Professional Documents
Culture Documents
BUNUH DIRI
Disusun oleh:
Bima Indra, S.Ked 04054821820031
Hilda Nadhila Hasbi,S.ked. 04054821820118
Fitri Mareta Elzandri, S.Ked 04084821921168
Opel Berlin, S.Ked 04084821921138
Pembimbing
dr.Abdullah Shahab, Sp.KJ (K), MARS
Referat
BUNUH DIRI
Oleh:
Bima Indra, S.Ked 04054821820031
Hilda Nadhila Hasbi,S.ked. 04054821820118
Muhammad Ma’ruf Agung, .Ked 04054821820143
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Ernaldi Bahar
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 April-20 Mei.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Bunuh Diri”. Referat ini disusun sebagai
salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD
Ernaldi Bahar Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Abdullah Shahab, Sp.KJ(K), MARS. selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan selama penulisan dan penyusunan referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita
semua.
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
bersama-sama berpartisipasi dalam mencegah terjadinya percobaan maupun
tindakan bunuh diri.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Beberapa terminologi yang digunakan dalam tindakan kekerasan atau
perlukaan pada diri sendiri, antara lain:7
1. Kekerasan yang dibuat sendiri (self-directed violence)
Perilaku mandiri dan dengan sengaja mengakibatkan cedera atau potensi
cedera pada diri sendiri dan mungkin mengancam jiwa, namun tidak
diakui oleh individu sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk
menghancurkan atau melukai diri. Terbagi menjadi dua, yaitu non-suicidal
self-directed violence dan suicidal self-directed violence.
Non-suicidal self-directed violence
Tidak ada bukti, baik tersirat maupun eksplisit, tentang niat bunuh diri.
Suicidal self-directed violence
Ada bukti, baik secara implisit atau eksplisit, tentang niat bunuh diri.
2. Kekerasan pada diri sendiri yang tak dapat ditentukan
Perilaku yang diarahkan sendiri dan dengan sengaja mengakibatkan cedera
atau potensi cedera pada diri sendiri. Niat bunuh diri tidak jelas
berdasarkan bukti yang tersedia.
3. Upaya bunuh diri (suicide attempt)
Perilaku yang mengarahkan diri sendiri secara non-fatal berpotensi
membahayakan dengan niat untuk mati sebagai akibat dari perilaku
tersebut. Upaya bunuh diri dapat menyebabkan cedera atau tidak.
4. Kekerasan pada diri sendiri yang dinterupsi
Oleh orang lain : Apabila seseorang mengambil langkah untuk melukai
diri sendiri tetapi dihentikan oleh orang lain sebelum cedera fatal.
Gangguan dapat terjadi pada titik mana pun selama tindakan seperti
setelah pemikiran awal atau setelah timbulnya perilaku.
6
Oleh diri sendiri: Apabila seseorang mengambil langkah untuk melukai
diri sendiri tetapi dihentikan sendiri sebelum cedera fatal.
5. Perilaku bunuh diri lainnya
Tindakan atau persiapan untuk melakukan upaya bunuh diri sebelum
dijumpai potensi bahaya, misalnya membeli senjata, mengumpulkan pil,
menulis pesan bunuh diri, dll.
6. Bunuh diri (suicide)
Kematian disebabkan oleh perilaku merugikan yang diarahkan sendiri
dengan niat untuk mati sebagai akibat dari perilaku tersebut.
7
• Suicidality
Terminologi ini sering digunakan untuk merujuk secara simultan pada
pemikiran bunuh diri dan perilaku bunuh diri.
• Gerakan bunuh diri, tindakan manipulatif, dan ancaman bunuh diri
Masing-masing istilah ini memberikan penilaian nilai dengan kesan
merendahkan atau negatif terhadap niat orang tersebut.
2.3 Epidemiologi
Menurut data WHO (2016), sekitar 800.000 orang meninggal dunia tiap tahun
akibat bunuh diri dan merupakan penyebab kematian nomor dua terbanyak pada
kelompok usia 15-29 tahun. WHO juga memperkirakan kejadian bunuh diri di
8
Indonesia adalah 4,3% per 100.000 populasi.3 Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI 2014 menyatakan angka kejadian bunuh
diri di Indonesia adalah 1,77 per 100.000 penduduk.4
2.4 Alasan Bunuh Diri
Menurut WHO dan CDC, perilaku bunuh diri memiliki sejumlah besar alasan
mendasar yang kompleks, terdiri atas dua alasan utama yaitu:9,10
Mental and Health Issue
Beberapa penyakit dan gangguan mental termasuk depresi, skizofrenia, dan
gangguan kepribadian juga memainkan peran sentral dalam sejumlah besar kasus
bunuh diri, Penyakit fisik, penyakit kronis lama, dan nyeri yang sangat tidak
tertahankan yang dapat melumpuhkan juga berperan dalam terjadinya keinginan
bunuh diri.
Stressor
Perilaku bunuh diri sering disebabkan oleh beberapa stressor, antara lain
Kemiskinan
Pengangguran
Kehilangan orang yang dicintai
Konflik dalam hubungan baik
sosial maupun keluarga
Masalah hukum
Masalah terkait pekerjaan
Masalah keluarga
Percobaan bunuh diri sebelumnya.
Riwayat bunuh diri keluarga
Penyalahgunaan alkohol dan
narkoba
Kekerasan pada masa kanak-
kanak
Bullying
Kekerasan atau pelecehan seksual.
9
2.5 Faktor yang terkait
Faktor-faktor yang terkait dengan tindakan bunuh diri, antara lain:5
1. Jenis Kelamin
Angka kejadian usaha bunuh diri lebih banyak pada perempuan yaitu 1,5x
lebih banyak dibanding laki-laki, tetapi kejadian bunuh diri lebih banyak 3x
pada laki-laki karena berhasil menuntaskan usaha bunuh dirinya dibanding
perempuan karena akses sarana untuk bunuh diri lebih besar pada laki-laki.
2. Metode
Metode yang digunakan oleh laki-laki yaitu menggunakan pistol, menggantung
diri, atau lompat dari tempat yang tinggi, sedangkan wanita menggunakan zat
psikoaktif secara overdosis atau memotong pergelangan tangannya.
3. Usia
Paling tinggi pada usia dewasa muda (25-28 tahun) dan usia tua (>70 tahun).
4. Ras
Angka bunuh diri diantara orang kulit putih adalah hampir dua kali lebih besar.
5. Status perkawinan
Bunuh diri lebih sering pada orang yang memiliki riwayat bunuh diri dalam
keluarganya dan yang terisolasi secara sosial.
6. Pekerjaan
Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin besar risiko bunuh diri, tetapi
penurunan status sosial juga dapat meningkatkan risiko.
7. Kesehatan Fisik
Hilangnya mobilitas seperti kecacatan, terutama pada wanita; dan rasa sakit
kronis yang tidak dapat diobati dapat memicu tindakan bunuh diri.
8. Kesehatan Mental
Faktor psikiatrik yang sangat penting dalam bunuh diri adalah penyalahgunaan
zat, gangguan depresif, skizofrenia, dan gangguan mental lainnya.
11
tanpa tujuan pribadi. Bantuan bunuh diri berarti tahu dan secara sadar
memberikan kepada seseorang pengetahuan atau alat atau keduanya yang
diperlukan untuk melakukan bunuh diri, termasuk konseling mengenai obat dosis
letal, meresepkan obat dosis letal, atau memberikannnya.12
Pada kasus demikian, seringkali dipertanyakan bagaimana tindakan dokter
jika pasien yang mereka hadapi justru menginginkan kematian. Di satu sisi
tindakan dokter yang menyetujui keinginan pasien untuk mempercepat
kematiannya searah dengan prinsip otonomi, suatu prinsip moral yang menghargai
hak pasien.13 Selain itu, tidak satu pun dari dua interpretasi nilai otonomi, yaitu
nilai yang wajib dilindungi dan dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian, dapat
digunakan untuk menunjukkan bahwa semua kasus bunuh diri yang dibantu atau
eutanasia adalah salah.14 Di sisi lain tindakan tersebut tidak dibenarkan karena
bertentangan dengan prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan
tindakan yang ditujukan demi kebaikan pasien. Pasien memang memiliki hak
untuk menentukan hidupnya, namun bukanlah hak dokter untuk mengakhiri hidup
pasiennya.13
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter
tidak dapat melakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa
pada stadium lanjut dan dimana tindakan kuratif tidak tepat. Saat ini, perawatan
paliatif menjadi fokus untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan serta
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan paliatif dapat diberikan pada
pasien segala usia, dari anak-anak dengan penyakit kanker sampai orang tua yang
hampir meninggal. Aspek paling penting dalam kondisi demikian ialah dokter
tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan
dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan.12
2. Cobalah untuk menghapus cara bunuh diri yang tersedia untuk orang tersebut
jika aman untuk dilakukan. Jika penolong tidak dapat membuat orang tersebut
setuju untuk menyerahkan sarana bunuh diri (misalnya, pil, racun, senjata atau
pisau cukur), layanan darurat harus segera dihubungi. Jika ada risiko untuk
keselamatan penolong (misalnya, jika orang yang bunuh diri memiliki senjata
api atau senjata lain atau gelisah)
3. Beri tahu keluarga dekat orang tersebut tentang niat mereka untuk bunuh diri.
Minta bantuan dari kerabat, teman, atau teman serumah mereka untuk
memastikan orang itu tidak memiliki senjata, racun, atau cara lain untuk bunuh
diri. Lebih baik bekerja secara kolaboratif dengan orang tersebut dan orang lain
untuk memastikan keselamatan mereka, daripada bertindak sendiri untuk
mencegah bunuh diri dengan cara apa pun.
2.9 Terapi
Tidak semua pasien memerlukan perawatan di rumah sakit, beberapa dapat
diobati dengan rawat jalan. Untuk menentukan apakah dimungkinkan terapi rawat
jalan, klinisi harus menggunakan pendekatan klinis yang langsung meminta
pasien yang diduga bermaksud bunuh diri untuk setuju menelepon segera jika
mencapai titik dimana mereka tidak yakin akan kemampuan mereka untuk
mengendalikan impuls bunuh dirinya.5
Terapi Non Farmakologi
Pada pasien yang percobaan bunuh dirinya terkait stres psikososial yang berat,
maka psikoterapi suportif dapat memberikan pemulihan pada pasien serta melihat
perspektif lain selain bunuh diri. Berikan pernyataan yang empatik. Terapis harus
menghindari pernyataan yang memojokkan. Pada pasien dengan strategi koping
yang maladaptif maka dapat diberikan intervensi psikoterapi yang terfokus.5
Terapi Psikofarmaka (FDA)
Antidepresan akan meningkatkan risiko adanya pemikiran dan perilaku
bunuh diri pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda dalam studi jangka pendek
gangguan depresi mayor (MDD) dan gangguan kejiwaan lainnya. Diperlukan
pertimbangan adanya risiko bunuh diri dan kebutuhan klinis dalam penggunaan
14
antidepresan lain pada anak, remaja, atau dewasa muda. Analisis gabungan dari
uji coba terkontrol plasebo jangka pendek dari obat antidepresan (SSRI dan
lainnya) menunjukkan bahwa obat ini meningkatkan risiko pemikiran dan perilaku
bunuh diri (bunuh diri) pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda (usia 18-24)
dengan depresi berat, gangguan (MDD) dan gangguan kejiwaan lainnya. Depresi
dan gangguan kejiwaan lainnya sangat erat dengan peningkatan risiko bunuh diri.
Pasien dari segala usia yang memulai terapi antidepresan harus dipantau dengan
tepat dan diamati secara cermat untuk mengetahui adanya perburukan klinis,
adanya ide bunuh diri, atau perubahan perilaku yang tidak biasa. Keluarga dan
pengasuh harus diberi tahu tentang perlunya observasi ketat dan komunikasi.
Obat-obatan seperti Prozac disetujui untuk digunakan pada pasien anak dengan
MDD dan obsesif kompulsif (OCD). Zoloft: Zoloft tidak disetujui untuk
digunakan pada pasien anak kecuali untuk pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif (OCD). Fluvoxamine tidak disetujui untuk digunakan pada pasien anak
kecuali untuk pasien dengan gangguan obsesif kompulsif (OCD).16
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Ketiga.
2017. P: 402-405.
2. Silverman, M. M., Berman, A. L., Sanddal, N. D., O’Carroll, P. W., & Joiner,
T. E. 2007. Rebuilding the tower of Babel: A revised nomenclature for the
study of suicide and suicidal behaviors part 2: Suicide-related ideations,
communications, and behaviors. Suicide & LifeThreatening Behavior, 37(3),
264-277.
3. World Health Organization. 2016. Suicidal Data. Diakses di
https://www.who.int/mental_health/prevention/suicide/suicideprevent/en/
pada tanggal 01 Mei 2019
4. Zulaikha, Afrina, Nining Febriyana. 2014. Suicide in Children and
Adolescent. Departemen Pskiatri FK UNAIR. Surabaya.
5. Sadock, Benjamin dan Virginia Alcott Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Edisi Kedua. 2014. P : 426-433.
6. Jacobs, Douglas G., Yeates Conwell. 2010. Practice Guideline for the
Assessment and Treatment of Patients with Suicidal Behaviors. American
Psychiatric Association. New York. Page 16-17.
7. Crosby AE, Ortega L, Melanson C. Self-directed Violence Surveillance:
Uniform Definitions and Recommended Data Elements. Atlanta (GA):
Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Injury
Prevention and Control; 2011:21-23.
8. Jans, Thomas, Timo D. Vloet. 2018. Suicide And Self-Harming Behaviour.
IACAPAP Textbook of Child and Adolescent Mental Health. Germany.
Chapter E.4 : pg 1-5
9. World Health Organization. 2004. Suicide huge but preventable public health
problem. Geneva. Media Centre.
10. CDC. 2016. Preventing multiple forms of violence: A strategic vision for
connecting the dots. Atlanta, GA: National Center for Injury Prevention and
Control, Centers for Disease Control and Prevention.
11. Ho, Angela Onkay. Suicide: Rationality and Responsibility for Life.
CanJPsychiatry 2014;59(3):141–147.
12. Williams, John R. 2006. Panduan Etika Medis. Editor: dr. Sagiran, M.Kes.—
Cet.1—Yogyakarta: PSKI FK UMY, hlm:47-49.
13. Prihastuti, Indrie. Euthanasia dalam Pandangan Etika secara Agama Islam,
Medis dan Aspek Yuridis di Indonesia. Jurnal Filsafat Indonesia,
2018;1(2):85-90.
18
14. Sjostrand, Manne, Gert Helgesson, Stefan Eriksson, Niklas Juth. Autonomy-
based arguments against physician-assisted suicide and euthanasia: a critique.
Med Health Care and Philos (2013) 16:225–230.
15. Colucci, E., et al,. Suicide First Aid Guidelines for India. Melbourne: Centre
for International Mental Health & ORYGEN Youth Health Research Centre,
The University of Melbourne; 2009. P : 1-5
16. Ho, Dien. Antidepressants and the FDA’s Black Box Warning : Determining
a Rational Public Policy in the Absence of Sufficient Evidence. American
Medical Assosiations Journal of Ethics. 2012. P : 483-5.
17. Szanto K, et al . A Suicide Prevention Program in a Region with a very High
Suicide Rate. Arch Gen Psychiatry. 2007. P : 914-20.
18. Rihmer, Z, and Kalmar S. Antidepressants and Suicide Prevention. Acta
Psychiatry. 2011. P: 238-9.
19. Greydanus DE, Bacopoulou F, Tsalamanios E. Suicide in Adolescents: A
Worldwide Preventable Tragedy. Keio J Med. 2009;58 (2):95-102.
20. Sudak BS. Psychiatric Emergencies. In: Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P (eds).
Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 9th ed.
Philadelphia. 2009. p. 2717-32.
21. Sher L. Preventing suicide. Q J Med. 2004;97:677-80.