You are on page 1of 14

November

Setiap detik yang penuh arti, aku simpan rapi di dalam hati. Bukan untukku
kenang, melainkan untuk mengulang lagi apa yang telah terjadi hari-hari itu.
Semua terlihat sempurna, tiada gores luka yang sempat kau lakukan untukku.
Kita dua orang yang saling mencintai tanpa adanya perselisihan yang berarti.
Kau mendukung semua kegiatanku, meskipun itu seringkali menyakitimu,
yah, aku sering terlibat tugas dengan seorang pria tampan, pintar, dan cukup
eksis di sekolah. Kau cemburu, aku tahu. Aku tahu persis kau begitu takut aku
mengkhianati cintamu, namun kau pilih bungkam untuk kau jujur ungkapkan
padaku. Dan dikala dingin menyayat hati malam itu, aku coba meyakinkanmu,
meyakinkan ketulusan, kesetiaan, cinta dan kasih sayangku denganmu, kau
percaya...

Semua terlihat sempurna, waktu 22 bulan lenyap sudah karena akhirnya kau
memilih menyerah dimalam kemarin, kau tega putuskan cintaku. Apa ada lagi
yang lebih sakit dari ini ? Setelah semua komitmen, perjuangan, dan
perasaan kita korbankan bersama hilang hanya dengan beberapa detik. Aku
hilang arah, aku tidak pernah jatuh cinta sebegininya, kau yang selalu aku
perjuangkan disetiap hembusan nafas dan sujudku hilang sudah. Tiada kata
yang lebih indah dari sekedar ungkapan cintamu di setiap ujung malam, aku
kalut, aku kalut didalam sepiku, tiada lagi kamu, yang selalu ada di episode
mimpi-mimpiku. Jika cinta hanya sementara dalam hitungan bulan, mengapa
perasaan ini selama abad ? Aku mencarimu dalam kegelapan hari itu, aku
masih berharap kau berubah pikiran dan meminta maaf dengan mengatakan
"aku khilaf sayang, aku bosan karena kita ldr". Namun, setelah kau
memutuskan itu, hingga larut aku tidak menemukan notifikasi namamu lagi di
layar terkunci handphone ku. Kian larut, kian sendu. Ku coba pejamkan
mataku, meyakinkan tidak ada apa-apa malam itu, meyakinkan besok akan
baik-baik saja dengan ucapan "selamat pagi"darinya. Berharap ini hanya
bagian mimpi buruk penggugah jiwa. Aku terlelap dalam harapku, harapan
yang masih ingin aku raih esok hari dengan dirinya terus ada disampingku.
"Selamat malam kekasih, aku mencintaimu", tutupku sebelum tidur, aku
terlelap.....
Kenangan
Kamu terlihat baik-baik saja, sementara aku disini berupaya keras
melupakanmu, melupakan setiap ingatan yang masih sering terbesit dihari-
hariku. Bukan untuk sengaja diingat, bukan, dan tidak sama sekali. Hanya
saja, setiap aku berada di ruangan pribadiku, aku masih sering lihat foto itu,
foto yang dulu sering kita ciptakan. Disetiap hari semasa SMA dulu, memang
kita sering menyempatkan diri untuk berfoto disela-sela istirahat, sehingga
dengan waktu pacaran 22 bulan, cukup banyak koleksi foto kita di kamarku,
aku terhenyut kembali dalam ingatan itu, ingatan betapa lepasnya ketawa,
senyum, dan betapa romantisnya foto candid kita di bawah jembatan itu.
Terlihat lucu, hanya saja dia memilih nyerah dalam ruang ldr ini. Lantas, aku
bisa apa ? Toh, aku terlihat sakit disini sementara dia riang saja disana, tanpa
pernah peduli bagaimana dulu kebersamaan kita. Kamu tidak salah, tidak
sama sekali, hanya saja aku disini yang begitu penuh harap untuk kau
menemaniku lagi. Tiada puisi lagi, tiada petikan gitar lagi, tiada suaramu lagi,
disini sepi sayang. Sepi sudah jadi temanku kini, sementara kamu ? Hanya
bayangan dalam setiap langkah hidupku kini.
Rindu

Sejak 3 hari yang lalu, ia memutuskan meninggalkanku, aku sendiri, aku


kacau, semua berantakan. Untuk kuliah pun semua motivasi dari teman
dekatku, aku bisa tertawa lepas, tertawa seolah tiada masalah di depan
temanku, tapi tidak ketika aku sendiri. Aku kehilangan hidupku dulu, "apa ini
yang namanya patah hati ?" batinku dalam hati. Tiada selera makan, tiada
selera interaksi, hanya terus-terusan melihat notifkasi handphone masih
berharap dia untuk menghubungiku lagi. "Kau terlihat bodoh", yah semua
orang membisikku seperti itu, aku pun sadar dengan diriku sendiri, begitu
rendahnya aku yang terus beruraian air mata sementara dia tertawa lepas
disana. Kata orang, pasca patah hati butuh kestabilan terlebih dahulu untuk
menata kembali puing-puing yang tersisa, sehingga butuh waktu untuk
sendiri, untuk meratapi diri, yang gak boleh terlena dengan keadaan. Benar,
kata itu benar adanya, hanya saja aku yang masih terlalu kalut, sehingga
terus-terusan berlalu. Hari kian berganti, waktu kian berjalan, sementara
kamu kian jauh.

Tanpa kusadari sejak diputuskan malam itu, aku tidak pernah melihat feed di
instagramku lagi. Aku hanya sibuk merenung, berpikir, dan intropeksi diri
mengapa ini bisa terjadi secepat ini. Aku coba menyibukkan diriku dengan
sekedar melihat feed media sosial yang ku punya

"Fotomu masih rapi di feed instagramku, kamu terlihat lucu di sini, senyummu
aku suka, sayang kamu udah jauh" sebutku ketika melihat feed pribadiku,
yang sama sekali belum ku hapus foto-foto kebersamaan antara aku dan dia.
Aku scroll down, hingga di feed paling awal ketika kita jadian pertama kali,
banyak foto disitu, foto bunga, foto coklat, foto setiap event sekolah, foto
kemenanganku, dan banyak lagi bersamanya.

Masih terus aku pandangi wajahnya di feed pribadiku, tanpa terasa air mata
kian menetes perlahan "aku rindu... aku rindu kamu disini" lirihku. Sementara
aku gak pernah tau bagaimana kamu disana, apa sedang tertawa dengan
lepas setelah meninggalkanku atau.... sebaliknya. "ah aku rasa tidak
mungkin". Seseorang yang begitu aku cinta, dan aku perjuangkan setiap
harinya tega mengkhianati cintaku dengan alasan yang sama sekali tidak
masuk akal.

"Lihat dirimu Al, kamu begitu cantik untuk hanya mengharapkan kembalinya
saja, biarlah dia pergi dan kamu bisa mencari yang lebih baik dari dia"
motivasiku sendiri, sambil terus menatap feed instagramku, yang sesekali
membuka aplikasi kamera memperlihatkan kamera depan yang langsung
menunjukkan wajahku, dan aku terus menatapi wajahku sendiri melihat
bengkaknya kedua mataku yang mungkin pasca mengalami tangisan yang
sering aku lakukan.

Entah mengapa cinta ini membuatku sakit, sakit, dan begitu sakit. Cinta yang
dulu sama-sama kita bangun, berharap sampai akhir hayat kini sirna sudah,
cinta aku hilang....
Kelabu

Hari ini kau datang lagi, menyapa dengan hangat hati yang pernah kau lukai.
Jujur, aku bisa dengan mudah melupakan apa yang terjadi antara kita
kemarin. Bagiku, wajar memang jatuh cinta sendirian itu sakit, dan aku tidak
apa-apa.
Kau hadir dengan cerita barumu, cerita tentang mimpi yang sedang kau
rencanakan sore ini. Aku terbawa suasana dengan ceritamu, aku kalut
dengan senyummu, yang mungkin besok, lusa, tidak akan sama lagi.
Padahal, jika aku diberi pertanyaan "apa yang akan tetap kamu pertahankan
didalam hidupmu ?" Dengan sigap aku jawab "hari ini, hari dimana dia cerita
tentang mimpinya, tentang keluarganya, tentang dirinya, dan senyum
lepasnya"
Aku tertegun dengan semua yang ada di sore itu
"Jangan berakhir, aku takut" batinku dalam hati
Semesta seakan mengizinkan untuk memperpanjang waktu bercengkrama
dengannya
"Hujan" tunjukku ke arah luar kedai di sore itu
Apa ini rasanya jatuh cinta sendiri, hanya dengan mendengarkan semua
ceritanya udah merasa cukup bahagia di hati, apa ini rasanya mengagumi
seseorang dari tutur dan bias matanya.
Sementara, dibalik semua cerita yang telah kau utarakan, aku punya rasa
takut yang luar biasa, dan kau tidak akan pernah tahu, bukan ?
Aku menikmati suasana ini, dengan kau disini, mesti tak mampu ku miliki
Aku Hancur

Ada kalanya patah hati bukan perkara putus, melainkan karena ditinggalkan.
Benar memang, kalo jatuh cinta, jatuh itu yang membuat sakit, lantas, siapa
yang harus disalahkan ?

Ketika baru saja kemarin kita masih saling bertegur sapa dengan santai,
bercerita tentang hobi satu sama lain, menghabiskan sisa-sisa sore
menjelang malam dengan untaian tertawa manis khas dirimu, sekarang kamu
pergi begitu aja, tanpa pamit, tanpa izin. Salahku memang, mengagumimu
melalui diam, melalui untaian tertawa dibalik semua ceritamu. Salahku pula
yang tidak utarakan perasaan ini untukmu, namun, aku ini wanita. Wanita
yang memiliki seribu gengsi untuk mengungkapkan isi hatiku.

Kini sudah tiada lagi kamu, dirimu, dan semua ceritamu. Perlu kau tahu,
padahal aku masih ingin merajut cerita kemarin sore, aku masih ingin
bercerita banyak kepadamu, tentang semua cita-cita dan ambisiku, namun
mengapa kamu memilih pergi dan hilang begitu aja dariku. Aku hancur, rapuh,
dan bahkan untuk menggenggam bayangmu saja aku tidak mampu. Biarlah
saja cerita ini gantung, dan aku tetap disini masih menunggumu kembali....
Notifikasi

Notifikasi yang kian berdering tak luput dari perhatianku. Aku penikmat
notifikasi, begitu kiranya. Aku suka memandangi notifikasi-notifikasi kecil dari
handphoneku. Tak heran bila ada yang bilang "handphone mu bunyi mulu
Al".
Dulu,
Aku terlihat biasa aja ketika membaca, membalas beberapa pesan singkat
yang tidak memberikan getaran apapun dalam hati.
Namun sekarang,
Kau mampu mengubah kecintaanku terhadap notifikasi yang kian dering di
sepanjang waktuku.
Semenjak kehadiranmu, kamu jadi notifikasi favoritku, notifikasi yang selalu
aku tunggu kehadirannya di layar terkunciku, hatiku bergetar hebat apabila
notifikasi darimu muncul di layar handphone ku, dan bahkan aku memiliki hobi
baru saat ini, yaitu memandangi notifikasimu, tanpa aku balas dengan cepat,
aku pecinta pesan-pesanmu, lantas apa kau tahu ?
Mungkin,
Aku hilang apabila kau pergi dengan lugasnya, dengan cepat aku menjadi
pribadi yang berbeda.
Lalu, yang terbesit dibenakku kini, apa mungkin aku kalut apabila notifikasi
darimu sudah berakhir ?
Dan sampai saat ini, aku ragu akan hal itu....
Kamu

Kamu masih saja membesit di pikiranku.


Bukan karena pesonamu yang buat aku jatuh, terpikat, dan larut dalam
pencarian ini.
Kamu "istimewa"
1 kata yang tepat, yang sangat sulit untuk aku ucapkan kepada orang lain.
Kau mengubah duniaku secara total.
Kau ajarkan aku tentang banyak hal, tentang keberhasilan, kebahahagian,
jatuh cinta, dan kini kau ajarkan aku arti kehilangan.
Terlihat lucu memang...
Mengapa secepat ini perasaan aku ada untukmu.
Perasaan yang mampu membuat aku tersenyum dikala kacau, perasaan yang
mampu aku curahkan di diary pada malam hari.
Hanya namamu, benar hanya namamu
Aku suka menulis huruf-huruf itu di diaryku
Aku suka mengeja, berucap, dan bertanya sendiri
"Apa benar aku jatuh hati padamu ?"
Tiada yang jawab, dan justru aku sendirilah yang dengan tegas menjawab
"Perasaan ini nyata, aku begitu mencintainya, dan dia ? Hanya bagian dari
harapan terbesarku"lugasku.
Sementara kamu asyik datang dan pergi, tanpa salam, tanpa pamit.
Lantas, apa aku harus marah ?
Hahaha, begitu lucunya pertanyaan itu.
Aku hanya bagian kecil hidupmu yang sekedar lewat dihatimu, tidak ada yang
spesial untukku dihatimu. Angan-angan kecil yang selalu berharap aku bisa
berarti di hatimu.
Sementara hatiku ?
Aku masih setia, masih begitu setia bertahan dengan perasaan ini.
Langit Jakarta

Sore ini hujan.


Langit berderuh duka, bukan lagi segerimis hujan yang tiba, melainkan
selebat hujan dengan gemuruh dan angin yang bertiup cukup kencang.
Keberadaanku hanya menatap binar-binar lampu gedung pencakar langit itu.
Memperhatikan pesan masuk yang kian berbunyi, aku buka satu persatu.
"Tidak ada darimu" gumamku
Pesan yang seharusnya telah sampai kepadamu tepat 24 jam yang lalu,
mestinya ada balasan darimu yang masuk ke handphoneku.
"Dia sibuk, belum di read kali ya" gumamku lagi.
Aku masih di bawah atap rumah makan sambil menunggu redanya hujan.
Aku penasaran, Ku coba beranikan diri scroll down semua pesan-pesan yang
ada di handphoneku.
"Namamu" bisikku
Aku buka..
Dan...
Hahahaha
Kamu udah nge-read semua isi pesanku. Entah dari kapan pesan itu udah
kamu tahu tanpa kamu balas satupun untukku.
Aku mau marah ?
Aku siapa, tiada ikatan apa-apa diantara kita.
Aku sedih ?
Jelas... Setelah hari kemarin kita masih membahas tentang isi dunia, tapi
kamu bungkam seperti ini, tiada meninggalkan bekas apapun, dan tiada
balasan yang pasti.
Dan setelah ini ?
Aku harus merajut hariku kembali, tanpa kamu, tanpa ceritamu, tanpa
bahagiaku yang begitu berarti.
Padahal, disini kita berada di bawah langit yang sama, dibawah langit sendu
jakarta sore itu. Lantas, mungkin awan berbisik pada semesta pertanda detik
detik aku kehilangan jejakmu....

_Maret2018
Hadiah Pahit

Hari ini kamu hadir kembali, seakan lupa dengan masalah kemarin. Dan tetap
saja bodohnya aku membiarkan kamu dengan bebas datang dan pergi.
Hati...
Yaa karena hati aku pun lupa dengan perilaku mu kemarin, seakan hari ini
kau tidak akan menyakitiku lagi, aku kalut.....
Biarlah kemarin menjadi hari yang lalu, hari luka untuk hatiku, tapi tidak hari
ini dan esok, batinku.
Kamu kembali terlihat lebih baik dari kemarin, aku semakin lupa bahwa kamu
akan pergi dan tidak untuk kembali ke hidupku lagi.
Malam itu, kamu merencanakan sesuatu kepadaku.
Sesuatu yang kupikir cukup membuat hatiku berdesir bukan kepalang.
Yaa setelah 1 tahun yang lalu adalah pertemuan terakhirku dengan mu, kau
merencakan suatu pertemuan baru.
Aku tidak bisa menahan senyum-senyum kecil sembari melihat layar
handphoneku malam itu.
Namun, dibalik goresan senyum tipis yang kutorehkan dibibirku dan degupan
kecil yang bernada di jantungku, ada rasa ketakutan yang teramat dalam di
hati.
Aku takut setelah kita jumpa nanti, kau hilang, pergi dengan lugas,
meninggalkanku dengan senyuman khas wajahmu di pertemuan itu.
Padahal, bukan hadiah itu yang aku mau.
Aku menginginkan hal sama seperti kemarin, meski aku menahan rindu di
tengah hujan, meski aku menahan sakit di kala sepi. Aku mau kita terus
komunikasi hingga nanti.
Aku egois ? Ya aku cukup egois untuk perasaan ini.
Tapi inilah aku yang hanya ingin kau tetap ada di sisiku meski aku tak bisa
bertatap mata denganmu, inilah aku yang masih butuh bimbingmu hanya
dengan via chat-chat lucu di sepanjang hari, aku udah bahagia.
Cinta ini terlihat lucu, egois, namun aku tetaplah aku, aku mencintaimu dan
bertahan untuk itu, namun kau memilih untuk menyudahinya, dan aku tidak
bisa apa-apa.
Senja Senayan

Terik matahari yang menggerogoti Jakarta membuat tubuhku terasa hangat,


gerah, dan sesekali mengusap keringat. Waktu kian berputar menelusuri
dentang detik demi detik yang terkumpul menjadi menit, dan jam. Aku
cukupkan kuliah hari ini tepat pukul 16.00.
Untaian janji sore ini telah ada dalam list pertemuan spesialku dengan
seseorang. Yah kamu. Masih juga kamu yang berkutat di hati dan pikiranku,
masih saja kamu yang berlalu lalang tepat di denyut nadiku, masih saja kamu
dengan segumpal cerita yang penuh teka teki. Kamu dan kamu.....
Aku telusuri jalan yang menembus waktu tepat di balik senja aku duduk
disalah satu kafe Senayan. Satu hingga 15 menit kemunculanmu masih
penuh tanda tanya, tak jua ku jumpa wajah khasmu itu tepat dimataku, hatiku
udah tak karuan.
Dua puluh menit berlalu, jalan tegap dengan langkah besar udah terlihat
semakin dekat menujuku, aku lambaikan tangan, senyum, kau hanya
membalas dan berucap "sorry, hujan".
Aku luluh.....
Dibalik senja Senayan itu, kau bercerita banyak hal, tentang kuliahmu,
sesekali membahas politik, kita terlarut dalam diskusi panjang yang ingin aku
teruskan hingga besok, lusa, setahun, hingga selamanya. Tapi jujur, waktu
bernyawa, dan nyawa akan habis tepat pada masanya. Aku menikmati sore
itu dengan terus menatap mata coklat berbulu mata lentikmu, "Indah ciptaan
Tuhan ini" batinku. Aku terhanyut......
Detik kian berganti menit, menit kian berganti jam, aku masih terus menikmati
semua ceritamu, "tolong jangan hentikan ini, Tuhan, karena besok, lusa dan
seterusnya tidak akan ada dia lagi di hidupku"bisikku menyayat hati.
Namun waktu enggan berdialog denganku, dan memilih pergi dengan
sombongnya menghentikan diskusi malam itu.
Ada satu hal yang teramat ingat tepat di pikiranku, "aku mau liat novelmu"
ucapnya. Aku tertegun malu, sementara hati kian berbisik "bagaimana bisa
aku menunjukkan semua cerita dalam novelku, sementara isi dari novel
tersebut semua tentang dirimu"
Aku hanya membalas dengan "nanti aja tunggu viewersnya banyak" palingku.
Malam itu memang menjadi klimaks untuk kita, pertemuan terakhir,
komunikasi terakhir, dan hari-hari indah pupus sudah, malam itu ya tepat
malam itu, dibalik senja Senayan.
Hilang

Dua hari pasca kepergianmu kian berlalu. Hati ini berjalan tanpa arah, tanpa
ada satu pegangan yang mampu aku raih. Jembatan-jembatan yang dulu aku
pegang tepat pada akhirnya. Bayang-bayangmu senantiasa bercermin
padaku, aku ada di titik terendah saat ini. Sementara kamu, aku tidak pernah
tau lagi, kamu hilang gitu aja, mengikuti alur waktu yang kian maju. Apa kamu
tidak ingin kembali ke waktu lalu ? Waktu seminggu yang lalu persis kamu
masih ada di sisiku ? Waktu enggan berkomentar untuk itu. Waktu kian
berdesis tak ingin tahu.
Rindu yang dulu aku simpan utuh, sudah pada penyempurnaan, titik dimana
kita bertemu senja itu. Kini, kau membiarkan aku menumpuk rindu yang lebih
dalam lagi, tanpa kehadiranmu disetiap hari-hariku.
"Aku tentu akan biasa saja" bisikku dalam hati.
Ucapan kadang mampu menyembuhkan sedikit luka lara hati, namun hanya
sebentar saja, sementara hati kian terlarut dalam alunan senja hari itu, "aku
ingin hari itu lagi, aku ingin hentikan waktu agar kau tetap ada di sampingku".
Waktu enggan peduli....

You might also like