You are on page 1of 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status gizi merupakan hal terpenting dalam indikator negara maju. Keadaan
gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat.Gizi yang
optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik balita.
Status gizi berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan balita. Masa
balita merupakan masa kritis dalam kelompok rawan gizi dan rawan penyakit yang
harus di perhatikan oleh orang tua. Kekurangan gizi dapat berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak yang bersifat irrevrsibel. Menurut Riset Kesehatan Dasar
Nasional Tahun 2018, status gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Indonesia
mengalami penurunan yaitu pada tahun 2017 terdapat 19,6% dan pada 2018
terdapat 17,7%. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki angka status gizi di bawah
garis merah sebesar 1,57% dan angka status gizi balita di bawah garis merah di
Kabupaten Kotawaringin Barat yaitu 2,45% tertinggi ketiga setelah Kabupaten
Barito Timur dan Lamandau.

Status gizi anak di pengaruhi dua faktor yaitu faktor langsung dan tidak
langsung. Faktor langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi pada balita.
Sedangkan faktor tidak langsung yaitu rendahnya sosial ekonomi keluarga yang
meliputi tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, pola asuh dan
perilaku orang tua, serta jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan.

Perilaku orang tua khususnya ibu sangat berpengaruh terhadap pemberian


asupan makanan pada balita. Perilaku pemberian makanan yang seimbang pada
balita dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan balita secara baik.
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah terhadap pemberian asupan balita dapat
menyebabkan pemenuhan asupan makanan terhadap balita menjadi rendah. Rata –
rata ibu hanya mengerti tanpa mempraktikan cara pemberian asupan makanan yang
seimbang terhadap balita. Hal ini di sebabkan oleh tidak mengertinya ibu dalam
pemenuhan gizi yang di butuhkan balita selama masa pertumbuhan dan

1
perkembangan. Selain tidak mengertinya ibu dalam pemenuhan gizi balita, faktor
eksternal seperti pengetahuan keluarga yang kurang tepat dapat mempengaruhi
pemberian asupan makanan terhadap balita. Terdapat budaya dan tradisi turun
temurun dalam pola pemberian makanan terhadap anak. Keberagaman jenis asupan
makanan yang tidak di ketahui oleh ibu serta pengolahan, penyediaan dan
pemberian makanan secara kurang tepat dapat mempengaruhi status gizi terhadap
balitanya.

Hasil Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2017, terdapat 34,5 %


perempuan sudah menikah sebelum 18 tahun. Kalimantan Tengah memiliki angka
perkawinan anak paling tinggi di Indonesia untuk rentang usia 17 – 18 tahun dengan
24,28 %.(2) Undang – undang No 23 tahun tentang perlindungan anak menjelaskan
bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan. Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Syarat pernikahan menurut Undang – Undang pernikahan no 1 1974 pasal 7 adalah
bila pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16.
Pernikahan usia muda dapat mengakibatkan berbagai aspek keluarga khususnya
dalam pemenuhan gizi balita yang di picu oleh tingkat pendidikan orang tua yang
rendah sehingga tidak dapat terpenuhinya penyediaan,pengolahan dan pemberiaan
gizi baik untuk keluarga maupun anaknya.

Pernikahan yang di lakukan ibu dengan usia yang semakin dini dapat
meningkatkan kejadian anak pendek dan gizi kurang. Ibu yang umurnya kurang dari
18 tahun biasanya memiliki pola asuh terhadap anak kurang baik, pola asuh yang
kurang baik tersebut dapat berdampak pada status gizi anak. Menurut Nur Atmilati
Khusna, Nuryanto dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Pengetahuan,
Sikap Dan Perilaku Ibu Yang Menikah Pada Usia Muda Dalam Pemenuhan Gizi
Balita Usia 3-5 Tahun Dengan Status Gizi Balita Di Pondok Bersalin Desa Desa
Suko Jember Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember” menjelaskan bahwa terdapat

2
hubungan yang signifikan antara perilaku ibu yang menikah pada usia muda dalam
pemenuhan gizi balita.

Badan Pusat Statistik Kalimantan Tengah pada tahun 2018 menjelaskan


bahwa Kabupaten Kotawaringin Barat memiliki angka penikahan anak ke lima di
Kalimantan Tengah untuk rentan usia 15 – 19 tahun dengan 10,86% dan peringkat
pertama di tempati oleh Kabupaten Murung Raya dengan 17,37%.(2,3)
Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti ingin melakukan penelitian lebih
lanjut tentang : Hubungan perilaku ibu menikah usia dini dengan status gizi balita
di Unit Pelayanan Terpadu Puskesmas Mendawai Kabupaten Kotawaringin Barat
Provinsi Kalimantan Tengah.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah perilaku ibu yang menikah pada usia dini berkorelasi dengan
status gizi balita?
2. Apakah pengetahuan ibu yang menikah pada usia dini tentang pemberian
asupan makanan dapat berkorelasi status gizi balita ?
3. Apakah sikap ibu yang menikah pada usia dini dalam pemenuhan asupan
makanan berkorelasi dengan status gizi balita ?
4. Apakah status ekonomi pada orang tua yang menikah dini berkorelasi
dengan status gizi balita ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui korelasi antara perilaku
ibu yang menikah pada usia dini dalam pemenuhan status gizi balita.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain :

3
1. Menganalisa korelasi antara perilaku ibu yang menikah pada usia dini dengan
status gizi balita di Unit Pelayanan Terpadu Puskesmas Mendawai Kabupaten
Kotawaringin Barat
2. Menganalisa korelasi antara pengetahuan ibu yang menikah pada usia dini
dengan status gizi balita.
3. Menganalisa korelasi antara sikap ibu yang menikah pada usia dini dalam
pemenuhan asupan makanan dengan status gizi balita ?
4. Mengetahui korelasi antara status ekonomi pada orang tua yang menikah dini
dengan status gizi balita ?

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan tentang korelasi perilaku ibu
menikah pada usia dini dan status gizi balita.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan untuk
pembelajaran tentang potensi perilaku ibu menikah pada usia dini sebagai tolak
ukur status gizi balita dan juga sebagai bahan pustaka atau sumbangan
pengetahuan untuk pembaca.

1.5 Keaslian Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara perilaku ibu
menikah usia dini dengan status gizi balita. Penelitian mengenai korelasi antara
perilaku ibu menikah usia dini dengan status gizi balita pernah di lakukan oleh
Agustina Endah dkk pada tahun 2016 dengan judul Hubungan Pengetahuan, Sikap
Dan Perilaku Ibu Yang Menikah Pada Usia Muda Dalam Pemenuhan Gizi Balita
Usia 3-5 Tahun Dengan Status Gizi Balita Di Pondok Bersalin Desa Desa Suko
Jember Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember dengan hasil terdapat hubungan
signifikan antara perilaku ibu yang menikah pada usia muda dengan pemenuhan
status balita usia 3 – 5 tahun. Penelitian ini menganalisa lebih lanjut mengenai

4
perilaku ibu dengan status gizi balita dengan perbedaan variabel, demografi dan
tradisi maupun kebudayaan wilayah yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Penelitian sebelumnya yang memiliki kesamaan metode dan variabel
dengan penelitian ini di tuangkan sebagai berikut :
1.1 Tabel keaslian penelitian
No Peneliti Judul Rancangan Variabel Hasil
. ( Tahun) Penelitian
1. Nur Hubungan usia Penelitian Variabel Terdapat
Atmilati ibu menikah observasional bebas: Usia kecenderungan
Khusna, dini dengan analitik dengan ibu menikah semakin dini usia ibu
Nuryanto status gizi menggunakan dini, yang nikah, semakin
(2017) batita di rancangan menikah meningkat persentase
kabupaten cross sectional kurang dari anak pendek dan gizi
temanggung 18 tahun dan kurang, tetapi secara
dilihat dari statistik tidak
kartu akte berhubungan.
nikah

5
No Peneliti Judul Rancangan Variabel Hasil
. ( Tahun) Penelitian
2 Agustina Hubungan Penelitian Variabel Tidak terdapat
Endah, Pengetahuan, observasional bebas: usia hubungan yang
Puspito Sikap Dan analitik dengan ibu menikah signifikan antara
Arum, Perilaku Ibu menggunakan dini, yang pengetahuan ibu yang
Alfian Yang Menikah rancangan menikah menikah pada usia
Choirul Pada Usia accidental kurang dari muda dalam
Rizal Muda Dalam sampling. 21 tahun pemenuhan gizi balita
(2016) Pemenuhan terhadap status gizi
Gizi Balita balita usia 3-5 tahun,
Usia 3-5 Tahun Tidak terdapat
Dengan Status hubungan yang
Gizi Balita Di signifikan antara sikap
Pondok ibu yang menikah pada
Bersalin Desa usia muda dalam
Desa Suko pemenuhan gizi balita
Jember terhadap status gizi
Kecamatan balita usia 3-5 tahun,
Jelbuk Terdapat hubungan
Kabupaten yang signifikan antara
Jember perilaku ibu yang
menikah pada usia
muda dalam
pemenuhan gizi balita
terhadap status gizi
balita usia 3-5 tahun

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi. Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat dari
pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Status gizi didefinisikan
sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan
masukan nutrien.
Gizi adalah suatu bagian dari proses kehidupan dan proses tumbuh kembang
anak, maka sehingga pemenihan kebutuhan gizi harus secara akurat turut
menentukan kualitas untuk tumbuh kembang, dan sebagai sumber daya manusia
untuk dimasa yang akan datang.

2.1.2 Penilaian Status Gizi Anak


Status Gizi dapat di nilai dengan cara penilaian langsung dan tidak
langsung, yaitu pemeriksaan antropometri, pemeriksaan klinis, pemeriksaan
biokimia dan survei asupan makanan. Pemeriksaan paling mudah adalah
pemeriksaan antropometri.
Penilaian Antropometri di lakukan dengan mengetahui umur, pengukuran
berat badan, panjang badan dan tinggi badan. Kategori dan ambang batas status gizi
dapat di tentukan melalui berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau
tinggi badan menurut umur (PB atau TB/U), berat badan menurut panjang badan
atau tinggi badan (BB/PB atau TB), indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U).
Umur merupakan salah satu faktor penting dalam penilaian status gizi.
Kesalahan menentukan usia dapat mempengaruhi interpretasi status gizi menjadi
salah. Pengukuran berat badan, panjang badan dan tinggi badan yang tepat menjadi
tidak berarti apabila penentuan umur tidak tepat. Penentuan umur Di hitung dalam
bulan penuh, misalnya umur 2 bulan 26 hari di hitung sebagai umur 2 bulan.
Berat badan merupakan ukuran penting dalam penilaian antropometri. Berat
badan Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral

7
pada tulang. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai bahan
dasar perhitungan dosis obat dan makanan.Pengukuran dengan berat badan di
gunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan di ukur telentang. Bila anak 0 sampai
24 bulan di ukur secara berdiri, maka hasil pengukuran di koreksi dengan
menambahkan 0,7 cm
Tinggi badan dan panjang badan merupakan parameter yang penting bagi
keadaan yang telah lain dari keadaan sekarang, jika umur diketahui dengan tepat.
Di samping itu tinggi badan dan panjang badan merupakan ukuran kedua yang
penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan atau
panjang badan, faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran dengan panjang
badan di gunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan di ukur telentang. Bila anak
0 sampai 24 bulan di ukur secara berdiri, maka hasil pengukuran di koreksi dengan
menambahkan 0,7 cm sedangkan pengukuran tinggi badan di gunakan untuk anak
di atas 24 bulan yang di ukur berdiri. Bila anak 24 bulan di ukur secara terlentang,
maka hasil pengukuran di koreksi dengan mengurangkan 0,7 cm pengukuran
dengan panjang badan.
Untuk mengetahui kekurangan ataupun kelebihan gizi, dapat dilakukan
penilaian status gizi berupa pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) yang juga
merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan anak. Status gizi pada anak dengan
tolak ukur Indeks Massa Tubuh menurut umur terbagi atas sangat kurus, kurus
normal, dan gemuk. Pengukuran IMT merupakan salah satu pengukuran
antropometri untuk mengetahui komposisi tubuh seseorang. IMT digunakan secara
𝐵𝐵(𝑘𝑔)
luas dengan formula : IMT = . Batas ambang IMT menurut WHO
𝑇𝐵 (𝑚2)

membedakan antara laki-laki (normal 20.1-25.0) dan perempuan (normal 18.7-


23.8).

8
Tabel 2.2.1 Kategori Ambang Batas BMI/IMT
Klasifikasi Intepretasi
< 16,0 Severe thinness
16,00 – 16,99 Moderate thinness
17,00 – 18,49 Mild thinness
18,50 – 24,99 Normal
25,00 – 29,99 Grade 1 overweight
30,00 – 39,99 Grade 2 overweight
≥ 40,0 Grade 3 overweight

Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006
untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun

Tabel 2.2.2 Grafik penilaian gizi lebih berdasarkan kelompok usia


Usia Grafik yang digunakan
0 – 5 tahun WH0 2006
>5-18 tahun CDC 2000

Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO 2006 untuk usia
0-5 tahun dan persentase berat badan ideal sesuai kriteria Waterlow untuk anak di
atas 5 tahun.

9
Tabel 2.2.3 Penentuan status gizi menurut kriteria Waterlow, WHO 2006, dan
CDC 2000
Status gizi BB/TB BB/TB WHO 2006 IMT CDC
(% median) 2000
Obesitas >120 > +3 > P95
Overweight >110 > +2 hingga +3 SD P85 – p95
Normal > 90 +2 SD hingga -2 SD
Gizi kurang 70-90 < -2 SD hingga -3 SD
Gizi buruk < 70 < - 3 SD

2.1.3 Katagori dan Ambang Batas Status Gizi Anak


Katagori dan ambang batas status gizi di ukur menggunakan antropometri
di dapatkan :

a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Anak Usia 0 – 60 Bulan


Berat badan menurut umur mengkatagorikan status gizi menjadi 4
kelompok yaitu :
 Gizi Buruk
Status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) yaitu kurang dari – 3 SD

 Gizi Kurang
Status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) yaitu - 3 SD sampai dengan < - 2 SD
 Gizi Normal
Status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) yaitu -2 SD sampai dengan 2 SD
 Gizi Lebih
Status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) yaitu lebih dari 2 SD

10
b. Panjang Badan atau Tinggi Badan Menurut Umur (PB/U) atau (TB/U) Anak
Usia 0 – 60 Bulan
Panjang badan atau tinggi badan menurut umur mengkategorikan status gizi
menjadi 4 kelompok yaitu :
 Sangat Pendek
Status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan atau tinggi
badan menurut umur (PB/U) atau (TB/U) yaitu kurang dari – 3 SD
 Pendek
Status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan atau tinggi
badan menurut umur (PB/U) atau (TB/U) yaitu - 3 SD sampai
dengan < - 2 SD
 Normal
Status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan atau tinggi
badan menurut umur (PB/U) atau (TB/U) yaitu -2 SD sampai dengan
2 SD
 Tinggi
Status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan atau tinggi
badan menurut umur (PB/U) atau (TB/U) yaitu lebih dari 2 SD

c. Berat Badan Menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB) atau
(BB/TB) Anak Usia 0 – 60 Bulan
Berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan mengkategorikan
status gizi menjadi 4 kelompok yaitu :
 Sangat Kurus
Status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
panjang badan atau tinggi badan (BB/PB) atau (BB/PB) yaitu
kurang dari – 3 SD
 Kurus
Status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
panjang badan atau tinggi badan (BB/PB) atau (BB/PB) yaitu
kurang dari - 3 SD sampai dengan < - 2 SD

11
 Normal
Status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
panjang badan atau tinggi badan (BB/PB) atau (BB/PB) yaitu - 2 SD
sampai dengan 2 SD
 Gemuk
Status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
panjang badan atau tinggi badan (BB/PB) atau (BB/PB) yaitu lebih
dari 2 SD

d. Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) Anak Usia 0 – 60 Bulan


Indeks massa tubuh menurut umur mengkategorikan status gizi menjadi 4
kategori yaitu :
 Sangat Kurus
Status gizi yang didasarkan pada indeks massa tubuh menurut berat
badan (IMT/BB) yaitu kurang dari – 3 SD
 Kurus
Status gizi yang didasarkan pada indeks massa tubuh menurut berat
badan (IMT/BB) yaitu kurang dari - 3 SD sampai dengan < - 2 SD
 Normal
Status gizi yang didasarkan pada indeks massa tubuh menurut berat
badan (IMT/BB) yaitu - 2 SD sampai dengan 2 SD
 Gemuk
Status gizi yang didasarkan pada indeks massa tubuh menurut berat
badan (IMT/BB) yaitu lebih dari 2 SD

e. Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) Anak Usia 5 – 18 tahun


Indeks massa tubuh menurut umur mengkategorikan status gizi menjadi 4
kategori yaitu :
 Sangat Kurus
Status gizi yang didasarkan pada indeks massa tubuh menurut berat
badan (IMT/BB) yaitu kurang dari – 3 SD

12
 Kurus
Status gizi yang didasarkan pada indeks massa tubuh menurut berat
badan (IMT/BB) yaitu kurang dari - 3 SD sampai dengan < - 2 SD
 Normal
Status gizi yang didasarkan pada indeks massa tubuh menurut berat
badan (IMT/BB) yaitu - 2 SD sampai dengan 2 SD
 Gemuk
Status gizi yang didasarkan pada indeks massa tubuh menurut berat
badan (IMT/BB) yaitu lebih dari 2 SD

13
Tabel 2.1.2
INDEKS KATAGORI AMBANG BATAS
STATUS GIZI (Z-SCORE)
Berat Badan Menurut Gizi Buruk <-3 SD
Umur (BB/U) Anak Gizi Kurang -3 SD Sampai Dengan <-2 SD
Umur 0 – 60 Bulan Gizi Baik -2 SD Sampai Dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Panjang Badan Menurut Sangat Pendek <-3 SD
Umur (BB/U) Pendek -3 SD Sampai Dengan <-2 SD
Atau Normal -2 SD Sampai Dengan 2 SD
Tinggi Badan Menurut Tinggi >2 SD
Umur (TB/U)
Anak Umur 0 – 60
Bulan
Berat Badan Menurut Sangat Kurus <-3 SD
Panjang Badan (BB/PB) Kurus -3 SD Sampai Dengan <-2 SD
Atau Normal -2 SD Sampai Dengan 2 SD
Berat Badan Menurut Gemuk >2 SD
Tinggi Badan (BB/TB)
Anak Umur 0 – 60
Bulan
Indeks Massa Tubuh Sangat Kurus <-3 SD
Menurut Umur (IMT/U) Kurus -3 SD Sampai Dengan <-2 SD
Anak Umur 0 – 60 Normal -2 SD Sampai Dengan 2 SD
Bulan Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh Sangat Kurus <-3 SD
Menurut Umur (IMT/U) Kurus -3 SD Sampai Dengan <-2 SD
Anak Umur 5 – 18 Normal -2 SD Sampai Dengan 2 SD
Tahun Gemuk >2 SD

14
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Anak
Faktor yang mempengaruhi status gizi di bagi menjadi 3 yaitu penyebab
langsung, penyebab tidak langsung, penyebab pokok dan akar masalah.
Penyebab langsung diantaranya asupan nutrisi dan penyakit infeksi.
Kurangnya asupan nutrisi dan penyakit infeksi pada balita dapat menyebabkan
kekurangan energi protein (KEP). Anak yang mendapatkan asupan nutrisi yang
cukup baik namun mengalami sakit atau terserang penyakit infeksi seperti diare
dapat menurunkan nafsu makan sehingga menyebabkan kurang gizi. Sama halnya
dengan anak yang kurang mendapatkan asupan nutrisi, baik dari jumlah dan mutu
makanan yang sesuai dapat mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga
mudah terserang penyakit. Dalam keadaan demikian, anak menjadi tidak nafsu
makan sehingga menyebabkan anak menderita kurang gizi atau gizi buruk.
Pendapat mengenai faktor determinan mengenai tingkat kesehatan
seseorang sangatlah banyak di antaranya menurut Schroeder menyatakan
kekurangan gizi di pengaruhi konsumsi makanan yang kurang dan adanya penyakit
infeksi sedangkan penyebab yang paling mendasar adalah makanan, pola asuh, dan
pelayanan kesehatan. Pola asuh berkaitan dengan perilaku ibu terhadap balita.
Menurut lawrence green, menyatakan kesehatan seseorang di pengaruhi oleh 2
faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non
behavior causes). Faktor perilaku di bagi menjadi 3 yaitu faktor predisposisi, faktor
pendukung (enabling factor), dan faktor pendorong (reinforcing factor).

Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Faktor
pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya. Faktor pendorong
(reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat

Perilaku ibu terhadap pemberian asupan gizi sangat berpengaruh terhadap


status gizi balita. Terdapat kecenderungan semakin baik perilaku ibu dalam

15
pemenuhan asupan nutrisi, semakin baik pula status gizi balita tersebut. Perilaku
ibu dapat di ukur melalui :

1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan mengetahui sesuatu setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan gizi adalah suatu
yang diketahui tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan
optimal Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan
konsumsi sehari-hari baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan
untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan
berpengaruh terhadap status gizi balita. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa apabila pengetahuan ibu tentang gizi baik maka status gizi balita
baik.
2. Sikap
Sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang
kurang lebih bersifat permanen mengenal aspek-aspek tertentu dalam
lingkungannya. Perubahan sikap secara berkelanjutan dapat memengaruhi
perilaku seseorang, dimana perilaku pemenuhan gizi yang baik dapat
meningkatkan status gizi anak. Semakin baik sikap ibu terhadap pemenuhan
asupan gizi pada balita maka status balita baik.
3. Tindakan
Tindakan adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum
otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas dan faktor dukungan (support). Apabila tindakan ibu baik dalam
pemenuhan asupan nutrisi pada balita maka status balita baik.

16
2.2 Pernikahan Dini
2.2.1 Definisi Pernikahan Dini
Definisi anak berdasarkan UU No. 23 tahun 2002, adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun, termasuk dalam anak yang masih berada dalam kandungan.
Sedangkan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa perkawinan
hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Sedangkan menurut BKKBN
usia menikah yang ideal adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki
laki. Pernikahan dini didefinisikan sebagai pernikahan yang terjadi sebelum anak
mencapai usia 18 tahun, sebelum anak matang secara fisik, fisiologis, dan
psikologis untuk bertanggungjawab terhadap pernikahan dan anak yang dihasilkan
dari pernikahan tersebut.

2.1.2 Epidemiologis Pernikahan anak


Perkawinan usia anak paling umum dipraktikkan di Asia Selatan dan Afrika
Sub-Sahara. India, yang memiliki prevalensi perkawinan usia anak sebesar 58 %,
atau lebih dari sepertiga jumlah perkawinan usia anak di seluruh dunia. 21 Dari 10
negara dengan prevalensi perkawinan usia anak tertinggi, 6 negara diantaranya
berada di Afrika, termasuk Nigeria, yang memiliki prevalensi tertinggi yaitu 77 %.
Di kawasan Asia Timur dan Pasifik, 16 % perempuan usia 20-24 tahun diperkirakan
akan menikah sebelum mereka mencapai usia 18 tahun.
Menurut Statistik kesejahteraan rakyat tahun 2017, menemukan angka
kejadian perkawinan penduduk usia 15 – 19 tahun di daerah perkotaan dan
perdesaan menempatkan Kalimantan Tengah ke 4 tertinggi di Indonesia yaitu 7,62
% dan tertinggi di Indonesia untuk rentan usia 17 -18 tahun yaitu 24,28 %.
Kotawaringin Barat ke 4 tertinggi yaitu 10,86 %. Secara umum, pernikahan anak
lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki, sekitar
1,09% anak laki-laki menikah sebelum mereka berusia 20 tahun. Selain itu
didapatkan pula bahwa perempuan sembilan kali lebih banyak menikah dini di
bandingkan laki-laki dengan perbedaan yaitu perempuan 9,41 % dan laki laki 1,09
%. Angka pernikahan di perkotaan lebih rendah dibanding di pedesaan, untuk

17
kelompok umur 15-19 tahun perbedaannya yaitu 3,17 % di perkotaan dan 7,40 %
di pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa usia muda di perdesaan lebih banyak yang
melakukan perkawinan terutama perempuan. Meskipun pernikahan anak
merupakan masalah predominan di negara berkembang, terdapat bukti bahwa
kejadian ini juga masih berlangsung di negara maju yang orangtua menyetujui
pernikahan anaknya berusia kurang dari 15 tahun.

2.1.3 Faktor penyebab pernikahan anak


Di berbagai penjuru dunia, pernikahan anak merupakan masalah sosial
dan ekonomi. Penyebab pernikahan anak di antaranya tingkat pendidikan rendah,
kebutuhan ekonomi, kultur nikah muda, pernikahan yang diatur, seks bebas pada
remaja, kehamilan di luar nikah.
Tingkat pendidikan rendah merupakan salah satu penyebab pernikahan
anak. Hal ini di buktikan dengan banyaknya perkawinan yang melibatkan pria dan
wanita menikah sebelum usia 18 tahun. Hal ini menyebabkan kualitas pendidikan
rendah. Terbukti dengan angka partisipasi sekolah umur 16 – 18 tahun yang rendah
yaitu 94, 86 % di bandingkan partisipasi sekolah umur 13 – 15 yaitu 71, 20 %.
Dengan tingkat pendidikan yang rendah maka pengetahuan akan seks bebas pada
remaja dan kehamilan di luar nikah rendah. Selain tingkat pendidikan anak, tingkat
pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap pernikahan anak, tingkat
pendidikan orang tua yang rendah, menyebabkan adanya kecenderungan
mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur.
Para orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda mengganggap
bahwa dengan menikahkan anaknya, maka beban ekonomi keluarga akan
berkurang. Faktor ini berhubungan dengan rendahnya status ekonomi keluarga.
Anggapan bahwa jika seorang remaja putri sudah menikah, maka akan tanggung
jawabnya akan dialihkan kepada suaminya. Bahkan para orang tua yang
menikahkan anaknya di usia dini juga berharap jika anaknya sudah menikah akan
dapat membantu meningkatkan kehidupan orang tuanya.

18
2.1.4 Dampak dalam pernikahan anak
Beberapa dampak dalam pernikahan anak meliputi yaitu pendidikan,
kekerasan dalam rumah tangga, kesehatan ibu dan anak, dan subordinasi keluarga
serta tinjauan hukum terkait dengan pernikahan anak.

2.1.5 Pernikahan Anak Dan Tingkat Pendidikan


Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan
yang dicapai oleh anak. Pernikahan anak seringkali menyebabkan anak tidak lagi
bersekolah, karena kini ia mempunyai tanggungjawab baru, yaitu sebagai istri dan
calon ibu, atau kepala keluarga dan calon ayah, yang diharapkan berperan lebih
banyak mengurus rumah tangga maupun menjadi tulang punggung keluarga dan
keharusan mencari nafkah. Pola lainnya yaitu karena biaya pendidikan yang tak
terjangkau, anak berhenti sekolah dan kemudian dinikahkan untuk mengalihkan
beban tanggung jawab orangtua menghidupi anak tersebut kepada pasangannya.
Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat
pendidikan dan usia saat menikah, semakin tinggi usia anak saat menikah maka
pendidikan anak relatif lebih tinggi dan demikian pula sebaliknya. Pernikahan di
usia dini menurut penelitian UNICEF tahun 2006 tampaknya berhubungan pula
dengan derajat pendidikan yang rendah. Menunda usia pernikahan merupakan salah
satu cara agar anak dapat mengenyam pendidikan lebih tinggi.3

2.1.6 Masalah Domestik Dalam Pernikahan Usia Dini


Ketidaksetaraan jender merupakan konsekuensi dalam pernikahan anak.
Mempelai anak memiliki kapasitas yang terbatas untuk menyuarakan pendapat,
menegosiasikan keinginan berhubungan seksual, memakai alat kontrasepsi, dan
mengandung anak. Demikian pula dengan aspek domestik lainnya. Dominasi
pasangan seringkali menyebabkan anak rentan terhadap kekerasan dalam rumah
tangga. Kekerasan dalam rumah tangga tertinggi terjadi di India, terutama pada
perempuan berusia 18 tahun. Perempuan yang menikah di usia yang lebih muda
seringkali mengalami kekerasan. Anak yang menghadapi kekerasan dalam rumah
tangga cenderung tidak melakukan perlawanan, sebagai akibatnya merekapun tidak

19
mendapat pemenuhan rasa aman baik di bidang sosial maupun finansial. Selain itu,
pernikahan dengan pasangan terpaut jauh usianya meningkatkan risiko keluarga
menjadi tidak lengkap akibat perceraian, atau menjanda karena pasangan
meninggal dunia.

2.1.7 Kesehatan reproduksi pada pernikahan usia dini


Penting untuk diketahui bahwa kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun
meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak.
Kehamilan di usia yang sangat muda ini ternyata berkorelasi dengan angka
kematian dan kesakitan ibu. Disebutkan bahwa anak perempuan berusia 10-14
tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan
kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada
kelompok usia 15-19 tahun. Angka kematian ibu usia di bawah 16 tahun di
Kamerun, Etiopia, dan Nigeria, bahkan lebih tinggi hingga enam kali lipat. Anatomi
tubuh anak belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan, sehingga
dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour serta obstetric fistula. Data dari
UNPFA tahun 2003, memperlihatkan 15%-30% di antara persalinan di usia dini
disertai dengan komplikasi kronik, yaitu obstetric fistula. Fistula merupakan
kerusakan pada organ kewanitaan yang menyebabkan kebocoran urin atau feses ke
dalam vagina. Wanita berusia kurang dari 20 tahun sangat rentan mengalami
obstetric fistula. Obstetric fistula ini dapat terjadi pula akibat hubungan seksual di
usia dini. Pernikahan anak berhubungan erat dengan fertilitas yang tinggi,
kehamilan dengan jarak yang singkat, juga terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan.1 Mudanya usia saat melakukan hubungan seksual pertamakali juga
meningkatkan risiko penyakit menular seksual dan penularan infeksi HIV. Banyak
remaja yang menikah dini berhenti sekolah saat mereka terikat dalam lembaga
pernikahan, mereka seringkali tidak memahami dasar kesehatan reproduksi,
termasuk di dalamnya risiko terkena infeksi HIV. Infeksi HIV terbesar didapatkan
sebagai penularan langsung dari partner seks yang telah terinfeksi sebelumnya.
Lebih jauh lagi, perbedaan usia yang terlampau jauh menyebabkan anak hampir
tidak mungkin meminta hubungan seks yang aman akibat dominasi pasangan.

20
Pernikahan usia muda juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya karsinoma
serviks. Keterbatasan gerak sebagai istri dan kurangnya dukungan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan karena terbentur kondisi ijin suami, keterbatasan
ekonomi, maka penghalang ini tentunya berkontribusi terhadap meningkatnya
angka morbiditas dan mortalitas pada remaja yang hamil.

2.1.8 Anak yang di lahirkan dari pernikahan dini


Pada saat anak yang masih bertumbuh mengalami proses kehamilan,
terjadi persaingan nutrisi dengan janin yang dikandungnya, sehingga berat badan
ibu hamil seringkali sulit naik, dapat disertai dengan anemia karena defisiensi
nutrisi, serta berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Didapatkan bahwa
sekitar 14% bayi yang lahir dari ibu berusia remaja di bawah 17 tahun adalah
prematur. Anatomi panggul yang masih dalam pertumbuhan berisiko untuk
terjadinya persalinan lama sehingga meningkatkan angka kematian bayi dan
kematian neonatus. Depresi pada saat berlangsungnya kehamilan berisiko terhadap
kejadian keguguran, berat badan lahir rendah dan lainnya. Depresi juga
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah, sehingga meningkatkan risiko
terjadinya eklamsi yang membahayakan janin maupun ibu yang
mengandungnya.16 Asuhan antenatal yang baik sebenarnya dapat mengurangi
terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan. Namun sayangnya karena
keterbatasan finansial, keterbatasan mobilitas dan berpendapat, maka para istri
berusia muda ini seringkali tidak mendapatkan layanan kesehatan yang
dibutuhkannya, sehingga meningkatkan risiko komplikasi maternal dan
mortalitas.Menjadi orangtua di usia dini disertai keterampilan yang kurang untuk
mengasuh anak sebagaimana yang dimiliki orang dewasa dapat menempatkan anak
yang dilahirkan berisiko mengalami perlakuan salah dan atau penelantaran.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari pernikahan usia
dini berisiko mengalami keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan, kesulitan
belajar, gangguan perilaku, dan cenderung menjadi orangtua pula di usia dini.

21
2.1.8 Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini
Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini
didukung oleh suatu penelitian yang menunjukkan bahwa keluaran negatif sosial
jangka panjang yang tak terhindarkan, ibu yang mengandung di usia dini akan
mengalami trauma berkepanjangan, selain juga mengalami krisis percaya diri. Anak
juga secara psikologis belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan sebagai
istri, partner seks, ibu, sehingga jelas bahwa pernikahan anak menyebabkan imbas
negatif terhadap kesejahteraan psikologis serta perkembangan kepribadian mereka.

22
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

3.1 Landasan Teori


Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi. Status Gizi dapat di nilai dengan cara penilaian langsung dan
tidak langsung, yaitu pemeriksaan antropometri, pemeriksaan klinis, pemeriksaan
biokimia dan survei asupan makanan. Pemeriksaan paling mudah adalah
pemeriksaan antropometri.
Penilaian Antropometri di lakukan dengan mengetahui umur, pengukuran
berat badan, panjang badan dan tinggi badan. Kategori dan ambang batas status gizi
dapat di tentukan melalui berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau
tinggi badan menurut umur (PB atau TB/U), berat badan menurut panjang badan
atau tinggi badan (BB/PB atau TB), indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U).
Faktor yang mempengaruhi status gizi di bagi menjadi 3 yaitu penyebab
langsung, penyebab tidak langsung, penyebab pokok dan akar masalah. Penyebab
langsung diantaranya asupan nutrisi dan penyakit infeksi.
Menurut Schroeder menyatakan kekurangan gizi di pengaruhi konsumsi
makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab yang
paling mendasar adalah makanan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan. Pola asuh
berkaitan dengan perilaku ibu terhadap balita. Menurut lawrence green,
menyatakan kesehatan seseorang di pengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Faktor
perilaku di bagi menjadi 3 yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung (enabling
factor), dan faktor pendorong (reinforcing factor).
Perilaku ibu terhadap pemberian asupan gizi sangat berpengaruh terhadap
status gizi balita. Terdapat kecenderungan semakin baik perilaku ibu dalam
pemenuhan asupan nutrisi, semakin baik pula status gizi balita tersebut. Perilaku
ibu dapat di ukur melalui pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan, sikap dan
tindakan yang baik dapat menyebabkan perilaku ibu terhadap pemenuhan asupan
gizi balita menjadi baik sehingga status balita baik.

23
Pernikahan usia dini pada remaja adalah pernikahan anak di bawah 18 tahun. Hal
ini di sebabkan oleh tingkat pendidikan rendah, kebutuhan ekonomi, kultur nikah
muda, pernikahan yang diatur, seks bebas pada remaja, kehamilan di luar nikah.
Dampak dari pernikahan dini bagi ibu yaitu pendidikan yang rendah dan
permasalahan kesehatan reproduksi.
Pendidikan yang rendah menyebabkan tingkat pengetahuan ibu menjadi
kurang, hal ini berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian asupan
makanan menjadi kurang baik. Ketrampilan ibu yang kurang dalam mengasuh anak
berisko menempatkan anak khususnya balita mengalami perlakuan yang salah dan
penelentaran sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
balita.
Ibu yang menikah pada usia muda menyebabkan sulit untuk bekerja dan
mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini di sebabkan karena pendidikan yang
rendah dan memilih untuk mengurus rumah dan anaknya ketimbang bekerja
menghasilkan uang. Hal ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan asupan balita
menjadi berkurang. Selain itu, terdapat kecenderungan semakin dini usia ibu nikah,
semakin meningkat persentase anak pendek dan gizi kurang.

24
3.2 Kerangka Teori

Perilaku Ibu

Yang Menikah Dini

Pengetahuan Sikap Tindakan

Asupan

Nutrisi Balita

Status Gizi

Balita

Gambar 3.1 Kerangka Teori

25
3.3 Kerangka Konsep

Perilaku Ibu Yang Status Gizi Balita


Menikah Dini

1. Pendidikan
2. Status Ekonomi
3. Sikap
4. Pengetahuan

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

3.4 Hipotesis :
Terdapat korelasi antara perilaku ibu yang menikah dini dengan status gizi
balita di UPT Puskesmas Mendawai.

26
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik (Non
Ekperimental) dengan menggunakan metode cross secsional.

4.2 Populasi Penelitian


1. Populasi target : Balita dengan ibu yang menikah pada usia dini di
wilayah kerja Puskesmas Mendawai.
2. Populasi terjangkau : Balita pada ibu yang menikah dini yang terdata
pada tahun 2019 di Puskesmas Mendawai, Kecamatan Arut Selatan.

4.3 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan metode simple
random sampling, yaitu sampel dari populasi ini didapat melalui proses
pengambilan sampel dengan cara acak, dimana daftar nama responden dilakukan
pengundian untuk terpilih

4.4 Estimasi besar sampel


Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang terpilih untuk diteliti
yang berjumlah minimal sesuai perkiraan besar sampel. Besar sampel yang
digunakan adalah sesuai dengan metode simple random sampling, dimana semua
balita dengan ibu yang menikah pada usia dini dapat menjadi responden. Estimasi
besar sampel yang digunakan pada populasi ini diperoleh melalui perhitungan
dengan rumus slovin
𝑁
𝑛=
𝑁. 𝑑2 + 1

` Keterangan :
n = Jumlah sampel

27
N = Jumlah populasi balita yang terdata di Puskesmas Mendawai
Tahun 2019
d2 = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebagai
𝑁
berikut : 𝑛= 𝑁.𝑑2 + 1
216 216
𝑛= = 3.16 = 68,35 ≈ 68
(216).0,12 + 1

Untuk mengantisipasi subjek yang drop out maka jumlah sampel


ditambah 10 % menjadi 78 Sampel

4.5 Kriteria Pemilihan (Inklusi dan Eksklusi)


1. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Balita usia 0- 59 bulan yang terdata di UPT Puskesmas Mendawai dengan ibu
yang menikah pada usia dini di bawah usia 18 tahun
b. Ibu yang menikah pada usia di bawah 18 tahun yang terdata di daerah
penelitian
c. Bertempat di daerah penelitian
d. Bersedia mengikuti penelitian

2. Kriteria Ekslusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Balita tidak berada di tempat selama penelitian
b. Balita yang tidak mempunyai riwayat ibu yang menikah pada usia di atas usia
18 tahun
c. Balita dalam keadaan sakit

28
4.6 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas (independent variable) : Perilaku ibu yang menikah usia dini,
yang menikah kurang dari 18 tahun dan dilihat dari kartu akte nikah
2. Variabel terikat (Dependent variable) : Status gizi balita usia 0 – 59 bulan

4.7 Definisi Operasional


Variabel Definisi Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Status Gizi Keadaan gizi Menilai Buku Acuan BB/U : Ordinal
Balita balita berdasarkan balita WHO (World 1. Buruk = 1
hasli pengukuran berdasarkan Health 2. Kurang = 2
antropometri berat badan Organization) 3. Baik = 3
dengan menurut 4. Gemuk = 4
menggunakan umur
indeks BB/U (BB/U)
Pendidikan Jenjang Wawancara Kuisioner 1. Tidak Nominal
pendidikan Sekolah = 1
terakhir ibu yang 2. SD = 2
menikah pada usia 3. SMP = 3
dini 4. SMA = 4
5. Sarjana = 5
Status Kondisi dimana Wawancara Kuisioner 1. Bekerja Ordinal
Pekerjaan ibu melakukan 2. Tidak
atau tidak Bekerja
melakukan
perkerjaan untuk
memenuhi
kebutuhan
hidupnya

29
Pengetahuan Hal yang di Wawancara Kuisiunor 1. Baik (76% Ordinal
Ibu ketahui ibu dengan - 100%)
tentang gizi balita mengajukan 2. Cukup (56
20 % - 75%)
pertanyaan 3. Kurang (<
56%)
Status Penghasilan Wawancara Kuisioner 1. Pendapatan Ordinal
Ekonomi keluarga, baik cukup =
pendapatan ≥1.500.000
ataupun 2. Pendapatan
penerimaan Kurang =
seluruh anggota ≤1.500.000
keluarga dalam
bentuk rupiah
setiap bulan
Sikap Sikap ibu dalam Wawancara Kuisioner 1. Selalu = 3 Ordinal
2. Sering = 2
pemberian asupan Dengan
3. Kadang –
makanan terhadap memberikan Kadang = 1
4. Tidak
balita 24
pernah = 0
pertanyaan

4.8 Instrumen Penelitian


1. Kuesioner, digunakan untuk mendapatkan informasi dari subjek penelitian,
dilakukan dengan melakukan wawancara.
2. Hasil data dari UPT Puskesmas Mendawai untuk mengetahui jumlah populasi
status gizi batita .

4.9 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data


1. Mengajukan surat ijin penelitian ke bidang akademik PSPD UPR yang akan
direkomendasikan ke Dinas Kesehatan Kotawaringin Barat untuk

30
mengeluarkan surat ijin untuk pengambilan data sekunder dan penelitian di
UPT Puskesmas Mendawai, kabupaten Kotawaringin Barat
2. Menelusuri laporan bulanan status gizi batita di Puskesmas Mendawai
Kabupaten Kotawaringin Barat
3. Mendata serta mengumpulkan balita dengan ibu yang menikah pada usia dini
dengan melihat data/alamat batita di wilayah kerja Puskesmas Mendawai.
4. Memberikan informed consent kepada subjek penelitian untuk meminta ijin
menggunakan subjek
5. Memberikan kuesioner kepada responden
7. Memasukkan data dan menganalisis data menggunakan aplikasi pengolah data.

4.10 Cara Pengolahan Data dan Analisis Data


4.10.1 Rencana Manajemen
1. Editing
Dilakukan pengecekan terhadap data dari Puskesmas lokasi penelitian baik
mengenai status gizi balita. Juga dilakukan pengecekan ulang terhadap hasil
kuesioner untuk melihat apakah ada ketidak sesuaian dalam pengisian kuesioner
oleh responden. Proses editing ini dilakukan langsung ketika hasil kuesioner ada
ditangan peneliti.
2. Entry data
Data yang telah diperoleh dimasukkan ke komputer dan diolah dengan
program pengolah data untuk analisis lebih lanjut.
4. Cleaning
Data yang telah di entry selanjutnya dilakukan analisis data awal dan
dilakukan pengecekan apakah ada kesalahan sehingga data yang ada digolongkan
dan diurutkan.
5. Tabulating
Data-data hasil penelitian yang telah dianalisis dengan program komputer
dimasukkan ke dalam tabel-tabel.

31
4.10.2 Analisis data
Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan program
SPSS. Analisis data akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu :
1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi variabel
yang di teliti yaitu status gizi balita usia 0 - 59 bulan, pengetahuan ibu yang menikah
pada usia dini, sikap ibu yang menikah pada usia dini, perilakuibu yang menikah
pada usia dini, pendidikan ibu yang menikah pada usia dini, status ekonomi
keluarga, status pekerjaan ibu yang menikah pada usia dini. Penyajian data analisis
univariat ini dalam bentuk tabel.

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
(pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang menikah pada usia dini) dengan variabel
terikat (Status gizi) yang dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Spearman
Rank untuk mengukur tingkat atau eratnya pengaruh antara dua variabel berskala
ordinal dengan menggunakan tingkat signifikansi α = 0,05. Pengolahan ini
menggunakan SPSS v.16.0.

32
4.11 Alur Penelitian

Menentukan tempat dan waktu


penelitian.

Mengajukan izin melakukan penelitian kepada Fakultas Kedokteran


Universitas Palangka Raya, Puskesmas Mendawai

Studi Pendahuluan di Puskesmas Mendawai, mendapatkan jumlah populasi


balita, dan menentukan jumlah populasi sebagai sampel

Menyeleksi data sesuai kriteria inklusi dan


eksklusi

Membagi kuesioner kepada


responden

Pengumpulan data dari kusioner

Mengolah dan menganalisis


data.

33
4.12 Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian : Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kerja UPT
Puskesmas Mendawai, Kabupaten Kotawaringin Barat
2. Waktu Penelitian : Penelitian ini dimulai sejak bulan Agustus – Oktober
2019

4.13 Jadual Penelitian


Tabel 4.14. Rencana Jadual Penelitian
Bulan ke-
No. Rincian Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8

1. Pengajuan Judul Penelitian X

2. Penelusuran Kepustakaan X

3. Izin penelitian ke Puskesmas


X X
Mendawai
4. Survey pendahuluan X X

5. Penyusunan usulan penelitian X X X

6. Pengumpulan naskah proposal X X X X

7. Seminar usulan penelitian X X

8. Ujian etik penelitian X X

9. Revisi usulan penelitian X X X

10. Pengumpulan data X

11. Analisa data X

12. Penyusunan skripsi X

13. Pengumpulan naskah skripsi X

34
14. Seminar skripsi X

15. Revisi skripsi X

16. Publikasi X

4.14Rencana Biaya Penelitian


Anggaran biaya untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.14. Rencana Biaya Penelitian
No. Uraian Besar Total (Rp)
1. Kertas A4 @10 Rim Rp. 40.000,- Rp. 400.000,-
2. Tinta print @10 Set Rp. 50.000,- Rp. 500.000,-
3. Alat Tulis Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-
4. Fotokopi dan penjilidan naskah ujian Rp. 15.000,- Rp. 90.000,-
usulan penelitian @ 6 Eksemplar
(soft cover)
5. Perjalanan - -
6. Bahan habis pakai - -
7. Lain–lain : Seminar proposal Rp. 700.000,- Rp. 700.000,-
JUMLAH Rp. 1.740.000-

35
Daftar Pustaka
1. Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
2. Beck, M. 2000. Ilmu Gizi dan Diet. (terj.). Yayasan Essentia Medica :
Yogyakarta
3. Suhardjo. 2000. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.
4. Suandi, I.K.G. (1987). Diit Pada Anak Sakit. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
5. Kemenkes RI. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
6. Arisman. (2010). Gizi Dalam Daur Kehidupan , Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
7. Depkes RI., 2002. Kemenkes Nomor 920/MENKES/SK/VIII/2002 tentang
Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun.Jakarta
8. Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2011. Asuhan Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care).
Jakarta
9. Kemenkes RI. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak
10. Depkes RI., 2002. Kemenkes Nomor 920/MENKES/SK/VIII/2002 tentang
Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun.Jakarta.
11. Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta.
12. Notoatmodjo S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
13. Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
14. Green, Lawrence, 1980. Health Education: A Diagnosis Approach, The
John Hopkins University, Mayfield Publishing Co.
15. Undang-Undang Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran
Negara Nomor 109 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4235). Jakarta

36
16. Undang-Undang Republik Indonesia. 1974. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor I Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Mentri/Sekretaris
Negara Republik Indonesia. Jakarta
17. Badan Pusat Statistik. 2016. Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data
Perkawinan Usia Anak di Indonesia. Popular. Jakarta.
18. Badan Pusat Statistik.2017. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2017. Jakarta
19. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah. 2018. Statistik
Kesejahteraan Rakyat Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2018. Palangka
raya.
20. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Barat. 2018. Statistik
Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2018.
Palangka raya.
21. Priohutomo S. 2018. Mencegah pernikahan anak melalui program kkbpk.
22. Fadlyana E, Larasaty S. 2017. Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya.
Sari Pediatri.
23. Cipto Susilo AA. 2014 Pernikahan Dini Dalam Perspektif Kesehatan
Reproduksi. Indones J Heal Sci. 2014
24. Atmilati Khusna N, Soedarto JH. 2017. Hubungan Usia Ibu Menikah Dini
Dengan Status Gizi Batita Di Kabupaten Temanggung. Jurnal Nutrion
Collage.
25. Larasati DA, Nindya TS, Arief YS. 2018 Hubungan antara Kehamilan
Remaja dan Riwayat Pemberian ASI Dengan Kejadian Stunting pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Pujon Kabupaten Malang. Amerta Nutr.
26. Ningsih M. Pola Asuh Ibu Yang Menikah Usia Dini Dengan Status Gizi
Balita (Usia0-59 Bulan) Di Desa Tapen Kecamatan Gerung Lombok Barat
2016. Sangkareang Mataram. 2016;2(2355):3–6.
27. Agustina Endah, Puspito Arum, Alfian Choirul Rizal. 2016. Hubungan
Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Yang Menikah Pada Usia Muda
Dalam Pemenuhan Gizi Balita Usia 3-5 Tahun Dengan Status Gizi Balita
Di Pondok Bersalin Desa Desa Suko Jember Kecamatan Jelbuk Kabupaten
Jember. Politeknik Negeri Jember

37
LAMPIRAN KUISIONER

Identitas Responden

1. Nama Ibu :
2. Usia Ibu :
3. Status Perkawinan :
4. Pekerjaan Ibu :
5. Pendidikan Terakhir Ibu : ( SD / SMP / SMA / Diploma / S1 *)
6. Jumlah Anak Balita :
7. Usia Anak :
8. Jumlah Anggota Keluarga :
9. Pendapatan Rumah Tangga :

(*) lingkari yang sesuai

Instrumen Pengetahuan Ibu tentang Gizi Balita

Pilihlah jawaban yang anda anggap paling tepat dengan memberikan tanda
(X) !

1. Pemberian makanan pada anak sebaiknya disesuaikan dengan.....


a. usia dan kebutuhan gizi anak
b. kesenangan anak
c. kesenangan ibu

2. Zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan terdiri atas....


a. karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan air
b. karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air
c. karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan air

3. Tubuh mendapatkan energi dari 3 jenis zat gizi, yaitu.....


a. karbohidrat, lemak dan vitamin

38
b. karbohidrat, protein dan vitamin
c. karbohidrat, protein dan lemak

4. Bahan makanan berikut yang tidak banyak mengandung karbohidrat


adalah....
a. agar-agar dan jelly
b. makaroni dan mie
c. kentang dan ubi

5. Anak usia 1-3 tahun membutuhkan kalori sebanyak.....


a. 1000 kkal/hari
b. 1700 kkal/hari
c. 2200 kkal /hari

6. Makanan 4 sehat 5 sempurna terdiri dari.....


a. makanan pokok, lauk-pauk, buah, susu, vitamin
b. makanan pokok, sayur, lauk-pauk, buah, vitamin
c. makanan pokok, sayur, lauk-pauk, buah, susu

7. Berikut ini yang bukan termasuk fungsi protein adalah.....


a. mengganti sel-sel jaringan tubuh yang rusak
b. membantu dalam proses pembekuan darah
c. memberi daya tahan tubuh terhadap penyakit

8. Zat yang dapat melarutkan vitamin A, D, E, dan K adalah.....


a. karbohidrat
b. lemak
c. protein

9. Sayuran dan buah-buahan merupakan bahan makanan sumber......

39
a. vitamin dan mineral
b. mineral dan air
c. protein dan vitamin
10. Bahan pangan di bawah ini yang banyak mengandung karoten/pro vitamin
A adalah.....
a. cumi-cumi, udang, ikan
b. tahu, tempe kedelai, bakso
c. pepaya, labu kuning dan brokoli

11. Asam lemak esensial omega-3 yang baik untuk perkembangan otak anak-
anak banyak terdapat pada...
a. ikan, sayuran berwarna kuning dan merah
b. minyak ikan, kacang-kacangan dan vitamin B kompleks
c. minyak kelapa, buah-buahan dan vitamin C

12. Berapakah berat badan ideal untuk anak usia 1 tahun?


a. 8 kg
b. 11 kg
c. 15 kg

13. Berapa banyak susu sebaiknya diberikan kepada anak balita dalam sehari?
a. 2 gelas
b. 5 gelas
c. 7 gelas

14. Merebus sayuran terlalu lama akan menyebabkan hilangnya vitamin dalam
sayuran terutama.....
a. vitamin A dan vitamin D
b. vitamin B dan vitamin C
c. vitamin E dan vitamin K

40
15. Sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning, merah, dan hijau tua
sangat baik dikonsumsi untuk anak-anak karena banyak mengandung....
a. retinol
b. vitamin C
c. karoten

16. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi hilangnya vitamin
larut dalam air saat proses pengolahan adalah.....
a. mencuci bahan makanan setelah dipotong
b. memasak bahan dalam keadaan utuh lalu dipotong sesaat sebelum
disajikan
c. memasukkan bahan yang akan dimasak sebelum cairan mendidih

17. Kekurangan vitamin D pada anak dapat menyebabkan......


a. tulang dan gigi keropos
b. rabun senja
c. kulit kusam

18. Sumber zat besi dapat ditemukan pada bahan pangan berikut, kecuali.....
a. telur, hati, daging
b. bayam, kangkung, seledri
c. tomat, pepaya, wortel

19. Jenis mineral yang sangat berperan dalam pertumbuhan tulang dan gigi
adalah....
a. zat besi
b. iodium
c. fosfor

41
20. Kekurangan protein pada anak-anak dalam jangka waktu lama akan
menyebabkan penyakit...
a. kwashiokor
b. beri – beri
c. marasmus

Pedoman Wawancara Terstruktur Kebiasaan Makan Ibu

1. Berapa kali anda makan dalam sehari?


a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. 4 kali

2. Bagaimana variasi menu/hidangan makanan yang anda makan setiap hari?


a. makanan pokok dan sayur
b. makanan pokok, sayur dan lauk
c. makanan pokok, sayur, lauk dan buah
d. makanan pokok, sayur, lauk, buah dan susu

3. Dari manakah anda biasa mendapatkan makanan? (jawaban boleh lebih


dari 1)
a. membeli di warung/pasar
b. diberi oleh tetangga
c. hasil panen sendiri
d. lain-lain sebutkan .....

42
4. Bahan makanan pokok yang sering anda konsumsi sehari-hari adalah .....
a. nasi/beras
b. ketela
c. mie instan
d. lain-lain sebutkan .....

5. Apakah jenis sayuran yang sering anda konsumsi? (jawaban boleh lebih
dari 1)
a. kacang panjang
b. bayam
c. buncis
d. lain-lain sebutkan .....

6. Jenis sayuran apakah yang anda suka? (jawaban boleh lebih dari 1)
a. lembayung
b. kacang panjang
c. sawi hijau
d. lain-lain sebutkan .....

7. Jenis sayuran apakah yang paling tidak anda suka?


a. kenikir
b. pare
c. buncis
d. lain-lain sebutkan .....

8. Apakah jenis bahan makanan lauk hewani yang paling anda suka?
a. telur
b. ikan

43
c. daging
d. lain-lain sebutkan .....

9. Berapa kali anda mengkonsumsi ikan?


a. 1 kali atau lebih dari 1 kali per hari
b. 1 sampai 6 kali per minggu
c. 1 kali per bulan atau lebih dari sebulan sekali
d. tidak pernah

10. Berapa kali anda mengkonsumsi telur?


a. 1 kali atau lebih dari 1 kali per hari
b. 1 sampai 6 kali per minggu
c. 1 kali per bulan atau lebih dari sebulan sekali
d. tidak pernah

11. Bagaimanakah pengolahan lauk yang sering anda konsumsi ? (jawaban


boleh lebih dari 1)
a. direbus
b. di goreng
c. dibakar
d. lain-lain sebutkan .....

12. Apakah jenis bahan makanan lauk hewani yang paling tidak anda suka?
a. telur
b. ikan
c. daging
d. lain-lain sebutkan .....

13. Apakah buah yang anda suka? (jawaban boleh lebih dari 1)
a. pisang
b. jambu air

44
c. advokad
d. lain-lain sebutkan .....

14. Apakah buah yang tidak anda suka? (jawaban boleh lebih dari 1)
a. sawo
b. semangka
c. advokad
d. lain-lain sebutkan .....

15. Jenis buah apa yang sering anda konsumsi ? (jawaban boleh lebih dari 1)
a. pisang
b. mangga
c. pepaya
d. lain-lain sebutkan .....

16. Berapa kali anda minum susu?


a. 1 kali atau lebih dari 1 kali per hari
b. 1 sampai 6 kali per minggu
c. 1 kali per bulan atau lebih dari sebulan sekali
d. tidak pernah

17. Berapa kali Ibu makan bersama-sama dengan keluarga?


a. 3 kali sehari
b. 2 kali sehari
c. 1 kali sehari
d. tidak pernah

18. Bagaimana cara makan yang sering ibu terapkan?


a. duduk bersama di meja makan dengan anggota keluarga
b. makan sendirian di dapur
c. makan bersama sambil nonton tv

45
d. lain-lain sebutkan .....

Instrumen Pola Pemberian Makanan Balita

a. Sikap Ibu

Berilah tanda (X) pada kolom yang telah disediakan untuk pernyataan di
bawah ini sesuai dengan yang anda lakukan!

No Pernyataan Selalu Sering Kadang Tidak


-Kadang Pernah
A. Penyusunan Menu
1 Saya menyusun menu untuk anak
mengikuti pola menu keluarga
2 Saya memperhatikan komposisi zat
gizi dan variasi menu dalam
menyusun menu untuk anak
3 Penyusunan menu untuk anak
berdasarkan pada makanan yang
saya senangi
4 Saya mengikutsertakan anak dalam
menentukan menu makanan yang
hendak dimakannya
5 Sebelum menentukan jumlah dan
jenis bahan makanan sehari yang
diberikan kepada anak, saya
menghitung kebutuhan zat gizi anak
terlebih dahulu
B.Pengolahan
6 Bahan makanan yang saya olah
untuk anak berasal dari hasil panen
sendiri

46
7 Saya menggunakan bahan makanan
yang masih segar dan berkualitas
baik dalam mengolah makanan
untuk anak
8 Cara pengolahan yang saya lakukan
dalam mengolah makanan untuk
anak bervariasi (misal : direbus,
diungkep atau dikukus)
9 Saya menggunakan bumbu yang
merangsang dan beraroma tajam
dalam mengolah makanan untuk
anak
10 Pada waktu membuat sayur untuk
anak, bahan sayur saya potong-
potong terlebih dahulu sebelum
dicuci kemudian saya masukkan
bahan sayur yang akan dimasak
tersebut sebelum kuah sayur
mendidih.
C. Penyajian
11 Dalam menyajikan makanan untuk
anak, saya membentuk makanan dan
memberi hiasan yang menarik
12 Makanan yang saya sajikan untuk
anak mempunyai komposisi warna
yang sama
13 Saya memberikan makan untuk anak
langsung dalam porsi banyak
14 Saya menggunakan alat makan yang
menarik dalam menyajikan makanan

47
untuk anak (misal:bentuk badut, ikan
dll.)
15 Saya membuat variasi penyajian
makanan untuk anak meskipun dari
bahan yang sama
D. Cara Pemberian Makanan untuk Anak
16 Pola makan anak yang diterapkan
dalam sehari terdiri dari 3 kali makan
utama (pagi, siang dan malam) serta
2 kali makanan selingan
17 Pemberian makanan untuk anak
dilakukan secara teratur sesuai
dengan jadwal makan
18 Saya dibantu oleh anggota keluarga
yang lain dalam memberikan
makanan kepada anak
19 Saya memberikan makanan yang
nilai gizinya baik meskipun saya
tidak menyukainya
20 Saya memberikan susu atau
makanan selingan kepada anak dekat
dengan waktu makan utama
21 Saya melarang anak mengambil
makanan sendiri karena sering
tumpah dan berceceran
22 Saya memaksa anak untuk
menghabiskan porsi makanan yang
saya siapkan
23 Pada waktu memberikan makanan,
saya mengajaknya makan sambil

48
bermain dan jalan-jalan di luar
rumah
24 Saya mengawasi dan mendampingi
anak ketika makan

b. Konsumsi Makan Balita


Jawablah dengan memberi tanda (X) pada kolom yang tersedia sesuai dengan
yang dikonsumsi anak!
Nama Bahan Frekuensi Konsumsi
No Makanan Keter
>1x 1x 4–6x 1-3x 1x >1x Tidak angan
/hari /hari /minggu /minggu /bulan /bulan Pernah
1 Bahan Makanan Pokok
a Beras
/nasi
b Jagung
c ketela
d. ubi
e. kentang
f. roti
g. sagu
h. mie
i. makaroni
j. lain-lain
sebutkan
1. ….
2. ….
3. ….
2 Buah - Buahan
a pisang

49
b pepaya
c jeruk
d. apel
e. nanas
f. mangga
g. Se-
mangka
h. jambu air
i. jambu
biji
j Be-
limbing
k advokad
l sawo
o melon
P lain-lain
sebutkan
1. ….
2. ….
3. ….
3 Bahan Sayur - Sayuran
a Bayam
b Kang-
kung
c Selada
d Daun
Sing-
kong
e Kacang
Panjang

50
f Wortel
g Labu
h Kol/
Kubis
i Buncis
j Terong
k Gambas
i Seledri
l Jamur
m lain-lain
sebutkan
1. ….
2. ….
3. ….
4 Bahan Lauk Hewani
a Sapi
b Ayam
c Telur
Ayam
d Telur Itik
e Telur
Puyuh
f Hati
Ayam
g Ikan
Segar
h Ikan
Asin
i Udang
j Kepiting

51
k Kambing
l lain-lain
sebutkan
1. ….
2. ….
3. ….
5 Bahan Lauk Nabati
a Tempe
b Tahu
c Kacang
Tanah
d Kacang
Merah
e Perkedel
Kelapa
f lain-lain
sebutkan
1. ….
2. ….
3. ….
6 Makanan Selingan
a Bakwan
Jagung
b Pisang
Goreng
c Lumpia
d Biskuit
e Creakers
f Snack

52
g lain-lain
sebutkan
1. ….
2. ….
3. ….
7 Susu
a Asi
b Susu
Formula
c Susu
Sapi
Segar
d Susu
Kedelai
e lain-lain
sebutkan
1. ….
2. ….
3. ….

53

You might also like