendorong pertumbuhan bakteri lain infiltrasi

leukosit dan respon neutrofil menyebabkan terbentuknya pus dan

munculnya gejala subjektif.6

3. Kandidiasis vaginalis

a. Mekanisme non-imun

9
Kulit dengan deskuamasi dan proliferasi merupakan sawar yang

efektif melawan kandida. Kerusakan mekanis sawar ini atau adanya oklusi

akan memfasilitasi terjadinya infeksi.

Adanya lipid permukaan akan menghambat pertumbuhan kandida dan

adanya interaksi antara kandida dengan flora normal lainnya akan

mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan tempat untuk melekat pada

epitel.

b. Mekanisme imun seluler dan humoral

- Tahap pertama adalah menempelnya kandida pada sel epitel disebabkan

adanya interaksi antara glikoprotein permukaan kandida dengan sel

epitel  candida mengeluarkan zat anti ketinolitik (fosfolipase) 

hidrolisis fosfolopid membrane sel epitel. Pseudohifa juga

mempermudah invasi ke jaringan.

- Dalam jaringan  kandida mengeluarkan kemotaktik neutrofil (kandida

punya zat toksik neutrofil) radang akut.

- Lapisan luar  memiliki mannoprotein (antigenic)  aktivasi

komplemen dan merangsang terbentuknya immunoglobulin  Ig justru

melindungi kandida.

- infiltrasi leukosit dan respon neutrofil menyebabkan terbentuknya pus

dan munculnya gejala subjektif.7

4. Trichomonas vaginalis

Bakteri ini mengakibatkan kerusakan sel epitel sehingga terjadi

peradangan vagina dan vulva. Selanjutnya infiltrasi leukosit dan respon

10
neutrofil menyebabkan terbentuknya pus dan munculnya gejala

subjektif.6

5. Chlamydia trachomatis

Chlamydia trachomatis merupakan bakteri gram negatif, nonmotil,

dan bersifat obligat intraselular.Bakteri ini memasuki sel dengan

mekanisme endositosis dan bereplikasi melalui binary fission di dalam

sel.Transmisi terjadi melalui rute oral, anal, atau melalui hubungan

seksual.Dalam perkembangannya Chlamydia trachomatis mengalami 2

fase, yaitu:

a. Fase 1: disebut fase noninfeksiosa, dimana fase noninfeksiosa terjadi

keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia maupun

konjungtiva.

b. Fase 2: fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar dalam bentuk

badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel

hospes yang baru.6

2.2.5 Diagnosis

1. Anamnesis

a. Gonore

- Disuria, polakisuria diikuti pengeluaran nanah di ujung kemaluan

dan dapat bercampur darah

b. Vaginosis bakterialis

- Duh sedikit

- bau tidak sedap

- gatal ringan tau rasa terbakar

11
- bersifat rekuren

c. Candida

- pruritus, bengkak, merah, sekret putih, kental seperti keju

- demam, malaise , lesi kulit pada bagian lain (psoriasis, dermatitis

seboroik), disuria, retensi urin

- penggunaan penyemprot vulva atau pembilas,

kosmetik/kontrasepsi yang dapat menyebabkan iritasi kimiawi

- diabetes mellitus

- terapi antibiotic

d. Trikomonas

- Duh yang banyak dan berbusa

- Berwarna putih bercampur nanah, terdapat perubahan warna

(kekuningan, kuning hijau),

- berbau khas

- dispareunia (nyeri saat hubungan seksual

- kehamilan

e. Clamydia trakhomatis

- Duh endoserviks kuning

- Serviks mudah berdarah

- Duh purulent

12
(a) (b)

Gambar 1. (a) Cervicitis Gonorrhea; Discharge yang Discharge yang tampak pada endoservik.
(b) Vaginosis; Discharge putih menempel di dinding vagina dan portio cervix

Gambar 2.Candidiasis; Discharge kental tampak melekat di dinding vagina.

13
Gambar 3.Trichomoniasis; Discharge pada dinding vagina, tampak putih berbuih banyak.

Gambar 4. Clamydia trakomatis; Discharge pada dinding servik, tampak putih kekuningan

14
2.2.6 Pemeriksaan fisik8

Fisiologis Kandida Trikomonas Vaginosis Gonore

bakterialis

Pemeriksaan Peradangan vulva Eritema vulva dan Melekat ke OUE kemerahan, edem, esktropion dapat ditemui

jelas vagina, lesi titik dinding vagina


fisik
perdarahan pada dan intraoitus.

seviks (punctuate Peradangan

hemorrhagic cervical biasanya

lesion). minimal

Pem. liang sanggama :

dinding merah, bentuk

abses kecil, lender

byk, dapat ditemukan

dinding iritasi pada

lipatan paha dan kulit

sekitar kemaluan

15
sampai dubur.

Tampilan Sedikit Duh tebal Banyak, hijau/abu abu, Putih/abu abu, Purulen atau seko-purulen. Pembesaran getah

Sedikit, kadang bau busuk tidak bergumpal, bening inginal media unilateral atau bilateral.

Tidak berbau, bau menyengat wanita : jarang didapatkan

konsistensi seperti Berasal dari endoser-visitis yang bersifat purulen,

keju dan agak berbau

putih, kental seperti

dadih

pH <4,5 <4,5 >5,0 >4,5

Bau amis + - - - ++++


KOH
Pemeriksaan

Penunjang

Mikroskopi Sel epitel Leukosit 80% , Leukosit Sedikit leukosit Gonococcus gram negative intraselueer

normal ditemukan miselium Trikomonas 70-80% Clue cll ekstraseller.

batang gram Gram bervariasi

positif, Kokusdan batang

16
2.2.7 Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan speculum dari vagina dan serviks

b. Diagnosis vaginosis bakterialis ditegakkan berdasarkan tiga dari empat

kriteria berikut (Kriteria Amsel) :

1) Cairan putih lengket, tidak bergumpal

2) pH vagina >4.5

3) bau amis ditambahkan Kalium Hidroksida 10% pada sekresi (Uji

Whiff-Amine).

4) Adanya clue cell (epitel skuamosa vagina yang diliputi oleh

gardnerella vaginalis).

Selain itu terdapat pula Kriteria Nugent, yaitu dengan pewarnaan

gram.positif bila 7 dan pemeriksaan DNA

c. Gonore

Bahan duh tubuh pia diambil dari derah fossa naviculare, sedangkan

wanita diambi dari uretra, muara kelenjar bartholin, daan endoserviks

a. Pengecatan gram :gonococcus gram negative intraseluler

ekstraseluler.

b. Kultur atau biakan : media Thayer martin. Tampak koloni berwarna

putih keabusan, mengkilat, dan cebung.

c. Pemeriksaan DNA : teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)

17
d. Tes Thomson: untuk mengetahui sampai di mana infeksi sudah

berlangsung. Interpretasi : infeksi ureteritis anterior jika gelas 1 keruh

sedangkan gelas 2 jernih.6

d. Histopatologi

Pemeriksaan penunjang yang paling bermanfaat adalah preparat basah

dari sekret vagina.Pada pemeriksaan ini bisa ditemukan organisme

penyebab dan sel polimorfinuklear.Pada kandidiasis ditemukan hifa2

e. Kultur

dilakukan pada beberapa penyebab saja, misalnya pada vaginosis

bakterialis tidak perlu dilakukan kultur, sedangkan kultur bermanfaat

untuk penyebab

f. DNA probe

Dilakukan dengan melihat kecocokan DNA.

2.2.8 Tatalaksana9

Tabel 3. Pengobatan sindrom duh tubuh vagina karena infeksi serviks.


Pengobatan untuk gonore tanpa komplikasi + pengobatan untuk klamidiosis

Servisitis gonokokus Servisitis non-gonokokus


Sefiksim 400 mg | SD | PO atau Azitromisin 1g | SD | PO atau
Levofloksasin* 500 mg | SD | PO Doksisiklin* 2x100 mg/hr | PO | 7 hari

18
Pilihan pengobatan lain
Kanamisin 2 g | SD | IM atau Eritromisin 4x500 mg/hari | PO | 7 hari
Tiamfenikol 3,5 g | SD | PO atau
Seftriakson 250 mg | SD | IM

*tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, menyusui, atau anak di bawah 12 tahun
SD = single dose | PO = per oral | IM = injeksi intramuskular

2.2.9 Komplikasi

1. Sterilitas

2. Infeksi organ genitalia lain

3. Kehamilan ektopik

4. Kematian janin

5. infeksi neonatus, misalnya blenorrhea.yaitu kebutaan pada bayi akibat

terinfeksi oleh ibunya yang menderita gonore.

6. kejadian bayi dengan BBLR

7. keganasan anogenital.6

2.2.10 Prognosis

Pengobatan teratur dan sesuai dapat memberikan hasil yang baik.6

19
2.3 Vaginitis

2.3.1 Definisi

Vaginitis merupakan peradangan pada saluran reproduksi luar yang sering

terjadi. Vaginitis adalah peradangan pada mukosa vagina yang dapat disebabkan oleh

mekanisme infeksi maupun noninfeksi akibat perubahan hormonal yang terjadi di

dalam tubuh. Vaginitis ditandai dengan pengeluaran cairan abnormal yang sering

disertai rasa ketidaknyamanan pada vulvovagina.4,10

2.3.2 Epidemiologi

Vaginitis merupakan masalah ginekologis yang paling sering terjadi pada 90%

wanita remaja di dunia, kondisi ini disebabkan oleh vaginosis bakterial (50%),

kandidiasis vulvovaginal (25%), trikomoniasis (25%). Penelitian-penelitian

sebelumnya telah melaporkan angka kejadian vaginitis di beberapa negara,

diantaranya Thailand 33 %, Afrika-Amerika 22,7%, London 21%, Indonesia 17%,

Jepang 14%, Swedia 14%, dan Helsinki 12%.10,15

Vaginosis bakterial menyerang lebih dari 30% populasi. Dari penelitian pada

wanita berusia 14-49 tahun, 29% diantaranya didiagnosis mengalami vaginosis

bakterial. Wanita dengan riwayat aktivitas seksual beresiko lebih besar mengalami

penyakit ini. Prevalensi meningkat pada wanita perokok, karena diketahui bahwa

kandungan rokok dapat menghambat produksi hidrogen peroksida oleh

Lactobacillus.3

Lactobacillus tumbuh secara normal di vagina sebagai mikroflora yang

mencegah tumbuhnya patogen secara berlebihan. Flora normal ini memiliki fungsi

20
diantaranya adalah menstimulasi sistem imun, berkompetisi dengan mikroorganisme

lain untuk mendapatkan nutrisi dan menempel pada epitel vagina, mereduksi pH

vagina dengan cara memproduksi asam laktat, serta menghasilkan substans

antimikroba (bakteriosin dan hidrogen peroksida).3

2.3.3 Patofisiologi

Terdapat beberapa faktor yang dapat merubah komposisi flora vagina yaitu

usia, aktivitas sexual, keadaan hormon, hygiene, keadaan imunologis, dan penyakit

kulit yang mendasari. Keadaan pH vagina postmenstruasi dan premenstruasi adalah

3,8 – 4,2. Pada kadar pH tersebut, pertumbuhan organisme patogen terhambat.

Terganggunya pH normal vagina dapat mengganggu flora vagina dan menyebabkan

pertumbuhan berlebihan dari kuman patogen. Faktor yang mengganggu lingkungan

vagina yaitu produk pembersih kewanitaan, kontraseptif, obat-obatan melalui vagina,

antibiotik, penyakit menular seksual, hubungan seksual, dan stres.

Usia pasien mempengaruhi anatomi dan fisiologi vagina. Anak pre-pubertas

mempunyaki pH yang lebih basa dibandingkan remaja dan wanita yang sedang

pubertas dan post-pubertas. Remaja yang sedang pubertas dan post-pubertas memiliki

pH vagina yang lebih asam, flora normal vagina yang didominasi oleh lactobacilli,

labia yang tebal, dan himen dan dinding vagina yang hipertrofi. Kurangnya

lactobacilli dapat menjadi faktor utama yang mengakibatkan terjadinya munculnya

bakteri vaginosis.11

21
2.3.4 Klasifikasi

2.3.4.1 Vaginitis Atrophic

Vaginitis atrofi merupakan peradangan yang terjadi karena berkurangnya efek

estrogen pada vagina, sehingga vagina rentan mengalami peradangan. Estrogen

berperan penting dalam pemeliharaan ekologi vagina normal. Wanita yang menjalani

menopause, baik secara alami atau sekunder akibat operasi pengangkatan indung

telur, dapat menyebabkan vaginitis atrofi (inflamasi), yang mungkin disertai oleh

pelepasan sekret vagina yang meningkat dan purulen. Selain itu, dapat terjadi

dyspareunia dan perdarahan postcoital akibat atrofi vagina dan epitel vulva. 3

Pemeriksaan menunjukkan atrofi genitalia eksterior, bersamaan dengan

hilangnya rugae vagina. Mukosa vagina mungkin agak gembur di daerah.

Pemeriksaan mikroskopi vagina memperlihatkan predominan sel epitel parabasal dan

peningkatan jumlah leukosit. Vaginitis atrofi diobati dengan krim vagina estrogen

topikal. Penggunaan 1 g krim estrogen terkonjugasi intravaginal setiap hari selama 1

sampai 2 minggu umumnya memberikan respon. Terapi estrogen sistemik harus

dipertimbangkan untuk mencegah terulangnya gangguan ini.3

2.3.4.2 Vaginitis Inflamatorik

Vaginitis inflamatorik desquamative adalah sindrom klinis yang ditandai

dengan vaginitis eksudatif yang menyebar, pengelupasan kulit epitel, dan cairan

vagina purulen yang terkumpul. Penyebab vaginitis inflamatorik tidak diketahui,

namun temuan pewarnaan gram menunjukkan tidak adanya bakteri gram positif

normal (lactobacilli).3

22
Wanita dengan gangguan ini memiliki cairan vagina purulen, vulvovagina

rasa terbakar atau iritasi, dan dispareunia. Gejala yang kurang sering adalah pruritus

vulva. Vagina eritema, dan mungkin ada eritema vulva, bintik-bintik di vulvovagina,

dan kolpitis macularis. PH sekret vagina lebih tinggi dari 4,5 pada pasien

tersebut.Terapi awal adalah penggunaan krim clindamycin 2%, satu aplikator penuh

(5 g) intravaginal satu kali sehari selama 7 hari. Rekurensi terjadi pada sekitar 30%

pasien, yang harus dicegah dengan krim klindamisin intravagina 2% selama 2

minggu. Saat kambuh terjadi pada pasien pascamenopause, terapi hormonal tambahan

harus dipertimbangkan.3

2.3.4.3 Vaginosis Bakterial (Vaginitis Non Spesifik)

I. Definisi

Bakterial vaginosis merupakan penyebab tersering dari vaginitis (40-45%).

Penyakit ini ditandai dengan perubahan secara kompleks baik jumlah dan fungsi

dari flora normal. Jumlah dan konsentrasi hidrogen peroksida akan menurun

sedangkan pertumbuhan dari mikroorganisme patogen (Gardnerella vaginalis,

Mobiluncus sp, Mycoplasma hominis, Atopobium vaginae, dll) meningkat.10

Vaginosis Bakterialis (BV) sebelumnya telah disebut sebagai vaginitis

nonspesifik atau vaginitis Gardnella. Ini adalah perubahan flora bakteri vagina

normal yang mengakibatkan hilangnya hidrogen peroksida sehingga

memproduksi Lactobacilli dan pertumbuhan berlebih dari bakteri anaerob yang

dominan.10

23
II. Epidemiologi

Bentuk paling umum dari vaginitis di Amerika Serikat adalah BV. Bakteri

anaerob dapat ditemukan di kurang dari 1% flora wanita normal. Pada wanita

dengan BV, konsentrasi anaerob, serta G. vaginalis dan Mycoplasma hominis,

100 sampai 1.000 kali lebih tinggi daripada wanita normal. Lactobacilli biasanya

tidak ada.3

III. Etiologi

Infeksi ini disebabkan oleh Gardnerella vaginalis, Mobiluncusspesies,

Mycoplasma hominis, dan Peptostreptococcus spesies. Meskipun begitu, tidak

ada penyebab infeksi tunggal tetapi lebih merupakan pergeseran komposisi flora

vagina normal. Pada literatur lain, vaginosis bakterialis terjadi akibat adanya

gardanela vaginosis dan infeksi bakteri anaerob pada vagina. Faktor risiko

vaginosis bakteria adalah pemakaian IUD. Vaginosis bakteri merupakan salah

satu faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini, kelahiran prematur, dan

PID (radang panggul).12,13

IV. Manifestasi Klinik

1. Dapat asimptomatis.

2. Rasa tidak nyaman sekitar vulva vagina (rasa terbakar, gatal), biasanya

lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan

Candida albicans.

3. Dispareunia.

4. Keputihan berbau amis “fishy odor” yang semakin parah setelah

berhubungan seksual dan menstruasi (vagina dalam keadaan basa). Cairan

24
vagina yang basa menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada

protein dan amin yang menguap tersebut menimbulkan bau amis.

5. Keputihan tipis homogen warna putih abu-abu berbau amis.

6. Pruritus dan iritasi vulva.12

Gambar 2. Sekret Vagina pada Bakterial Vaginosis

V. Diagnosis

BV didiagnosis berdasarkan temuan berikut:

1. Bau vagina yang mencurigakan, yang terutama terlihat setelah koitus, dan

keluarnya cairan vagina.

2. Sekret vagina berwarna abu-abu dan tipis melapisi dinding vagina.

3. pH sekret lebih tinggi dari 4,5 (biasanya 4,7 sampai 5,7) .

4. Mikroskopi sekret vagina dengan NaCl 0.9% memperlihatkan banyak sel

clue, sel epitel vagina dengan kerumunan bakteri menempel pada membran

sel sehingga tepinya tidak terlihat jelas dan leukosit tidak ada. Pada kasus

lanjut BV, lebih dari 20% sel epitel adalah sel clue.

25
5. Tes Whift positif.

Penambahan KOH 10-20% ke sekret vagina menimbulkan bau amis.

6. Kultur G. vaginais tidak direkomendasikan sebagai alat diagnostik karena

kurangnya spesifisitasnya.

7. Pewarnaan gram ditemukan penurunan jumlah Lactobacillus dan

peningkatan jumlah bakteri anaerob. 1,3,12

VI. Terapi

Idealnya pengobatan BV harus menghambat bakteri anaerob tapi bukan

Lactobacilli vagina. Tatalaksana berikut ini efektif:

1. Metronidazol, antibiotik dengan aktivitas yang sangat baik melawan anaerob

namun aktivitas buruk melawan Lactobacilli, adalah obat pilihan untuk

pengobatan BV.

a. Dosis 500 mg yang diberikan secara oral 2x/hari selama 7 hari harus

digunakan.

b. Metronidazol gel 0,75% satu kali aplikasi (5 gram) intravaginal 1-

2x/hari selama 5 hari. Tingkat kesembuhan keseluruhan berkisar

antara 75-84%.

c. Metronidazol suppos, pervaginal, dua kali sehari selama 5 hari.

2. Klindamisin dalam regimen berikut juga efektif dalam mengobati BV:

a. Klindamisin krim 2%, satu aplikasi penuh (5 gram) intravaginal pada

waktu tidur selama 7 hari.

b. Klindamisin 300 mg oral 2x/hari selama 7 hari. 1,3,12

26
VII. Komplikasi

1. Wanita dengan BV berisiko tinggi mengalami penyakit radang panggul

(PID), postportal PID, infeksi manset pasca operasi setelah histerektomi,

dan sitologi serviks abnormal.

2. Wanita hamil dengan BV berisiko mengalami ketuban ruptur dini,

persalinan prematur, korioamnionitis, dan endometritis.

3. Pada wanita dengan BV yang menjalani histerektomi, pengobatan

perioperatif dengan metronidazol menghilangkan peningkatan risiko ini.1,3

2.3.4.4 Trikomoniasis

I. Definisi dan Etiologi

Infeksi yang disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis yang ditularkan

secara seksual. Trikomonas merupakan penyebab 25% infeksi vagina.

Trikomonas adalah organisme yang tahan dan mampu hidup dalam handuk basah

atau permukaan lain. Masa inkubasi berkisar 4 sampai 28 hari.10

II. Epidemiologi

Tingkat transmisi tinggi, terjadi 25% pada semua kasus vaginitis infeksi. 70%

pria mengidap penyakit ini setelah terpapar dengan wanita yang terinfeksi, yang

menunjukkan bahwa tingkat transmisi antar laki-laki bahkan lebih tinggi.1,3

Trikomoniasis sering ditemukan pada usia remaja dan dewasa yang aktif

secara seksual. Pada remaja perempuan, trikomoniasis lebih sering ditemukan

dibandingkan dengan gonore.13 Trikomoniasis simptomatik lebih sering terjadi

pada wanita diabandingkan pria. Namun, wanita juga dapat menjadi pembawa

27
trikomoniasis asimptomatik. Menurut penelitian NHANES 2001-2004 yang

dilakukan pada perempuan usia 14-49 tahun menemukan bahwa 85% wanita yang

mengalami trikomoniasis melaporkan tidak memimiliki gejala.14,15

III. Manifestasi Klinik

Keluhan dan gejala bisa sangat bervariasi. Gatal-gatal atau rasa panas pada

vagina, rasa sakit dan perdarahan sewaktu berhubungan seksual. Jika terjadi

urethritis maka gejala yang timbul adalah disuria dan frekuensi berkemih

meningkat.12

Cairan vagina biasanya berbuih, tipis, berbau tidak enak, dan banyak.

Warnanya bisa abu-abu, putih, atau kuning kehijauan. Kadang terdapat eritema

atau udem pada vulva dan vagina dan dapat mengenai serviks sehinggan tampak

eritem dan rapuh.12

Pada pemeriksaan dengan menggunakan speculum ditemukan:

1. Colpitis macularis atau strawberry cervix, yaitu merupakan lesi berupa

bintik makula eritematosa yang difus pada serviks. Namun, lesi ini hanya

terlihat pada 1-2% kasus tanpa menggunakan kolposkopi. Dengan

menggunakan kolposkopi lesi ini terdeteksi sampai dengan 45% kasus.

2. Discharge purulen berwarna kuning kehijauan berbuih, berbau busuk

berjumlah banyak. Colpitis macularis dan keputihan yang berbusa

bersama-sama memiliki spesifisitas 99% dan secara sendiri-sendiri

memiliki nilai prediksi positif (positive predictive value) 90% dan 62%.

3. Erithema pada vagina, dan serviks. Serviks terkadang rapuh.12

28
Gambar 3. Colpitis macularis atau strawberry cervix

IV. Diagnosis

Faktor imun lokal dan ukuran inokulum mempengaruhi munculnya gejala.

Gejala dan tanda mungkin jauh lebih ringan pada pasien dengan inokulum kecil

trikomonad, dan vaginitis trikomonas sering asimtomatik.3 Gejala yang sering

muncul adalah:1,3

1. Cairan vagina yang banyak, purulen, berbuih, dan berbau busuk yang

mungkin disertai dengan pruritus vulva.

2. Cairan berwarna abu-abu, putih, atau kuning kehijauan.

3. Sekret dapat memancar dari vagina.

4. Pada pasien dengan konsentrasi organisme tinggi, eritema vagina dan

colpitis macularis (“strawberry” cervix).

5. pH sekret vagina biasanya lebih tinggi dari 5,0 (5,0-7,0).

6. Mikroskopik sekret vagina memperlihatkan protozoa fusiformis uniseluler

yang sedikit lebih besar di banding sel darah putih. Ia mempunyai flagella

29
dan dalam specimen dapat dilihat gerakannya (trichomonad motil).

Peningkatan jumlah leukosit.

7. Sel induk mungkin ada karena adanya hubungan dengan BV.

8. Pasien yang terinfeksi tapi tidak ada keluhan dapat di diagnose dengan pap

smear.1,3

Gambar 4. (A) Tropozoit trikomonas vaginalis dengan pewarnaan Giemsa. (B)


Tropozoit trikomonas vaginalis.

V. Tatalaksana

Pengobatan vaginitis trikomonas dapat diringkas sebagai berikut:3

1. Metronidazol adalah obat pilihan untuk pengobatan trikomoniasis vagina.

a. Regimen dosis tunggal (2 g oral), memiliki tingkat kesembuhan sekitar

95%.

b. Wanita yang tidak respon dengan terapi awal harus diobati lagi dengan

metronidazol, 500 mg, dua kali sehari selama 7 hari. Jika pengobatan

berulang tidak efektif, pasien harus diobati dengan dosis metronidazol

30
2-g satu kali sehari selama 5 hari atau tinidazol, 2 g, dalam dosis

tunggal selama 5 hari.

c. Metronidazol gel, meski sangat efektif untuk pengobatan BV,

sebaiknya tidak digunakan untuk pengobatan trikomoniasis vagina

2. Rujuk jika pasien:

a. Tidak respon pengobatan ulang dengan metronidazol atau tinidazol

b. Kemungkinan reinfeksi

3. Dalam kasus refraktori yang tidak umum ini, bagian penting dari manajemen

adalah untuk mendapatkan kultur parasit untuk menentukan kerentanannya

terhadap metronidazol dan tinidazol.

4. Pasangan seksual juga harus diobati.3

VI. Komplikasi

Morbiditas yang terkait dengan vaginitis trikomonas mungkin terkait

dengan BV. Pasien dengan trichomonas vaginitis berisiko tinggi mengalami

selulitis pasca operasi setelah histerektomi. Wanita hamil dengan vaginitis

trikomonas berisiko tinggi mengalami ketuban pecah dini dan persalinan

prematur. Karena sifat trichomonas vaginitis yang ditransmisikan secara

seksual, wanita dengan infeksi ini harus diuji untuk penyakit menular seksual

lainnya (PMS), terutama Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Uji

serologis untuk infeksi sifilis dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV)

juga harus dipertimbangkan.3

31
2.3.4.5 Kandidosis Vulvovaginalis (KVV)

I. Definisi

Kandidosis vulvovaginalis (KVV) adalah infeksi mukosa vagina dan vulva

(epitel tidak berkeratin) yang disebabkan oleh spesies Candida. KVV merupakan

infeksi jamur oportunistik yang dapat terjadi secara primer atau sekunder dan

dapat bersifat akut, subakut maupun kronis episodik. Infeksi kronis bila

berlangsung lebih dari 3 tahun.12

Kandidosis Vulvovaginalis Rekuren (KVVR) didefinisikan sebagai infeksi

yang mengalami kekambuhan 4 kali atau lebih dalam setahun. Pada umumnya

infeksi disebabkan adanya kolonisasi yang berlebihan dari spesies Candida yang

sebelumnya bersifat saprofit pada vulva dan vagina, dan jarang disebabkan karena

mendapat sumber infeksi dari luar (sumber infeksi dari tanaman, lingkungan,

udara dan tanah).2

II. Epidemiologi

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia. Pada beberapa negara kandidosis

vulvovaginalis tetap merupakan penyebab terbanyak di antara infeksi vagina

terutama di daerah iklim subtropis dan iklim tropis.1

Kandidosis vulvovaginalis umumnya lebih banyak pada perempuan dengan

status sosial ekonomi rendah dan masa kehamilan. Kandidiasis vulvovaginalis

terjadi pada banyak perempuan selama hidupnya, dengan persentase sekitar 70-

75% wanita mendapatkan setidaknya sekali infeksi KVV selama masa hidupnya,

sekitar 40-50% cenderung berulang mengalami kekambuhan atau serangan

infeksi kedua.1

32
III. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab terbanyak (80-90%) adalah Candida albicans, sedangkan penyebab

terbanyak kedua dan ketiga adalah Candida glabrata (Torulopsisglabrata) dan

Candida tropicalis. Penyakit ini bukan merupakan penyakit IMS, karena kandida

merupakan flora normal yang terdapat dalam vagina.

Faktor risiko terjadinya vaginitis vagina adalah imunodefisiensi atau

imunosupresi, diabetes mellitus, perubahan hormonal (seperti dalam kehamilan),

terapi antibiotika spektrum luas jangka panjang dan obesitas. KVV juga erat

hubungannya dengan lingkungan yang hangat dan lembab, pakaian rapat dan

ketat, pemakaian kontrasepsi, kortikosteroid, pemakaian pembersih vagina,

menderita diabetes mellitus, penyakit infeksi, stress, reaksi alergi dan keganasan.1

IV. Patogenesis

Candida terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk sel (spora) dan bentuk miselia

(hifa). Koloni jamur tumbuh secara aktif menjadi miselia dan umumnya

ditemukan dalam keadaan patogenik. Jika kondisi memungkinkan, proses

penyakti diduga dimulai dari perlekatan sel Candida pada epitel vagina dan

selanjutnya menjadi bentuk miselia. Hifa Candida kemudian tumbuh dan

berkolonisasi pada permukaan vagina. Percobaan in vitro menunjukkan proses

perlekatan ini, hifa yang tumbuh dan berkolonisasi lebih tinggi oleh adanya

perubahan estrogen. Penemuan ini dapat memberi penjelasan bahwa kandidosis

vulvovaginalis simptomatis lebih sering terjadi pada perempuan yang berada pada

periode antara menarche dan menopause.1,16

33
Selain itu Candida albicans dapat memproduksi enzim protease yang bekerja

optimal pada pH normal vagina. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan jamur

yang dapat menghasilkan beberapa faktor yang dapat merusak epitel vagina

sehingga menyebabkan vaginitis. Mekanisme lainnya termasuk reaksi alergi

terhadap jamur.1,16

Sejumlah kecil dari kelompok penderita kandidosis vulvovaginalis ini

mengalami episode kronis atau rekuren. Hal ini disebabkan oleh infeksi berulang

pada vagina, fase interseluler yang menetap dari organisme Candida, serta faktor

imunitas dari penderita.1,16

V. Gambaran klinis

Keluhan subjektif penderita dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Gejala

yang ringan didapatkan pada infeksi karena Candida albicans, sedangkan

Candida nonalbicans, terutama Candida glabrata memberikan gejala yang lebih

berat, relatif lebih resisten terhadap pengobatan dan sering terjadi rekurensi

(KWR).12,13,17

Gejala klinis yang sering mucul pada vaginitis kandida adalah:1,12,13,17

1. Pruritus akut dan keputihan (fluor albus) merupakan keluhan awal, gejala

yang lebih sering adalah pruritus vulva. Keputihan tidak selalu ada dan

seringkali hanya sedikit.

2. Iritasi vagina.

Mukosa vagina kemerahan dan pembengkakan labia dan vulva sering

disertai pustulopapular di sekeliling lesi. Rasa sakit di daerah vagina, iritasi,

rasa panas.

34
3. Vaginal trush yaitu bercak putih terdiri atas gumpalan jamur, jaringan

nekrosis sel epitel yang menempel pada dinding vagina.

4. Dispareuni

5. Disuria.

6. Cairan vagina berwarna putih seperti susu, kental dan tidak berbau dapat

juga cair seperti air atau tebal homogen.

VI. Diagnosa

1. Sesuai gejala klinis.

2. Pada pemeriksaan tampak mukosa vagina kemerahan dan pembengkakan

labia dan vulva sering disertai pustulopapular di sekeliling lesi. Kadang-

kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal trush yaitu bercak putih

terdiri atas gumpalan jamur, jaringan nekrosis sel epitel yang menempel

pada dinding vagina. Rasa sakit di daerah vagina, iritasi, rasa panas,

dispareuni dan sakit bila buang air kecil adalah gejala sering yang biasa

ditemukan. Sekret berwarna putih seperti krim susu/keju atau kuning

tebal, tetapi dapat juga cair seperti air atau tebal homogen, bau minimal

dan tidak mengganggu, ekskoriasi atau ulkus, serviks biasanya normal,

dapat sedikit eritema disertai sekret putih yang menempel pada

dindingnya.1

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Mikroskopis : Deteksi sel-sel ragi atau hifa dengan pewarnaan gram dari

hapusan vagina dan hapusan serviks papaniculau juga sensitif untuk

mendeteksi adanya infeksi pada vagina. Hapusan vagina yang diambil

35
diberi larutan KOH 10-20% dan dipulas dengan pewarnaan Gram.

Dengan pemeriksaan langsung terlihat sel budding yang khas, pseudohifa

dan kadang-kadang hifa sejati.1,16

b. Pembiakan dapat dilakukan dengan media kultur Sabouraud Dextrose

Agar (SDA) tanpa sikloheksimid, dengan antibiotika kloramphenikol

ditambahkan pada media. Kolonisasi jamur akan tumbuh dalam 24-48

jam pada suhu 20-35oC. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat, tepi seperti

lensa bikonveks, basah dan berwarna krem. Dengan media Cornmeal-

Tween 80 atau Nickerson Polysacharide Trypan Blue pada suhu 25oC,

biakan akan tumbuh dalam 3 hari.1,16

VIII. Tatalaksana

Berikut ini adalah yang penting dilakukan dalam pengobatan kandidosis

vulvovaginitis.18

1. Eliminasi faktor predisposisi sebagai penyebab.

2. Pemilihan regimen antijamur yang tepat hingga keluhan menghilang dan

pemeriksaan mikroskopis dan kultur negatif.

3. Untuk infeksi rekuren sebaiknya selalu dilakukan kultur dan uji sensitivitas

antijamur.

36
Macam obat antijamur yang digunakan untuk terapi kandidosis

vulvovaginitis:18

Nama obat Formulasi Dosis

Ketokonazole 200mg oral tablet 2 x 1 tab, selama 5-7 hari

Flukonazole 150 mg oral tablet Dosis tunggal

50 mg oral tablet 1 x 1 tab, selama 7 hari

Itrakonazole 100 mg oral kapsul 2 x 1 cap, selama 2 hari

2 x 2 cap, 1 hariselang 8 jam

Klotrimazole 1%krim intravagina 5 g, selama 7-14 hari

2% krim intravagina 5 g, selama 3 hari

100 mg tab vag 1 tab vag, selama 7 hari

2 tab vag/hari, selama 3 hari

200 mg tab vag 1 tab vag, selama 3 hari

500 mg tab vag 1 tab vag, 1 hari

Mikonazole 2% krim 5 g, selama 1-7 hari

100 mg vag supp 1 tab vag, selama 7 hari

200 mg vag supp 1 tab vag, selama 1-7 hari

1200 mg vag supp 1 tab vag, selama 1 hari

Nystatin 100.000 u tab vag 1 x 1 tab, selama 12 hari

Amphoterisin B 50 mg tab vag 1 x 1 tab, selama 7-12 hari

100 mg cap

37
2.3.5 Diagnosis Banding1

Fisiologis Kandidiasis Trikomoniasis Vaginosis Bakterialis


Vulvovaginalis
Gejala - Pruritus, Iritasi Duh banyak, iritasi, Sedikit duh. Berbau amis
bau busuk, Berbusa
Tampilan Sedikit Sedikit, putih& Banyak, hijau/ abu- Putih/abu-abu, homogen,
sekret kental abu encer
“cheese-like” “ Strawberry
appearance”
pH ±4.5 < 4.5 >5.0 >4.5
Whiff test - - + ++++
Keluhan Tidak ada Gatal/kepanasan, Keputihan berbuih, Keputihan, bau busuk
Utama keputihan bau busuk, pruritus (tidak enak setelah
vulva, disuria senggama), kadang gatal
Pemeriksaan Normal Vulva yang Edema, eritema, Peradangan minimal
Fisik meradang peradanagn vulva
Mikroskopis Sel epitel Leukosit 80% Dari forniks Sedikit leukosit, clue cell +
normal, ditemukan posterior:
Lactobacillus pseudohifa dan Trikomonas 70-80%
+ blastospora
Kultur - Agar Sabaraud Media Feinberg/ Tidak begitu mendukung
dekstrosa Kupferberg
Terapi - Flukonazol 150mg Metronidazol Metronidazol 2x500mg
(PO) 2x500mg (7hari) (7hari)
Single dose Atau Atau
Metronidazol 2gr Metronidazol 2gr dosis
dosis tunggal tunggal
Tabel 2.4.3: Diagnosis Banding

38
2.3.6 Prognosis

Secara keseluruhan, prognosisnya sangat baik yaitu kebanyakan sembuh.

Namun, infeksi vagina berulang dapat menyebabkan iritasi kronis, ekskoriasi, dan

bekas luka. Dalam hal ini, dapat menyebabkan gangguan seksual. Psikososial dan

stres emosional biasanya jarang terjadi.

Komplikasi bakteri vaginosis termasuk endometritis dan pelvic inflammatory

disease (PID). Vaginosis bakteri yang tidak teratasi dapat menyebabkan terjadinya

komplikasi (contohnya infeksi luka vagina) setelah prosedur bedah ginekologik.

Pada saat kehamilan, infeksi Trichomonas dan bakteri vaginosis berhubungan

dengan peningkatan resiko kelahiran preterm, bayi lahir rendah, dan post partum

endometritis.19

39
BAB III

KESIMPULAN

1. Sindroma discharge genital adalah sekelompok penyakit infeksi menular seksual

yang muncul pada genitalia yang memberikan gejala keluarnya cairan.

2. Sindroma discharge (duh) genital dibagi menjadi dua, urethritis gonokokus dan

non gonokokus.

3. Vaginitis adalah peradangan pada mukosa vagina yang dapat disebabkan oleh

mekanisme infeksi (vaginosis bakterialis, trikomoniasis, dan kandidosis

vulvovaginalis) maupun noninfeksi (atrofi : perubahan estrogen dan inflamatorik :

idiopatik).

4. Penegakkan diagnostik pada duh genital, termasuk vaginitis didasarkan pada

gejala klinis yang muncul, faktor risiko yang mempengaruhi, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang yang baik.

5. Tatalaksana vaginitis berdasarkan penyebabnya, bakterial vaginosis dapat

digunakan terapi metronidazol dan klindamisin baik oral maupun topikal, untuk

trikomoniasis dapat diberikan metronidazol dan antijamur untuk kandidosis

vulvovaginalis.

6. Untuk penatalaksanaan vaginosis yang merupakan IMS maka pasangan pasien

harus diobati secara bersamaan.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Hakimi M. 2011. Radang dan Beberapa Penyakit Lain Pada Alat Genital dalam
Ilmu Kandungan Edisi 3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal
218-237.
2. Srinivasan S dan Fredricks DN. 2008. The Human Vaginal Bacterial Biota And
Bacterial Vaginosis. Interdiscip. Perspect. Infect. Dis: 750.

3. Patel et al., 2005, ‘Why do women complain of vaginal discharge? A population


survey of infectious and pyschosocial risk factors in a South Asian community ‘,
International Journal of Epidemiology, vol. 34, no. 4, pp 853-862,

4. Berek, Jonathan S. Berek & Novak's Gynecology, 14th Edition. 2007. Lippincott
Williams & Wilkins.
5. Gunardi ER, Wiknjosastro H. Anatomi Panggul dan Anatomi Isi Rongga Panggul
dalam Ilmu Kandungan Edisi 3. 2011. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal 1-32.
6. Amiruddin, M. Dali. 2012. Buku Ajar: penyakit kulit di daerah tropis.
http://www.unhas.ac.id/lkpp/ kedok/dali%20-%20tdk.pdf
7. Stary A. 2013. Sexually Nansmitted Disease.Dalam; Dermatology.First Edition
London Elsevier.
8. Junizaf & Santoso B. I. 2008. Duh Tubuh Vagina Etiologi, Diagnosis, Dan
Penatalaksanaan.Http://Staff.Ui.Ac.Id/System/Files/Users/Yunizaf/Material/Duht
ubuhvagina2008.Pdf
9. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular
Seksual. Dikjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
10. Lamont RF, Akins JD, Hassan SS, Chaiworapongsat, dan Romero. 2011. The
Vaginal Microbiome: New Information About Genital Tract Flora Using
Molecular Based Technique. BJOG. Vol. 118: 533-549.
11. Kenyon CR, Colebunders R. Strong association between the prevalence of
bacterial vaginosis and male point-concurrency. Eur J Obstet Gynecol Reprod
Biol. 2014 Jan. 172:93-6
12. Wiknjosastro H, Saifuddin B, Rachimhadi, dan Trijatmo. 2011.Radang Dan
Beberapa Penyakit Lain Pada Alat Genital Wanita dalam Ilmu Kandungan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo: Jakarta.
13. Hakim L. 2009. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. In: Daili, S.F., et
th
al.,Infeksi Menular Seksual. 4 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 3-16.
14. Huppert JS. 2009. Trichomoniasis In Teens: An Update. Curr Opin Obstet
Gynecol. Vol.21(5):371-8.

41
15. Sutton M, Sternberg M, Koumans EH, McQuillan G, Berman S, dan Markowitz
L. 2007. The Prevalence Of Trichomonas Vaginalis Infection Among
Reproductive-Age Women In The United States, 2001-2004. Clin Infect Dis. Vol.
45(10):1319-26.
16. Wahyuni Y. 2002.Kejadian Infeksi Klamidia Trachomatis Pada Servisitis
Dengan Skor Vaginosis Bakterialis Lebih Dari 7 (Modifikasi Criteria Nugent).
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Tesis.
17. Anderson DJ. 2008. Genitourinary Immune Defense. Dalam: Holmes KK,
Sparling PF, StammWE,Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH,
editor: Sexually Transmitted Diseases, 4rded. New York; McGraw-Hill.Hal: 271-
286.
18. Lacey C, Woodhall S, Wikstrom A, dan Ross J. 2011. European Guideline For
The Management Of Anogenital Warts. IUSTI GW Guidelines. Hal: 2-11.
19. Donati L, Di Vico A, Nucci M, et al. Vaginal microbial flora and outcome of
pregnancy. Arch Gynecol Obstet. 2010 Apr. 281(4):589-600.

42

You might also like