You are on page 1of 18

Referat

BUNUH DIRI

Diajukan sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik


di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Ernaldi Bahar Palembang

Disusun oleh:
Bima Indra, S.Ked 04054821820031
Hilda Nadhila Hasbi,S.ked. 04054821820118
Fitri Mareta Elzandri, S.Ked 04084821921168
Opel Berlin, S.Ked 04084821921138

Pembimbing
dr.Abdullah Shahab, Sp.KJ (K), MARS

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

BUNUH DIRI

Oleh:
Bima Indra, S.Ked 04054821820031
Hilda Nadhila Hasbi,S.ked. 04054821820118
Muhammad Ma’ruf Agung, .Ked 04054821820143

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Ernaldi Bahar
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 April-20 Mei.

Palembang, April 2019

dr.Abdullah Shahab, Sp.KJ (K), MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Bunuh Diri”. Referat ini disusun sebagai
salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD
Ernaldi Bahar Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Abdullah Shahab, Sp.KJ(K), MARS. selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan selama penulisan dan penyusunan referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita
semua.

Palembang, April 2019

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia.1
Percobaan bunuh diri adalah perbuatan yang datang dari diri sendiri, suatu
perilaku yang berpotensi melukai diri sendiri dengan hasil yang tidak fatal dan
ada bukti baik itu eksplisit ataupun implisit dari keinginan untuk mati.2
Penyebab bunuh diri cukup kompleks, beberapa orang tampak sangat rentan
untuk bunuh diri ketika menghadapi peristiwa kehidupan yang sulit atau
karena adanya kombinasi stressor.1
Menurut data WHO (2016), sekitar 800.000 orang meninggal dunia tiap
tahun akibat bunuh diri dan merupakan penyebab kematian nomor dua
terbanyak pada kelompok usia 15-29 tahun. WHO juga memperkirakan
kejadian bunuh diri di Indonesia adalah 4,3% per 100.000 populasi.3 Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI 2014 menyatakan
angka kejadian bunuh diri di Indonesia adalah 1,77 per 100.000 penduduk.4
Risiko untuk terjadinya bunuh diri bagi seorang individu yang dirawat di
rumah sakit pada episode gangguan depresif mayor berat diperkirakan 15%.5
Kemampuan dokter dalam membina hubungan dengan pasien merupakan
komponen penting dalam proses penanganan pasien yang berupaya bunuh diri
maupun yang memiliki riwayat percobaan bunuh diri. Hubungan dokter-
pasien yang baik dapat menunjukkan risiko apa yang akan diidentifikasi dan
apa intervensi terapi yang dapat dilakukan, seperti psikoterapi dan
farmakoterapi.6
Fakta mengenai kejadian bunuh diri yang masih mendominasi penyebab
kematian di dunia serta pentingnya peran serta dokter, keluarga pasien, bahkan
masyarakat mendorong penulis untuk membuat makalah mengenai
pencegahan tindakan bunuh diri. Harapan penulis dengan adanya makalah ini
dapat menjadi sumber informasi dan membuka wawasan pembaca untuk dapat

4
bersama-sama berpartisipasi dalam mencegah terjadinya percobaan maupun
tindakan bunuh diri.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Beberapa terminologi yang digunakan dalam tindakan kekerasan atau
perlukaan pada diri sendiri, antara lain:7
1. Kekerasan yang dibuat sendiri (self-directed violence)
Perilaku mandiri dan dengan sengaja mengakibatkan cedera atau potensi
cedera pada diri sendiri dan mungkin mengancam jiwa, namun tidak
diakui oleh individu sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk
menghancurkan atau melukai diri. Terbagi menjadi dua, yaitu non-suicidal
self-directed violence dan suicidal self-directed violence.
 Non-suicidal self-directed violence
Tidak ada bukti, baik tersirat maupun eksplisit, tentang niat bunuh diri.
 Suicidal self-directed violence
Ada bukti, baik secara implisit atau eksplisit, tentang niat bunuh diri.
2. Kekerasan pada diri sendiri yang tak dapat ditentukan
Perilaku yang diarahkan sendiri dan dengan sengaja mengakibatkan cedera
atau potensi cedera pada diri sendiri. Niat bunuh diri tidak jelas
berdasarkan bukti yang tersedia.
3. Upaya bunuh diri (suicide attempt)
Perilaku yang mengarahkan diri sendiri secara non-fatal berpotensi
membahayakan dengan niat untuk mati sebagai akibat dari perilaku
tersebut. Upaya bunuh diri dapat menyebabkan cedera atau tidak.
4. Kekerasan pada diri sendiri yang dinterupsi
 Oleh orang lain : Apabila seseorang mengambil langkah untuk melukai
diri sendiri tetapi dihentikan oleh orang lain sebelum cedera fatal.
Gangguan dapat terjadi pada titik mana pun selama tindakan seperti
setelah pemikiran awal atau setelah timbulnya perilaku.

6
 Oleh diri sendiri: Apabila seseorang mengambil langkah untuk melukai
diri sendiri tetapi dihentikan sendiri sebelum cedera fatal.
5. Perilaku bunuh diri lainnya
Tindakan atau persiapan untuk melakukan upaya bunuh diri sebelum
dijumpai potensi bahaya, misalnya membeli senjata, mengumpulkan pil,
menulis pesan bunuh diri, dll.
6. Bunuh diri (suicide)
Kematian disebabkan oleh perilaku merugikan yang diarahkan sendiri
dengan niat untuk mati sebagai akibat dari perilaku tersebut.

Beberapa istilah yang tidak diterima untuk menggambarkan self-directed


violence, antara lain:7
• Bunuh diri total (complete suicide)
Terminologi ini menyiratkan mencapai hasil yang diinginkan sedangkan
mereka yang terlibat dalam misi "mengurangi penyakit, kematian dini, dan
ketidaknyamanan dan kecacatan" akan memandang peristiwa ini sebagai hal
yang tidak diinginkan.
• Upaya gagal (failed attempt)
Terminologi ini memberikan kesan negatif atas tindakan orang tersebut,
menyiratkan upaya yang gagal untuk mencapai kematian.
• Bunuh diri non-fatal (nonfatal suicide)
Terminologi ini menggambarkan kontradiksi. "Bunuh diri" menunjukkan
kematian sementara "nonfatal" menunjukkan bahwa tidak ada kematian
terjadi.
• Parasuicide
Merujuk pada kekerasan yang diarahkan sendiri dengan atau tanpa niat
untuk mati. WHO sekarang menggunakan istilah upaya bunuh diri.
• Bunuh diri yang berhasil (successful suicide)
Istilah ini juga menyiratkan pencapaian hasil yang diinginkan sedangkan
mereka yang "mengurangi penyakit, kematian dini, dan ketidaknyamanan
dan kecacatan" akan memandang peristiwa ini sebagai hal yang tidak
diinginkan.

7
• Suicidality
Terminologi ini sering digunakan untuk merujuk secara simultan pada
pemikiran bunuh diri dan perilaku bunuh diri.
• Gerakan bunuh diri, tindakan manipulatif, dan ancaman bunuh diri
Masing-masing istilah ini memberikan penilaian nilai dengan kesan
merendahkan atau negatif terhadap niat orang tersebut.

2.2 Jenis Self-Harm


Terdapat dua klasifikasi yang merujuk ke tindakan melukai diri sendiri, yaitu:8
 Nonsuicidal Self-Injury (NSSI)
NSSI didefinisikan sebagai pengrusakan langsung dan sengaja jaringan
tubuh sendiri, tidak bertujuan mengakhiri hidup dan demi mencapai
kepuasan atau pelampiasan. Bentuk umum NSSI termasuk perilaku seperti
memotong, membakar, mencakar, dan memukul diri sendiri
 Suicide attempt
Tindakan yang bertujuan untuk mengakhiri hidup dengan melakukan
perbuatan yang merusak diri yang lebih parah dan mengancam jiwa seperti
gantung diri, minum racun, dan melompat dari tempat yang tinggi.

Gambar 1. Perbedaan suicide attempt dan NSSI8

2.3 Epidemiologi
Menurut data WHO (2016), sekitar 800.000 orang meninggal dunia tiap tahun
akibat bunuh diri dan merupakan penyebab kematian nomor dua terbanyak pada
kelompok usia 15-29 tahun. WHO juga memperkirakan kejadian bunuh diri di

8
Indonesia adalah 4,3% per 100.000 populasi.3 Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI 2014 menyatakan angka kejadian bunuh
diri di Indonesia adalah 1,77 per 100.000 penduduk.4
2.4 Alasan Bunuh Diri
Menurut WHO dan CDC, perilaku bunuh diri memiliki sejumlah besar alasan
mendasar yang kompleks, terdiri atas dua alasan utama yaitu:9,10
Mental and Health Issue
Beberapa penyakit dan gangguan mental termasuk depresi, skizofrenia, dan
gangguan kepribadian juga memainkan peran sentral dalam sejumlah besar kasus
bunuh diri, Penyakit fisik, penyakit kronis lama, dan nyeri yang sangat tidak
tertahankan yang dapat melumpuhkan juga berperan dalam terjadinya keinginan
bunuh diri.
Stressor
Perilaku bunuh diri sering disebabkan oleh beberapa stressor, antara lain
 Kemiskinan
 Pengangguran
 Kehilangan orang yang dicintai
 Konflik dalam hubungan baik
sosial maupun keluarga
 Masalah hukum
 Masalah terkait pekerjaan
 Masalah keluarga
 Percobaan bunuh diri sebelumnya.
 Riwayat bunuh diri keluarga
 Penyalahgunaan alkohol dan
narkoba
 Kekerasan pada masa kanak-
kanak
 Bullying
 Kekerasan atau pelecehan seksual.

9
2.5 Faktor yang terkait
Faktor-faktor yang terkait dengan tindakan bunuh diri, antara lain:5
1. Jenis Kelamin
Angka kejadian usaha bunuh diri lebih banyak pada perempuan yaitu 1,5x
lebih banyak dibanding laki-laki, tetapi kejadian bunuh diri lebih banyak 3x
pada laki-laki karena berhasil menuntaskan usaha bunuh dirinya dibanding
perempuan karena akses sarana untuk bunuh diri lebih besar pada laki-laki.
2. Metode
Metode yang digunakan oleh laki-laki yaitu menggunakan pistol, menggantung
diri, atau lompat dari tempat yang tinggi, sedangkan wanita menggunakan zat
psikoaktif secara overdosis atau memotong pergelangan tangannya.
3. Usia
Paling tinggi pada usia dewasa muda (25-28 tahun) dan usia tua (>70 tahun).
4. Ras
Angka bunuh diri diantara orang kulit putih adalah hampir dua kali lebih besar.
5. Status perkawinan
Bunuh diri lebih sering pada orang yang memiliki riwayat bunuh diri dalam
keluarganya dan yang terisolasi secara sosial.
6. Pekerjaan
Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin besar risiko bunuh diri, tetapi
penurunan status sosial juga dapat meningkatkan risiko.
7. Kesehatan Fisik
Hilangnya mobilitas seperti kecacatan, terutama pada wanita; dan rasa sakit
kronis yang tidak dapat diobati dapat memicu tindakan bunuh diri.
8. Kesehatan Mental
Faktor psikiatrik yang sangat penting dalam bunuh diri adalah penyalahgunaan
zat, gangguan depresif, skizofrenia, dan gangguan mental lainnya.
11

2.6 Gangguan-gangguan yang berisiko terjadinya bunuh diri1


Ketergantungan
Gangguan Gangguan
No Faktor Skizofrenia Alkohol dan
Mood Kepribadian
Zat Terlarang
1 Persentase 10-15% 10% 15% 14%
Jenis
2 - Laki-Laki Laki-Laki -
Kelamin
15-29 Mulai usia 13
3 Usia 15-30 tahun 15-25 tahun
tahun thaun
Status Tidak Tidak
4 Menikah -
Perkawinan Menikah Menikah
Kehilangan Ada usaha Latar belakang
Penyebab
5 seseorang, bunuh diri kepribadian -
lain
dipisahkan. sebelumnya, Antisosial

2.7 Aspek Etik Bunuh Diri


Penyakit mental tidak serta-merta menyebabkan irasionalitas, melainkan
orang tanpa penyakit kejiwaan menginginkan kematian yang dipercepat atau
bunuh diri berdasarkan proses pengambilan keputusan yang logis dan
dipertimbangkan dengan cermat. Konsep ini paling sering digambarkan dalam
kasus orang dengan penyakit terminal dan tidak ada gangguan kejiwaan
komorbiditas, yang ingin mempercepat proses kematiannya, baik dengan
menerima bantuan dalam kematian atau dengan melepaskan dukungan kehidupan
yang sebelumnya telah diberikan.11
Dua masalah yang paling disorot dalam kasus ini ialah euthanasia dan
bantuan bunuh diri secara medis. Euthanasia adalah tahu dan secara sadar
melakukan suatu tindakan yang jelas dimaksudkan untuk mengakhiri hidup orang
lain dan juga termasuk elemen-elemen berikut, yaitu pasien sebagai orang paham
dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan yang secara sukarela meminta
hidupnya diakhiri; dokter yang mengetahui tentang kondisi pasien, melakukan
tindakan dengan niat utama mengakhiri hidup, dan dilakukan dengan belas kasih
12

tanpa tujuan pribadi. Bantuan bunuh diri berarti tahu dan secara sadar
memberikan kepada seseorang pengetahuan atau alat atau keduanya yang
diperlukan untuk melakukan bunuh diri, termasuk konseling mengenai obat dosis
letal, meresepkan obat dosis letal, atau memberikannnya.12
Pada kasus demikian, seringkali dipertanyakan bagaimana tindakan dokter
jika pasien yang mereka hadapi justru menginginkan kematian. Di satu sisi
tindakan dokter yang menyetujui keinginan pasien untuk mempercepat
kematiannya searah dengan prinsip otonomi, suatu prinsip moral yang menghargai
hak pasien.13 Selain itu, tidak satu pun dari dua interpretasi nilai otonomi, yaitu
nilai yang wajib dilindungi dan dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian, dapat
digunakan untuk menunjukkan bahwa semua kasus bunuh diri yang dibantu atau
eutanasia adalah salah.14 Di sisi lain tindakan tersebut tidak dibenarkan karena
bertentangan dengan prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan
tindakan yang ditujukan demi kebaikan pasien. Pasien memang memiliki hak
untuk menentukan hidupnya, namun bukanlah hak dokter untuk mengakhiri hidup
pasiennya.13
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter
tidak dapat melakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa
pada stadium lanjut dan dimana tindakan kuratif tidak tepat. Saat ini, perawatan
paliatif menjadi fokus untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan serta
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan paliatif dapat diberikan pada
pasien segala usia, dari anak-anak dengan penyakit kanker sampai orang tua yang
hampir meninggal. Aspek paling penting dalam kondisi demikian ialah dokter
tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan
dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan.12

2.8 Penanganan Awal Percobaan Bunuh Diri


Jika terdapat pasien yang hendak melakukan bunuh diri, hal yang dapat dilakukan,
antara lain:15
1. Jangan meninggalkan orang tersebut sendirian
13

2. Cobalah untuk menghapus cara bunuh diri yang tersedia untuk orang tersebut
jika aman untuk dilakukan. Jika penolong tidak dapat membuat orang tersebut
setuju untuk menyerahkan sarana bunuh diri (misalnya, pil, racun, senjata atau
pisau cukur), layanan darurat harus segera dihubungi. Jika ada risiko untuk
keselamatan penolong (misalnya, jika orang yang bunuh diri memiliki senjata
api atau senjata lain atau gelisah)
3. Beri tahu keluarga dekat orang tersebut tentang niat mereka untuk bunuh diri.
Minta bantuan dari kerabat, teman, atau teman serumah mereka untuk
memastikan orang itu tidak memiliki senjata, racun, atau cara lain untuk bunuh
diri. Lebih baik bekerja secara kolaboratif dengan orang tersebut dan orang lain
untuk memastikan keselamatan mereka, daripada bertindak sendiri untuk
mencegah bunuh diri dengan cara apa pun.

2.9 Terapi
Tidak semua pasien memerlukan perawatan di rumah sakit, beberapa dapat
diobati dengan rawat jalan. Untuk menentukan apakah dimungkinkan terapi rawat
jalan, klinisi harus menggunakan pendekatan klinis yang langsung meminta
pasien yang diduga bermaksud bunuh diri untuk setuju menelepon segera jika
mencapai titik dimana mereka tidak yakin akan kemampuan mereka untuk
mengendalikan impuls bunuh dirinya.5
Terapi Non Farmakologi
Pada pasien yang percobaan bunuh dirinya terkait stres psikososial yang berat,
maka psikoterapi suportif dapat memberikan pemulihan pada pasien serta melihat
perspektif lain selain bunuh diri. Berikan pernyataan yang empatik. Terapis harus
menghindari pernyataan yang memojokkan. Pada pasien dengan strategi koping
yang maladaptif maka dapat diberikan intervensi psikoterapi yang terfokus.5
Terapi Psikofarmaka (FDA)
Antidepresan akan meningkatkan risiko adanya pemikiran dan perilaku
bunuh diri pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda dalam studi jangka pendek
gangguan depresi mayor (MDD) dan gangguan kejiwaan lainnya. Diperlukan
pertimbangan adanya risiko bunuh diri dan kebutuhan klinis dalam penggunaan
14

antidepresan lain pada anak, remaja, atau dewasa muda. Analisis gabungan dari
uji coba terkontrol plasebo jangka pendek dari obat antidepresan (SSRI dan
lainnya) menunjukkan bahwa obat ini meningkatkan risiko pemikiran dan perilaku
bunuh diri (bunuh diri) pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda (usia 18-24)
dengan depresi berat, gangguan (MDD) dan gangguan kejiwaan lainnya. Depresi
dan gangguan kejiwaan lainnya sangat erat dengan peningkatan risiko bunuh diri.
Pasien dari segala usia yang memulai terapi antidepresan harus dipantau dengan
tepat dan diamati secara cermat untuk mengetahui adanya perburukan klinis,
adanya ide bunuh diri, atau perubahan perilaku yang tidak biasa. Keluarga dan
pengasuh harus diberi tahu tentang perlunya observasi ketat dan komunikasi.
Obat-obatan seperti Prozac disetujui untuk digunakan pada pasien anak dengan
MDD dan obsesif kompulsif (OCD). Zoloft: Zoloft tidak disetujui untuk
digunakan pada pasien anak kecuali untuk pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif (OCD). Fluvoxamine tidak disetujui untuk digunakan pada pasien anak
kecuali untuk pasien dengan gangguan obsesif kompulsif (OCD).16

2.10 Pencegahan Bunuh Diri


Bunuh diri menjadi tindakan yang diambil pada orang-orang yang
mengalami gangguan kejiwaan seperti depresi akibat ego tidak cukup kuat
menahan desakan ataupun dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya
sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme
pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dari dalam
dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan. Tetapi jika mekanisme
pertahanan diri ini dipergunakan secara kaku, terus menerus dan berkepanjangan,
maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak adaptif dan tidak realistis
seperti keinginan untuk bunuh diri.17
Untuk mencegah terjadinya bunuh diri tersebut, maka penanganannya
dengan memberikan kesempatan kepada orang tersebut untuk mengeluarkan
seluruh isi pikiran atau perasaannya yang muncul di dalam dirinya secara verbal.9
Ego akan lebih bebas dan tidak harus terus berlindung di balik mekanisme
15

pertahanan diri yang dikembangkannya. Adapun cara yang digunakan oleh


Sigmund Freud untuk terapi sekaligus untuk mengumpulkan data, yaitu:18
1. Metode asosiasi bebas (free association)
2. Analisis tentang mimpi (dream interpretation)
Selain itu, terdapat beberapa jurnal literatur yang membagi pencegahan
bunuh diri menjadi tiga macam yaitu pencegahan primer, sekunder, dan
tersier.19,20,21
 Pencegahan primer menjadi metode yang paling ideal untuk melawan
keinginan bunuh diri dan juga dapat memberikan perlindungan pada
masyarakat.19 Penanganan yang efektif terhadap gangguan psikiatri, terutama
gangguan mood menjadi salah satu aspek penting. Memodifikasi kondisi sosial,
ekonomi dan biologis, seperti menurunkan angka kemiskinan, kekerasan,
perceraian, dan promosi pola hidup yang sehat diyakini dapat berkontribusi
terhadap pencegahan primer.20
 Pencegahan sekunder lebih mengarah terhadap deteksi dini dan memberi
penanganan yang tepat pada individu yang memiliki keinginan bunuh diri.13
Tujuan dari pencegahan sekunder ini yaitu menurunkan kemungkinan
percobaan bunuh diri pada pasien dengan risiko tinggi.20
 Pencegahan tersier digunakan untuk mengurangi konsekuensi yang dilakukan
saat percobaan bunuh diri.21 Edukasi terhadap tenaga kesehatan profesional
tentang cara menilai dan menangani pasien dengan risiko bunuh diri dapat
membantu deteksi secara cepat dan membatasi kerusakan yang ditimbulkan.11
Intervensi yang dilakukan yaitu dengan menilai anggota keluarga yang mana
mungkin terpengaruh tindakan bunuh diri tersebut sehingga diapun ingin
membunuh dirinya sendiri.20
16

BAB III
KESIMPULAN

Angka bunuh diri semakin meningkat tiap tahunnya dan menyebabkan


kematian nomor dua di seluruh dunia. Terdapat banyak fakor penyebab orang
untuk melakukan bunuh diri seperti kondisi psikologis, fisiologis, dan lingkungan
sosial baik keluarga maupun yang bersumber dari luar keluarga.
Pencegahan terhadap bunuh dari dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti teori Sigmund Freud untuk terapi sekaligus untuk mengumpulkan data
yaitu metode asosiasi bebas (free association) dan analisis tentang mimpi (dream
interpretation). Pencegahan bunuh diri juga dapat dilakukan melalui tiga tahapan,
yakni pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer bertujuan
untuk mereduksi jumlah kasus baru. Pencegahan sekunder merujuk pada deteksi
dini dan menurunkan kemungkinan percobaan bunuh diri pada pasien dengan
risiko tinggi. Pencegahan tersier ditujukan untuk mengurangi konsekuensi dari
percobaan bunuh diri dengan cara memberikan edukasi pada tenaga profesional
dalam menilai adanya risiko bunuh diri pada seorang pasien.
Pengetahuan dan pemahaman yang baik oleh pasien, keluarga, maupun
tenaga medis terhadap faktor risiko bunuh diri pada masyarakat serta tindakan
pencegahan yang komprehensif dan tepat sasaran diharapkan dan diyakini dapat
menurunkan angka kejadian bunuh diri pada masyarakat seluruh dunia.
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Ketiga.
2017. P: 402-405.
2. Silverman, M. M., Berman, A. L., Sanddal, N. D., O’Carroll, P. W., & Joiner,
T. E. 2007. Rebuilding the tower of Babel: A revised nomenclature for the
study of suicide and suicidal behaviors part 2: Suicide-related ideations,
communications, and behaviors. Suicide & LifeThreatening Behavior, 37(3),
264-277.
3. World Health Organization. 2016. Suicidal Data. Diakses di
https://www.who.int/mental_health/prevention/suicide/suicideprevent/en/
pada tanggal 01 Mei 2019
4. Zulaikha, Afrina, Nining Febriyana. 2014. Suicide in Children and
Adolescent. Departemen Pskiatri FK UNAIR. Surabaya.
5. Sadock, Benjamin dan Virginia Alcott Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Edisi Kedua. 2014. P : 426-433.
6. Jacobs, Douglas G., Yeates Conwell. 2010. Practice Guideline for the
Assessment and Treatment of Patients with Suicidal Behaviors. American
Psychiatric Association. New York. Page 16-17.
7. Crosby AE, Ortega L, Melanson C. Self-directed Violence Surveillance:
Uniform Definitions and Recommended Data Elements. Atlanta (GA):
Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Injury
Prevention and Control; 2011:21-23.
8. Jans, Thomas, Timo D. Vloet. 2018. Suicide And Self-Harming Behaviour.
IACAPAP Textbook of Child and Adolescent Mental Health. Germany.
Chapter E.4 : pg 1-5
9. World Health Organization. 2004. Suicide huge but preventable public health
problem. Geneva. Media Centre.
10. CDC. 2016. Preventing multiple forms of violence: A strategic vision for
connecting the dots. Atlanta, GA: National Center for Injury Prevention and
Control, Centers for Disease Control and Prevention.
11. Ho, Angela Onkay. Suicide: Rationality and Responsibility for Life.
CanJPsychiatry 2014;59(3):141–147.
12. Williams, John R. 2006. Panduan Etika Medis. Editor: dr. Sagiran, M.Kes.—
Cet.1—Yogyakarta: PSKI FK UMY, hlm:47-49.
13. Prihastuti, Indrie. Euthanasia dalam Pandangan Etika secara Agama Islam,
Medis dan Aspek Yuridis di Indonesia. Jurnal Filsafat Indonesia,
2018;1(2):85-90.
18

14. Sjostrand, Manne, Gert Helgesson, Stefan Eriksson, Niklas Juth. Autonomy-
based arguments against physician-assisted suicide and euthanasia: a critique.
Med Health Care and Philos (2013) 16:225–230.
15. Colucci, E., et al,. Suicide First Aid Guidelines for India. Melbourne: Centre
for International Mental Health & ORYGEN Youth Health Research Centre,
The University of Melbourne; 2009. P : 1-5
16. Ho, Dien. Antidepressants and the FDA’s Black Box Warning : Determining
a Rational Public Policy in the Absence of Sufficient Evidence. American
Medical Assosiations Journal of Ethics. 2012. P : 483-5.
17. Szanto K, et al . A Suicide Prevention Program in a Region with a very High
Suicide Rate. Arch Gen Psychiatry. 2007. P : 914-20.
18. Rihmer, Z, and Kalmar S. Antidepressants and Suicide Prevention. Acta
Psychiatry. 2011. P: 238-9.
19. Greydanus DE, Bacopoulou F, Tsalamanios E. Suicide in Adolescents: A
Worldwide Preventable Tragedy. Keio J Med. 2009;58 (2):95-102.
20. Sudak BS. Psychiatric Emergencies. In: Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P (eds).
Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 9th ed.
Philadelphia. 2009. p. 2717-32.
21. Sher L. Preventing suicide. Q J Med. 2004;97:677-80.

You might also like