You are on page 1of 9

PROFIL SINGKAT

KOMODITI KAKAO

3.1 Penggolongan/Klasifikasi dalam Komoditi Kakao


Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulk
cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara
jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang
dibudidayakan adalah jenis mulia (Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003).

3.2 Penggunaan Komoditi Kakao


Biji buah kakao (cokelat) yang telah
difermentasi dijadikan serbuk yang disebut
cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk
ini banyak dipakai sebagai bahan untuk
membuat berbagai macam produk makanan
dan minuman, seperti susu, selai, roti, dan
lain–lain. Buah cokelat yang tanpa biji dapat
difermentasi untuk dijadikan pakan ternak.

3.3 Karakteristik Konsumsi/Pemanfaatan Komoditi Kakao dan Ikutannya


Konsumsi biji kakao dunia sedikit berfluktuasi dengan kecenderungan terus meningkat. Negara
konsumen utama biji kakao dunia adalah Belanda yang mengkonsumsi 452 ribu ton pada tahun

III - 1
Komoditi
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan
Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

2000/01. Konsumsi negara ini diperkirakan menurun menjadi 418 ribu ton tahun 2001/02 dan
440 ribu ton tahun 2002/03.

Selain Belanda, konsumen besar lainnya adalah Amerika Serikat, diikuti Pantai Gading, Jerman
dan Brazil yang masing masing mengkonsumsi 456 ribu ton, 285 ribu ton, 227 ribu ton dan 195
ribu ton pada tahun 2000/01. Diperkirakan pada tahun 2001/02 dan 2002/03 konsumsi negara-
negara konsumen utama kakao dunia ini relatif stabil, kecuali Amerika Serikat dan Jerman yang
sedikit mengalami penurunan (International Cocoa Organization, 2003).

Sementara itu konsumsi cokelat dunia masih didominasi oleh negara-negara maju terutama
masyarakat Eropa yang tingkat konsumsi rata-ratanya sudah lebih dari 1,87 kg per kapita per
tahun. Konsumsi per kapita tertinggi ditempati oleh Belgia dengan tingkat konsumsi 5,34
kg/kapita/tahun, diikuti Eslandia, Irlandia, Luxemburg, dan Austria masing-masing 4,88 kg, 4,77
kg, 4,36 kg dan 4,05 kg/kapita/tahun.

Selanjutnya jika dilihat total konsumsi, maka konsumen terbesar cokelat adalah Amerika Serikat
dengan total konsumsi 653 ribu ton atau rata-rata 2,25 ka/kapita/tahun pada tahun 2001/02.
Negara konsumen besar lainnya adalah Jerman, Prancis, Inggris, Rusia dan Jepang dengan
konsumsi masing-masing 283 ribu ton, 215 ribu ton, 208 ribu ton, 180 ribu ton dan 145 ribu ton.

Pada kelompok negara produsen, hanya Brazil yang dapat dikategorikan sebagai konsumen
cokelat utama dengan total konsumsi sebesar 105,2 ribu ton atau rata-rata 0,6 kg/kapita.
Sedangkan, konsumsi negara produsen lainnya masih sangat rendah. Pantai Gading hanya
mengkonsumsi 8,5 ribu ton, Ghana 10 ribu ton, Nigeria 14 ribu ton dan Indonesia 12 ribu ton
(International Cocoa Organization, 2003).

3.4 Proses Produksi Komoditi Kakao


Kondisi agroklimat, seperti ketinggian tempat, curah hujan, kondisi tanah, sifat kimia tanah,
ketersediaan unsur hara tanah, dan toksitas sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman.
Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) dan Pusat Penelitian Kopi & Kakao
Jember, tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao digolongkan menjadi sesuai (S1), cukup
sesuai (S2), agak sesuai (S3) dan tidak sesuai (N). Dengan demikian dapat diketahui tingkat
kesesuaian penanaman kakao di suatu wilayah. Penilian tersebut didasarkan atas kondisi
agroklimat, sifat fisik dan kimia tanah. Data mengenai kriteria kesesuaian lahan untuk kakao
dapat dilihat pada Tabel 5.1 pada Bab V.

III - 2 Komoditi
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan
Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Alur proses usaha budidaya kakao dimulai dari usaha penyediaan bibit hingga pasca panen,
dijabarkan pada uraian-uraian berikut.

a. Penyediaan bibit kakao dan bibit pohon pelindung

Bibit cokelat dan bibit pohon pelindung bisa diperoleh dengan cara
generatif, yaitu dari hasil penyemaian biji atau dari hasil perbanyakan
vegetatif (setek dan okulasi). Bibit cokelat yang baik untuk ditanam
di lapangan adalah yang berumur 4 – 5 bulan, tinggi 50 – 60 cm,
berdaun 20 – 45 helai dengan sedikitnya 4 helai daun tua, diameter
batang 8 mm, dan sehat.

Pohon pelindung yang baik adalah pohon yang tidak menghasilkan biji, cepat tumbuhnya,
percabangan dan daunnya memberikan perlindungan yang baik, tidak mengalami masa gugur
daun pada musim tertentu, perakaran kokoh, dan bebas dari kemungkinan serangan hama dan
penyakit. Bila memungkinkan, pohon pelindung sebaiknya juga bermanfaat dari segi ekonomis,
sehingga areal pertanaman cokelat dan pohon pelindungnya mempunyai nilai tambah.

Banyaknya bibit cokelat yang dibutuhkan adalah tergantung kepada jarak tanam yang akan
digunakan. Pemilihan jarak tanam yang optimum bergantung kepada besarnya pohon, jenis
tanah, dan iklim areal yang hendak ditanami. Data mengenai jarak tanam dan jumlah pohon
per hektar, tersaji pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jarak Tanam Dan Jumlah Pohon Per Hektar


Jarak tanam (m x m) Jumlah pohon per hektar
2,4 x 2,4 1.680
3x3 1.100
4x4 625
5x5 400
3,96 x 1,83 1.380
2,5 x 3 1.333
4x2 1.250
3 x 2,6 1.250
Sumber :Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003.

b. Penanaman pohon pelindung


Pohon pelindung ada dua jenis, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon pelindung tetap.
pohon pelindung sementara bermanfaat bagi tanaman yang belum menghasilkan, terutama
yang tajuknya belum bertaut. Pohon pelindung tetap bermanfaat bagi tanaman yang telah
mulai menghasilkan.

III - 3
Komoditi
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan
Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Penanaman pohon pelindung tetap hendaknya dilakukan 12 – 18 bulan sebelum cokelat


ditanam di lapangan. Hal ini mengisyaratkan bahwa cokelat harus sudah dibibitkan 4 – 6 bulan
sebelumnya. Pohon pelindung yang sering digunakan, salah satunya adalah lamtoro. Jarak
tanam untuk pohon pelindung biasanya adalah dua kali jarak tanam cokelat. Hal ini didasarkan
pada peranan satu pohon pelindung yang berfungsi bagi empat pohon cokelat di dalam bagian
pertanamannya. namun hal ini masih bergantung pada pola tanam yang diterapkan dan
kemungkinan dilaksanakannya penjarangan pohon pelindung tetap itu.

c. Penanaman Cokelat
Untuk mendapatkan areal penanaman yang sebaik – baiknya, dianjurkan untuk menetapkan
pola tanam terlebih dahulu. Pola tanam erat kaitannya dengan keoptimuman jumlah pohon per
hektar, keoptimuman peranan pohon pelindung, dan meminimumkan kerugian yang timbul
pada nilai kesuburan tanah, serta biaya pemeliharaan. Ada empat pola tanam yang dianjurkan,
yaitu :
1. Pola tanam cokelat segi empat, pohon pelindung segi empat.
Pada pola tanam ini, seluruh areal ditanami menurut jarak tanam yang ditetapkan. Pohon
pelindung berada tepat pada pertemuna diagonal empat pohon cokelat.
2. Pola tanam cokelat segi empat, pohon pelindung segi tiga.
Pada pola tanam ini, pohon pelindung terletak di antara dua gawangan dan dua barisan
yang membentuk segi tiga sama sisi.
3. Pola tanam, cokelat berpagar ganda, pohon pelindung segi tiga.
Pada pola tanam ini, pohon cokelat dipisahkan oleh dua kali jarak tanam yang telah
ditetapkan dengan beberapa barisan pohon cokelat berikutnya. Dengan demikian, terdapat
ruang di antara barisan cokelat yang bisa dimanfaatkan sebagai jalan untuk pemeliharaan.
4. Pola tanam cokelat berpagar ganda, pohon pelindung segi empat.

d. Pemeliharaan
- Pemangkasan
Pemangkasan pohon pelindung tetap dilakukan agar dapat berfungsi untuk jangka waktu
yang lama. Pemangkasan dilakukan terhadap cabang – cabang yang tumbuh rendah an
lemah. Pohon dipangkas sehingga cabang terendah akan berjarak lebih dari 1 m dari tajuk
tanaman cokelat. Pemangkasan pada tanaman cokelat merupakan usaha meningkatkan
produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Dengan melakukan pemangkasan,
akan mencegah serangan hama dan penyakit, membentuk tajuk pohon, memelihara
tanaman, dan memacu produksi.

III - 4 Komoditi
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan
Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

- Penyiangan
Tujuan penyiangan adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara
dan mencegah hama dan penyakit. Penyiangan harus dilakukan secara rutin, minimal satu
bulan sekali yaitu dengan menggunakan cangkul, koret, atau dicabut dengan tangan.

- Pemupukan
Pemupukan dilakukan setelah tanaman cokelat berumur dua bulan di lapangan.Pemupukan
pada tanaman yang belum menghasilkan dilaksanakan dengan cara menaburkan pupuk
secara merata dengan jarak 15 cm – 50 cm (untuk umur 2 – 10 bulan) dan 50 cm – 75 cm
(untuk umur 14 – 20 bulan) dari batang utama. Untuk tanaman yang telah menghasilkan,
penaburan pupuk dilakukan pada jarak 50 cm – 75 cm dri batang utama. Penaburan pupuk
dilakukan dalam alur sedalam 10 cm. Banyaknya pupuk yang dibutuhkan setiap tahun untuk
lahan seluas 1 ha, tersaji pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kebutuhan Pupuk Urea, Sp-36, KCl, dan Pupuk Organik untuk Tanaman
Kakao Menurut Umur Tanaman Per Hektar

Jenis Pupuk
Umur Tanaman
(tahun) Urea SP-36 KCl Organik
(g) (g) (g) (kg)
1 - - - 3,6
2 22 20 25 3,6
3 44 41 50 4,5
4 89 83 100 5,5
5 178 105 200 7,3
6 222 207 331,8 7,3
Sumber : Tumpal H.S. Hasibuan, dkk., 2003.

Keterangan : Penggunaan pupuk pada tahun ke-6 dan tahun – tahun selanjutnya diasumsikan konstan.

- Penyiraman
Penyiraman tanaman cokelat yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan berpohon
pelindung, tidak perlu banyak memerlukan air. Air yang berlebihan menyebabkan kondisi
tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman pohon cokelat dilakukan pada tanaman muda,
terutama tanaman yang tidak diberi pohon pelindung.

- Pemberantasan hama dan penyakit


Pemberantasan hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida dalam dua tahap, pertama
bertujuan untuk mencegah sebelum diketahui ada hama yang benar–benar menyerang.

III - 5
Komoditi
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan
Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Penyemprotan tahapan kedua adalah usaha
pemberantasan hama, di mana jenis dan kadar pestisida yang digunakan juga ditingkatkan.
Contoh pestisida yang digunakan untuk pemberantasan hama dan penyakit, yaitu
Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Sipermetrin (Cymbush 5 EC),
Metomil (Nudrin 24 WSC/Lannate 20L), dan Fenitron (Karbation 50 EC).

Hama yang sering menyerang tanaman kakao antara lain adalah belalang (Valanga Nigricornis),
ulat jengkal (Hypsidra talaka Walker.), kutu putih (Planoccos lilaci), penghisap buah (Helopeltis
sp.), dan penggerek batang (Zeuzera sp.). Insektisida yang sering digunakan untuk
pemberantasan belalang, ulat jengkal, dan kutu putih antara lain adalah Decis, Cupraycide,
Lebaycide, Coesar, dan Atabron. Penghisap buah dapat diberantas dengan Lebaycide,
Cupraycide, dan Decis.

Penyakit yang sering ditemukan dalam budidaya kakao, yaitu penyakit jamur upas dan jamur
akar. Penyakit tersebut disebabkan oleh jamur Oncobasidium thebromae. Selain itu, juga sering
dijumpai penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytoptera sp.

e. Panen
Buah cokelat bisa dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada
buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah
dan matang, cokelat memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang
dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit
bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Ketelatan
waktu panen akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam.

Terdapat tiga perubahan warna kulit pada buah cokelat yang menjadi kriteria kelas kematangan
buah di kebun – kebun yang mengusahakan cokelat. Secara umum kriteria tersebut tersaji pada
Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Perubahan Warna Dan Pengelompokan Kelas Kematangan Buah


Bagian Kulit Buah yang Mengalami Kelas Kematangan
Perubahan Warna
Perubahan Warna Buah
Kuning Pada alur buah C
Kuning Pada alur buah dan punggung alur buah B
Kuning Pada seluruh permukaan buah A
Kuning tua Pada seluruh permukaan buah A+
Sumber :Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003.
f. Pasca Panen
- Pengumpulan buah

III - 6 Komoditi
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan
Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu dan dikelompokkan
menurut kelas kematangan. Pemecahan kulit dilaksanakan dengan menggunakan kayu bulat
yang keras.

- Fermentasi
Tujuan dari fermentasi adalah untuk mematikan lembaga
biji agar tidak tumbuh sehingga perubahan-perubahan di
dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji,
peningkatan aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping
biji, dan untuk melepaskan pulp. Biji cokelat
difermentasikan di dalam kotak kayu berlubang. Selama fermentasi, biji beserta pulpnya
mengalami penurunan berat sampai 25%.

- Perendaman dan Pencucian


Perendaman berpengaruh terhadap proses pengeringan dan rendemen. Selama proses
perendaman berlangsung, sebagian kulit biji kakao terlarut sehingga kulitnya lebih tipis dan
rendemennya berkurang. Dengan demikian, proses pengeringan menjadi lebih cepat. Setelah
perendaman, dilakukan pencucian yang bertujuan untuk mengurangi sisa – sisa pulp yang masih
menempel pada biji dan mengurangi rasa asam pada biji. Apabila biji masih ada sisa pulp, biji
akan mudah menyerap air dari udara sehingga mudah terserang jamur dan juga akan
memperlambat proses pengeringan.

- Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air biji dari 60 %
sampai pada kondisi kadar air dalam biji tidak dapat menurunkan
kualitas biji dan biji tidak ditumbuhi cendawan. Pengeringan biji dapat
dilaksanakan dengan sinar matahari atau pengeringan buatan. Dengan
sinar matahari dibutuhkan waktu 2 - 3 hari, tergantung kondisi cuaca,
sampai kadar air biji menjadi 7 – 8 %. Dengan pengeringan buatan,
pengeringan biji berlangsung pada temperatur 65oC – 68oC.

- Penyortiran / Pengelompokan
Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan
berdasarkan mutunya:

III - 7
Komoditi
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan
Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

a) Mutu A : dalam 100 g biji terdapat 90 – 100 butir biji


b) Mutu B : dalam 100 g biji terdapat 100 – 110 butir biji
c) Mutu C : dalam 100 g biji terdapat 110 – 120 butir biji

- Penyimpanan
Biji cokelat yang telah kering dimasukkan ke dalam karung
goni. Tiap goni diisi 60 kg biji cokelat kering, kemudian
karung tersebut disimpan dalam gudang yang bersih, kering,
dan memiliki lubang pergantian udara. Penyimpanan di
gudang sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap 3 bulan
harus diperiksa untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama
yang menyerang. Sebaiknya, biji cokelat bisa segera dijual
dan diangkut dengan menggunakan truk atau sebagainya.

3.5 Skala Usaha Pengembangan Komoditi Kakao


Usaha budidaya kakao dilakukan dengan skala perkebunan besar dengan rencana produksi
selama 25 tahun. Data mengenai rencana produksi tanaman kakao berdasarkan umur tanaman
untuk luas lahan sau hektar dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Rencana Produksi Tanaman Kakao Berdasarkan Umur Tanaman untuk Luas
Lahan 1 Hektar (kg/ha)
Tahun Ke- Produksi biji kakao kering (kg)
4 500
5 700
6 900
7 1.050
8 1.200
9 1.300
10 1.450
11-12 1.500
13-18 1.600
19-20 1.550
21 1.500
22 1.300
23 1.200
24-25 1.150
Sumber : Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil, Bank Indonesia.

3.6 Kebutuhan Fasilitas Prasarana Pengembangan Komoditi Kakao


Untuk pelaksanaan usaha budidaya kakao dibutuhkan investasi, yaitu berupa lahan untuk
pembudidayaan tanaman, alat–alat untuk proses budidaya (cangkul, sabit, gunting, pisau, golok,
sprayer, dan lain–lain), dan bangunan (kantor, pondok jaga, gudang, dan tempat pengeringan).

III - 8 Komoditi
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan
Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Kemudahan untuk melakukan pemasaran produk merupakan hal yang penting dalam suatu
usaha perkebunan. Untuk itu, pelaksanaan usaha budidaya kakao ini juga perlu ditunjang dengan
tersedianya prasarana, seperti ketersedian jaringan jalan, listrik, sumber air, telepon, pelabuhan
laut, Bandar udara, dan lain-lain.

III - 9
Komoditi

You might also like