You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan organ hati yang dapat
disebabkan oleh banyak hal, antara lain infeksi virus, gangguan metabolisme, obat-obatan,
alkohol, maupun parasit. Hepatitis juga merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan
perhatian serius di Indonesia, terlebih dengan jumlah penduduk yang besar serta kompleksitas
yang terkait. Selain itu meningkatnya kasus obesitas, diabetes melitus, dan hiperlipidemia,
membawa konsekuensi bagi komplikasi hati, salah satunya hepatitis (Wening Sari, 2008).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia
serta seluler yang khas (Bar, 2002).

Hepatitis telah menjadi masalah global. Saat ini diperkirakan 400 juta orang di dunia
terinfeksi penyakit hepatitis B kronis, bahkan sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun
karena penyakit tersebut. Hepatitis menjadi masalah penting di Indonesia yang merupakan
jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Wening Sari, 2008).

Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan infeksi yang unik. Tidak banyak jenis virus
yang menyebabkan infeksi pada seseorang dengan memberikan dampak sosial-ekonomi yang
besar karena penyakit ini menyebabkan infeksi pada populasi dalam skala dunia, dan variasi
penampilan kliniknya yang sedemikian beraneka ragam (bisa dalam bentuk hepatitis akut,
hepatitis kronis tidak aktif, hepatitis kronis aktif, sirosis hati atau kanker hati) (Cahyono,
2010).

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 dalam Anna (2011) menyebutkan,
hingga saat ini sekitar dua miliar orang terinfeksi virus hepatitis B di seluruh dunia dan 350
juta orang di antaranya berlanjut jadi infeksi hepatitis B kronis. Diperkirakan, 600.000 orang
meninggal dunia per tahun karena penyakit tersebut. Angka kejadian infeksi hepatitis B kronis
di Indonesia diperkirakan mencapai 5-10 persen dari jumlah penduduk. Hepatitis B termasuk
pembunuh diam-diam karena banyak orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi sehingga
terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup. Kebanyakan kasus infeksi hepatitis B bisa
sembuh dalam waktu enam bulan, tetapi sekitar 10 persen infeksi bisa berkembang menjadi
infeksi kronis. Infeksi kronis pada hati bisa menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan
ikat pada hati sehingga hati berbenjol-benjol dan fungsi hati terganggu dan dalam jangka
panjang penderitanya bisa terkena sirosis serta kanker hati.(Cahyono,2010)

1.1 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari Hepatitis?
2. Apa etiologi dari Hepatitis?
3. Apa menifestasi klinis dari Hepatitis?
4. Bagaimana patofisiologi dari Hepatitis?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari Hepatitis?
6. Apa pemeriksaan penunjang untuk Hepatitis?
1
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari Hepatitis?

1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari Hepatitis
2. Untuk mengetahui etiologi dari Hepatitis
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Hepatitis
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Hepatitis
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Hepatitis
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Hepatitis
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Hepatitis

1.3 MANFAAT PENULISAN


1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-
kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis
Menambah wawan penulis mengenai wacana nilai pendidikan,dan dapat dijadikan
sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang ada,termasuk pada pendidik yang ada didalamnya,dan penentu
kebijakan dalam dalam pendidikan,serta pemerintas secara umum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Hepatitis adalah peradangan pada hati (liver) yang disebabkan oleh virus. Virus
hepatitis termasuk virus hepatotropik yang dapat mengakibatkan hepatitis A (HAV),
hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), delta hepatitis (HDV), hepatitis E (HEV), hepatitis
F dan hepatitis G. (Yuliana Elin, 2009)

Hepatitis adalah infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia
serta seluler yang khas. Hepatitis B adalah peradangan pada hati yang disebabkan oleh
virus B (Wening Sari, 2008)

Hepatitis dibagi tiga tahap :

1. Hepatitis akut : inveksi virus sistematik yang berlangsung selama < 6 bulan.
2. Hepatitis kronis : gangguan-gangguan yang terjadi > 6 bulan dan kelanjutan dari
hepatitis akut.
3. Hepatitis fulminant adalah perkembangan mulai dari timbulnya hepatitis hingga
kegagalan hati dalam waktu kurang dari 4 minggu oleh karena itu hanya terjadi
pada bentuk akut. (Yuliana Elin, 2009)
2.2 Etiologi

Klasifikasi agen penyebab hepatitis virus yaitu :

1. Transmisi secara enterik terdiri dari virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E
(HEV) :
 Virus tanpa selubung
 Tahan terhadap cairan empedu
 Ditemukan ditinja
 Tidak dihubungkan dengan penyakit kronik
2. Transmisi melalui darah terjadi atas virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis D
(DHV),dan virus hepatitis C (HCV):
 Virus dengan selubung (envelope)
 Rusak bila terpajan cairan empedu atau deterjen
 Tidak terdapat dalam tinja
3. Risiko tinggi terhadap Hepatitis A dan Hepatitis E, terdapat pada
3
 Orang yang mengunjungi atau tinggal di negara endemis
Hepatitis A dan Hepatitis E.
 Tinggal di daerah dengan kondisi lingkungan yang buruk
(penyediaan air minum dan air bersih, pembuangan air
limbah, pengelolaan sampah, pembuangan tinja yang tidak
memenuhi syarat).
 Personal hygiene yang rendah antara lain: penerapan PHBS
masih kurang, cara mengolah makanan yang tidak memenuhi
persyaratan kesehatan.
4. Risiko tinggi terhadap Hepatitis B, terdapat pada :
 Anak yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B.
 Pasangan Penderita Hepatitis B.
 Orang yang sering berganti pasangan sex.
 Kontak serumah dengan penderita.
 Penderita hemodialisis.
 Pekerja kesehatan, petugas laboratorium.
 Berkunjung ke wilayah dengan endemisitas tinggi.
5. Risiko tinggi terhadap Hepatitis C terdapat pada :
 Pengguna jarum suntik tidak steril (tato, tindik).
 Pengguna obat obatan terlarang dengan cara injeksi.
 Pekerja yang berhubungan dengan darah dan produk darah
penderita VHC.
 Penderita HIV.
 Bayi yang lahir dari ibu penderita VHC
2.3 Manifikasi klinis
1. Demam
2. Mual sampai muntah
3. Ketidaknyamanan perut
4. Urin berwarna gelap atau kuning kecoklatan seperti teh pekat
5. Latergi (kelelahan)
6. Nyeri sendi
7. Edema (pembengkakan)
8. Mudah memar
9. Kulit dan mata kuning atau sakit kuning

4
2.4 Patofiologis
1. Hepatitis A
Diawali dengan masuknya virus ke dalam saluran pencernaan,
kemudian masuk ke dalam darah meunuju ke hati (vena porta), lalu menginvasi
ke sel parenkim hati. Di sel parenkim hati virus mengalami replikasi yang
menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah virus akan keluar dan
menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk ke dalam ductus belaris yang
akan di ekskresikan bersama feses. Sel parenkim yang akan merangasang
reaksi inflamsi yang ditandai dengan adanya agregasi makrofag, pembesaran
sel kupfer yang akan menekan ductus bilaris sehimgga aliran bilirubin direk
terhambat, kemudian terjadi penurunan ekskresi bilirubin ke usus. Keadaan ini
menimbulkan ketikseimbanagan antara uptake dan ekskresi bilrubin ke sel hati
sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjungasi (direk) akan terus
menumpuk ke dalam sel hati yang akan menyebabkan refkuk (aliran kembali
ke atas) ke pembuluh darah sehingga akan bermanifestasi kuning pada jaringan
kulit terutama pada skleradang disertai gatal dan air kencing seperti pekat
akibat partikel bilirubin direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke ginjal
dan diekskresi kan melalui urin. Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus
mengakibatkan gangguan dalam produksi asam empedu (produksi sedikit)
sehingga proses pencernaan lemak terganggu (lemak bertahan di lambung
dengan waktu yang cukup lama) yang menyebabkan rangangan pada lambung
sehingga merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan
teraktifikasi nya pusat muntah yang berada di medulla oblongata yang
menyebabkan timbulnya gejala mual dan muntah serta menurunnya nafsu
makan. (Hardhi dan Amin,2015)

2. Hepatitis B
Virus harus dapat masuk ke aliran darah dengan inokulasi langsung
melalui membrane merusak kulit atau mencapai hati. Di hati, replikasi perlu
waktu inkubasi 6 bulan sebelum opjamu mengalami gejala. Beberapa infeksi
tidak terlihat untuk mereka yang mengalami gejala,tingkat keruskan hati ,dan
hubungan dengan demam yang diikuti ruam kekuningan atritis nyeri perut dan
mual. Pada kasus yang ekstrem, dapat terjadi kegagalan diikuti dengan

5
ensefolati. Mortalitas dikaitkan dengan keparahan mendekati 50%. Infeksi
primer atau tidak primer tidak tampak secara klinis, sembuh dalam waktu 1-2
minggu untuk kebanyakan pasien. Kurang dari 10% kausus infeksi dapat
menetap dalam beberapa decade. Hepatitis B di pertimbangkan sebagai infeksi
kronik pada saat pasien mengalami infeksi sisa pada akhir 6 bulan. Komplikasi
berhubungan dengan hepatitis kronik pasti terjadi parah, dengan kanker hati,
sirosis dan asites terjadi dalam beberapa tahun sampai dengan puluhan tahun
setelah infeksi awal. (Hardhi dan Amin,2015)

3. Hepatitis C
Hepatitis C sekarang diperkirakan dapat menginfeksi sekitar 15.000
orang per tahun di Amerika. Hal ini di anggap menjadi penyakit yang di
tularkan hamper selalu melalui transfuse darah. Namun, ada bukti bahwa virus
ditularkan melalaui cara parenteral lain (menggunakan bersama jarum
terkontaminasi oleh pengguna obat intravena atau tusukan jarum tidak sengaja
dan cedera lain pada petugas dan cedera lain pada petugas kesehatan). Terdapat
bukti lanjut dimana virus di tularkkan melalui kontak seksual. (Hardhi dan
Amin,2015)

4. Hepatitis D
Menurut Price (1994), Silalahi (2004), Smeltzer (2001), patofisiologi
penyakit hepatitis D adalah sebagai berikut : penyakit ini di timbulkan karena
adanya ko-infeksi atau super-infeksi dengan VHB. Ko-infeksi berarti infeksi
VHD dan VHB. ko-infeksi umumnya menyebabkan hepatitis akut dan di ikuti
dengan penyembuhan total. Koinfeksi dengan hepatitis D meningkatkan
beratnya infeksi hepatitis B. Perjalanan penyakit lebih membahayakan dan
meningkatkan potensi untuk menjadi penyakit hati kronik. Sementara super-
infeksi sering berkembang ke arah kronis dengan tingkat kronis penyakit yang
lebih besar dan sering berakibat fatal.

Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor – reseptor yang


terletak pada membrane sel-sel hepar kemudian melakukan replikasi. Untuk
dapat replikasi, virus tersebut memerlukan keberadaan virus hepatitis B. virus
hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan infiltrate pada
hypatocytes oleh mononukleus. Proses ini dapat menyebabkan degenerasi dan
6
nekrosis sel parenkim hati. Respon peradangan menyebabkan pembengkakan
dan memblokir sistem drainase hati sehingga terjadi destruksi pada sel hati.
Keadan ini menjadikan empedu tidak dapat diekskresian ke dalam kantong
empedu dan bahkan kedalam usus sehingga meningkat dalam darah sehingga
terjadi peningkatan biliubin direk maupun indirek sebagai hiperbilirubinemia.
Dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hepaocellular jaundice. Kemudian
diikuti dengan munculnya gejala yang lain.

Virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih


berat. Bila HBsAg menghilang dari darah maka VHD akan berhenti
berreplikasi dan penyakit menjadi sembuh. Virus hepatitis D (VHD) bersifat
pathogen. Dapat menimbulkan penyakit yang lebih parah. (Hardhi dan
Amin,2015)

5. Hepatitis E
Hepatitis E adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis E.
virus ini ditransmisikan secara enterik. Virus ini menginvasi oarenchym hati
dan masuk melalui vekol-oral, khususnya melalui makanan, air minum dan
sebagainya. Hepatitis E dapat menjadi hepatitis akut dan sejumlah kecilpasien
akan mengalami hepatitis agresif atau kronis aktif bila terjadi kerusakan hati
seperti digerogoti (piece mal) dan terjadi sirosis. Komplikasi pada hepatitis E
tidak timbul menjadi hepatitis kronis. Hepatitis E biasanya di diagnosis setelah
jenis hepatitis lainya telah ditetapkan tidak di idap, dan pasien diketahui pernah
berkunjung atau tinggal di Negara dimana hepatitis E banyak terdapat. Untuk
diagnosis pasti, pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
serologis dengan mendeteksi IgM danIgG anti HEV namun ini di gunakan
hanya untuk keperluan riset atau penelitian. IgM anti HEV hanya dapat
bertahan 6 minggu setelah puncak dari penyakit. Sedangkan IgG anti HEV
dapat tetap terdeteksi selama 20 bulan berikutnya. Maka, salah satu penegak
diagnosis adalah dengan pemeriksaan serologis melalui deteksi ada atau tidak
nya IgG atau IgG anti HEV. Pemekrisaan serum juga dapat digunakan untuk
mendeteksi ada atau tidak nya RNA HEV. Selain itu, HEV juga dapat
ditemukan dalam tinja dengan pemeriksaan mikroskop elektron.

7
2.5 Pemeriksaan penunjang
1. Enzim-enzim serum AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH : Meningkat pada
kerusakan sel hati dan pada keadaan lain terutama infark miokardium.
2. Bilirubin direk : Meningkat pada gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi.
3. Bilirubin indirek : Meningkat pada gangguan hemolitik dan sindrom gilbert.
4. Bilirubin serum total : Meningkat pada penyakit hepatoseluler
5. Protein serum total : Kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
6. Masa protrombin : Meningkat pada penurunan sintetis protrombin akibat
kerusakan sel hati
7. Kolesterol serum : Menurun pada kerusakan sel hati, meningkatkan pada obstruksi
duktus biliaris. (Yuliana Elin, 2009)

2.6 Penatalaksanaan
Jika seseorang telah didiagnosis menderita hepatitis, maka ia perlu mendapatkan
perawatan. Pengobatan terus harus dipercepat supaya virus tidak menyabar. Jika tindakan
penanganan lambat membuat kerusakan lebih besar pada hati dan menyebabkan kanker.
(Hendra raharja, 2000)
1. Penanganan dan pengobatan hepatitis A
Penderita yang menunjukan gejala hepatitis A diharapkan untuk tidak banyak
beraktivitas serta segera mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk
mendapatkan pengobatan dari gejala yang timbul. Dapat diberiakan pengobatan
simptomatik seperti antipiretik dan analgetik serta vitamin untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dan nafsu makan serta obat-obatan yang mengurangi rasa mual dan
muntah.
2. Penanganan dan pengobatan hepatitis B
Setelah diagnosa ditegakan seperti hepatitis B, maka ada beberapa cara
pengobatan untuk hepatitis B, yaitu pengobatan oral dan injeksi.
a. Pengobatan oral
 Lamivudine : Dari kelompok nukleosida analog, dikenal dengan nama
3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun anak-anak, pemakaian
obat ini cenderung meningkatkan enzim hati (ALT) untuk itu penderita
akan mendapatkan monitor berkesinambungan dari dokter.
 Adefovir dipivoxil (hepsera) : Pemberian secara oral akan lebih efektif,
tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi akan berpengaruh buruk
terhadap fungsi ginjal. (Amin dan Hardhi, 2015)
8
 Baraclude ( entecavir) : Obat ini diberikan pada penderita hepatitis B
kronik , efek samping dari pemakaian obat ini adalah rasa sakit kepala,
pusing, letih, mual dan terjadi peningkatan enzim hati.
b. Pengobatan dengan injeksi
 Microsphare : Mengandung partikel radioaktif pemancar sinar β yang
akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak jaringan sehat
disekitarnya. Injeksi alfa interferon (INTRON A, INFERGEN,
ROFERON) diberikan secara subcutan dengan sekala pemberian 3 kali
dalam seminggu selama 12-16 minggu atau lebih. Efek samping
pemberian obat ini adalah depresi, trauma pada penderita yang
memiliki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya adalah rasa sakit
pada otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan demam yang hal ini
dapat dihilangkan dengan pemberian antipiretik. (Hendra raharja,
2000).
3. Penangananan dan pengobatan Hepatitis C
a. Terapi kombinasi antara pegylated interferon alfa dan ribavirin. Pasien kronis
HCV genotip 1 memiliki respon yang lemah terhadap pengobatan sehingga di
berikan terapi selama 12 bulan, sedangkan pasien dengan HCV genotype 2 dan
3 cukup di berikan terapi selama 6 bulan saja. Untuk pasien dengan infeksi
akut HCV di berikan terapi selama 6 bulan.
b. Obat-obatan antivirus antara lain ribavirin, boceprevir. Ribavirin ialah obat
dengan narrow divide antara toksinitas dan efektivits dan bekerja melalui
proses akumulasi dalam tubuh.
c. Pemberian interferon.
4. Penanganan dan pengobatan Hepatitis D

Pokok penanganan penderita hepatitis D mencangkup :

a. Konfirmasi diagnosis yang tepat.


b. Pengobatan supportif dan pemantauan masa akut. pengobatan yang di lakukan
antara lain:
 Terutama bersifat dukungandan mencangkup istirahat yang adekuat.
 Hidrasi (asupan cairan., Bila masih bila masih menyusui ibu maka
tingkakan asi serta perbanyak asupan cairan) dan asupan makanan yang
adekuat (diet gizi seimbang, makanan berkabohidrat tinggi, berprotein atau

9
berlemak tinggi memang tidak dilarang secara khusus, tapi hendak nya di
batasi, demikian juga garam).
 Hospitalisasi di indikasikan bila terdapat muntah, dehidrasi, pembekuan
abnormal, atau tanda-tanda gagal hati yang membahayakan (gelisah,
perubahan kepribadian, letargi, penurunan tingkat kesadaran, pendarahan)
 Tujuan penatalaksanaan rumah sakit adalah terapi intravena untuk
memperbaii keseimbangan cairan. Studi laboratorium berulang kali dan
pemekrisaan fisik terhadap perkembangan penyakit.
c. Pencairan kearah penyakit kronik.
 Pencegahan masa akut meliputi : tirah baring total tidak di anjurkan
kecuali pada keadaan gawat. Makanan sesuai dengan daya terima. Obat
kortikosteroid anti emetic tidak boleh diberikan. Pemeriksaan HVD Ig M
dilakukan paling cepat setelah satu bulan.
 Sampai saat ini pengobatan hepatitis D belum ada yang memuaskan.
Namun, dapat dicoba pemakaian interferon.
 Transplatasi hati bila perlu
5. Penanganan dan pengobatan Hepatitis E

Belum ada terapi khusus untuk hepatitis E. Penatalaksanaan umumnya


dengan beristirahat dan diet serta penanganan simtomatis dan suprotif. Dengan cara
menghindari aktivitas yang banyak membutuhkan banyak tenaga energy selama fase
akut serta diet,yaitu dengan diet kalori atau karbohidrat,jika terjadi mual dan muntah
digunakan metoklopramiddan glukosa intravena serta tidak perlu dilakukan
pembatasan lemak. (Hendra raharja, 2000)

Indikasi telah terjadi, perbaikan dan penyembuhan yaitu:

a. Terjadi peningkatan nafsu makan dan hilangnya rasa mual dan muntah.
b. Kadar serum bilirubin dan tansminaseyang menjadi normal.
c. Ukuran hati menjadi normal kembali.serta hilangnya rasa nyeri akibat
penekanan pada hati, indikasi dilakukan rawat inap apabila adanya danger
signs seperti yang terdapat pada hepatitis filuman yang dapat mengancam
kehidupan dengan adaanya ikterustanpa adanya obstruksi

10
2.7 WOC
Kontaminasi virus (sanitasi,
makan dan minuman)

Virus masuk dari


fecal dan oral

Virus mereplikasi
dalam hati

HEPATITIS

Inflamasi Pembesaran hati Gangguan suplay


(hepatomegali) darah normal pada
hepar

Impuls
disampaikan ke Mendesak organ
intraabdominal Kerusakan sel
hipotalamus
hati dan empedu
termoregulator

Menggigil Rasa tidak Mendesak


,meningkatkan nyaman pada lambung Gangguan
suhu basal RUQ ekskresi empedu

HCL
MK: Nyeri pada meningkat
Peningkatan
HIPERTERMI bagian abdomen
kadar bilirubin

Mual muntah
Pengumpulan MK: NYERI Ikterus pada mata dan
cairan di rongga AKUT kulit, urine berwarana
peritonium seperti the, feses
Anorexia dan
mulut terasa menjadi lebih pucat
Asites pahit

11
MK: Kelebihan Perubahan
volume cairan status kesehatan
MK: Defisit Nutrisi

Rasa takut dan


cemas akan
kondisinya

MK: ANSIETAS

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. ILUSTRASI KASUS


Tn A berumur 30 tahun datang ke RSUD gambiran pada tanggal 15 april 2018
pukul 08:00 WIB. Pada saat datang ke RS pasien mengatakan nyeri perut bagian kanan
atas dan dirasakan menjalar kebagian kiri atas seperti ditusuk-tusuk sejak 1 bulan yang
lalu, pasien juga mengatakan mual muntah dan tidak nafsu makan, makan 3x1 sehari
hanya habis 1-2 sendok. Pasien mengatakan minum ±400cc/hari pasien juga mengeluh
pusing disertai badannya panas. Pasien mengatakan cemas dengan kondisinya sekarang

Hasil pemeriksaan fisik kesadaran composmetis, TTV : TD: 130.80mmHg , suhu:


39,5ºC, N: 88x/mnt, RR : 20x/mnt, BB : 50kg, TB: 170cm, rambut hitam, pendek, lurus,
dan mengalami kerontokan, wajah bentuk simetris tidak ada oedem, dan ekspresi wajah
menyeringai, Mata simetris, konjungtiva anemis, mata cowong dan sclera ikterus, mulut
mukosa bibir kering, bau mulut, tidak ada perdarahan pada bibir. Leher tidak ada
pembesaran pada kelenjar tyroid, tidak ada gangguan fungsi menelan. Dada dan Thorax
simetris, tidak ada lesi dan benjolan, tidak ada suara wheezing dan ronchi, paru kanan
dan kiri sonor. Abdomen bentuk simetris tidak ada asites, terjadi penurunan bising usus
4x/mnt, ada nyeri tekan epigastrium dengan skala 5, adanya bunyi tympani. Ekstremitas
terpasang infuse ditangan kanan, turgor kulit menurun dan berwarna kuning

3.2. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Tn. J Nama suami : Ny T
Jenis kelamin : laki-laki jenis kelamin : perempuan
Usia : 30 tahun usia : 28 tahun

Suku/Bangsa : Jawa suku : jawa

Agama : Islam agama : islam

Pendidikan : SMA pendidikan : SMA

Pekerjaan : wiraswasta pekerjaan : IRT

Status perkawinan : Menikah status perkawinan: menikah

13
Alamat : Jl. Diponegoro II/13 alamat : Jl. Diponegoro
II/13
B. Riwayat kesehatan saat ini
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri perut bagian kanan atas dan dirasakan menjalar
kebagian kiri atas seperti ditusuk-tusuk
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan nyeri perut bagian kanan atas dan dirasakan menjalar
kebagian kiri atas seperti ditusuk-tusuk sejak 1 bulan yang lalu, mual muntah dan
tidak nafsu makan, pasien juga mengeluh pusing disertai badan panas akhirnya
keluarga pasien membawanya ke RS pada tanggal 15 April 2018
3. Penyakit dahulu
Pasien mengatakan dulu pernah masuk rumah sakit karena keracunan makanan
4. Riwayat penyakit keluarga
Ibunya pernah mengalami penyakit hepatitis B kronik
C. Pola aktivitas sehari-hari
1. Nutrisi
Pasien mengatakan makan tidak nafsu makan 3x1 sehari hanya habis 1-2 sendok
Pasien mengatakan minum ±400cc/hari
2. Eliminasi
Pasien mengatakan feses berwarna pucat dan urine berwarna kecoklatan seperti teh
3. Istirahat dan tidur
Pasien mengatakan tidur ± 8 jam perhari, dan sering terbangun
4. Aktivitas fisik
Pasien hanya tidur dan terbaring lemah
5. Personal hygine
Diseka oleh istrinya 2xsehari
D. Data psikososial
 Pasien mengatakan cemas dengan kondisinya sekarang
 Pasien mengatakan bingung
 Interaksi pasien dengan perawat dan tenaga madis dapat berkomunikasi dengan
baik
 Pasien beragama islam dan taat beribadah walaupun kondisinya sedang lemah
E. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
14
Kesadaran : composmetis
TTV : TD: 130.80mmHg , suhu: 39,5ºC, N: 88x/mnt, RR : 20x/mnt
BB : 50kg
TB: 170cm
IMT: 17,3
b. Kepala
Rambut: hitam, pendek, lurus, dan mengalami kerontokan
Wajah: bentuk simetris tidak ada oedem, dan ekspresi wajah menyeringai
Mata: simetris, konjungtiva anemis, mata cowong dan sclera ikterus
Hidung: tidak ada serumen dan polip
Mulut: mukosa bibir kering, bau mulut, tidak ada perdarahan pada bibir
c. Leher
Tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid, tidak ada gangguan fungsi menelan
d. Dada dan Thorax
Inspeksi: simetris, tidak ada lesi dan benjolan
Palpasi: normal
Auskultasi: tidak ada suara wheezing dan ronchi
Perkusi: simetrsi, paru kanan dan kiri sonor
e. Abdomen
Inspeksi: bentuk simetris tidak ada asites
Auskultasi: terjadi penurunan bising usus 6x/mnt
Palpasi: ada nyaeri tekan epigastrium dengan skala 6
Perkusi: adanya bunyi tympani
f. Ekstremitas
Atas: tangan kanan dan kiri simetris, terpasang infuse ditangan kanan, turgor kulit
menurun dan berwarna kuning
Bawah: kaki kanan dan kiri simetris
g. Genetalia
Genetalia tidak terpasang kateter dan tidak ada pembengkakan
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Specimen Hasil Nilai normal
Darah lengkap Darah Terlampir

15
LFT
Bilirubin total Serum 1,55 0,00=1,00 mg/dl
Bilirubin direct 1,18 0,00=1,00 mg/dl
SGOT 167 P: 0-35u/l
L: 0-40u/l
SGPT 163 P: 0-35u/l
L: 0-40u/l

Imunologi
HBs Ag elisa Serum Postitif
dengan Abs =
1,39
HBS AB elisa Serum Negative
dengan tiber -
= 1,312
Anti HAVA Serum Positif indeks
9,25

3.3. ANALISA DATA


NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS: Inflamasi Hipertermi
 Pasien mengatakan badannya
panas Impuls disampaikan
 Pasien mengatakan pusing ke hipotalamus
dan lemas
DO: Menggigil dan
 TTV: TD: 130.80mmHg , meningkatkan suhu
suhu: 39,5ºC, N: 88x/mnt, RR basal
: 20x/mnt
 Mukosa bibir kering
 Konjungtiva anemis
2 DS: Pembesaran hati Nyeri akut
 Pasien mengatakan nyeri (hepatomegali)
perut bagian kanan atas
 Pasien mengatakan

16
DO: Mendesak organ
 Pasien tampak menyeringai intraabdominal
kesakitan
 Pasien tampak memgangi Rasa tidak nyaman
perut bagian kanan atas pada RUQ
 P: kerusakan
 Q: seperti ditusuk-tusuk Nyeri pada bagian

 R: perut bagian kanan atas abdomen

 S: skala 5
T: setiap saat dan terus
menerus
3 DS: Pembesaran hati Defisit nutrisi
 Pasien mengatakan mual (hepatomegali)
muntah
 Pasien mengatakan tidak
nafsu makan Mendesak organ
 Pasien mengatakan makan intraabdominal
3x1 sehari hanya habis 1-2
sendok Mendesak lambung

 Pasien mengatakan minum


±400cc/hari HCL meningkat

DO:
 IMT: 17,3 Mual muntah

 Bising usus 6x/mnt


Anorexia dan mulut
 konjungtiva anemis, mata
terasa pahit
cowong dan sclera ikterus
 mukosa bibir kering
4 DS: Gangguan suplay Ansietas
 Pasien mengatakan cemas darah normal pada
dengan kondisinya sekarang hepar
 Pasien mengatakan sulit
berkonsentrasi Kerusakan sel hati
DO: dan empedu
 Pasien tampak gelisah
17
 Pasien tampak tegang Gangguan ekskresi
empedu

Peningkatan kadar
bilirubin

Ikterus pada mata


dan kulit, urine
berwarna seperti
the, feses menjadi
lebih pucat

3.4. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipertermi
2. Nyeri akut
3. Defisit nutrisi
4. Ansietas
3.5. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitor suhu sesering
tindakan keperawatan mungkin
selama 3x24 jam di 2. Observasi TTV
harapkan suhu tubuh 3. Lakukan kompres air hangat
dalam rentan normal 4. Anjurkan untuk memakai
dengan kriteria hasil: pakaian yang tipis
1. Suhu tubuh 36-37◦c 5. Laksanakan advis pemberian
2. Akral teraba hangat terapi cairan

2. Nyeri Akut 1. Kaji secara komprehensip


Setelah diberikan asuhan
terhadap nyeri termasuk
keperawatan asuhan lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan selama 3x frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri dan faktor presipitasi
24 jam, nyeri yang
2. Observasi reaksi
dirasakan klien ketidaknyaman secara
nonverbal
18
berkurang dengan criteria 3. Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk
hasil : mengungkapkan pengalaman
1. Klien melaporkan nyeri dan penerimaan klien
terhadap respon nyeri
nyeri berkurang
4. Tentukan pengaruh
2. Klien dapat pengalaman nyeri terhadap
mengenal lamanya kualitas hidup( napsu makan,
tidur, aktivitas,mood,
(onset) nyeri hubungan sosial)
3. Klien dapat 5. Tentukan faktor yang dapat
memperburuk nyerilakukan
menggambarkan
evaluasi dengan klien dan tim
faktor penyebab kesehatan lain tentang ukuran
4. Klien dapat pengontrolan nyeri yang telah
dilakukan
menggunakan 6. Berikan informasi tentang
teknik non nyeri termasuk penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan
farmakologis
hilang, antisipasi terhadap
5. Klien menggunakan ketidaknyamanan dari
analgesic sesuai prosedur
7. Control lingkungan yang
instruksi
dapat mempengaruhi respon
6. Klien melaporkan ketidaknyamanan klien( suhu
nyeri berkurang ruangan, cahaya dan suara)
8. Hilangkan faktor presipitasi
7. Klien tidak tampak yang dapat meningkatkan
mengeluh dan pengalaman nyeri klien(
ketakutan, kurang
menangis
pengetahuan)
Ekspresi wajah klien 9. Ajarkan cara penggunaan
tidak menunjukkan nyeri terapi non farmakologi
(distraksi, guide
1. Klien tidak gelisah imagery,relaksasi)
10. Kolaborasi pemberian
analgesic

3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan 1. Tentukan status gizi pasien


tindakan 3x24 jam dan kemampuan pasien untuk
diharapkan pemenuhan memenuhi kebutuhan gizi
nutrisi dapat terpenuhi 2. Identifikasi adanya alergi atau
dengan kriteria hasil : intoleransi makanan yang
dimiliki pasien
1. Mempertahankan 3. Tentukan jumlah kalori dan
berat badan.
jenis nutrisi yang dibutuhkan
2. Masukan oral
19
adekuat. untuk memenuhi persyaratan
Nafsu makan kembali gizi
normal 4. Monitor kecenderungan
terjadinya penurunn dan
kenaikan berat badan
5. Pastikan diet mencakup
makanan tinggi kandungan
serat untuk mencegah
konstipasi.
6. Edukasi pasien untuk makan
makanan sedikit tapi sering.
7. Kolaborasi pemberian
antihistamin.
8. Kaji ttv pasien

4. Ansietas Setelah dilakukan 1. Jelaskan semua prosedur dan


apa yang dirasakan selama
tindakan selama 3x24
prosedur
jam diharapkan masalah 2. Pahami prepektif pasien
terhadap situasi stres
kecemasan klien teratasi
3. Temani pasieen untuk
dengan kriteria hasil : memberikan keamanan dan
mengurangi takut
1. Klien mampu
4. Identifikasi tingkat kecemasan
mengidentifikasi dan 5. Bantu psien mengenal situasi
yang menimbulkan
mengungkapkan
kecemasan
gejala cemas 6. Intrusikan pasien
menggunkan teknik relaksasi
2. Mengedentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukan tehnik
untuk mengontrol
cemas
3. Vital sign dalam
batas normal
4. Postur tubuh ,
ekpresi wajah ,
bahasa tubuh dan
tingkat aktifitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

20
3.6. IMPLEMENTASI
No Diagnosa Tanggal /waktu Implementasi Paraf
1. Hipertermi 15 april 2018 1. Meonitor suhu sesering
mungkin
2. Mengobservasi TTV
3. Melakukan kompres air
hangat
4. Menganjurkan untuk
memakai pakaian yang
tipis
5. Melaksanakan advis
pemberian terapi cairan

2. Nyeri akut 15 april 2018 1. Mengkaji secara


komprehensip terhadap
nyeri termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan
faktor presipitasi
2. Mengobservasi reaksi
ketidaknyaman secara
nonverbal
3. Mengunakan strategi
komunikasi terapeutik
untuk mengungkapkan
pengalaman nyeri dan
penerimaan klien
terhadap respon nyeri
4. Menentukan pengaruh
pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup(
napsu makan, tidur,
aktivitas,mood,
hubungan sosial)
5. Menentukan faktor yang
dapat memperburuk
nyerilakukan evaluasi
dengan klien dan tim
kesehatan lain tentang
21
ukuran pengontrolan
nyeri yang telah
dilakukan
6. Memberikan informasi
tentang nyeri termasuk
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan hilang,
antisipasi terhadap
ketidaknyamanan dari
prosedur
7. Mencontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi respon
ketidaknyamanan klien(
suhu ruangan, cahaya
dan suara)
8. Menghilangkan faktor
presipitasi yang dapat
meningkatkan
pengalaman nyeri klien(
ketakutan, kurang
pengetahuan)
9. Mengajarkan cara
penggunaan terapi non
farmakologi (distraksi,
guide imagery,relaksasi)
10. Mengkolaborasi
pemberian analgesic

3. Defisit nutrisi 15 april 2018 1. Menentukan status gizi


pasien dan kemampuan
pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Mengidentifikasi adanya
alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki
pasien
3. Menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi
4. Memonitor
kecenderungan
terjadinya penurunn dan
kenaikan berat badan
5. Memastikan diet
22
mencakup makanan
tinggi kandungan serat
untuk mencegah
konstipasi.
6. Mengedukasi pasien
untuk makan makanan
sedikit tapi sering.
7. Mengkolaborasi
pemberian antihistamin.
8. Mengkaji ttv pasien

4. Ansietas 15 april 2018 1. Menjelaskan semua


prosedur dan apa yang
dirasakan selama
prosedur
2. Memahami prepektif
pasien terhadap situasi
stres
3. Menemani pasieen untuk
memberikan keamanan
dan mengurangi takut
4. Mengidentifikasi tingkat
kecemasan
5. Membantu psien
mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasa.
6. Mengintrusikan pasien
menggunkan teknik
relaksasi

3.7. EVALUASI
No Diagnosa Tanggal/waktu Evalusai
1. Hipertermi 18 April 2018 S:
 Pasien mengatakan badanya
sudah tidak panas
 Pasien mengatakan sudah tidak
pusing dan lemas
O:
 TTV
TD: 110/70mmHg ,
Suhu: 36,6ºC,
N: 80x/mnt,

23
RR : 18x/mnt
 Mukosa Normal
A:
 Masalah teratasi
P:
 Hentikan intervensi

2. Nyeri Akut 18 April 2018 S:


 Pasien mengatakan masih
sesekali merasakan nyeri perut

O:
 Pasien sudah bisa beristirahat
 Pasien tampak memgangi perut
bagian kanan atas sesekali
 P: kerusakan
 Q: seperti ditusuk-tusuk
 R: perut bagian kanan atas
 S: skala 2
 T: sudah berkurang

A:
 Masalah teratasi sebagian
P:
 Lanjutkan intervensi 1,3 dan 6
3. Defisit Nutrisi 18 April 2018 S:
 Pasien mengatakan mual muntah
sudah berkurang
 Pasien mengatakan sudah mulai nafsu
makan
 Pasien mengatakan makan 3x1 sehari
hanya habis setengah mangkok
 Pasien mengatakan minum
±500cc/hari
24
O:
 IMT: 18,5
 Bising usus 6x/mnt
 konjungtiva anemis,
 mukosa mulai normal
A:
 Masalah teratasi sebagian
P:
 Lanjutkan intervensi 3,5,6 dan 7
4. Ansietas 18 April 2018 S:
 Pasien sudah mengerti tentang
keadaanya sekarang

O:
 Pasien tampak cemas berkurang
dan sudah mulai tenang
A:
 Masalah teratasi
P:
 Hentikan intervensi

25
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hepatitis adalah peradangan pada hati (liver) yang disebabkan oleh virus. Virus
hepatitis termasuk virus hepatotropik yang dapat mengakibatkan hepatitis A (HAV), hepatitis
B (HBV), hepatitis C (HCV), delta hepatitis (HDV), hepatitis E (HEV), hepatitis F dan
hepatitis G.

Ikterus yang terjadi pada hepatitis virus disebabkan oleh kombinasi disfungsi hati dan
molestatis. Virus menyerang dan menginfeksi sel-sel hati sehingga sel-sel hati mengalami
nekrosis.sel-sel hati yang terinfeksi juga mengalami edema dan pembengkakan.
Pembengkakan ini dapat menekan dan menghambat kanalikuli sehingga empedu yang
didalamnya terdapat bilirubin,tidak dapat diekskresikan dengan baik.

4.2 Saran

Sebaiknya setiap orang dapat berhati-hati dan selalu menjaga kebersihan lingkungan
agar terhindar dari virus-virus yang dapat mengakibatkan hepatitis. Tentunya sebagai petugas
kesehatan yang amat rentan tertular dari penderita harus lebih sigap dan memperhatikan
kesterilan, bukan hanya petugas kesehatan melainkan semua masyarakat.

26

You might also like