Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
1801617072
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber informasi kini terbuka lebar dari puluhan media cetak dan televisi. Pada saat yang sama
di hampir semua kota di sebagian besar wilayah Indonesia mengkonsumsi informasi yang
sama. Dengan adanya media, baik cetak maupun elektronik mempengaruhi kehidupan kita,
memberikan informasi beragam mengenai kehidupan masyarakat dari mode pakaian, rambut,
musik sampai gaya penyanyi atau bintang film, dan pada saat yang sama bisa dinikmati oleh
kaum remaja. Tak terkecuali informasi mengenai kehidupan para artis idola baik pada saat
mereka di depan layar maupun dalam kehidupan sehari-hari, hal ini memfasilitasi
penggemarnya untuk mengetahui perkembangan berita tentang idola mereka dan tetap merasa
selalu berinteraksi dengan idolanya tersebut. Mereka akan merasa mempunyai penghargaan
diri yang lebih tinggi setelah meniru para artis atau public figure (Istikomah, 2012).
Peran media cukup besar dalam kaitannya menghubungkan antara penggemar dan selebriti
favoritnya. Hal tersebut menimbulkan hubungan parasosial dengan tokoh yang ditampilkan
media. Bentuk hubungan parasosial yang saat ini terjadi pada kalangan remaja adalah celebrity
worship (Maltby dkk, 2005). Celebrity worship adalah perilaku obsesi individu untuk terlalu
terlibat di setiap kehidupan selebriti sehingga terbawa dalam kehidupan sehari-hari individu
tersebut (Maltby dkk , 2003). Salah satu contoh fenomena celebrity worship pada remaja adalah
keinginan remaja, khususnya remaja perempuan untuk mengidentikan dirinya dengan selebriti
yang memiliki tubuh yang bagus. Remaja tersebut melakukan berbagai cara agar memiliki
tubuh seperti idolanya tersebut, tak jarang yang hingga mengalami anorexia (Maltby dkk,
2005).
Remaja yang sering dikatakan dalam proses pencarian jati diri akan senantiasa mencari sebuah
contoh yang mereka anggap menarik dan dapat membuat mereka mendapat penghargaan diri
yang lebih tinggi. Salah satu obyek yang remaja anggap menarik dan dapat meningkatkan
penghargaan diri adalah para artis (Santrock, 2003). Dalam proses perkembangan identitas diri
remaja, sering dijumpai bahwa remaja mempunyai significant other yaitu seorang yang sangat
berarti, seperti sahabat, guru, kakak, bintang olah raga atau bintang film atau siapapun yang
dikagumi. Orang-orang tersebut menjadi tokoh ideal (idola) karena mempunyai nilai-nilai ideal
bagi remaja dan mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan identitas diri.
Tokoh ideal tersebut dijadikan model atau contoh dalam proses identifikasi. Remaja cenderung
akan menganut dan menginternalisasikan nilai-nilai yang ada pada idolanya tersebut kedalam
dirinya. Sehingga remaja sering berperilaku seperti tokoh idealnya dengan meniru sikap
maupun perilakunya dan bahkan merasa seolah-olah menjadi seperti mereka (Soetjiningsih,
2004).
Albert Bandura juga mengatakan bahwa manusia belajar melalui imitasi, mengambil
pola-pola perilaku yang mereka lihat disekitar mereka, dan melalui proses umum yang disebut
pembiasaan serta teori tersebut diperkuat oleh Gabriel Tarde yang mengatakan bahwa
masyarakat tiada lain dari pengelompokan manusia, individu satu sama lain mengimitasinya
(Angwar, Maiwan, dan Afrimetty, 2013). Selebriti merupakan subjek yang dapat dengan
mudah ditiru melalui adanya alat komunikasi seperti televisi, radio dan internet. Pesan yang
disampaikan oleh media massa tersebut menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengetahui
informasi terkini dan diinterpretasikan secara berbeda-beda menurut visi pemirsa (Kuswandi,
1996). Otmazgin dan Lyan (2013) mengemukakan bahwa selebriti menyebarkan informasi
mereka di kalangan kenalan atau relasi dengan memanfaatkan koneksi pribadi maupun media
internet dan sosial untuk bertukar informasi dan pandangan, dan untuk menciptakan citra di
masyarakat.
Ashe dan McCutcheon (Fitriani, 2009) juga mengemukakan bahwa pemujaan terhadap
selebriti lebih banyak terjadi pada remaja dan dewasa awal dibandingkan dengan usia yang
lebih tua. Individu menunjukan bahwa mereka yang memuja selebriti memiliki identitas difusi,
self esteem yang rendah dan performance yang rendah dibandingkan dengan remaja yang
menjadi pemuja selain selebriti memiliki studi performance yang lebih baik. Cuyler dan
Ackhart (Raharja, tanpa tahun) mengemukakan bahwa identitas yang digunakan seseorang
memiliki hubungan dengan motivasi tertentu.
Identitas diri merupakan komponen yang membentuk konsep tentang diri pada
seseorang, oleh karena itu, sebelum mendefinisikan identitas diri, maka saya akan
memaparkan terlebih dahulu mengenai pengertian konsep diri. Konsep diri didefinisikan
sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu
tentang dirinya dan memengaruhi hubungannya dengan orang lain. konsep diri tidak
terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia. Berdasarkan pengertian
diatas konsep diri seseorang akan terbentuk didasari penilaian seseorang terhadap
pengalaman dalam diri dan orang terdekat serta lingkungan tempat seseorang tinggal. Sebagai
makhluk sosial, manusia terpanggil untuk mengembangkan diri, mengadakan dialog terus
menerus dengan dirinya sendiri, dan saling berinteraksi dalam menggapai berbagai realitas.
Sebagai subjek, manusia berupaya mengukuhkan diri sebagai tahapan pengembangan diri
untuk menampilkan suatu bentuk kepribadian. Sebagai pribadi, manusia merupakan totalitas
yang mantap dan harmonis. Ciri kepribadian seseorang yang memiliki identitas diri, yaitu
orang yang mampu mengendalikan dorongan emosinya, pandai membaca perasaan orang
lain, dan bisa memelihara hubungan baik dengan lingkungannya melalui pengenalan diri
sendiri secara lebih mendalam. Sebagai makhluk sosial , akan lebih baik lagi bila seseorang
memiliki sejumlah kemampuan yang merupakan komponen dasar dari kecerdasan antar
pribadi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. 2. 1 Remaja memiliki keinginan untuk mengikuti segala sesuatu seperti para idolanya.
1. 2. 2 Remaja akan merasa mempunyai penghargaan diri yang lebih tinggi setelah meniru
para idolanya
1. 2. 3 Remaja yang memuja selebriti memiliki identitas difusi, rendah dan performance
yang rendah.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menarik suatu rumusan masalah yaitu, apakah
terdapat hubungan antara celebrity worship terhadap idola K-pop (Korean pop) dengan
identitas diri pada remaja
D. Tujuan Penelitian
Maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara celebrity worship
terhadap idola K-pop (Korean pop) dengan identitas diri pada remaja.
E. Manfaat Penelitian
1. 6. 1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi literatur terhadap kajian
selanjutnya khususnya di bidang ilmu Psikologi Sosial mengenai hubungan
celebrity worship terhadap idola K-pop (Korean pop) dengan identitas diri pada
remaja.
Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan kepada para fans mengenai
informasi yang berkaitan dengan pemujaan terhadap idolanya.
1. 6. 2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, pengetahuan,
gambaran dan informasi akan pengaruh celebrity worship terhaap identitas diri
serta kepribadian diri remaja
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Celebrity Worship
Pengertian
Darfiyanti (2012:54) Semakin tinggi tingkat pemujaan seseorang, maka semakin tinggi
juga tingkat keterlibatan dengan sosok yang diidolakan. Pemujaan merupakan bentuk
kekaguman dengan (celebrity involvement) sehingga tingkatan ini intensitas yang tidak
biasa dan penghormatan sering juga disebut sebagai tingkatan pemujaan terhadap idola.
Keterlibatan dengan selebriti oleh keintiman (intimacy) yang diimajinasikan Maltby dkk.
(2005) dibagi menjadi tiga aspek yang terhadap sosok selebriti yang diidolakan (Maltby
bisa digambarkan sebagai suatu tingkatan. dkk., 2005; McCutcheon dkk., 2002).
Rahmawati (2013:367) Selebriti secara definisi adalah orang-orang yang dikenal secara
luas oleh masyarakat, baik itu bintang film,atlit, maupun model. Teori mengenai celebrity
worship dikemukakan oleh McCutcheon(2002) yang mengatakan bahwa celebrity worship
adalah hubungan parasosial antara fans dan idolanya. McCutcheon juga membuat skala
tingkatan celebrity worship yaitu entertainment social, intense personal, dan borderline
pathological. Entertainment social adalah motivasi yang mendasari pencarian aktif
informasi oleh fans terhadap selebriti. Intense personal merefleksikan perasaan intensif
dan kompulsif terhadap idola serta mulai mengembangkan hubungan parasosial dengan
idola tersebut. Borderline pathological dimanifestasikan dalam sikap kesediaan untuk
melakukan apapun terhadap selebriti idola meskipun melanggar aturan, tidak terkontrol
dan menjadi irrasional. McCutcheon, Lange, dan Houran (2002) mengemukakan bahwa
tidak ada alasan kuat jika tingkat celebrity worship yang tinggi selalu mengarah pada
pertanda patologi sehingga individu yang memiliki tingkat celebrity worship yang tinggi
tidak berarti bahwa individu tersebut tergolong kedalam ciri individu yang memiliki
pertanda patologi. Kaparang (2013) Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai
pada kesimpulan bahwa dalam budaya berbasis-selebriti (celebrity based-culture), para
selebriti membantu dalam pembentukan identitas dari para konsumen kontemporer. Dalam
budaya konsumen, identitas menjadi suatu sandaran "aksesori fashion".
1) Usia. Celebrity worship mencapai puncaknya pada usia remaja, dan menurun perlahan
pada usia dewasa.
Terdapat tiga aspek dalam celebrity worship menurut McCutcheon (Maltby dkk, 2003),
yakni :
Aspek ini mencerminkan perasaan intensif dan kompulsif tentang selebriti, mirip dengan
kecenderungan obsesif penggemar.
Aspek ini ditandai oleh perilaku yang tidak terkendali dan fantasi tentang skenario yang
melibatkan selebriti mereka.
B. Korean Pop
K-pop adalah kepanjangan dari Korean Pop (Musik Pop Korea), yang berupa jenis
music populer yang berasal dari Korea Selatan. Generasi muda yang berbakat (pencipta
lagu, produser) telah banyak belajar tentang dunia musik global dengan membawa
perubahan, dan memasukkan unsur negara mereka dalam kreasinya. K-pop berpusat
pada grup idola (biasanya remaja) yang memiliki popularitas yang lebih besar
dibandingkan dengan penyanyi solo (Emilie, 2012).
Pengaruh Korean Pop culture dalam kehidupan masyarakat Indonesia disadari atau tidak
meliputi segala aspek dari musik dan drama hingga fashion style, hair style, bahkan
Korean way of life. Tak hanya itu, fenomena hallyu juga telah menyebabkan pecintanya
memburu segala hal yang berkaitan erat dengan Korea, hal ini tampak jelas dari semakin
meningkatnya masyarakat Indonesia yang mempelajari bahasa Korea dan budaya Korea.
Segala hal yang berhubungan dengan artis-artis Korea juga diburu oleh para pecintanya,
hal ini terlihat dari banyaknya kegiatan gathering sesama pecinta artis Korea, dan
maraknya lomba cover dance dan idol star (Sari, 2012).
C. Identitas Diri
1. Definisi Identitas Diri
Stuart dan Sundeen (Hasanah, 2013) mengemukakan bahwa identitas diri dalah sikap
individu terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi
dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Identitas
diri merupakan sesuatu yang dinamis sebab terus menerus berubah dengan persepsi dan
pengalaman baru, yang merupakan sasaran atau pelindung penting dari perasaan-
perasaan seseorang, kecemasan dan nilai-nilai.
Parfit (1971) mengemukakan identitas diri yang terdapat pada diri tiap individu
merupakan hal penting untuk digunakan pada proses pengembangan pola diri setiap
individu karena identitas diri juga dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang sangat
kompleks. Hal tersebut dimiliki oleh setiap individu dapat memberikan efek yang bersifat
positif ataupun negatif. Identitas diri dapat dilihat dari tingkah laku atau perilaku yang
dilakukan oleh individu dalam kehidupan sehari-hari. Individu yang memiliki identitas
diri yang baik dapat berasal dari lingkungan internalnya yakni keluarga. Individu yang
tidak mendapatkan kasih sayang dari keluarga cenderung akan mengharapkan kasih
sayang dari orang lain, sehingga identitas diri yang dimiliki akan berubah berdasarkan
model yang ada dikehidupannya. Perubahan identitas diri yang dimiliki oleh individu
yakni ketika individu memiliki idola yang diagung-agungkan, maka setiap individu yang
memiliki idola cenderung akan mengalami perubahan identitas diri yang mengikuti
idolanya.
Shoemaker (1999) mengemukakan identitas diri yang dimiliki oleh setiap individu
sangat berhubungan dengan teori etnis. Teori etnis merupakan teori yang membahas
mengenai peraturan-peraturan berlaku atau dapat dikategorikan sebagai bahasan
mengenai adat dan tradisi yang ada dalam satu masyarakat pada khususnya. Identitas diri
yang dimiliki oleh individu terbentuk dari etnis yang terdapat dalam masyarkat tempat
tinggalnya, sehingga peraturan-peraturan yang merupakan adat dan tradisi dalam
masyarakat digunakan sebagai dasar untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Identitas
diri yang dimiliki oleh individu juga masing-masing memiliki alasan “reason of person”.
Kalimat tersebut jika dihubungkan dengan teori Shoemakernyakni setiap idividu
memiliki identitas diri karena alasan hal-hal yang ada di lingkungan individu itu sendiri
termasuk dalam masyarakat (adat dan tradisi) yang telah mendarah dagings. Topik yang
diambil yakni celebrity workship berhubungan dengan penjelasan Shoemaker yakni
ketika individu memilih identitas dirinya yang baik, maka lingkungan tempat tempat
tinggal individu akan baik pula yang ditinjau dari peraturan-peraturan yang berlaku di
dalamnya.
2) Mendapatkan hubungan baru dengan teman-teman sebaya yang berlainan jenis kelamin,
dimana remaja terdorong untuk menjalin hubungan sosial, terutama dengan lawan jenis
dan mendapat penerimaan dari kelompok teman sebayanya agar merasa dibutuhkan dan
dihargai.
3) Menerima kondisi dan pembelajaran hidup sesuai jenis kelaminnya, dimana remaja
harus menerima kondisinya dengan penuh tanggung jawab sesuai jenis kelaminnya.
Laki-laki harus bersifat maskulin dan perempuan harus bersifat feminin.
4) Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, dimana
remaja harus bebas dari ketergantungan emosional pada orang dewasa, berani membuat
keputusan sendiri, dan bertanggung jawab atas pilihan yang ditempuhya.
6) Memperoleh nilai-nilai dan filsafat hidup, dimana remaja harus memiliki tujuan hidup,
pola pikir, sikap dan perasaan, serta perilaku yang menuntunnya dalam berbagai aspek
kehidupan pada masa dewasa kelak.
F. Kerangka Berpikir
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, pola asuh orang tua adalah praktik dari
mendidik, melindungi, membimbing, menyayangi, dan sebagainya terhadap anak yang
memerlukan interaksi antara kedua belah pihak. Dimana hal ini disebutkan oleh Nursalim
(2017:60) bahwa keluarga yang kurang memberi pengarahan karena waktu berkumpul menjadi
salah satu faktor terjadinya krisis moral yang didalam keluarga terdapat orang tua yang
memiliki peran untuk membimbing dan mengarahkan anggota keluarga yang ada didalamnya
dalam berbagai aspek.
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan penelitian lain yang telah terlaksana, penulis merumuskan dugaan
bahwa terdapat hubungan antara pola asuh orang tua terhadap fenomena krisis moral yang
terjadi di Indonesia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
O. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, data diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner yang
bersangkutan dengan praktik pola asuh yang digunakan oleh orang tua. Instrument yang digunakan
adalah Parenting Practices Questionnaire yang dikembangkan oleh Clyde C. Robinson, Barbara
Mandleco, Susanne Frost Olsen, dan Craig H. Hart (1995:819). Kuesioner ini dibentuk
berdasarkan teori Baumrind dan dari total jumlah 62 soal adalah hasil dari gabungan tiga jenis pola
asuh yang disampaikan oleh Baumrind.
Q. Hipotesa Statistika
Ho : ρ = 0
Ha : ρ ≠ 0