You are on page 1of 10

Acep Hendra Punja Unggara/11615012

Case 1
Seorang wanita berusia 57 tahun memiliki riwayat hiperkolesterolemia dan rutin menggunakan simvastatin 20mg
sekali sehari (malam hari). Pasien juga memiliki riwayat hipertensi dan rutin menggunakan amlodipin 10mg sehari
sekali (malam hari). Pasien tersebut datang ke apotek untuk berkonsultasi terkait pengobatan yang diterimanya

Tugas :

a. Pengertian kedua penyakit tersebut (hiperkolesterolemia, hipertensi): definisi, epidemiologi dan


patofisiologi
b. Guideline terapi untuk masing-masing penyakit
c. Penjelasan tentang masing-masing obat (khasiat, dosis, aturan pakai, ES & penanganan ES, Kontra Indikasi,
Interaksi, penggunaan pada kondisi khusus, dll)?
d. Penggunaan obat yang tepat
e. Faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemantauan efektivitas / efek samping terapi pada pasien
ini
f. Terapi non-farmakologi

Jawaban
Kasus Hiperkoletrolemia

a. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan
fraksi lipid dalam plasma. Dislipidemia mengacu pada kondisi dimana terjadi abnormalitas profil lipid dalam
plasma. Beberapa kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, low density
lipoprotein (LDL), trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol HDL.

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2008, jumlah
kematian akibat penyakit ini sejumlah 17, 8 juta orang. Angka tersebut menunjukkan 30% dari angka
kematian di dunia. Dari kematian tersebut 7,3 juta disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK) dan 6,2
juta disebabkan oleh stroke (WHO Media Centre, 2013).

Di Indonesia, berdasarkan Monitoring trends and determinants of Cardiovascular Disease (MONICA) angka
kejadian hiperkolesterolemia di Jakarta tahun 1988 menunjukkan kadar rerata kolesterol total pada wanita
adalah 206,6 mg/dl dan 199,8 mg/ dl pada pria. Tahun 1993 meningkat menjadi 213,0 mg/dl pada wanita
dan 204,8 mg/dl pada pria. Apabila dipakai batas kadar kolesterol > 250 mg/dl sebagai batasan
hiperkolesterolemia, maka pada MONICA I diketahui penderita hiperkolesterolemia adalah sebanyak 13,4%
pada wanita dan 11,4% pada pria. Pada MONICA II meningkat menjadi 16,2% pada wanita dan 14% pada
pria. Terlihat pula kecenderungan meningkatnya angka rata-rata prevalensi hiperkolesterolemia (>6,5
mmol/l) dengan bertambahnya umur.

VLDL disekresikan dalam hati yang kemudian dikonversi menjadi IDL (intermediate Density Lipoprotein)
yang lebih lanjut menjadi LDL. LDL plasma diikat pada reseptor LDL apoprotein B-100 yang terdapat di hati,
adrenal dan sel-sel perifer (Dipiro, et al., 2015). Oksidasi LDL pada dinding arteri akan memicu respon
inflamasi. Monosit ditransformasi menjadi makrofag menghasilkan akumulasi sel busa. Sel busa merupakan
awal pembentukan endapan lemak arteri, yang jika proses ini berlanjut terus akan memicu terjadinya
angina, stroke, atau infark miokard (Dipiro, et al., 2015). Kolesterol, TG, dan fosfolipid ditransfer
dalam darah sebagai kompleks lipid dan protein (lipoprotein). Faktor kerusakan seperti LDL teroksidasi,
Acep Hendra Punja Unggara/11615012

kerusakan mekanik pada endotelium dan homosistein yang berlebih bisa menyebabkan disfungsi endotelial
dan aterosklerosis. Lesi aterosklerosis terbentuk dari transfer dan retensi dari LDL plasma melewati
membran sel endotel ke dalam matriks ekstraselular dari subendotelial. Saat berada di dalam dinding arteri,
LDL secara kimia dimodifikasi melalui oksidasi dan glikasi non-enzimatik. LDL yang teroksidasi menimbulkan
respon inflamasi yang dimediasi oleh sitokin (Dipiro, et al., 2015)

b. Guideline terapi

c. Terapi farmakologi
Statin (Inhibitor HMG-CoA Reduktase)
Dosisi :
Dewasa
10-20 mg satu kali sehari (dosis awal).
Pasien yang berisiko tinggi menderita penyakit kardiovasakular
40 mg satu kali sehari (dosis awal).
Pasien dengan keturunan hiperkolesterolemia
40 mg untuk digunakan setiap malam hari atau 80 mg setiap hari yang dibagi ke dalam 3 dosis.
Acep Hendra Punja Unggara/11615012

Anak-anak 10-17 tahun dengan keturunan hiperkolesterolemia


10 mg untuk digunakan setiap malam hari.Dosis penggunaan maksimal: 40 mg dengan interval waktu 4
minggu.
Indikasi :
Menurunkan kolesterol dalam darah, serta mengurangi risiko serangan jantung dan stroke.
Kontraindikasi :
Tidak digunakan untuk ibu hamil, obat-obatan yang berisiko tinggi menyebabkan kecacatan permanen pada
janin yang tidak boleh digunakan pada saat hamil dan menyusui.
Berhati-hati saat mengonsumsi simvastatin dengan :
Interaksi:
- Bosenta, efavirenza, dan rifampicin, karena dapat mengurangi kadar simvastatin.
- Antikoagulan (obat pengencer darah), karena dapat meningkatkan risiko perdarahan.
- Colchicine, amiodarone, verapamil, dan diltiazem, karena dapat meningkatkan risiko miopati dan
rhabdomiolisis.
- Ezetimibe, karena dapat meningkatkan efek hepatotoksik.
- Rituximab. Simvastatin berpotensi mengurangi efek sitotostik dari Rituximab.
- Amlodipin dan asam fusidat, karena dapat meningkatkan risiko miopati.
Efek samping :
- Sakit kepala.
- Gangguan pencernaan.
- Konstipasi .
- Penipisan rambut.
- Ruam, dan kram otot
- Peningkatan kadar gula darah dan HbA1C pada pemeriksaan darah.

d. Penggunaan obat yang tepat : obat diminum sebelum tidur dan tidak di konsumsi Bersama dengan obat
yang memiliki interaksi dengan simvastatin
e. Faktor yang harus diperhatikan :
- Bagi wanita pada usia subur, gunakan kontrasepsi yang efektif karena simvastatin dapat berdampak
buruk pada janin. Jadi penting untuk mencegah kehamilan semasa mengonsumsi obat ini.
- Jangan mengonsumsi buah atau jus grapefruit karena akan meningkatkan kadar simvastatin dalam
darah.
- Harap berhati-hati jika Anda menderita gangguan hati, gangguan ginjal, hipotiroid (kelenjar tiroid
kurang aktif), atau nyeri otot tanpa penyebab yang jelas.
- Harap berhati-hati juga jika Anda atau keluarga memiliki riwayat gangguan atau kelainan pada otot.
- Beri tahu dokter jika Anda rutin mengonsumsi minuman keras.
- Segera hubungi dokter jika mengalami nyeri, kelemahan atau kekakuan pada otot, rasa lelah yang tidak
jelas penyebabnya, urine berwarna gelap atau merah, terjadi reaksi alergi atau overdosis.
f. Terapi nonfarmakologi
-Konsumsi makanan rendah garam, konsumsi buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian
-Batasi jumlah lemak hewani dan gunakan lemak baik dalam jumlah sedang
-Menurunkan berat badan ekstra dan mempertahankan berat badan yang sehat
-Berhenti merokok
-Berolahraga 5 kali dalam seminggu setidaknya selama 30 menit
-Minum alkohol secukupnya, jika ada
-Kelola stres
Acep Hendra Punja Unggara/11615012
Acep Hendra Punja Unggara/11615012

Case 2
Ny. Y (65 tahun) dirawat 3 hari di rumah sakit karena mengalami ACS. Pasien memilliki riwayat hipertensi. Ketika
pulang ke rumah, pasien mendapatkan resep sebagai berikut :

“Healthy Life” Hospital


dr. Hari Agung Asari, Sp.Pd.
SIP : 123/abc/456/2018
Pro : Ny. y 18/3/2019
Age : 65 YO
R/
Aspirin 81mg XXX
1 dd 1
Amlodipin 10 mg XXX
1 dd 1

Ttd dokter

Tugas

a. Pengertian kedua penyakit tersebut (ACS, hipertensi): definisi, epidemiologi dan patofisiologi
b. Guideline terapi untuk masing-masing penyakit
c. Penjelasan tentang masing-masing obat (khasiat, dosis, aturan pakai, ES & penanganan ES, Kontra Indikasi,
Interaksi, penggunaan pada kondisi khusus, dll)?
d. Penggunaan obat yang tepat
e. Faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemantauan efektivitas / efek samping terapi pada pasien
ini
f. Terapi non-farmakologi
Jawaban

Kasus Hipertensi

a. Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas tekanan darah yang dapat
digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik
dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika
tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih.

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada
medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut
saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan
kontriksi pembuluh darah (Brunner, 2002).
Acep Hendra Punja Unggara/11615012

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2005). Pada saat bersamaan dimana
sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresikan kortisol dan
steroid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukkan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner, 2002).

Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada
perubahaan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang
menyebabkan penurunan distensi dan daya regang pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri
besar mengalami penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer

b. Guideline terapi

c. Obat Amlodipin
Acep Hendra Punja Unggara/11615012

Dosis yang biasanya dianjurkan untuk orang dewasa adalah 5-10 mg per hari. Dosis untuk orang tua lebih
rendah, yaitu 2,5 mg per hari. Sedangkan dosis untuk anak-anak dan remaja adalah 2,5-5 mg per hari. Dosis
akan disesuaikan dengan kondisi dan respons pasien terhadap obat ini.
Indikasi :
Untuk mengatasi penyakit hipertensi (tekanan darah tinggi) dan angina pectoris (nyeri di dada akibat
penyumbatan pada arteri yang mengarah ke jantung).
Kontraindikasi :
- Hipersensitifitas/reaksi alergi (reaksi berlebihan bersifat patologis yang ditimbulkan oleh
sistem imun tubuh yang menimbulkan beberapa gejala yang tidak diinginkan) terhadap obat amlodipin
atau komponennya atau terhadap penghambat kalsium lain.
- Hipotensi (tekanan darah rendah)
Efek samping:
- Merasa lelah atau pusing.
- Jantung berdegup kencang.
- Merasa mual dan tidak nyaman di bagian perut.
- Pergelangan kaki membengkak.
Interaksi obat :
- Penggunaan bersama obat-obatan berikut dapat mempengaruhi kadar obat di dalam darah, oleh
karenanya membutuhkan penyesuaian dosis.
- Amidarone, atazanavir, ceritinib, clarithromycin, clopidogrel, conivaptan, cyclosporine,
dantrolene, digoxin, domperidone, droperidol, eliglustat, idelalisib, lacosamide, piperaquine,
simvastatin, tacrolimus, tegafur, dan telaprevir.
- Penggunaaan amlodipine dengan indinavir dapat meningkatkan potensi efek samping obat. Selain itu,
penggunaan amlodipine dengan simvastatin dapat meningkatkan risiko terjadinya miopati.
d. Penggunaan obat yang tepat
- Penggunaan obat ini sebaiknya diiringi dengan pemeriksaan teratur ke dokter agar kondisi kesehatan
bisa terus terpantau. Minumlah amlodipine dengan air putih, sebelum atau sesudah makan.
- Jika tidak sengaja lupa meminum amlodipine, disarankan untuk segera melakukannya apabila jeda
dengan jadwal minum berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, jangan menggandakan dosis.
- Obat ini tidak akan menyembuhkan hipertensi, tapi membantu mengendalikannya dan mencegah
penyakit lain, seperti gagal jantung dan gangguan pada ginjal.
e. Faktor yang perlu diperhatikan :
- Obat ini bisa membuat kepala terasa pusing. Hindari mengemudi, mengoperasikan peralatan berat,
atau melakukan aktivitas yang butuh kewaspadaan dan konsentrasi, khususnya pada orang tua.
- Tidak disarankan meminum banyak jus grapefruit. Kandungan bahan kimia dalam grapefruit bisa
meningkatkan kadar amlodipine di dalam aliran darah.
- Jangan memberikan obat ini pada orang lain tanpa resep dokter meskipun mereka memiliki kondisi
yang sama. Penggunaan obat secara sembarangan bisa berbahaya.
- Beri tahu dokter jika memiliki riwayat gangguan liver, jantung, pembuluh darah jantung, serangan
jantung, dan tekanan darah rendah.
- Jika alergi atau overdosis terjadi, segera temui dokter.
f. Terapi non farmakologi
-Konsumsi makanan rendah garam, konsumsi buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian
-Batasi jumlah lemak hewani dan gunakan lemak baik dalam jumlah sedang
-Menurunkan berat badan ekstra dan mempertahankan berat badan yang sehat
-Berhenti merokok
Acep Hendra Punja Unggara/11615012

-Berolahraga 5 kali dalam seminggu setidaknya selama 30 menit


-Minum alkohol secukupnya, jika ada
-Kelola stres

Kasus ACS

a. Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang terjadi akibat kurangnya
aliran darah ke miokardium berupa nyeri dada, perubahan segmen ST pada Electrocardiogram (EKG), dan
perubahan biomarker jantung
Menurut WHO tahun 2008, penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian di dunia
(12,8%) sedangkan di Indonesia menempati urutan ke tiga. Di negara industri dan negara-negara yang
sedang berkembang Sindrom koroner akut (SKA) masih menjadi masalah kesehatan publik yang bermakna
(O'Gara, et al., 2012). Sindrom koroner akut merupakan salah satu kasus penyebab rawat inap di Amerika
Serikat, tercatat 1, 36 juta adalah kasus SKA, 0, 81 juta di antaranya adalah infark miokardium, dan sisanya
angina pektoris tidak stabil (Kumar & Cannon, 2009). Infark Miokard Akut (IMA) adalah salah satu diagnosis
yang paling sering di negara maju. Laju mortalitas awal dalam 30 hari pada IMA adalah 30% dengan separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Infark Miokard Akut terdiri dari angina pektoris tak
stabil, IMA tanpa ST elevasi dan IMA dengan ST elevasi

Patofisiologi yang mendasari ACS adalah iskemia miokard yang disebabkan karena ketersediaan oksigen
yang tidak mencukupi (inadekuat) dengan kebutuhan oksigen miokard. Kebutuhan oksigen pada miokard
ditentukan oleh denyut jantung, afterload, kontraktilitas dan ketegangan otot jantung. Aliran oksigen yang
tidak adekuat tersebut diakibatkan adanya penyumbatan pembuluh darah arteri karena aterosklerosis.
Biasanya penurunan aliran darah koroner tidak menyebabkan gejala iskemik pada saat istirahat sampai
penyumbatan di pembuluh arteri melebihi 95%. Namun gejala iskemik dapat muncul karena peningkatan
aktivitas fisik yang mampu meningkatkan jumlah kebutuhan oksigen pada miokard dengan sedikitnya 60%
penyumbatan di pembuluh arteri (Diop and Aghababian, 2001).
Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami
nekrosis (infark mioard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat juga menyebabkan terjadinya iskemia
dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Beberapa faktor ekstrinsik juga dapat menjadi pencetus
terjadinya ACS pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis, seperti demam, anemia,
tirotoksikosis, hipotensi, takikardi (PERKI, 2015).
Acep Hendra Punja Unggara/11615012

b. Guideline terapi

c. Obat Aspirin
Aspirin chewable (162 mg – 325 mg) sebaiknya diberikan seawal mungkin ada pasien UA/NSTEMI yang tidak
kontraindikasi setelah masuk rumah sakit dan diteruskan dengan dosis terapi (81 mg/hari – 325 mg/hari).

Interaksi obat:
Aspirin berpotensi menimbulkan interaksi antar obat jika dikonsumsi bersamaan dengan beberapa jenis
obat tertentu. Interaksi antar obat itu bisa menyebabkan perubahan efek pada aspirin, bahkan
meningkatkan risiko timbulnya efek samping dari penggunaan aspirin. Oleh karena itu, interaksi antar obat
harus diperhatikan.
Obat-obatan yang berpotensi menimbulkan interaksi dengan aspirin contohnya obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAIDs), obat-obatan steroid, obat-obatan antikogulan, obat-obatan antidepresan, obat-
obatan untuk menangani tekanan darah tinggi dan epilepsi, serta obat-obatan lain yang mengandung
aspirin.
Acep Hendra Punja Unggara/11615012

Efek samping:
 Serangan asma secara mendadak dan alergi berupa gangguan pernapasan, pembengkakan di mulut,
tenggorokan, atau bibir.
 Perdarahan di perut yang menyebabkan muntah darah dan perdarahan di otak yang bisa mengganggu
pengelihatan, sakit kepala, dan bicara cadel.
 Biduran(kemunculan bilur berwarna merah atau putih yang terasa gatal) dan tinnitus (bunyi atau
dengungan pada telinga).

d. Penggunaan obat yang tepat


Dikonsumsi Bersama dengan makanan dan minuman berbarengan, dan tidak dikunyah.

e. Faktor yang harus diperhatikan


Penggunaan aspirin tidak dianjurkan bagi pasien yang mempunyai riwayat peptic ulcer atau radang pada
lambung.

f. Terappi non farmakologi


- Tindakan Revaskularisasi
Termasuk di sini yaitu operasi pintas koroner (coronary artery bypass grafting, CABG) dan PCI
(angioplasti koroner atau percutaneous transluminal coronary angioplasty / PTCA) dan tindakan terkait
seperti misalnya pemasangan stent, aterektomi rotablasi, dan aterektomi direksional)
- Rehabilitasi medik
Bagi penderita yang sedang mengalami serangan jantung tindakan yang dilakukan memang bersifat
darurat dan dikerjakan dengan cepat. Seperti melakukan rangsangan menggunakan listrik bertegangan
tinggi ketika jantung berhenti berdenyut.

You might also like