You are on page 1of 23

TUGAS MK PERILAKU KESEHATAN SEMESTER 4 (2 sks)

Judul :
Theory of Reasoned Action dan Theory of Planed Behavior
Disusun Oleh :
Kelompok 3

Della Zulfa Rifda (25010113140250)


Achmad Rizki Azhari (25010113140258)
Tiara Tidy (25010113140264)
Atikah (25010113140269)
Miranti (25010113140270)
Dhita Ayu Fauziah (25010113130282)
Berta Yurezka (25010113120283)
Nisa zakiyah (25010113140302)
Tri Amdani Kumbasari (25010113130303)
Yuni Atika Sari (25010113130318)
Kelas D-2013

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
MARET 2015

1
1. Sejarah Theory of Reasoned Action dan Theory of Planed
Behavior

Theory Reasoned Action berasal dari suatu program penelitian yang dimulai
pada tahun 1950-an dan berkaitan dengan prediksi dan pemahaman semua
bentuk perilaku manusia dalam konteks sosial (Ajzen & Fishbein, 1980).
Teori itu didasarkan pada alasan bahwa manusia merupakan pembuat
keputusan yang rasional yang memanfaatkan informasi apapun yang tersedia
bagi mereka. (Bestable, 2002)
Teori ini yang awalnya dinamai Theory of Reasoned Action (TRA),
dikembangkan di tahun 1967, selanjutnya teori tersebut terus direvisi dan
diperluas oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein. Mulai tahun 1980 teori
tersebut digunakan untuk mempelajari perilaku manusia dan untuk
mengembangkan intervensi-intervensi yang lebih mengena. Pada tahun 1988,
hal lain ditambahkan pada model reasoned action yang sudah ada tersebut
dan kemudian dinamai Theory of Planned Behavior (TPB), untuk mengatasi
kekurangadekuatan yang ditemukan oleh Ajzen dan Fishbein melalui
penelitian-penelitian mereka dengan menggunakan TRA.
Icek Ajzen, Ph.D. adalah seorang profesor psikologi di University of
Massachusetts. Ia menerima gelar Ph.D. di bidang psikologi sosial dari
University of Illinois dan selama beberapa tahun menjadi Visiting Professor at
Tel-Aviv University di Israel. Ia banyak menulis artikel, dan bersama Dr.
Martin Fishbein menulis berbagai paper, jurnal dan buku-buku mengenai
Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behavior. Ajzen dan
Fishbein menulis buku Understanding Attitude and Predicting Social
Behavior yang telah banyak dipakai di kalangan akademik dan di wilayah
psikologi sosial, yang diterbitkan pada tahun 1980.
Martin Fishbein, Ph.D. adalah seorang profesor pada Department of
Psychology and the Institute of Communications Research pada University of

2
Illinois di Urbana. Ia seorang konsultan pada the International Atomic Energy
Agency, The Federal Trade Commission and Warner Communications, Inc.
Bersama dengan Dr. Ajzen, ia telah menulis buku Belief, Attitude, Intention
and Behavior: An Introduction to Theory and Research pada tahun 1975. Ia
juga telah banyak menulis buku-buku teks, dan artikel-artikel. Ia mulai
berfikir mengenai peran sikap dalam mempengaruhi perilaku di awal 1960-an
dan di awal 1970-an berkolaborasi dengan Dr. Ajzen mengembangkan Theory
of Reasoned Action dan Theory of Planned Behavior.

2. Definisi Theory of Reasoned Action dan Theory of Planed


Behavior

TRA (Theory Of Reasoned Action), adalah teori perilaku kesehatan


yang menggunakan pendekatan psikologi sosial untuk melihat determinan dari
perilaku sehat yang dikembangkan oleh Azen dan Fishbein menjelang tahun
1970-an. Menurut teori ini, kehendak atau niat seseorang untuk menampilkan
sesuatu perilaku tertentu berkaitan erat dengan tingkah laku aktual itu sendiri.
Ada dua asumsi pokok yang menjadi dasar teori ini yaitu:

 Bahwa perilaku ada dalam kendali si pelaku.


 Bahwa manusia adalah makhluk rasional.

Maka juga teori “Fesbein-Ajzen” menekankan pentingnya peranan dari


“intention” atau niat sebagai alasan atau faktor penentu perilaku. Selanjutnya
niat ini ditentukan oleh :

a. Sikap
Penilaian yang menyeluruh terhadap perilaku atau tindakan yang
akan diambil.

3
b. Norma Subjektif
Kepercayaan terhadap pendapat orang lain apakah menyetujui atau
tidak menyetujui tentang tindakan yang akan diambil tersebut.
c. Pengendalian Perilaku
Bagaimana persepsi terhadap konsekuensi atau akibat dari perilaku
yang akan diambilnya.

Contoh :
Perilaku ibu untuk mengimunisasikan anaknya di Posyandu, didasari oleh
“NIAT” atau “INTENTION” ibu sendiri.. Niat ibu sendiri ditentukan oleh :

a. Sikap ibu, yakni penilaian ibu tersebut terhadap untung ruginya


tindakan yang akan diambil untuk imunisasi anaknya.
b. Norma subjektif, yakni kepercayaan atau keyakinan ibu terhadap
perilaku yang akan diambil, lepas dari orang lain setuju atau tidak
setuju.
(Notoatmodjo, 2010)

Sedangkan Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan


pengembangan lebih lanjut dari TRA. Ajzen (1988) menambahkan
konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu control perilaku yang
dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan

4
dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka
melakukan perilaku tertentu (Chau dan Hu, 2002).
Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku
tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi
Behavioral Belief Attitde towards Behavior Intention to Behave Behavior
Normative Belief Subjective Norms. Theory of Reasoned Action (Fishbein
& Ajzen, 1975) juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat
dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol
tersebut (control beliefs).
Secara lebih lengkap Ajzen (2005) menambahkan faktor latar
belakang individu ke dalam PBT, sehingga secara skematik PBT
dilukiskan sebagaimana pada gambar dibawah ini :

5
3. Bagan Konsep Theory of Reasoned Action dan Theory of
Planed Behavior
Teori TRA dan TPB fokus pada faktor-faktor yang berkaitan dengan
motivasi individu sebagai penentu kemungkinan melakukan perilaku tertentu.
Teori TRA mencakup langkah-langkah dari sikap dan persepsi sosial normatif
yang menentukan niat/tujuan berperilaku. Niat/tujuan berperilaku selanjutnya
mempengaruhi perilaku. Teori TPB merupakan perluasan dari teori TRA.
Teori TPB mencakup komponen tambahan yang bersangkutan dengan kontrol
yang dirasakan atas pelaksanaan perilaku. Teori TRA, pertama dikenalkan
pada tahun 1967, bersangkutan dengan hubungan antara kepercayaan
(perilaku dan normatif), sikap, niat, dan perilaku. Fishbein (1967)
mengembangkan teori TRA melalui usaha memahami hubungan antara sikap
dan perilaku.

6
4. Definisi Komponen TRA dan TPB Berdasarkan Bagan

No Komponen Definisi

1 Tujuan/niat yang Predictor yang kuat dari perilaku yang


berhubungan dengan menunjukkan seberapa keras seseorang
perilaku mempunyai keinginan untuk mencoba, seberapa
besar usaha mereka untuk merencanakan, sehingga
menampilkan suatu tingkah laku.

2 Sikap terhadap perilaku Evaluasi keseluruhan perilaku.

3 Kepercayaan Individu Keyakinan/kepercayaan akan kinerja/performa


yang berhubungan perilaku kesehatan berhubungan dengan atribut
dengan (perilaku) atau hasil tertentu
kesehatan

4 Evaluasi yang Nilai yang melekat pada hasil perilaku atau atribut.
berhubungan dengan
hasil perilaku

5 Norma subjektif Kepercayaan/ Keyakinan tentang apakah


kebanyakan orang menyetujui atau menolak suatu
perilaku

6 Kepercayaan individu Keyakinan tentang apakah setiap acuan/refensi


yang berhubungan menyetujui atau menolak suatu perilaku
dengan norma

7 Motivasi untuk Motivasi untuk melakukan apa yang dipikirkan


mengikuti setiap rujukan/referensi.

7
8 Merasakan adanya Keseluruhan control/pengawasan yang dirasakan
pengawasan tehadap atas perilaku
sesuatu yang
berhubungan dengan
perilaku

9 Kontrol kepercayaan Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat


dilaksanakan atau kepercayaan mengenai
kemampuan dalam mengendalikan perilaku

10 Merasakan kekuatan Persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk


melakukan suatu perilaku dalam kondisi yang
mendukung dan kondisi yang menghambat

5. Theory of Reasoned Action


Penentu terpenting dari sebuah perilaku ialah niat perilaku seseorang.
Penentu langsung dari niat perilaku individu adalah sikap mereka terhadap
perilaku tersebut dan norma subjektif yang terkait dengan perilaku tersebut.
Sikap ditentukan oleh keyakinan individu tentang hasil jika melakukan atau
tidak melakukan perilaku (keyakinan perilaku) ditimbang dengan evaluasi
terhadap hasil. Dengan demikian, orang yang memiliki keyakinan yang kuat
bahwa hasil dari suatu perilaku adalah positif, maka ia akan memiliki sifat
positif terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya, orang yang memiliki keyakinan
yang kuat bahwa hasil dari suatu perilaku adalah negatif, maka ia akan
memiliki sifat negatif terhadap perilaku tersebut. Norma subjektif seseorang
ditentukan oleh keyakinan normatifnya, untuk menyetujui atau menolak
melakukan sebuah perilaku, tergantung juga dengan motivasinya. Dengan
demikian, orang yang percaya bahwa rujukan tertentu dari seseorang untuk
melakukan sebuah perilaku adalah sama dengan apa yang diyakininya, ia akan

8
termotivasi untuk melakukan perilaku tersebut (norma subjektif positif).
Sebaliknya, orang yang percaya bahwa rujukan tertentu dari seseorang untuk
melakukan sebuah perilaku adalah berbeda dengan apa yang diyakininya, ia
tidak akan termotivasi untuk melakukan perilaku tersebut (norma subjektif
negatif), dan orang yang kurang termotivasi untuk melakukan suatu perilaku
akan memiliki norma subjektif yang relatif netral.
TRA mengasumsikan rantai kausal yang menghubungkan keyakinan
perilaku dan keyakinan normatif dengan niat perilaku dan perilaku, melalui
sikap dan norma subjektif. Pengukuran komponen model dan hubungan
kausal antara komponen ditentukan secara jelas (Ajzen dan Fishbein, 1980).
Keyakinan perilaku seseorang tentang kemungkinan bahwa kinerja perilaku
akan menghasilkan hasil tertentu diukur dari bipolar "tidak mungkin" -
"mungkin" atau "tidak setuju" - "setuju". Evaluasi setiap hasil diukur dari
bipolar "baik" - "buruk". Sebagai contoh, salah satu hasil dari "berhenti
merokok" bisa jadi ini "akan menambah berat badan saya". Evaluasi
seseorang dari hasil ini diukur dengan apakah “akan menambah berat badan”
berarti baik atau buruk baginya. Seseorang mungkin percaya bahwa "berhenti
merokok" sangat tidak mungkin untuk menghasilkan "kenaikan berat badan"
dan dapat mengevaluasi kenaikan berat badan sebagai suatu hal yang baik
atau buruk. Sebuah pengukuran langsung dari sikap terhadap suatu perilaku
diperoleh dengan menggunakan item skala diferensial semantik seperti "baik"
atau "buruk" dan "menyenangkan" atau "tidak menyenangkan", dan
menjumlahkan mereka. Tindakan langsung biasanya lebih erat kaitannya
dengan niat dan perilaku daripada tindakan tidak langsung. Tindakan
langsung diiringi dengan adanya keyakinan terhadap perilaku sehingga
memudahkan kita untuk fokus dan memberi intervensi (melakukan hal
tersebut).
Sebuah desain studi prospektif dianjurkan untuk membedakan
hubungan antara konstruksi, dengan sikap, norma subjektif, dan niat diukur

9
pada satu titik waktu dan perilaku diukur setelah interval waktu. Sebuah studi
cross-sectional dapat memberikan prediksi buruk dan pemahaman tentang
perilaku sebelumnya jika motivasi responden studi berubah setelah perilaku.
Korelasi dan analisis varians dapat digunakan untuk menentukan keyakinan
perilaku tertentu atau keyakinan normatif yang paling kuat terkait dengan niat
dan perilaku, sehingga target secara empiris dapat diidentifikasi untuk upaya
intervensi.
Nama teori ini telah menyebabkan persepsi bahwa ini adalah model
"perilaku rasional". Hal ini tidaklah benar. Asumsi dari TRA adalah bahwa
individu ialah "faktor rasional". Artinya, semua individu memproses
informasi dan termotivasi untuk bertindak. TRA mengasumsikan bahwa ada
alasan yang mendasari yang menentukan motivasi seseorang untuk melakukan
suatu perilaku. Alasan-alasan ini, terdiri dari keyakinan perilaku dan normatif
seseorang, menentukan sikap dan norma subjektif mereka, terlepas dari
apakah keyakinan yang rasional, logis, atau benar oleh beberapa standar
objektif. Kekuatan TRA adalah yang menyediakan kerangka kerja untuk
membedakan alasan tersebut. TRA memecahkan tindakan individu dengan
mengidentifikasi, mengukur, dan menggabungkan keyakinan yang relevan
dengan individu atau kelompok, untuk memahami alasan mereka sendiri yang
termotivasi melakukan suatu perilaku. TRA tidak menentukan keyakinan
tertentu tentang hasil perilaku atau acuan normatif yang harus diukur. Hasil
perilaku yang relevan dan referen akan berbeda untuk perilaku yang berbeda.
Demikian juga mereka mungkin berbeda untuk perilaku yang sama tapi untuk
populasi yang berbeda.
Sebuah langkah penting dalam menerapkan TRA melibatkan
wawancara terbuka untuk mengidentifikasi hasil perilaku yang relevan dan
referen untuk setiap perilaku tertentu dan populasi yang diselidiki.
Wawancara dilakukan dengan sampel minimal 15 atau 20 orang, sekitar
setengah dari mereka telah melakukan atau bermaksud untuk melakukan

10
perilaku yang diteliti dan setengahnya belum melakukan perilaku. Orang-
orang diminta untuk menggambarkan setiap hasil positif atau negatif dari suat
perilaku. Kedua, mereka diminta untuk menggambarkan setiap individu atau
kelompok yang mungkin mereka dengarkan, yang baik dalam mendukung
atau menentang mereka melakukan perilaku. Kemudian hasil wawancara
tersebut dianalisis untuk diidentifikasi. Informasi ini kemudian digunakan
untuk kuesioner, dan langkah-langkah TRA dikembangkan. Intervensi
kemudian dapat dirancang untuk menargetkan dan mengubah keyakinan atau
nilai, sehingga mempengaruhi sikap dan norma subjektif terhadap perilaku.
TRA telah berhasil digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan berbagai
perilaku kesehatan dan niat, termasuk merokok, penggunaan kontrasepsi,
penggunaan mamografi, penggunanan pelayanan kesehatan, olahraga,
penggunaan sabuk pengaman, penggunaan helm keselamatan, ibu menyusui,
penggunaan narkoba, dan HIV atau penyakit menular seksual (PMS) perilaku
pencegahan; dan temuan telah digunakan untuk mengembangkan intervensi
perubahan perilaku.

Conclusion :
TRA dan TPB menyediakan kerangka yang sangat baik untuk
konseptualisasi, mengukur, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang
menentukan perilaku. TRA berfokus pada faktor kognitif (keyakinan dan
nilai-nilai) yang menentukan motivasi (niat perilaku), dan sangat berguna
dalam menjelaskan perilaku, terutama perilaku yang berdasarkan kontrol
kehendak. TRA memberikan pemikiran yang sangat tepat untuk
mengidentifikasi dan mengukur keyakinan perilaku dan normatif dan untuk
menguji hubungan mereka dengan niat dan perilaku. TRA memberikan
pemikiran yang sangat tepat untuk mengidentifikasi dan mengukur keyakinan
normatif dan perilaku dan untuk menguji hubungan mereka dengan niat dan
perilaku. Dalam menerapkan teori perilaku, penting untuk terus menilai

11
mereka dan mempertimbangkan teori lain serta didorong komponen yang
dapat menambah kekuatan penjelasan teori ini. TPB memperluas TRA dengan
menambahkan factor “perceived behavioral control” (merasakan adanya
pengawasan tehadap sesuatu yang berhubungan dengan perilaku) yang
bersangkutan dengan dukungan dan hambatan yang mempengaruhi niat dan
perilaku.
TRA dan TPB menyediakan kerangka kerja untuk mengidentifikasi
faktor-faktor empiris yang berfokus pada intervensi upaya edukasi kesehatan.
TRA dan TPB juga memberikan dasar untuk mengevaluasi intervensi
perubahan perilaku karena mereka memberikan hipotesis tentang bagaimana
intervensi, menargetkan satu set keyakinan yang akan mempengaruhi model
komponen item-item penyusunnya (misalnya, sikap) dan dengan demikian
mempengaruhi niat dan perilaku. TRA dan TPB dapat melengkapi
penggunaan teori-teori lain mengenai perubahan dan dengan demikian
meningkatkan penelitian mengenai perubahan dan praktek perilaku.

6. Theory of Planed Behavior

TRA menganggap bahwa faktor langsung yang penting terhadap


perilaku adalah niat perilaku. Keberhasilan teori dalam menjelaskan perilaku
tergantung pada perilaku dibawah kontrol kehendak. Dalam kondisi kontrol
kehendak tinggi,motivasi diukur dengan niat. Sikap dan faktor norma dari
niat diharapkan menjadi penentu utama perilaku. Namun, komponen TRA
tidak cukup untuk memprediksi perilaku dibawah kontrol kehendak
menurun. Ajzen dan rekan-rekannya mengusulkan Theory of Planned
Behavior (TPB), untuk memprediksi orang dengan kontrol kehendak. Ajzen
dan rekan-rekannya menambahkan “perceived behavioral control” pada
TRA dalam upaya menghitung faktor luar dari kontrol individu yang
mempengaruhi niat dan perilaku. Ekstensi ini sebagian didasarkan pada

12
gagasan bahwa perilaku ditentukan juga oleh motivasi (niat) dan kemampuan
(kontrol perilaku). Ajzen berpendapat bahwa setiap orang akan melakukan
usaha lebih ketika persepsi dan kontrol perilaku tinggi. Persepsi seseorang
mengenai kontrol atas perilaku bersama dengan niat, diharapkan dapat
memberikan efek langsung pada perilaku, terutama ketika kontrol yang
dirasakan adalah penilaian akurat dari kontrol aktual perilaku dan ketika
kontrol kehendak tidak tinggi.

Selain itu TPB mengatakan bahwa perceived control adalah faktor


bebas dari niat perilaku seiring dengan sikap terhadap perilaku dan norma
subjektif. Dengan sikap dan norma subjektif yang konstan, persepsi
seseorang tentnag mempermudah atau mempersulit untuk melakukan
perilaku akan berdampak pada niat perilaku. Bobot relative dari ketiga faktor
ini dalam menentukan niat diharapkan bervariasi untuk berbagai perilaku dan
populasi.

Menurut TPB, perceived control ditentukan oleh kontrol kepercayaan


tentang ada atau tidaknya fasilitator dan hambatan untuk melakukan perilaku,
tertimbang dengan kekuatan yang dirasa (perceived power) atau dampak dari
setiap faktor mendukung atau menghambat perilaku. Demikian seorang yang
memegang kuat kontrol kepercayaan tentang keberadaan faktor yang
mempermudah perilaku akan memiliki perceived control yang tinggi
terhadap perilaku. Sebaliknya, seorang yang memegang kuat kontrol
kepercayaan tentang keberadaan faktor yang memhalangi perilaku akan
memiliki perceived control yang rendah terhadap perilaku. Beberapa studi
memiliki perceived control operasional menggunakan ukurang mendasar dari
kontrol kepercayaan dan kekuatan yang dirasa.

Seperti pada TRA, sumber tertentu dan hambatan yang diukur tidak
cukup dengan teori tetapi identifikasi melalui wawancara elisitasi untuk

13
populasi tertentu dan perilaku yang diselidiki. Suatu waktu faktor-faktor di
identifikasi, kontrol kepercayaan dan kekuatan yang dirasa seseorang
mengenai setiap faktor yang diukur. Meskipun Ajzen memiliki tidak cukup
lengkap bagaimana kontrol kepercayaan diukur, aplikasi TPB disarankan
untuk kontrol kepercayaan mengenai setiap faktor yang harus diukur pada
bipolar kemungkinan kejadian mencetak skala -3 sampai +3. Kekuatan yang
dirasakan masing-masing faktor diukur pada bipolar skala "Mudah-sulit".
(Terry, Gallois dan McCamish, 1993; Ajzen, 1991). Misalnya, wawancara
elisitasi mungkin mengidentifikasi "larangan merokok restaurant" sebagai
faktor yang berpengaruh perceived behavior control seseorang atas berhenti
merokok. Kontrol keyakinan seseorang mengenai faktor ini diukur dengan
memiliki dia atau kemungkinan tingkat nya menghadapi "larangan merokok
restaurant", sementara daya yang dirasakan diukur dengan memiliki orang
menilai persepsi nya pengaruh "larangan merokok restaurant" dalam
membuat lebih mudah atau lebih sulit untuk berhenti merokok. Langkah-
langkah ini diperoleh untuk semua faktor yang diidentifikasi sebagai
memfasilitasi atau menghambat perilaku. Sebuah ukuran tidak langsung
dirasakan kontrol perilaku orang tersebut adalah dihitung dengan mengalikan
setiap kontrol kepercayaan oleh sesuai daya dirasakan (dampak) rating dan
kemudian menjumlahkan nilai ini produk di semua faktor kontrol (Ajzen and
Driver, 1991). Ukuran langsung dirasakan kontrol perilaku juga harus
diperoleh seperti disebutkan sebelumnya, untuk menunjukkan bahwa ukuran
tidak langsung (berdasarkan keyakinan kontrol) dikaitkan dengan ukuran
langsung dan bahwa ukuran langsung dikaitkan dengan niat dan perilaku.
Ukuran langsung dirasakan kontrol perilaku biasanya diukur menggunakan
SEMATIC item skala diferensial seperti "kepada saya" atau "tidak sampai ke
saya" dan "sulit" atau "mudah".

14
Menurut Ajzen kontrol perilaku yang dirasa mirip dengan Bandura
(1991) membangun kepercayaan diri, yang berkaitan dengan penilaian
individu tentang seberapa baik ia dapat menujukkan sikap dalam berbagai
kondisi penghambat. Namun, operasionalisasi konstruksi ini agak berbeda di
TPB dibandingkan dengan teori Bandura. Kontrol yang dirasakan juga sangat
mirip dengan Triandis (1980) konseptualisasi kondisi memfasilitasi, yang
berkaitan dengan karakteristik individu (misalnya, pengetahuan atau
kemampuan) atau lingkungan yang membuatnya mudah atau sulit untuk
menunjukkan sikap, independen, dari Perilaku niat dari individu itu.
memfasilitasi keadaan yang mempertimbangkan untuk memoderasi pengaruh
niat pada behavior. Namun, Triandis tidak dijelaskan metode untuk
mengukur kondisi fasilitasi seperti yang telah dilakukan untuk
mengendalikan dirasakan. masing-masing teori ini menggambarkan dimensi
yang berbeda dari konstruksi yang sama, satu berkaitan dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi apakah niat diterjemahkan ke dalam perilaku. baik
Triandis dan melihat Ajzen ini membangun sebagai moderator niat pada
perilaku. niat akan memiliki effct lebih besar pada kinerja perilaku jika
dirasakan kontrol perilaku yang tinggi. Namun, interaksi hipotesis ini telah
diterima dengan sangat sedikit dukungan empiris (Ajzen, 1991) both dan
melihat Ajzen ini membangun sebagai moderator niat effectof pada perilaku.
niat akan memiliki dampak lebih besar pada kinerja perilaku jika dirasakan
kontrol perilaku yang tinggi. Namun, interaksi hipotesis ini telah diterima
dengan sangat sedikit dukungan empiris (Ajzen, 1991)

Dalam beberapa tahun terakhir, TPB telah semakin diterapkan untuk


menjelaskan berbagai perilaku kesehatan, termasuk perilaku olahraga,
merokok dan penggunaan narkoba, hiv / perilaku pencegahan std,
penggunaan mammopgraphy, penyediaan dokter layanan pencegahan, dan
perilaku kebersihan mulut. studi ini umumnya ditemukan dukungan untuk

15
kontrol dianggap sebagai prediktor langsung dari kedua niat dan perilaku
(Ajzen, 1991; albarraci, johnson, fishbein, dan muellerleile, 2001; blu, 1995;
craig, Goldberg, dan Dietz, 1996; Godin dan kok , 1996; Millstein, 1996;
montano, phillips, dan Kasprzyk, 2000; montano, Thompson, taylor, dan
mahloch, 1997). Namun, sebagian besar penelitian ini telah menggunakan
ukuran langsung dirasakan kontrol daripada komputasi dirasakan kontrol dari
ukuran keyakinan kontrol dan kekuasaan yang dirasakan mengenai fasilitator
dan kendala tertentu. beberapa penelitian yang telah mengukur keyakinan
kontrol (ukuran tidak langsung) menemukan mereka untuk menjadi prediktor
penting niat dan perilaku, (Ajzen dan sopir, 1991; Kasprzyk, Montano, dan
Fishbein, 1998). Jelas, jika dirasakan kontrol perilaku merupakan prediktor
penting niat dan perilaku, pengetahuan tentang efek dari keyakinan kontrol
terhadap setiap fasilitator atau kendala akan berguna dalam intervensi
developmentof. ini dapat memberikan fokus dalam menargetkan faktor
enviromental tertentu di mana mengontrol keyakinan yang kuat bergaul
dengan niat atau perilaku.

The theory of planed behavior (teori perilaku terencana) didasarkan


pada asumsi bahwa perilaku atau niat untuk berperilaku dengan suatu cara
tertentu, ditentukan oleh sikap seseorang terhadap perilaku, norma subjektif
dan anggapan kendali perilaku. Dengan kata lain, jika seseorang beranggapan
bahwa keluaran tertentu akan menjadi suatu pengalaman positif, bahwa
keluaran itu akan dipandang positif oleh orang lain dan bahwa keluaran itu
tidak sulit untuk dilakukan, orang tersebut semakin berkemungkinana untuk
memperlihatkan perilaku tersebut. Niat kita untuk melakukan suatu perilaku
juga ditentukan oleh norma-norma sosial seperti persepsi terhadap apa yang
akan panutan kita lakukan atau apa yang dia harapkan akan kita lakukan
dalam situasi sama. (Robert, 2008)

16
Kunci dari teori ini adalah konsep tindakan beralasan. Seseorang perlu
memahami atau berfikir secara logis mengenai suatu perilaku yang
ditentukan. Proses tersebut bersifat kognitif- mengungkap atau menemukan
alasan atau maksud untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu. (Robert,
2008)

Perilaku kesehatan perlu mengidentifikasi maksud seseorang dalam


menjalankan suatu perilaku yang telah ditentukan, identifikasi dapat
dilakukan dengan:

a. Sikap terhadap perilaku tersebut: alasan melakukan perilaku itu dan


apa harapannya baik positif maupun negative
b. Norma-norma subjektif: apa yang orang-orang penting lainnya
pikirkan berkaita dengan perilaku itu
c. Kendali perilaku yang dirasakaan: seberapa beratnya perilaku itu
dijalankan dan dipertahankan. (Robert, 2008)

7. Modifikasi Theory of Reasoned Action menjadi Theory of


Reasoned Action
Theory of Reasoned Action paling berhasil ketika diaplikasikan pada perilaku
yang di bawah kendali individu sendiri. Jika perilaku tersebut tidak sepenuhnya
di bawah kendali atau kemauan individu, meskipun ia sangat termotivasi oleh
sikap dan norma subjektifnya, ia mungkin tidak akan secara nyata menampilkan
perilaku tersebut. Sebaliknya, Theory of Planned Behavior dikembangkan untuk
memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak di bawah kendali
individu.
Perbedaan utama antara TRA dan TPB adalah tambahan penentu intensi
berperilaku yang ke tiga, yaitu perceived behavioral control (PBC). PBC
ditentukan oleh dua faktor yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai

17
kemampuan dalam mengendalikan) dan perceived power (persepsi mengenai
kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan suatu perilaku). PBC
mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia
mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu
perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai
faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang
tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu
perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah
dalam mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control beliefs yang kuat
mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku. Persepsi ini dapat
mencerminkan pengalaman masa lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan
datang, dan sikap terhadap norma-norma yang berpengaruh di sekitar individu.
Theory of Planned Behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah
makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin
baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan mereka
sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku-
perilaku tertentu.
TRA/TPB dimulai dengan melihat intensi berperilaku sebagai anteseden
terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang
untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia
melakukannya. Intensi adalah suatu fungsi dari beliefs dan atau informasi yang
penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu
akan mangarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah karena
waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar
kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Karena Ajzen dan Fishbein tidak
hanya tertarik dalam hal meramalkan perilaku tetapi juga memahaminya, mereka
mulai mencoba untuk mengindentifikasi penentu-penentu dari intensi
berperilaku. Mereka berteori bahwa intensi adalah suatu fungsi dari dua penentu
utama, yaitu :

18
a. sikap terhadap perilaku dan
b. norma subjektif dari perilaku.
Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku. Sikap adalah
kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu.
Kepercayaan-kepercayaan atau beliefs ini disebut dengan behavioral beliefs.
Seorang individu akan berniat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika
ia menilainya secara positif. Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan
individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku (behavioral
beliefs), ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome
evaluation). Sikap-sikap tersebut dipercaya memiliki pengaruh langsung
terhadap intensi berperilaku dan dihubungkan dengan norma subjektif dan
perceived behavioral control.
Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs yang
secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu
perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif
disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs). Seorang individu akan
berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-
orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Orang
lain yang penting tersebut bisa pasangan, sahabat, dokter, dsb. Hal ini diketahui
dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang
penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia menampilkan
perilaku yang dimaksud.
Masalah terkait TRA akan muncul jika teori tersebut diaplikasikan pada
perilaku yang tidak sepenuhnya di bawah kendali seorang individu tersebut. TPB
memperhitungkan bahwa semua perilaku tidaklah di bawah kendali dan bahwa
perilaku-perilaku tersebut berada pada suatu titik dalam suatu kontinum dari
sepenuhnya di bawah kendali sampai sepenuhnya di luar kendali. Individu
mungkin memiliki kendali sepenuhnya ketika tidak terdapat hambatan apapun
untuk menampilkan suatu perilaku. Dalam keadaan ekstrim yang sebaliknya,

19
mungkin sama sekali tidak terdapat kemungkinan untuk mengendalikan suatu
perilaku karena tidak adanya kesempatan, karena tidak adanya sumber daya atau
ketrampilan. Faktor-faktor pengendali tersebut terdiri atas faktor internal dan
eksternal. Faktor-faktor internal antara lain ketrampilan, kemampuan, informasi,
emosi, stres, dsb. Faktor-faktor eksternal meliputi situasi dan faktor-faktor
lingkungan.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Ajzen memodifikasi TRA dengan
menambahkan anteseden intensi yang ke tiga yang disebut perceived behavioral
control (PBC). Dengan tambahan anteseden ke tiga tersebut, ia menamai ulang
teorinya menjadi Theory of Planned Behavior (TPB). PBC menunjuk suatu
derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu
perilaku yang dimaksud adalah di bawah pengendaliannya. Orang cenderung
tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu
perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau
kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia
percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya. PBC
dapat mempengaruhi perilaku secara langsung atau tidak langsung melalui
intensi. Jalur langsung dari PBC ke perilaku diharapkan muncul ketika terdapat
keselarasan antara persepsi mengenai kendali dan kendali yang aktual dari
seseorang atas suatu perilaku.
(Zakarija, 2010)
Dibawah ini kelebihan dan kekurangan Theory of Reasoned Action
a. Kelebihan Theory of Reasoned Action
Teori ini memberikan pegangan untuk menganalisis komponen
perilaku dalam item yang operasional. Fokus sasaran adalah prediksi
dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan berada
dalam kendali seseorang, artinya perilaku sasaran harus diseleksi dan
diidentifikasi secara jelas. Tuntutan ini memerlukan pertimbangan
mengenai perbedaan tindakan (action), sasaran (target), konteks, dan

20
perbedaan waktu serta komponen model sendiri termasuk intensi, sikap,
norma subjektif, dan keyakinan.
Konsep penting dalam TRA adalah fokus perbedaan (salience). Hal ini
berarti, sebelum mengembangkan intervensi yang efektif, pertama-tama
harus menentukan hasil dan kelompok referensi yang penting bagi
perilaku populasi. Dengan demikian, harus diketahui nilai dan norma
kelompok sosial yang diselidiki (yang penting bukan budaya itu sendiri,
tetapi cara budaya memengaruhi sikap, intensi, dan perilaku).
(Maulana,2009)

b. Kekurangan Theory of Reasoned Action


TRA adalah bahwa kehendak dan perilaku hanya berkorelasi sedang,
intensi tidak selalu menuju pada perilaku itu sendiri, terdapat hambatan-
hambatan yang mencampuri atau memengarihi intensi dan perilaku (Van
Oost, 1991 dalam Smet, 1994). TRA hanya dimaksudkan untuk
menjelaskan perilaku yang akan dikerjakan secara sukarela, bukan
perilaku perilaku yang diwajibkan atau tanpa ada niat dari pelakunya.
TRA tidak mempertimbangkan pengalaman sebelumnya dengan
perilaku dan mengabaikan akibat-akibat jelas dari variabel eksternal
(variabel demografi, gender, usia, dan keyakinan kesehatan) terhadap
pemenuhan intensi perilaku. Model ini kurang mengena jika digunakan
untuk memprediksi perilaku yang spontan. Selain itu, TRA hanya untuk
sampai perubahan perilaku, sedangkan untuk mempertahankannya perlu
metode lain yang sesuai. (Maulana,2009)

21
8. Aplikasi Theory of Reasoned Action dan Theory of Planed
Behavior
Contoh aplikasi dari TRA adalah niat seorang ibu untuk
mendaftarkan anaknya imunisasi. Bagi sang ibu, imunisasi memberikan
dampak yang positif yaitu mencegah anak terinfeksi virus dan menambah
kekebalan tubuh anak. Namun disisi lain terdapat dampak negatif dari
imunisasi yaitu anak akan merasa kesakitan dan tidak enak badan karena
demam. Maka ibu akan mempertimbangkan mana yang lebih penting diantara
keduanya. Apakah membiarkan anak menangis karena rasa tidak enak badan
atau mempertimbangkan dampak dari imunisasi terhadap kekebalan tubuh
anak. Bidan desa yang memberi informasi tentang pentingnya imunisasi
kepada ibu akan berpengaruh terhadap keyakinan ibu untuk segera
mendaftarkan anaknya berimunisasi. Hal tersebut terdapat kecenderungan
positif untuk berperilaku.
Keyakinan ibu memilih imunisasi untuk kekebalan tubuh anak agar
tidak mudah terserang penyakit merupakan perilaku yang dijalankan dan
dipertahankan.
Contoh aplikasi dari TPB menurut identifikasinya dalah :
a. Contoh (sikap) : Seorang ibu yang akan mengimunisasikan anaknya karena
imunisasi akan menambah antibodi pada tubuh sang anak.
b. Contoh (norma subjektif) : Seorang ibu yang akan mengimunisasikan
anaknya karena terpengaruh dari lingkungan terdekatnya, yaitu ibu-ibu lain
yang mengimunisasikan anaknya karena imunasi tersebut sangat penting
untuk kekebalan tubuh anaknya.
c. Contoh Kendali perilaku : Seorang ibu yang selalu mengimunisasikan
anaknya entah imunisasi wajib atau tidak karena sudah terbukti bahwa
imunasi dapat memperkuat antibodi anak dan berkemungkinan tidak akan
terserang penyakit yang telah diimunisasikan tersebut.

22
Daftar Pusaka

Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personality and Behavior, 2nd edition, Berkshire, UK:
Open University Press-McGraw Hill Education

Bastable, Susan B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik : Prinsip-prinsip Pengajaran


dan Pembelajaran. EGC. Jakarta

Bonsley, Robert J. 2008. Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC

Fishbein, M, & Ajzen, I. 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behavior : An


Introduction to Theory and Research, Reading, MA: Addison-Wesley

Hu, P. J., Chau, P. Y. K., Sheng, O. R. L., & Tam, K. Y.1999. ’Examining the
Technology Acceptance Model Using Physical Acceptance of Telemedicine
Technology’, dalam Journal of Management Information Systems, Vol. 16,
No. 2, pp. 91-112

Jogiyanto. 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. Yogyakarta : Andi Offset

Maulana, Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

Ramdhani, N., 2007, Apakah Kepribadian Menentukan Pemilihan Media


Komunikasi? Metaanalisis Terhadap Hubungan Kepribadian Extraversion,
Neuroticism, dan Openness to Experience dengan Penggunaan Email, Tugas
Meta Analisis, tidak diterbitkan.

Zakarija, 2010. http://zakarija.staff.umm.ac.id/files/2010/12/Theory-of-Planned-


Behavior-masihkah-relevan1.pdf (Diakses pada Jumat, 20 Maret 2015 pukul 16.00
WIB.

23

You might also like