You are on page 1of 38

LAPORAN PRAKTIKUM

PERENCANAAN TATA LETAK FASILITAS

KELOMPOK 3

KELAS TID7B3

GIRINDRA ADITYA 201510215023

MARIA DWI S 201510215206

BUDI APRIANTO 201510215143

MUARIF AZWAR 201510215052

MARKUS 201510215000

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA

BEKASI

2018
DAFTAR ISI

Modul 1 : Layout, Aliran Bahan & OPC

Modul 2 : Jarak & Ongkos Material Handling (OMH)

Modul 3 : FTC, Skala Prioritas & ARD

Modul 4 : ARC & AAD

Modul 5 : Aplikasi Software WINQSB


MODUL 1

Layout, Aliran Material & OPC

A. Dasar Teori
1. Layout

Tata letak pabrik dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas
pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Pengaturan tersebut akan
memanfaatkan luas area (space) untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang
produksi lainnya, kelancaran gerakan material, penyimpanan material (storage) baik
yang bersifat temporer maupun permanen, personil pekerja dan sebagainya. Secara
sempit, Plant Layout diartikan sebagai pengaturan tata letak / penyusunan fasilitas fisik
dari pabrik tersebut. Dalam tata letak pabrik ada 2 (dua) hal yang diatur letaknya yaitu
pengaturan mesin (machine layout) dan pengaturan departemen yang ada dari pabrik
(department layout).

Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik ialah mengatur area kerja
dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk beroperasi aman dan nyaman
sehingga akan menaikkan moral kerja dan performance dari operator. Lebih spesifik
lagi tata letak yang baik akan memberikan keuntungan dalam sistem produksi, yaitu
antara lain :

1. Menaikkan output produksi.

Suatu tata letak yang baik akan memberikan keluaran (output) yang lebih besar, man
hours yang lebih kecil dan mengurangi jam kerja mesin (machine hours).

2. Mengurangi waktu tunggu (delay).

Mengatur keseimbangan antara waktu operasi produksi dan beban dari masing–masing
departemen atau mesin adalah bagian kerja dari yang bertanggung jawab terhadap
desain tata letak pabrik. Pengaturan tata letak yang terkoordinir dan terencana baik
akan dapat mengurangi waktu tunggu (delay) yang berlebihan.

3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling).


Proses perencanaan dan perancangan tata letak pabrik akan lebih menekankan
desainnya pada usaha memindahkan aktivitas pemindahan bahan pada saat proses
produksi berlangsung

4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service.

Jalan lintas, material yang menumpuk, jarak antara mesin yang berlebihan, dan lain–
lain semuanya akan menambah area yang dibutuhkan untuk pabrik. Suatu perencanaan
tata letak yang optimal akan mencoba mengatasi segala masalah pemborosan
pemakaian ruangan ini dan berusaha untuk mengkoreksinya.

5. Pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja, dan/atau fasilitas
produksi. Pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja,
dan/atau fasilitas produksi lainnya. Faktor–faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja, dan
lain–lain adalah erat kaitannya dengan biaya produksi. Suatu tata letak yang terencana
baik akan banyak membantu pendayagunaan elemen produksi secara lebih efektif dan
lebih efisien.

a) Mengurangi inventory in process. Sistem produksi pada dasarnya menghendaki


sedapat mungkin bahan baku untuk berpindah dari suatu operasi langsung ke
operasi berikutnya secepanya dan berusaha mengurangi bertumpuknya bahan
setengah jadi (material in process). Problem ini terutama bisa dilaksanakan dengan
mengurangi waktu tunggu (delay) dan bahan yang menunggu untuk segera
diproses.
b) Proses manufacturing yang lebih singkat. Dengan memperpendek jarak antara
operasi satu dengan operasi berikutnya dan mengurangi bahan yang menunggu
serta storage yang tidak diperlukan maka waktu yang diperlukan dari bahan baku
untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam pabrik dapat
diperpendek sehingga secara total waktu produksi akan dapat pula diperpendek.
c) Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator.
Perencanaan tata letak pabrik juga ditujukan untuk membuat suasana kerja yang
nyaman dan aman bagi mereka yang bekerja didalamnya. Hal yang dianggap
membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator haruslah
dihindari.
d) Memperbaiki moral dan kepuasan kerja. Pada dasarnya orang menginginkan untuk
bekerja dalam suatu pabrik segala sesuatunya diatur secara tertib, rapi dan baik.
Penerangan yang cukup, sirkulasi yang baik, dan lain–lain akan menciptakan
suasana lingkungan kerja yang menyenangkan sehingga moral dan kepuasan kerja
akan dapat lebih ditingkatkan. Hasil positif dari kondisi ini tentu saja berupa
performance kerja lebih baik dan akan meningkatkan produktivitas kerja.
e) Mempermudah aktivitas supervise. Dengan meletakkan kantor / ruangan yang
tepat, maka seorang supervisor akan dapat dengan mudah mengamati segala
aktivitas yang sedang berlangsung diarea kerja yang berada dibawah pengawasan
dan tanggung jawabnya.
f) Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran. Material yang menunggu, gerakan
pemindahan yang tidak perlu, serta banyaknya perpotongan (intersection) dari
lintasan yang ada akan menyebabkan kesimpangsiuran yang akhirnya akan
membawa kearah kemacetan. Dengan memakai material secara langsung dan
secepatnya, serta menjaganya untuk selalu bergerak, maka labor cost dapat
dikurangi sekitar 40% dan yang lebih penting lagi hal ini akan mengurangi
problema kesimpangsiuran dan kemacetan didalam aktivitas pemindahan bahan.
Layout yang baik akan memberikan luasan yang cukup untuk seluruh operasi yang
diperlukan dan proses dapat berlangsung lebih mudah dan sederhana.
Contoh Gambar Layout

2. Aliran Bahan

Perancangan fasilitas seperti aliran bahan sangat penting karena merupakan tulang
punggung terwujudnya tata letak dan fasilitas yang efisien dan efektif. Aliran bahan
harus dirancang dengan cermat sehingga tidak menjadi suatu pola aliran yang
mebingungkan seperti benang yang kusut, dapat dikatakan bahwa keberhasilan
perusahaan atau paling tidak profitabilitasnya merupakan pantulan langsung dari usaha
yang berjalan dalam perencanaan ini.

Analisis aliran bahan dan proses ditujukan untuk menentukan proses dan peralatan yang
diperlukan dan bagaimana aliran bahan secara umum dilaksanakan. Analisis aliran tergantung
pada :

1. Bahan atau produk (karakteristik, ukuran lot, jumlah operasi)


2. Strategi dan peralatan material handling (prinsip pemindahan bahan, satuan yang
dipindah dan peralatan yang dibutuhkan.

3. Tata letak dan konfigurasi bangunan (ukuran, bentuk, jumlah lantai, letak pintu,
letak dan Gambar Pentingnya aliran bahan (Apple, 1990)

Pola Aliran Bahan Proses Produksi

Contoh Pola Aliran Bahan


3. Operation Proses Chart (OPC)

Simbol aktivitas yang digunakan dalam membuat peta proses operasi adalah sebagai
berikut :

OPC atau Peta proses operasi adalah suatu peta yang menggambarkan langkah
langkah proses yang dialami oleh suatu bahan yang meliputi urutan proses operasi
dan pemeriksaan.
Contoh OPC
DESKRIPSI

CV. Dimas Rotan, Trangsan Gatak Sukoharjo adalah perusahaan bergerak


dalam produksi funiture yang terbuat dari rotan yang didirikan pada tahun 2000 yang
berlokasi di Trangsan – Sukoharjo. Proses produksi CV. Dimas rotan melalui beberapa
tahapan yang pertama yaitu dengan pembuatan kerangka, Kerangka terbuat dari dua
macam bahan yaitu rotan dan kayu.Untuk kerangka dari rotan, mula-mula rotan
batangan diluruskan, kemudian diukur sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, setelah
diukur diperiksa dulu sebelum dipotong agar tidak terjadi kekeliruan, kemudian rotan
dipotong-potong, setelah pemotongan selesai dilakukan pengamplasan agar ruas-ruas
rotan menjadi halus, setelah dipotong dan diamplas, rotan direndam dalam larutan
pengawet sekitar 1.5 jam sampai 2 jam agar rotan menjadi kuat dan tahan lama,
selanjutnya diperiksa apakah larutan tersebut sudah merata atau belum,kemudian rotan
dijemur sampai kering setelah kering rotan siap untuk dilakukan pengamalan dan
dirakit. Pertama rotan batangan dilubangi dan dibengkokkan sesuai dengan model yang
telah direncanakan, agar bekas potongan dan perlubangan menjadi halus dan rata maka
rotan diamplas lagi, selanjutnya menggabungkan bagian yang satu dengan yang lain
yaitu menggabungkan kerangka kaki-kaki, sandaran dan alas duduk, setelah digabung
proses selanjutnya adalah pengamplasan dan pendempulan. Dempul yang terdiri dari
tawur talk dan melamit yang dicampur dibubuhkan pada rotan yang berlubang sebelum
diadakan pengamplasan. Karena produk sudah dirakit maka pengamplasan
menggunakan amplas lembaran, setelah proses pengamplasan dan pendempulan,
produk sudah dapat dikatakan setengah jadi. Kerangka dari kayu biasanya CV. Dimas
Rotan memesan dari perusahaan lain karena bahan baku kayu untuk membuat kerangka
tidak tersedia.

Pada Tahap kedua yaitu penganyaman Setelah kerangka tersebut selesai dibuat
proses selanjutnya kerangka dibalut dengan anyam rotan dan enceng gondok Rotan dan
enceng gondok tersebut dirangkai menjadi satu sehingga membentuk sebuah anyaman.
biasanya untuk ukuran kursi kecil pekerja menyelesaikan satu hari dua kursi,
sedangkan ukuran kursi besar dua hari baru selesai satu kursi. Selanjutnya pembuatan
alas meja dan kursi, Alas duduk yang digunakan terbuat dari kain. pertama kain diukur
sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, kemudian diperiksa apakah ukurannya sudah
sesuai atau belum, selanjutnya kain dipotong sesuai dengan pola yang telah ditentukan,
kemudian kain dijahit, setelah dijahit kain diisi dengan spon atau busa agar tampak
lebih tebal,kemudian diperiksa lagi agar alas duduk yang dihasilkan berkualitas baik.

Pada Proses Finishing yaitu dilakukan dengan secara natural dan secara Klir
atau Pewarnaan, setelah proses pewarnaan yaitu proses pengeringan yang nantinya
setelah kering akan dilakukan proses barang di inspeksi atau Quality Control akhir
untuk di periksa kualitas barang, setelah barang dinyatakan bagus atau tidak cacat
dilakukan packing (pengemasan) barang dan barang akan disimpan dalam gudang.
Berikut adalah Layout dan Aliran Bahan pada CV.Dimas Rotan
Operition Process Chart (OPC)
MODUL 2

JARAK & ONNGKOS MATERIAL HANDLING (OMH)

A. Dasar Teori
1. Jarak
Terdapat beberpa sistem pengukurn jarak antara departement yang digunakan
perusahaan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Ukuran jarak dalam dalam
perancangan tata letak dibagi menjadi tujuh, yaitu :
1. Euclidean, merupakan jarak yang diukur lurus antara pusat fasilitas satu dengan
pusat fasilitas lainnya. Formula yang digunakan dalam pengukuran jarak euclidien
yaitu :
dij = [(xi – xj)2 + (yi – yj)2]1/2............(V.1)
Dimana : xi = koordinat x pada pusat fasilitas i
yi = koordinat x pada pusat fasilitas j
dij = jarak antara pusat fasilitas i dan j

Gambar Jarak Euclidean

2. Squared Euclidien, merupakan pengukuran jarak dengan mengkuadratkan jarak


euclidean dimana adanya pembebanan lebih besar kepada pasangan fasilitas yang
berjauhan dari pada pasangan yang berdekatan. Adapun formula yang digunakan :
dij = (xi – xj)2 + (yi – yj)2...........(V.2)
Dimana : xi = koordinat x pada pusat fasilitas i
yi = koordinat x pada pusat fasilitas j
dij = jarak antara pusat fasilitas i dan j
3. Rectilinear, merupakan jarak yang diukur mengikuti jalur tegak lurus dari satu titik
pusat fasilitas ke titik pusat fassilitas lainnya. Formula yang digunkan dalam
pengukuran jarak rectilinear yaitu :
dij = |xi – xj| + |yi – yj|..............(V.3)
Dimana : xi = koordinat x pada pusat fasilitass i
yi = koordinat x pada pusat fasilitas j
dij = jarak antara pusat fassilitas i dan j

Gambar Jarak Rectilinear

4. Tchebychev, adalah pengukuran ini biasanya diapliasikan pada permasalahan


system picking, dimana dimensi yang dipakai adalah tiga dimensi, sehingga
formalitasnya yaitu :
dij = max(|xi – xj|,|yi – yj|,|zi – zj|)..............(V.4)
5. Aisle Distance, adalah pengukuran jarak secara aktual, dengan mengukur jarak
sepanjang lintasan yang dilalui alat pengangkut bahan atau material handling.

Gambar Aisle Distance


6. Adjacency, bila fasilitas atau departemen i dan j saling berhubungan secara
langsung (adjacency) maka nilai kedekatan = 1 ; bila tidak = 0
dik = d kj = 1
dij = 0
Gambar Adjacency

7. Shortest Path, adalah perhitungan jarak shortest parh biasa digunakan dalam
permasalahan network location, shortest path dipergunakan untuk menentukan
jarak dua titik yang paling pendek.

Contoh Jarak

Diketahui tata letak awal sebagai berikut :

 Dari gambar tersebut diketahui lokasi titik pusat tata letak sebagai berikut :

Gambar Lokasi Titik Pusat Tata Letak

 Lokasi sentral :
(Xa , Ya) = (20 , 60) (Xc , Yc) = (20 , 20)
(Xb , Yb) = (80 , 65) (Xd , Yd) = (80 , 25)
 Dari koordinat lokasi titik pusat (centroid) masing – masing departemen
dihitung jarak rectilinear.
 Sebagai contoh jarak rectilinear diantara koordinat lokasi titik pusat (centroid)
untuk departemen A dan B :
|Xa – Xb| + |Ya – Yb| = |20 – 80| + |60 – 65| = 65
 Hasil mutlak jarak adalah sebagai berikut :

 Apabila luas area sebagai berikut :


 Maka dihitung dengan menggunakan titik berat dengan formula sebagai berikut :

 Jadi koordinat sentral tiap – tiap departemen adalah :


untuk departemen A (Xa , Ya) = (20 , 60) ; departemen B (Xb , Yb) = (80 , 65) ;
departemen C (Xc , Yc) = (80 , 40) dan departemen D (Xd , Yd) = (56 , 17).

Contoh Perhitungan Jarak

Pengukuran jara secara actual (aisle distance) dengan mengukur jarak sepanjang lintas
yang dilalui alat pengangkut bahan atau material handling

Berikut ini adalah keterangan mengenai jarak antara area departemen dari tata letak
diatas.

Departemen Departemen Jarak Antara Departemen


Asal Tujuan (meter)

A B 8,4
B C 9,8

C D 9

D E 11,6

F F 30

G G 5,5

Total 76,3

Keterangan :

A : Incoming Check E : Asssy 2WD

B : Inventory Stock F : Out Going Inspection

C : Pre Assy G : Finish Good

D : WIP After Pre Assy

2. Ongkos Material Handling

Material handling dinyatakan sebagai seni dan ilmu yang meliputi penanganan
(handling), pemindahan (moving), pengepakan (packaging), penyimpanan (storing)
sekaligus pengendalian (controlling) dari bahan baku atau material dengan segala
bentuknya. Ongkos material handling (OMH) merupakan biaya yang dikeluarkan
untuk transportasi material mulai dari bahan baku, bahan setengah jadi sampai bahan
jadi.

Besaran ongkos material handling (OMH) tergantung pada beberapa faktor, yaitu :

 Jenis Alat Angkut


Jenis alat angkut ini ditentukan oleh beban yang dibawa. Untuk efisiensi, selama
dapat ditangani oleh manusia maka material dapat diangkut oleh manusia. Apabila
material yang diangkut melebihi beban yang dapat diangkut oleh manusia maka dapat
digunakan alat bantu. Namun, perlu diperhatikan bahwa biaya penggunaan alat bantu
lebih mahal daripada biaya tenaga manusia.
 Berat Benda yang Dipindahkan
Berat material yang harus dipindahkan akan menentukan penggunaan suatu jenis
alat angkut. Semakin berat beban, alat yang digunakan semakin besar daya angkutnya
dan tentunya akan mempunyai ongkos yang lebih besar pula.
 Jarak Perpindahan
Jika sudah mengetahui alat angkut apa yang harus digunakan maka faktor
berikutnya yang berpengaruh adalah jarak perpindahan. Semakin jauh jarak yang
digunakan maka ongkos yang dibutuhkan akan semakin besar.
Salah satu cara untuk menekan atau mereduksi biaya produksi adalah dengan
mereduksi ongkos material handling. Besar kecilnya ongkos material handling
berhubungan erat dengan tata letak fasilitas pabrik. Tata letak fasilitas pabrik yang
tidak memperhatikan aliran proses produksi dan penempatan mesin-mesin produksi
menyebabkan biaya material handling menjadi besar dan hal ini akan berpengaruh
signifikan terhadap besarnya biaya produksi, berkisar 20-50% dari total biaya operasi
manufaktur berasal dari ongkos material handling (OMH) dan ongkos yang
berhubungan dengan tata letak. Jika penggunaan material handling efisien maka secara
tidak langsung akan menyebabkan peningkatan kapasitas serta pengurangan biaya
produksi dan bottleneck pada proses produksi.
Terdapat beberapa cara untuk meminimasi biaya material handling antara lain sebagai
berikut :
1. Mengurangi idle time.
2. Memaksimalkan penggunaan peralatan untuk mendapatkan satuan muatan yang
tinggi.
3. Meminimumkan perpindahan dan gerakan bolak – balik material handling untuk
mengurangi biaya operasi.
4. Mengatur jarak antara fasilitas sedekat mungkin agar perpindahan material menjadi
lebih optimal.
5. Menggunakan peralatan yang tepat untuk mengurangi kerusakan material dan
menggunakan muatan satuan yang sesuai.
6. Melakukan perawatan pada peralatan untuk mencegah perbaikan yang memerlukan
biaya besar.
Rumus :

 Jika terdapat material handling equipment yang dalam penggunaannya


menggunakan listrik atau bensin maka total biaya harus memperhitungkan biaya
tersebut.

 Input ongkos material handling meliputi tabel material, Operation Process Chart
(OPC) , Routing sheet , tabel luas lantai dan jarak mesin

 Output Ongkos Material handling berupa tabel dan total ongkos material handling
suatu pabrik.

Contoh OMH

Biaya penanganan bahan merupakan biaya yang dibutuhkan dalam aktivitas


pemindahan bahan, dimana biaya tersebut menyangkut biaya tenaga kerja dan biaya
alat angkut pemindahan setiap departemen, sehingga biaya alat angkut tersebut masuk
kedalam biaya tenaga kerja.

Adapun perhitungan untuk ongkos material handling permeter (OMH/meter) nya


adalah sebagai berikut :
 Menentukan depresiasi dengan menggunakan depresiasi garis lurus

 Jarak pengangkutan tiap jam

 Total biaya (maintainance + bahan bakar + depresiasi + operator)

 Ongkos material handling (OMH)


Deskripisi Aktifitas

Area aktifitas produksi CV.Dimas rotan terbagi menjadi beberapa area kerja yaitu

Berikut bentuk layout Pabrik 1 CV. Dimas Rotan


Bentuk Layout Pabrik 2

Berikut adalah keterangan mengenai jarak antara area departemen dari tata letak
fasilitas diatas

Area Dari Ke Jarak (m)

A C 14,25

Lokasi pabrik 1 B BR 5,5

BR E 23,5

C D 18,5

D E 15,5

E F 14,5

F G 2000

G H 11

Lokasi pabrik 2 H I 12,5


I J 5,5

Total 2101,75

Titik Pusat Area Aktivitas Pabrik Pertama

Pabrik 1

Stasiun X Y

A 16,5 2,25

B 12 12

C 5,5 5,5

D 12,75 16,75

E 4,5 9,5

F 16,5 7

BR 8,5 10

Titik Pusat Area Aktivitas Pabrik Kedua


Penentuan Ongkos Material Handling dengan Tenaga Manual (Manusia)

Biaya perpindahan yang dilkerjakan oleh tenaga manual (manusia) adalah 33,47
permeter dengan perincian yang dapat dilihat pada table berikut :

Manual (manusia
B BR
) 1379 5,5 7585

Manual (manusia
BR E
) 1379 4,5 6206

Manual (manusia
D E
) 1008 15,5 15624

Manual (manusia
E F
) 919 14,5 13326

Manual (manusia
G H
) 1023 11 11253

Manual (manusia
H I
) 1213 12,5 15163

Manual (manusia
I J
) 1213 5,5 6672

Total 9694 101,75 102476,5


Gaji untuk 42 pekerja perbulan = Rp. 750000 x 42 = 31500000 perbulan dikonversikan
dalam gaji menit. Dalam bulan = 26 hari kerja, dalam sehari kerja = 7 jam (420 menit).
Sehingga diperoleh :

Perhitungan Ongkos Perpindahan Material Alat Angkut Manual (Manusia)

Ongkos Material Handling dengan menggunakan kendaraan mobil Suzuki Carry


Pick Up 1.5 Tahun 2008

 Biaya pembelian = Rp. 77.000.000


 Umur ekonomis = 15 Tahun
 Jumlah kendaraan = 1 Buah
 1 Bulan = 26 hari , dan 1 tahun = 312 hari
 1 Hari = 7 Jam Kerja
 Harga Ban = Rp. 250000 /buah , masa pakai 1 tahun
 Harga Pelumas+ filter oil = Rp.160000 dan masa pergantian per 2 bulan
 Biaya servis perawatan = Rp. 150000 2 bulan
 Jumlah Pekerja yang di perlukan = 1 Orang
 Gaji pekerja pengankutan merangkap sopir = Rp 750000 /bulan
OMH permeter dengan mobil pickup =
Total OMH A-C / bulan = frekuensi A-C x jarak A-C x OMH A-C /meter

= 520 kali x 14,25 meter x Rp.33, 47 = Rp.248012,70

Total Ongkos Material Handling (OMH) Perbulan

Frekue Frekuensi x OMH/meter Total OMH


Alat nsi Jarak (m)
Dari Ke Jarak (Rp) /bulan (Rp)
Angkut
[1] [2] [3] = [1]*[2] [4] [5] = [3]*[4]

Manual

A C (manusia

) 520 14,25 7410 33,47 248012,70

Manual

B BR (manusia

) 1380 5,5 5544 33,47 185557,68

Manual

BR E (manusia

) 1380 4,5 4136 33,47 138415,19

Manual

C D (manusia

) 1040 18,5 25530 33,47 854489,10

Manual

D E (manusia
) 1008 15,5 21390 33,47 715923,30

Manual

E F (manusia

) 919 14,5 15080 33,47 504727,60

F G Colt 92 2000 184000 7,75 1426000,00

pickup

Manual

G H (manusia 1023 11 11253 33,47 376637,91

Manual

H I (manusia 1213 12,5 15163 33,47 507488,88

Manual

I J (manusia 1213 5,5 6672 33,47 223295,11

Total 2101,75 296176,50 5180547,46


MODUL III

FTC, SKALA PRIORITAS & ARD

A. Dasar Teori
1. From To Chart (FTC)
From to chart (FTC) adalah suatu teknik konvensional yang umum digunakan
untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam suatu proses
produksi. From to chart merupakan adaptasi dari mileage chart yang umumnya
dijumpai pada suatu peta perjalanan (road map), sehingga menunjukan total berat
beban. From to chart (FTC) kadang-kadang disebut sebagai trip frequency chart atau
Travel Chart adalah suatu teknik konvensional yang umum digunakan untuk
perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam suatu proses produksi.
Teknik ini sangat berguna untuk kondisi-kondisi dimana banyak item yang mengalir
melalui suatu area seperti job shop, bengkel permesinan, kantor dan lain-lain.

From to chart juga dikenal sebagai travel chart atau cross chart, umunya terdiri dari
besaran-besaran aliran material antara dua bagunan departemen atau mesin. Peta from
to chart memberikan informasi mengenai jumlah perjalanan material handling antara
dua pusat aktifitas dan total jarak material handling. From To Chart berguna dalam
kegiatan perencanaan tata letak dan pemindahan material di suatu lokasi, dimana
banyak aliran material yang terlibat yaitu untuk melihat keterkaitan antar seluruh
kegiatan produksi. FTC selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan outflow-inflow
chart untuk merencanakan penempatan lokasi kegiatan yang paling menguntungkan.
Input yang dibutuhkan dalam pembuatan FTC adalah OMH. Adapun kegunaan FTC
Sebagai berikut :

a. Menganalisis perpindahan bahan.


b. Merencanakan pola aliran.
c. Penentuan lokasi kegiatan.
d. Pengukuran efisiensi pola aliran.
e. Menunjukan ketergantungan satu kegiatan dengan kegiatan lainnya.
f. Menunjukan hubungan kuantitatif antara kegiatan dan perpindahannya.

Gambar diatas berbentuk matriks dengan baris asal material dan kolom menunjukan
tujuan material.

From To Chart inflow-outflow merupakan koefisien ongkos pada from to chart dilihat
dari ongkos yang masuk ke suatu mesin. From to chart inflow-outflow berguna untuk
mengetahui lokasi kegiatan mana yang harus direncanakan berdekatan agar ongkos
material handling total menjadi minimum. Input perhitungan inflow-outflow berasal
dari OMH dan FTC, yaitu berdasarkan ongkos yang dibutuhkan untuk material
handling dari suatu mesin ke mesin lainnya dan sebaliknya.

Untuk mencari nilai From To Chart inflow-outflow, maka digunakan rumus berikut :

From to chart outflow

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑌 (𝑑𝑎𝑟𝑖 𝐹𝑇𝐶 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑠𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎

From to chart inflow

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑋 (𝑑𝑎𝑟𝑖 𝐹𝑇𝐶 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑢𝑗𝑢𝑎𝑛
2. Skala Prioritas

Tabel Skala Prioritas (TSP) adalah suatu tabel yang menggambarkan urutan
prioritas antara dpartemen atau mesin dalam suatu lintas atau layout produksi. Pada
pembuatan tabel skala prioritas (TSP) ada beberapa tujuan pembuatan dalam
pembuatan tabel skala prioritas dan tujuan dari pembuatan tabel skala prioritas adalah
sebagai berikut:

a. Untuk meminimumkan ongkos.


b. Memperkecil jarak handling.
c. Mengoptimalkan layout.
Pengisian derajat kedekatan pada table skala prioritas berdasarkan angka-angka atau
koefisien dari FTC inflow-outflow yang telah diurutkan. Kemudian dikelompokan
yaiut berdasarkan koefisien terbesar dan seterusnya sampai harga koefisien terkecil dan
jumlah prioritas ditentukan berdasarkan banyaknya frekuensi yang masuk ke salah satu
departemen.

Skala prioritas dibagi menjadi 2 macam yaitu :

1. Skala prioritas inflow (dibuat berdasarkan FTC inflow)


Nilai Koefisien Mesin Asal ^ Nilai from to chart inflow
2. Skala Prioritas Outflow
Nilai Koefisien Mesin Tujuan ^ Nilai from to chart outflow

Contoh Tabel skala prioritas


Setelah mendapatkan nilai outflow-inflow maka langkah selanjutnya adalah membuat
table Skala Prioritas (TSP) seperti berikut :
Nama Skala Prioritas
No
Departemen 1 2 3 4 5
Gudang 0.060
1
bahan baku 2
0.092
2 Meja Ukur
3
Meja 0.045
3
Pemotongan 4
0.043 0.022
4 Ms. Paturn
6 5
Ms. Bordir 0.051 0.041
5
Stik 8 7
Ms. Bordir 0.057 0.048
6
Corneli 7 8
0.043
7 Ms. Obras
8
0.056
8 Ms. Jahit
9
0.034
9 Ms. Makeup
10
Ms. 0.060
10
Pelubangan 11
0.102
11 Ms. Kancing
12
0.558
12 Mj. Setrika
13
Mj. -
13
Pengepakan 14
Gudang -
14
Produk jadi -

3. Activity Relationship Diagram (ARD)


ARD adalah diagram hubungan antar aktivitas (departemen atau mesin)
berdasarkan tingkat prioritas kedekatan, sehingga diharapkan ongkos handling
minimum. Dasar untuk membuat ARD yaitu TSP, jadi yang menempati prioritas
pertama pada TSP harus didekatkan letaknya lalu diikuti prioritas berikutnya. Area
pada ARD diasumsikan sama, baru pada revisi disesuaikan berdasarkan ARD lini dan
areanya sesuai dengan luas masing-masing aktivitas yang diperkecil dengan skala
tertentu. Adapun keuntungan pembuatan ARD ini adalah:

1. Pembagian wilayah kegiatan yang sistematis.


2. Memudahkan proses tata letak.
3. Meminimumkan ruangan yang tidak terpakai.
4. Menterjemahkan perkiraan area ke dalam suatu peraturan pendahuluan dalam
bentuk yang dapat dilihat.
5. Memberikan perkiraan luas letak.

6. Menjamin ruangan yang cukup.

7. dasar bagi perencanaan selanjutnya.

Dalam analisa desain tata letak derajat hubungan aktivitas (activity relationship) adalah
merupakan factor yang pokok untuk lebih memperhatikan ditinjau dari aspek
kuantitatif saja maka untuk langkah ini dapat langsung diagram keterkaitan aktivitas
(ARD).

Pada saat pembuatan ARD ini kemungkinan terjadinya kesalahan sangat besar
karena berangkat dari asumsi bahwa semua mesin atau departemen berdekatan satu
sama lain. Adapun yang dimaksud kesalahan disini adalah suatu keadaan dimana
mesin atau departemen yang mendapat prioritas satu tidak dapat menempati posisinya
untuk saling berdekatan satu sama lain tanpa ada pembatas dari departemen lain.
Adapun batas kesalahan yang diijinkan dalam penempatan mesin atau departemen
tersebut adalah maksimal dua buah kesalahan.

Contoh ARD
CONTOH :

Perhitungan FTC serta Inflow dan Outflow

Ongkos pengangkutan pada tata letak awal yang keluar dari setiap departemen dengan
from to chart (Tabel 1). FTC adalah teknik konvensional yang menjelaskan ongkos yang
keluar dari departemen awal ke tujuan. Setelah itu membuat inflow dan outflow, dimana
inflow adalah koefisien ongkos yang masuk dari suatu departemen kedepartemen lainnya
sedangkan outflow adalah koefisien ongkos yang keluar. Rekapitulas inflow dan outflow
untuk seluruh departemen, diperlihatkan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Form to chart

TABEL FORM TO CHART


FORM TO A B BR C D E F G H I J TOTAL
A 248012;70 248012;70
B 185557,68 185557,68
BR 138415,19 138415,19
C 854489,1 854489,1
D 715923,3 715923,3
E 504727,6 504727,6
F 1426000 1426000
G 376637,91 376637,91
H 507488,88 507488,88
I 223295,11 223295,11
TOTAL 185557,68 248012;70 854489,1 854338,49 504727,6 1426000 376637,91 507488,88 223295,11 5180547,46

TABEL .1

INFLOW
TABEL INFLOW
FORM TO A B BR C D E F G H I J TOTAL
A 1 1
B 1 1
BR 0,16 0,16
C 1 1
D 0,83 0,83
E 1 1
F 1 1
G 1 1
H 1 1
I 1 1
TOTAL 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9

TABEL .2

TSP Setelah menghitung Ongkos Material Handling (OMH) dan From to Chart (FTC),
langkah berikutnya membuat TSP. Tabel ini berguna untuk membuat ARD dan AAD
alternative berdasarkan prioritas kedekatan antar departemen yang diperoleh dari inflow dan
outflow, dengan memperhatikan koefisien ongkos terbesar dari suatu departemen. Penyusunan
table skala prioritas diperlihatkan pada Tabel 6.

OUTFLOW

TABEL . 3

SKALA PRIORITAS
Nama Skala Prioritas
No
Departemen 1 2 3 4 5
Gudang bahan 0.90
1
baku rotan 2
Gudang bahan 1.34
2
baku rajutan 3
0.27
3 Bak Rendaman
4
Stasiun 1.19
4
Pemotongan 5
1.41
5 Stasiun Kerangka
6
Stasiun 0.35
6
Pengayaman 7
Gudang Produk 3.78
7
Stngh Jadi 8
0.74
8 Stasiun finishing
9
Stasiun
9
Pengeringan 10
Stasiun 2.27
10
Pengepakan 11
Gudang Produk 1
11
Jadi 12
TABEL . 4

ARD dan AAD Alternatif


Setelah membuat table skala prioritas, selanjutnya membuat ARD (Activity Relationship
Diagram) merupakan hasil dari TSP kedalam suatu diagram untuk menyusun tingkat kedekatan
berdasarkan prioritas yang telah dibuat. AAD(Area Alocation Diagram) merupakan lanjutan
penganalisaan tata letak setelah ARD, maka sesuai dengan pendeskripsian ARD maka dapat
dibuat AAD. AAD merupakan template global dan merupakan informasi pemanfaatan area.
Tujuan dibuatnya 3 alternatif ARD dan AAD ini adalah agar mendapatkan tata letak usulan
yang paling minimum untuk dianalisis serta dibandingkan dengan tata letak awal.

You might also like