You are on page 1of 12

TUGAS

ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN


“ PERSELISIHAN DAN KLAIM DALAM PELAKSANAAN KONTRAK BIDANG
KONSTRUKSI “

DOSEN PENGAMPU :
GATOT NURSETYO, ST.MT.

NAMA : ROCKY FAUZI


NIM : A0114006
PROGDI : TEKNIK SIPIL

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN

Proyek konstruksi semakin hari semakin kompleks sehubungan dengan adanya


standar- standar baru yang dipakai, teknologi yang semakin canggih, dan keinginan
pemilik bangunan yang senantiasa melakukan penambahan atau perubahan lingkup
pekerjaan. Suksesnya sebuah proyek sangat tergantung dari kerja sama antara pihak-
pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu pemilik bangunan, kontraktor dan perencana
proyek. Pihak-pihak tersebut mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda yang pada
akhirnya dapat menimbulkan konflik atau perselisihan pada saat perencanaan dan
pelaksanaan proyek. Sebelum proses konstruksi dimulai, kontraktor dan pemilik
bangunan membuat kesepakatan berupa surat perjanjian atau kontrak. Kompleksitas
proses konstruksi, dokumen-dokumen proyek, dan kondisi kontrak dapat menyebabkan
terjadinya perselisihan, konflik interpretasi, dan sikap bermusuhan. Penyelesaian
perselisihan untuk mendapatkan hak atas kompensasi waktu dan atau uang dapat
menggunakan beberapa alternatif, yaitu negosiasi, mediasi, litigasi, dan arbitrasi.
Peningkatan klaim dan perselisihan dalam sejumlah kasus disebabkan karena ketidak
sempurnaan spesifikasi perbedaan kondisi lapangan, peningkatan lingkup pekerjaan,
keterbatasan akses ke lapangan, percepatan atau penundaan yang disebabkan pemilik
bangunan, interpretasi terhadap instruksi di lapangan, dan perlindungan terhadap
penyelesaian suatu kerugian. Pemilik bangunan perlu menganalisis klaim yang
dipersentasikan oleh kontraktor dengan mempertimbangkan keselarasan pasal-pasal
dalam kontrak, pihak yang bertanggung jawab, situasi proyek, ketidak sempurnaan
spesifikasi, dan kesalahan interpretasi kontrak.
Proses pengajuan klaim disusun secara logis dan berisi fakta pernyataan dan berisi
atau merujuk pada dokumen-dokumen pokok dan pasal-pasal kontrak, laporan-laporan
dari saksi ahli dan foto-foto dan juga berisi dasar hukum dan kontrak dari klaim tersebut.
Setiap persepsi cara penanganan klaim terlepas dari kebenaran, kesalahan, setengah
benar setengah salah, tentunya tetap memberikan sumbangan pertimbangan dalam
penetapan kebijakan sebagai langkah penyelesaian klaim.
BAB II
KLAIM KONSTRUKSI

II. 1. Definisi Klaim Konstruksi


Sebelum membahas tentang definisi klaim konstruksi, ada baiknya
dibahas definisi klaim itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, klaim
berarti tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki
atau mempunyai) atas sesuatu. Terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara
definisi klaim menurut bahasa Indonesia dengan definisi klaim menurut bahasa
asing, khususnya bahasa Inggris. Klaim berdasarkan kepustakaan bahasa Inggris
berarti permintaan (demand) bukan tuntutan, ini adalah pengertian yang benar
(Yasin, 2004) . Sedangkan hampir dalam seluruh kepustakaan Indonesia klaim
diartikan sebagai tuntutan. Klaim konstruksi, menurut Yasin (2004), adalah klaim
yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan jasa
konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa atau antara penyedia jasa utama
dengan sub-penyedia jasa atau pemasok bahan atau antara pihak luar dengan
pengguna/penyedia jasa yang biasanya mengenai permintaan tambahan waktu,
biaya, atau kompensasi lain. Di Indonesia hampir tidak ada kontrak konstruksi
yang memuat klausula mengenai klaim, kecuali kontrak-kontrak yang mengacu
pada sistem kontrak konstruksi international seperti FIDIC, JCT, atau SIA.

II. 2. Jenis- Jenis Klaim


Pada umumnya klaim konstruksi dibedakan dalam dua bentuk, yaitu: klaim dalam
bentuk keterlambatan waktu penyelesaian kontruksi dan juga klaim dalam bentuk
pembengkakan biaya untuk konstruksi. Tela dan Saleh (2007) membagi jenis
klaim dalam 4 jenis, antara lain:
1) Klaim tambahan biaya dan waktu
Klaim jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan waktu dan
tambahan biaya. Diantara beberapa jenis klaim, dua jenis klaim ini yang
sering timbul akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
2) Klaim biaya tak langsung (overhead)
Penyedia jasa yang terlambat menyelesaikan suatu pekerjaan karena sebab-
sebab dari pengguna jasa, meminta tambahan biaya overhead dengan alasan
biaya ini bertambah karena pekerjaan belum selesai.
3) Klaim tambahan waktu (tanpa tambahan biaya)
Penyedia jasa hanya diberikan tambahan waktu pelaksanaan tanpa
tambahan biaya karena lasan-alasan tertentu.
4) Klaim kompensasi lain
Dalam beberapa kondisi, penyedia jasa selain mendapatkan tambahan
waktu juga mendapatkan kompensasi lain.
Berry et al. (1990) membagi jenis klaim dalam empat kategori utama, yaitu :
1) Klaim atas kerugian karena disebabkan oleh perubahan kontrak yang
dilakukan pemilik.
2) Klaim atas tambahan elemen nilai kontrak
3) Klaim yang dibuat karena perubahan kerja
4) Klaim karena penangguhan proyek.
Perubahan kontrak dalam proyek konstruksi biasanya terjadi karena
konsultan perencana atau owner sendiri melakukan perubahan desain atau
rencana kerja yang telah disepakati sebelumnya. Hal ini mengakibatkan
kontraktor pelaksana harus merubah atau bahkan mengganti hasil pekerjaan
sebelumnya.
Klaim juga dapat terjadi karena adanya penambahan biaya akibat adanya
penambahan elemen nilai kontrak dari nilai kontrak sebelumnya. Hal ini
menyebabkan pembengkakan biaya yang harus diderita kontraktor pelaksana.
Perubahan pekerjaan pada umumnya berupa perubahan metode pekerjaan.
Terkadang metode pekerjaan yang diterapkan kontraktor pelaksana tidak sesuai
dengan keinginan perencana atau owner. Oleh karena itu, kontraktor harus
menerapkan metode yang baru untuk proyek konstruksi. Penghentian pekerjaan
proyek atau penangguhan proyek juga sering terjadi dalam suatu proyek
konstruksi. Berbagai penyebab penangguhan ini seperti penundaan pembayaran
dapat menyebabkan terhentinya proses pekerjaan dalam proyek konstruksi.
BAB III
FAKTOR KLAIM DAN PENYELESAIAN

III. 1. Faktor Penyebab Klaim


Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam penyelenggaraan proyek konstruksi
sangat besar potensi terjadinya perselisihan atau persengketaan. Mitropoulos dan
Howell (2001) menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat tiga akar permasalahan
penyebab persengketaan dalam proyek penyelenggaraan proyek konstruksi yaitu:
1) Adanya faktor ketidakpastian dalam setiap proyek konstruksi
2) Masalah yang berhubungan dengan kontrak konstruksi
3) Perilaku oportunis dari para pihak yang terlibat dalam suatu proyek
konstruksi
Pada umumnya, klaim dalam proyek konstruksi disebabkan oleh dua pihak
yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi. Selain sebab-sebab dari pihak
owner/pemberi order pekerjaan dan sebab-sebab dari kontraktor pelaksana,
klaim dalam proyek konstruksi dapat diakibatkan oleh sebab-sebab dari luar.
Sebagian besar klaim yang terjadi disebabkan oleh keterlambatan
penyelesaian suatu proyek.
Mayoritas keterlambatan tersebut disebabkan oleh owner selaku pemberi
order pekerjaan. Keterlambatan yang disebabkan owner disebut compensable
delay. Compensable delay terjadi karena alas an keterlambatan tidak tertulis
dalam kontrak, sehingga owner harus memberikan tambahan waktu dan
tambahan biaya kepada kontraktor (Fisk, 1997).
Klaim yang disebabkan oleh owner/pemberi order biasanya dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Menurut Fisk (1997), dokumen kontrak yang tidak jelas
seperti scheduling clause yang tidak lengkap berpengaruh dalam
keterlambatan proyek. Menurut Rachim, terkadang sasaran waktu yang
diberikan kepada penyedia jasa tidak realistis dan menjadi alasan terlambatnya
proyek konstruksi (Abdulrasyid, 2009). Terhambatnya proyek konstruksi juga
disebabkan karena owner/pemberi order kerja sering melakukan perubahan
dalam rencana proyek yang telah disepakati. Rencana kerja yang tidak tepat
atau kurang lengkap juga dapat menghambat pekerjaan dalam proyek
konstruksi. Tidak lengkapnya rencana kerja ini kerap sekali terjadi dalam
suatu proyek konstruksi. Kendala non teknis seperti keterlambatan
pembayaran oleh pengguna jasa turut berpengaruh dalam terhambatnya
proyek konstruksi. Pada dasarnya, kurangnya komunikasi antara
owner/pengguna jasa dengan kontraktor/penyedia jasa menjadi pemicu
timbulnyaklaim.
Selain penyebab dari pihak owner, klaim juga disebabkan oleh beberapa
faktor dari pihak kontraktor pelaksana/penyedia jasa. Kontraktor yang kurang
berpengalaman dalam menangani proyek konstruksi dapat menghambat
berjalannya setiap elemen pekerjaan dalam proyek. Kesalahan interpretasi
kontraktor terhadap rencana kerja, spesifikasi, atau gambar kerja dapat
menyebabkan kesalahan produksi dalam suatu proyek konstruksi.
Menurut Saleh, adanya kontraktor dari perusahaan lain yang juga bekerja
dalam satu proyek dapat mengakibatkan kegagalan proyek karena tidak
adanya kerjasama antar kontraktor (Ahuja dan Walsh, 1983). Begitu pula
apabila kontraktor pelaksana dalam waktu yang bersamaan menangani lebih
dari satu proyek, hal ini dapat menyebabkan hasil yang tidak maksimal dalam
proyek konstruksi. Organisasi dan manajemen proyek yang baik sangat
mendukung lancarnya suatu proyek konstruksi. Namun seringkali dalam suatu
proyek konstruksi organisasi dan manajemen proyek tidak dikelola dengan
baik. Organisasi yang tidak efisien dapat menghambat proses berjalannya
proyek. Bahkan sering juga terjadi konflik dalam suatu organisasi proyek.
Faktor dari luar yang tidak terduga dan dapat menghambat berjalannya
suatu proyek konstruksi serta mengakibatkan klaim, terdiri dari beberapa
faktor. Kualitas material yang digunakan dalam proyek, terkadang tidak sesuai
dengan spesifikasi awal, dan ini dapat mengakibatkan penyimpangan kontrak
yang dapat menimbulkan klaim. Selain itu, pengiriman material tidak selalu
tepat waktu yang dapat menyebabkan terhentinya proses pekerjaan.
Kemudian, rendahnya kualitasatau kemampuan pekerja dalam proyek dapat
menghambat proyek. Penyedia jasa atau dalam hal ini kontraktor pelaksana
sering menemukan perbedaan kondisi fisik antara kondisi di lapangan dengan
kondisi yang tertera dalam dokumen kontrak. Selain itu, kondisi yang tidak
terduga seperti hujan lebat atau cuaca yang tidak memungkinkan dapat
menyebabkan penundaan pelaksanaan pekerjaa sehingga terjadi
keterlambatan pada proyek (Fisk, 1997).
III. 2. Penyelesaian Klaim
Perselisihan yang terjadi antar pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
proyek konstruksi, bila tidak terselesaikan dapat mengakibatkan timbulnya klaim.
Untuk itu sebisa mungkin pihak-pihak yang terkait dalam suatu proyek konstruksi
meminimalisir kemungkinan terjadinya klaim tersebut.
Menurut Saleh, Nursyam (2007), ada beberapa cara mengantisipasi
terjadinya klaim, antara lain : dokumentasi, pengetahuan tentang kontrak,
gambaran yang jelas tentang perubahan order, rencana dan penjadwalan.
Dokumentasi yang baik, lengkap, dan baik dapat digunakan sebagai dasar acuan
untuk mengetahui perkembangan pekerjaan dalam proyek. Dokumen kontrak
harus dibaca dan dipahami dengan baik oleh kontraktor pelaksana agarmproyek
konstruksi dapat berjalan lancar. Pengetahuan yang baik tentang dokumen kontrak
juga dapat menghindari kesalahan intrepetasi kontraktor terhadap kontrak.
Perubahan order dalam proyek konstruksi mencakup beberapa hal, diantaranya
perubahan pada harga yang telah disepakati, perubahan jadwal penyelesaian, dan
perubahan pada rencana dan spesifikasi dalam proyek. Perubahan order yang jelas
dan dipahami oleh pihak yang terkait dapat membantu dalam proses pengambilan
keputusan untuk menghindari terjadinya klaim. Rencana dan penjadwalan yang
baik dan terarah mutlak diperlukan dalam suatu proyek konstruksi. Rencana dan
penjadwalan yang baik sangat bermanfaat untuk mewujudkan suatu proyek yang
ekonomis dan selesai tepat waktu, sehingga tidak terjadi klaim akibat
keterlambatan waktu dan pembengkakan biaya.
Meskipun timbulnya klaim dalam suatu proyek konstruksi dapat dihindari
atau diantisipasi, tetapi pada kenyataannya masih seringkali ditemui perselisihan
dalam proyek konstruksi yang menyebabkan terjadinya klaim. Untuk itu perlu
adanya langkah penyelesaian permasalahan klaim ini. Perlu adanya forum
penyelesaian yang lebih formal dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Menurut Eilen dan Imelda ada 6 (enam) metode penyelesaian yang umum
digunakan dalam industri konstruksi, antara lain :
1) Negosiasi
Pihak-pihak yang berselisih mencari penyelesaian perselisihan tanpa
campur tangan pihak lain. Keputusan akhir sifatnya tidak mengikat
(Barrie, Paulson,1992).
2) Mediasi
Pihak-pihak yang berselisih menggunakan mediator (pihak ketiga) untuk
menyelesaikan perselisihan dimana pihak ketiga ini bersifat netral.
Keputusan akhir sifatnya tidak mengikat (Barrie, Paulson,1992)
3) Arbitrasi
Penyelesaian perselisihan yang dibentuk melalui kontrak dimana pihak-
pihak yang berselisih menunjuk arbitrator dari badan arbitrase dalam
menyelesaikan perselisihan. Keputusan akhir sifatnya mengikat. Arbitrasi
ini merupakan alternatif yang lebih cepat dan murah untuk menyelesaikan
klaim namun memiliki banyak kerugian, biasanya disebabkan karena
proses yang lambat (berkaitan dengan kesibukan jadwal arbitrator)
(Patterson, 1997)
4) Litigasi
Perselisihan akan dibawa ke pengadilan, dimana masing- masing pihak
akan diwakili oleh pengacaranya (Barrie, Paulson,1992). Sebelum itu,
diberikan waktu bagi pihak- pihak yang bertikai untuk menganalisa situasi
dan menyiapkan kasusnya. Biaya peradilan yang besar dan penantian
keputusann dalam jangka waktu yang lama disamping keinginan
kontraktor untuk menjalin hubungan yang baik dengan pemilik,
menyebabkan alternatif ini jarang digunakan (Muller, 1990; Treacy,1995).
5) Mini Trial
Penyelesaian perselisihan dimana pihak yang berselisih diwakili oleh
masing- masing manajer proyek dan adanya pihak ketiga (neutral panel)
sebagai penasihat (three member panel) (Abdul-Malak, El-Saadi,
AbouZeid, April 2002)
6) Dispute review boards
Penyelesaian perselisihan dimana masing-masing pihak yang berselisih
memilih satu perwakilan lalu perwakilan tersebut memilih pihak ketiga
(three member panel). Keputusan akhir sifatnya tidak mengikat (Abdul-
Malak, El Saadi, Abou-Zeid, April 2002) Metode-metode penyelesaian
tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Tidak
semua perselisihan dalam suatu proyek konstruksi dapat diselesaikan
dengan metode yang sama, ada beberapa kasus yang memerlukan metode
penyelesaian tertentu. Adalah keputusan dari masing-masing pihak yang
terkait dalam perselisihan untuk menentukan mana metode yang dirasa
paling tepat dalam menyelesaikan perselisihan.
BAB IV
PROSES PENGAJUAN KLAIM

Klaim merupakan hal yang biasa dalam industri konstruksi. Apabila ditangani
dengan tepat maka klaim dapat menguntungkan kedua belah pihak. Proses
pengajuan klaim dapat dirinci sebagai berikut :
1) Pengajuan klaim biasanya diawali dengan terjadinya suatu perubahan
pekerjaan. Perubahan pekerjaan dapat diketahui sebelum pekerjaan
dimulai atau baru diketahui ketika pekerjaan telah atau sedang
dilaksanakan.
2) Apabila perubahan pekerjaan tersebut telah diketahui sebelumnya maka
penyedia jasa dapat melakukan pemberitahuan kepada pengguna jasa.
Pemberitahuan harus dilakukan secara tertulis.
3) Dimana perubahan pekerjaan baru diketahui setelah pekerjaan sedang
berjalan maka perubahan pekerjaan tersebut dinamakan perubahan tidak
resmi. Biasanya perubahan tidak resmi termasuk dalam kategori non-
contractual rights. Dalam hal ini penyedia jasa harus mengajukan
permintaan perubahan kepada pengguna jasa. FIDIC Conditions of
Contract Construsction (The New Red Bok) menyebutkan pemberitahuan
harus dilakukan sesegera mungkin dalam jangka waktu 28 hari setelah
kontraktor atau penyedia jasa menyadari atau seharusnya menyadari akan
kejadian atau keadaan tersebut. Apabila kontraktor gagal menyampaikan
pemberitahuan suatu klaim dalam jangka waktu 28 hari maka waktu
penyelesaian tidak akan diperpanjang dan kontraktor tidak berhak atas
pembayaran tambahan dan pengguna jasa akan dibebaskan dari semua
kewajiban yang brekaitan dengan klaim.
4) Begitu kontraktor telah memberitahukan keinginannya untuk mengajukan
klaim secara tertulis maka kontraktor harus menyiapkan dokumen-
dokumen yang mendukung untuk pengajuan klaim. Dokumen-dokumen
tersebut dapat berbentuk dokumen pokok, laporan saksi ahli, foto
dokumentasi dan lain lain. Dalam FIDIC disebutkan kontraktor harus
menyimpan catatan lengkap (sesuai dengan waktunya) yang mungkin
diperlukan untuk mendukung klaim baik dilapangan maupun di lokasi
lain.Tidak dibatasi kewajiban, pengguna jasa, enjiner dapat, setelah
menerima pemberitahuan menurut sub-klausula ini, memantau
penyimpanan catatan dan/atau memerintahkan kontraktor untuk
menyimpan catatan kontemporer lebih lanjut. Kontraktor harus segera
menyampaikan kepada pengguna jasa atau enjiner suatu klaim yang secara
detail disertai data pendukung mengenai dasar klaim dan perpanjangan
waktu dan /atau pembayaran tambahan yang diklaim. Kontraktor dapat
menyampaikan klaim sementara secara berkala setiap bulan dan harus
menyampaikan klaim finalnya dalam jangka waktu 28 hari setelah efek
yang diakibatkan oleh kejadian tersebut berkahir.
5) Pengguna jasa lalu mengevaluasi dokumen tersebut dengan menggunakan
rate harga yang tertera dalam kontrak.
6) Apabila klaim telah disetujui oleh pengguna jasa, maka pengguna jasa
wajib mengeluarkan perintah perubahan pekerjaan (variation order).
Variation order dapat direvisi setiap saat selama masa konstruksi apabila
diperlukan. Dalam jangka waktu 42 hari setelah menerima suatu klaim
atau data pendukung lebih lanjut untuk mendukung klaim sebelumnya,
pengguna jasa maupun enjiner harus menanggapi dengan persetujuan atau
penolakan dengan komentar secara rinci. Selama jangka waktu 42 hari
enjiner atau pengguna jasa harus menindaklanjuti untuk menyetujui dan
menetapkan perpanjangan waktu maupun pembayaran tambahan yang
berhak diterima oleh kontraktor.
7) Setelah terbit perintah perubahan, perintah perubahan harus diikuti denagn
penerbitan amandemen kontrak.
DAFTAR PUSTAKA

https://anzdoc.com/bab-iii-klaim-konstruksi.html
http://e-journal.uajy.ac.id/2048/3/2TS12592.pdf
https://www.researchgate.net/profile/Nengah_Tela/publication/265035607_-1-
_KLAIM_PADA_KONTRAK_KERJA_KONSTRUKSI_DI_INDONESIA_DAN_CA
RA_PENYELESAIANNYA/links/56ddb94008ae628f2d24ad5a/1-KLAIM-PADA-
KONTRAK-KERJA-KONSTRUKSI-DI-INDONESIA-DAN-CARA-
PENYELESAIANNYA.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/6920/3/MTS201973.pdf

You might also like