You are on page 1of 23

TUGAS BEDAH MULUT II

IMPAKSI RAHANG BAWAH

Kelompok 2:

1. Nur Isya Sagita ( 04081004019 ) 9. Syahrul Fatah Mauludi ( 04081004027 )


2. Andri Corentus Leo ( 04081004020 ) 10. Lina Effendi ( 04081004028 )
3. Aryanti Agustini ( 04081004021 ) 11. Ogie Wijayanto ( 04081004030 )
4. April Andra Leka ( 04081004022 ) 12. Muhammad Haikal ( 04081004031 )
5. Gusti Tri Wahyuni ( 04081004023 ) 13. Rifemi Gusyanti ( 04081004032 )
6. Muhammad Septiady ( 04081004024 ) 14. Rizki Permata Sari ( 04081004033 )
7. Nuzul Izzati Fath ( 04081004025 ) 15. Cesilia Metty Ekariani ( 04081004034)
8. Anggia Humaira ( 04081004026 )

Dosen Pembimbing:

Drg. Djamal Riza, Sp. BM.

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan YME, karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Impaksi Gigi Rahang
Bawah”.

Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ilmu Bedah Mulut II. Pembahasan dalam makalah ini ditekankan
pada impaksi gigi rahang bawah (mandibula) baik mengenai etiologi, perawatan,
serta prognosis dari perwatan yang dilakukan. Dengan adanya makalah ini,
diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang sudah bekerja
sama dalam penyusunan makalah ini serta kepada para pengajar yang telah
membimbing kami selama proses pembuatan makalah ini. Bagi para pembaca
semoga makalah ini dapat menambah referensi dalam penyusunan karya tulis
lainnya.

Kami tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan dalam
makalah ini baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Atas perhatian para
pembaca, kami ucapkan terima kasih.

Palembang, Februari 2011

Penyusun
I. PENDAHULUAN

Perkembangan dan pertumbuhan gigi geligi seringkali mengalami


gangguan erupsi . baik pada gigi anterior maupun posterior Frekuensi gangguan
erupsi terbanyak terjadi pada wisdom tooth baik di rahang atas maupun di rahang
bawah. Gigi dengan gangguan letak salah benih akan menyebabkan kelainan pada
erupsinya, baik berupa erupsi di luar lengkung yang benar atau bahkan terjadi
impaksi (drg. Istiati Soehardjo, 1996).

Gigi dinyatakan impaksi apabila setelah mengalami pembentukan akar


sempurna, gigi mengalami kegagalan erupsi ke bidang oklusal. Berdasarkan teori
filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi mengecilnya ukuran rahang
sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola makan pada manusia. (Tetsch P.
dan Wagner W., 1982)

Apabila wisdom tooth rahang bawah impaksi dapat mengganggu fungsi


pengunyah dan sering menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat berupa resorbsi patologis gigi yang berdekatan, terbentuknya kista
folikular, rasa sakit neuralgik, perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat
lemahnya rahang dan gigi anterior berdesakan akibat tekanan gigi impaksi ke
anterior. (Schuurs AHB., 1988) Dapat pula terjadi periostitis, neoplasma,
komplikasi sistemik, dan komplikasi lokal. (Hasyim dan Raimud D., 1992)
II. PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi kedalam lengkung rahang pada
kisaran waktu yang diperkirakan. Suatu gigi mengalami impaksi akibat gigi
tetangga., lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunak yang tebal dan
menghambat erupsi. Karena gigi impaksi tidak erupsi, maka akan tertahan seumur
hidup pasien kecuali dilakukan pembedahan untuk mengeluarkannya. Namun,
harus diingat bahwa tidak semua gigi yang tidak erupsi dinyatakan mengalami
impaksi.

Umumnya, suatu gigi mengalami impaksi akibat panjang lengkung gigi


yang kurang adekuat dan ruangan erupsi lebih kecil dibandingkan dengan panjang
total lengkung gigi. Gigi-geligi yang seringkali mengalami impaksi adalah molar
tiga rahang atas dan rahang bawah, gigi kaninus rahang atas dan premolar bawah.
Gigi molar tiga paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi yang
paling teakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang adekuat.

Gigi impaksi dapat menimbulkan gangguan ringan sampai serius jika gigi
tersebut tidak erupsi. Tidak semua gigi impaksi menimbulkan masalah klinis yang
signifikan, namun setiap gigi impaksi memiliki potensi tersebut. Gigi yang tidak
erupsi akan menimbulkan rasa nyeri jika terjadi infeksi.

Saat pemeriksaan, ketiadaan gigi, karies atau mobilitas gigi tetangga harus
diperhatikan. Terjadi infeksi dapat dilihat darki pembengkakan, pengeluaran pus,
trismus, dan pelunakan limfonodus servikal regional.

Gigi dinyatakan impaksi apabila setelah mengalami pembentukan akar


sempurna, gigi mengalami kegagalan erupsi ke bidang oklusal. Berdasarkan teori
filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi mengecilnya ukuran rahang
sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola makan manusia.
2.2. Penyebab Terjadinya Gigi Impaksi

Menurut Berger penyebab gigi terpendam antara lain :

 Kausa Lokal :

1. Posisi gigi yang abnormal

2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga

3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut

4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut

5. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)

6. Pencabutan gigi yang prematur

7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling


gigi.

8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena

inflamasi atau abses yang ditimbulkannya.

9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-

anak.

 Kausa Umur :

Gigi terpendam dapat terjadi juga bila tidak ada kausa lokal dan dapat
disebabkan karena :

a. Kausa prenatal :
i. Keturunan
ii. “ Miscegenation”
b. Kausa Postnatal :
Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan
pada kanak-kanak seperti :

i. Ricketsia
ii. Anemi
iii. Siphilis kongenital
iv. T.B.C
v. Gangguan kelenjar endokrin
vi. Malnutrisi

c. Kelainan Pertumbuhan :
i. Cleido cranial dysostosis
ii. Oxycephali
iii. Progeria
iv. Achondroplasia
v. Celah langit-langit

Menurut penyelidikan insidens gigi terpendam terdapat dalam urutan


sebagai berikut :

1. Molar tiga mandibula


2. Molar tiga maksila
3. Kaninus maksila
4. Kaninus mandibula
5. Premolar mandibula
6. Premolar maksila
7. Insisivus pertama maksila
8. Insisivus kedua maksila
Gigi yang terpendam merupakan sumber potensial yang terus menerus
dapat menimbulkan kerusakan atau keluhan sejak gigi tersebut mulai erupsi.

- Molar tiga = 17 - 21 tahun

- Kaninus = 6 - 15 tahun

- Premolar = 9 - 12 tahun

- Insisivus = 4 - 7 tahun

2.3. Tanda dan Keluhan Gigi Impaksi

1. Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu perikoronitis yang lanjutannya menjadi abses


dento-Alveolar akut-kronis, ulkus sub-mukus yang apabila keadaan tubuh lemah
dan tidak mendapat perawatan dapat berlanjut menjadi osteomyelitis. Biasanya
gejala-gejala ini timbul bila sudah ada hubungan soket gigi atau folikel gigi
dengan rongga mulut.

2. Resorpsi gigi tetangga

Setiap gigi yang sedang erupsi mempunyai daya tumbuh ke arah oklusal gigi
tersebut. Jika pada stadium erupsi, gigi mendapat rintangan dari gigi tetangga
maka gigi mempunyai daya untuk melawan rintangan tersebut.

Misalnya gigi terpendam Molar tiga dapat menekan Molar dua, Kaninus dapat
menekan insisivus dua dan Premolar. Premolar dua dapat menekan Premolar satu.
Disamping mengalami resorpsi, gigi tetangga tersebut dapat berubah arah atau
posisi.
3. Kista(folikuler)

Suatu gigi yang terpendam mempunyai daya untuk merangsang pembentukan


kista atau bentuk patologi terutama pada masa pembentukan gigi. Benih gigi
tersebut mengalami rintangan sehingga pembentukannya terganggu Menjadi tidak
sempurna dan dapat menimbulkan premordial kista dan folikular kista.

4. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang
lama(neuralgia)

Rasa sakit dapat timbul karena :

a. Periodontitis pada gigi yang mengalami trauma kronis.


b. Gigi tependam langsung menekan n.alveolaris inferior pada kanalis
mandibularis.
c. Resorpsi gigi tetangga sampai mengenai kanalis radisis, sehingga gigi
mengalami pulpitis.

5. Fraktur rahang (patah tulang rahang)


Fraktur dari tulang rahang sebetulnya akibat gigi terpendam dapat timbul oleh
karena terjadi kista yang besar pada rahang tersebut sehingga dapat terjadi fraktur
patologis. Gigi terpendam dapat menimbulkan abses yang bila tidak dirawat dapat
terjadi fraktur patologis akibat dari Osteomyelitis.

2.4. Kasus-Kasus Impaksi Pada Mandibula

 Impaksi Molar Tiga

1. Klasifikasi
a. Klasifikasi Menurut Pell Dan Gregory
i) Berdasarkan Hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua
dengan cara membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan
jarak antara bagian distal molar kedua ke ramus mandibula.
ii) Berdasarkan letak molar ketiga di dalam rahang.
Klas I : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan
jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus
mandibula.
Klas II : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan
jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus
mandibula.
Klas III : Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam
ramus mandibula.

Gambar 1. Klasifikasi Impaksi Molar Tiga Menurut Pell Dan Gregory.

b. Menurut George Winter


Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana.
Wisdom tooth atau gigi geraham bungsu atau gigi molar ketiga
digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar
kedua. Posisi-posisi tersebut meliputi:

a. Vertikal
b. Horizontal
c. Inverted
d. Mesioangular (miring ke mesial)
e. Distoangular (miring ke distal)
f. Bukoangular (miring ke bukal)
g. Linguoangular (miring ke lingual)
h. Posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position.
(Nurul Fadilah Rery, dkk., 2010)

Gambar 2. Impaksi Vertikal menurut George Winter

A B C

Gambar 3. A. Mesial Impaction (mesioangular), B. Horizontal Impaction,

C. Distal Impaction (distoangular) menurut George Winter.


c. Klasifikasi Menurut Pell dan Gregory

Klasifikasi menurut Pell dan Gregory digolongkan berdasarkan letak


wisdom tooth atau gigi molar tiga di dalam rahang bawah.

Posisi A: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusal.

Posisi B: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah garis oklusal
tapi masih lebih tinggi daripada garis servikal molar kedua.

Posisi C: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah garis servikal
molar kedua.

Gambar 4. Posisi A, B dan C menurut Pell dan Gregory

(Nurul Fadilah Rery, dkk., 2010)

2. Diagnosis Impaksi Wisdom Tooth (Gigi Geraham Bungsu) Rahang Bawah

a. Pemeriksaan Klinis

Adanya wisdom tooth rahang bawah yang impaksi dapat diketahui


karena adanya keluhan, namun tidak semua wisdom tooth rahang bawah
yang impaksi menimbulkan keluhan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
wisdom tooth rahang bawah yang impaksi dapat diketahui dengan
pemeriksaan klinis, meliputi: (Nurul Fadilah Rery, dkk., 2010)
a. Keluhan
Keluhan yang ditemukan dapat berupa:

1) Perikoronitis
Perikoronitis dengan gejala-gejala seperti:

a) rasa sakit di region tersebut

b) pembengkakan

c) bau mulut

d) pembesaran limfenode submandibular

2) Karies pada gigi tersebut

dengan gejala: pulpitis, abses alveolar yang akut. Apabila


wisdom tooth mendesak gigi tetangganya, dapat terjadi periodontitis.

b. Pemeriksaan Ekstra Oral


Pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi perhatian adalah:

1) Adanya pembengkakan

2) Adanya pembesaran limfenode (KGB)

3) Adanya parestesi

c. Pemeriksaan Intra Oral


Pada pemeriksaan intra oral yang menjadi perhatian adalah:

1) Keadaan gigi, erupsi atau tidak

2) Adanya karies, perikoronitis

3) Adanya parestesi

4) Warna mucosa bukal, labial dan gingival

5) Adanya abses gingival


6) Posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga

7) Ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibula)

b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan adalah


pemeriksaan radiografik panoramik untuk melihat posisi gigi molar. (drg.
Djoko Micni,SpBM,FICOI dan drg.Yeanne Rosseno, 2010).

Gambar 5. Gambaran Radiografik Impaksi Molar Tiga


Mandibula.

Kalsifikasi wisdom tooth rahang bawah terjadi mulai umur 9 tahun


dan mahkota gigi selesai terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi wisdom tooth
rahang bawah sudah dapat dilihat melalui rontgen pada umur 12-15 tahun
walaupun gigi tersebut belum tumbuh. (drg. Djoko Micni,SpBM,FICOI
dan drg.Yeanne Rosseno, 2010)
Gambar 6. Impaksi Wisdom Tooth Rahang Bawah

3. Penatalaksanaan Wisdom Tooth (Gigi Geraham Bungsu) Rahang Bawah

- Pre Operatif

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pasien sebelum


melakukan operasi pencabutan wisdom tooth rahang bawah: (John E
Griffin, Jr. DMD, 2004)

 Pasien perlu menentukan jadwal operasi dengan dokter gigi


terlebih dahulu sebelum melakukan operasi.
 Pasien dan dokter gigi membahas tentang resiko-resiko yang dapat
timbul akibat operasi sebelum pelaksanaan operasi dilakukan dan
pasien perlu menandatangani informed consent.
 Pasien tidak dianjurkan untuk mengemudi setelah selesai
menjalankan operasi karena efek samping (rasa sakit) yang
dirasakan post operasi dapat mengganggu konsentrasi pasien saat
mengemudi.
 Pasien dianjurkan untuk tidur yang cukup pada malam hari
sebelum operasi.
 Pasien tidak dianjurkan untuk makan dan minum setelah tengah
malam di malam sebelum melakukan operasi. Jika pasien perlu
minum obat, pasien dianjurkan untuk minum dengan sedikit air.
 Pasien dianjurkan untuk tidak memakai contact lens dan pakaian
yang tidak nyaman.

- Operatif
 Pencabutan

Pencabutan wisdom tooth rahang bawah yang impaksi dapat


dilakukan antara umur 12-18 tahun atau setelah gigi molar kedua tumbuh.
Persiapannya dilakukan rontgen foto sebelum dilakukan pencabutan.
Pencabutan biasa dilakukan dengan cara odontektomi atau operasi
pengangkatan gigi. Pencabutan gigi geraham bungsu pada usia 12-18
tahun dikenal dengan pencabutan preventif dan ini sangat dianjurkan
mengingat pada usia tersebut akar gigi masih pendek sehingga
memudahkan operasi dan mempercepat waktu penyembuhan dan
menghindari terkenanya saraf pada rahang. (drg. Djoko
Micni,SpBM,FICOI dan drg.Yeanne Rosseno, 2010).

Gambar 7. Akar Gigi Wisdom Tooth Rahang Bawah yang Masih Pendek

Gambar 8. Wisdom Tooth Rahang Bawah yang Mulai Tumbuh


 Prosedur Odontektomi

Prosedur odontektomi yang umumnya dilakukan pada pencabutan


wisdom tooth rahang bawah sebagai berikut: (Nurul Fadilah Rery, dkk.,
2010)

a. Anestesi
Anestesi yang digunakan dapat berupa anestesi lokal (pada pasien
yang memiliki keadaan umum baik atau normal dan keadaan mental
yang baik) atau anestesi umum (pada pasien yang gelisah).

b. Teknik operasi
1) Membuat insisi untuk pembuatan flap
- Harus membuka daerah operasi dengan jelas
- Insisi terletak pada jaringan yang sehat
- Mempunyai basis yang cukup lebar, sehingga pengaliran
darah ke flap cukup baik.

(A) (B)
Gambar 9. (A) Insisi Molar Tiga Mandibula, (B) Bentuk Flap Molar
Tiga Mandibula
2) Pengambilan tulang yang menghalangi gigi

3) Pengambilan gigi

Pengambilan gigi dapat dilakukan secara :

- Intoto (utuh)
Tulang yang mengelilingi gigi diambil secukupnya,
sehingga didapatkan cukup ruangan untuk dapat
meletakkan elevator di bawah korona. Kemudian dengan
elevator tersebut dilakukan gerakan mengungkit gigi
tersebut.

- In separasi (terpisah)
Pada metode ini, pengambilan gigi impaksi dilakukan
dengan membuang sedikit tulang. Gigi yang impaksi
tersebut diambil dengan cara diambil sebagian-sebagian
(dibelah terlebih dahulu).

Gambar 10. (A) Secara Intoto (utuh), (B) Secara In separasi (terpisah)
4) Pembersihan luka

Setelah gigi dikeluarkan, socket harus benar-benar dibersihkan


dari sisa-sisa tulang bekas pengeboran. Folikel dan sisa enamel
organ harus dibersihkan atau diirigasi dengan air garam
fisiologis 0,9% karena jika masih tertinggal dapat
menyebabkan kista residual.

5) Flap dikembalikan pada tempatnya dan dijahit.

- Post Operatif (Perawatan)

Setelah operasi wisdom tooth rahang bawah, pasien akan


mengalami pembengkakan 3-4 hari yang merupakan reaksi normal dari
tubuh untuk penyembuhan. Pasien tidak perlu khawatir karena
pembengkakan yang tidak disertai demam bukan merupakan gejala infeksi
dan pembengkakan ini akan hilang tanpa meninggalkan bekas. (drg. Djoko
Micni, SpBM, FICOI dan drg. Yeanne Rosseno, 2010)

Pasien yang menjalani operasi gigi geraham bungsu cukup


mendapat antibiotika, analgetik atau penahan sakit dan obat anti inflamasi
atau anti radang. Selama pembengkakan, pasien dapat makan (lunak),
beraktivitas sehari-hari seperti sekolah atau bekerja. Setelah satu minggu
benang jahitan dapat dibuka dan obat sudah dapat dihentikan. (drg. Djoko
Micni, SpBM, FICOI dan drg. Yeanne Rosseno, 2010)

Dengan demikian pencabutan wisdom tooth rahang bawah


merupakan tindakan yang bijaksana untuk mencegah komplikasi yang
lebih buruk dan kekhawatiran akan efek operasi tidak akan terjadi sebab
dilakukan pada usia yang tepat. (drg. Djoko Micni, SpBM, FICOI dan drg.
Yeanne Rosseno, 2010).
- Komplikasi yang sering terjadi
a. Intraoperatif
- Perdarahan
- Fraktur apical
- Kerusakan gigi terdekat
- Fraktur mandibula
b. Pascaoperatif
- Alveolitis/dry socket
- Abses
- Periostitis
- Trismus
- Parestesi
- Osteomyelitis

 Impaksi Kaninus

Kaninus mandibula terpendam biasanya diambil dari sebelah labial karena


letaknya lebih banyak ke labial dan jarang atau hampir tidak pernah dari sebelah
lingual.

Gambar 11. Impaksi Gigi Caninus Bawah


Dalam membuat flep dapat berbentuk :

 segitiga ( sering dibuat )


 trapesium ( jarang dibuat karena kita takut mengenai ujung n. Alveolaris
inferior yakni n. mentalis ).

Pada pembuangan tulang kita harus hati-hati, jangan sampai mengenai


foramen mentalis. Bila gigi lebih ke distal pada pembuangan kita harus
membebaskan foramen mentalis. Pada pembuangan tulang ini, kita lihat arteri dan
nervus dari foramen mentalis dan ini kita ikuti.

Kita bebaskan tulang bagian bukal, setelah tulang bahagian bukal bebas maka
nervus bersama arteri kita keluarkan ( hanya dikeluarkan saja ) dari canalis
mandibularis. Dengan demikian pada pengambilan gigi kita tidak takut mengenai
nervus dan arteri. Kemudian kita membuang tulang di sekitar gigi tersebut.

Pada keadaan yang ekstrim misalnya impaksi kaninus mandibula dengan


adanya kista, bila dalam hal ini sewaktu pengambilannya kita takut terjadi fraktur
rahang, maka untuk ini gigi geligi kita fiksasi terlebih dahulu, lalu kita ambil gigi
impaksi bersama kista.Maksud difiksasi kalau terjadi fraktur rahang gigi geligi
telah terfiksir. Bila letak gigi impaksi kaninus dekat basis mandibula, maka kita
mengambilnya dari ekstra oral dengan insisi pada basis mandibula.

 Impaksi Premolar

Impaksi pada Premolar mandibula lebih sering mengarah ke lingual dari


pada ke bukal, sedangkan pada maksila lebih sering ke palatinal daripada ke
bukal.Letaknya lebih sering vertikal, daya erupsinya lebih besar.

Jika korona belum nampak di rongga mulut dan gigi terletak di arkus
dentalis maka pengambilan gigi diambil dari bukal Dalam memilih cara
inseparasi atau cara intoto kita lihat tebal atau tidaknya tulang sebelah bukal yang
menutupi gigi.
Jika tulang sebelah bukal tebal, kita ambil secara inseparasi dan harus hati-
hati sebab antara Premolar satu dan Premolar dua ada foramen mentalis. Apabila
letak gigi lebih mengarah ke lingual maka kita mengambilnya dari sebelah lingual
( bentuk flep segitiga, ahti-hati jangan sampai mengenai arterie lingualis ).

Dari sebelah lingual tulang tidak perlu terlalu banyak diambil, sebab
biasanya gigi terletak di bawah mukosa.
III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada makalah di atas dapat disimpulkan hal-hal


sebagai berikut:

2) Impaksi gigi rahang bawah lebih sering terjadi pada gigi molar tiga
mandibula.
3) Faktor-faktor yang menyebabkan impaksi gigi rahang bawah terdiri atas kausa
lokal dan kausa umur.
4) Perawatan yang dapat dilakukan pada impaksi gigi rahang bawah dapat berupa
perawatan konservatif dan pembedahan (pencabutan/odontektomi).
5) Komplikasi dan instruksi pasca perawatan harus dijelaskan dengan seksama
oleh dokter gigi kepada pasiennya.

3.2. Saran

1. Apabila terdapat gejala seperti gigi tidak erupsi pada masa erupsi,
sebaiknya langsung di konsultasikan kepada dokter gigi, agar tidak
terjadi kelainan yang tidak diinginkan.
2. Diharapkan pasien dapat menjaga dan lebih memperhatikan kesehatan gigi
dan mulutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Dwipayanti, A., Adriatmoko, W., Rochim, A. 2009. Komplikasi Post


Odontektomi Molar Ketiga Rahang Bawah Impaksi. Journal PDGI, 58 (2):
20-24.

Istiati S. Hubungan antara molar ketiga impaksi dengan imunilogik psikoneurotik


dan psikoneuroimunologik. Majalah Ilmiah KG, FKG USAKTI 1996; 2
(Edisi Khusus Foril V): 630.

Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery). Ed.1.
Jakarta : EGC.

Roesli, Arfiandri. Penatalaksanaan Impaksi Molar Tiga, (Online),


(http://www.docstoc.com/docs/60323243/Power-Point-Impaksi-gigi-M3,
diakses 25 Februari 2011).

Tetsch, P., Wagner,W. 1982. Pencabutan Gigi Molar Ketiga. Agus Djaya, editor.
Operative Extraction of Wisdom Teeth. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1992. h. 1-130.

You might also like